Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HIPOALBUMIN DAN


HEMODIALISA

A. KONSEP CKD
1. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal
tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812).
2. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1) Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2) Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4) Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6) Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
7) Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8) Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali congenital leher vesika urinaria
dan uretra.
Sedangkan penyebab PGK menurut National Kidney Foundation / NKF (2010)
adalah
1) Diabetes militus dan Hipertensi
Dua penyebab utama penyakit ginjal kronis diabetes dan tekanan darah tinggi.
Diabetes militus terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan
pada banyak organ dan otot dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta
pembuluh darah, saraf, dan mata. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, terjadi
ketika tekanan darah meningkat pada dinding pembuluh darah. Jika tidak
dikontrol dengan baik, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab serangan
jantung, stroke dan PGK.
2) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit penyaringan
ginjal, merupakan penyebab ketiga yang paling sering terjadi pada penyakit
ginjal kronis.
3) Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir. Keadaan ini
mengakibatkan kista pada ginjal yang akan merusak jaringan disekitarnya.
4) Lupus.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus
(SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem
internal manusia.
5) Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karena ada
pembesaran kelenjar prostat pada pria
3. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat
ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
b) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60- 89
ml/menit/1,73 m2.
c) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
d) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15- 29
ml/menit/1,73 m2.
e) Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus:
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini seru
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
4. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Ginjal
Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari ginjal,
ureter, vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus menerus menghasilkan urine,
dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar
tubuh. ( Wilson,2006)

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal
terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, didepan dua iga
terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas
mayor (Wilson,2006).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :
1) Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid
renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
2) Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan
bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3) Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4) Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rah korteks
5) Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
6) Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul
dan calix minor
7) Calix minor, yaitu percabangan dari calix major
8) Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis
9) Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter
10) Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adipose atau peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis.
Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1.3 juta
nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, Nefron terdiri dari bagian:
a) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan
darah ke sistem vena melalui arteriol eferen.Filtrasi glomerulus adalah proses
dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler glomerulus menembus
kapiler untuk masuk ke ruang interstisium, kemudian ke dalam kapsula
bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merahatau protein plasma hamper
tidak ada yang mengalami filtrasi.Proses filtrasi menembus glomerulus serupa
dengan yang terjadi pada proses filtrasi diseluruh kapiler lain. Hal yang
berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat permeable
terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil ( Muttaqin& Sari,
2011).
b) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan
panjang 15mm dan diameter 55um. Bentuknya berkelok-kelok menjalar dari
korteks ke bagian medula dan kembali ke kortkes sekitar 2/3 dari natrium
yang terfiltrasi diabsorpsi secara isotonis bersama klorida.
c) Gelung henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen
tebal penjangnya 12mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. klorida secara
aktif diserap kembali pada cabang asendens mempertahankan kenetralan
listrik.
d) Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya
jauh dari kapsula bowman, panjagnya 55mm. tubulus distal dari masing-
masing nefron bermuara ke duktus koligens yang oanjangnya 20mm.
e) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak aktif.
Pengaturan secara halus dari eksresi natrium urine terjadi disini dengan
aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi natrium (Syaifuddin,2002)
2. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit, dan
konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit
dalam jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan
tubuh total dan untuk mempertahankan konsentrasi normalnya dalam cairan
ekstraselular (ECF). (Wilson&Price,2006)
Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi Eksresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah eksresi
air.
2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah
eksresi Na+
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu
dalam rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembal HCO2.
b. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah
oleh sumsum tulang belakang.
3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja
secara local.

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut Long (1996) antara lain:
1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2) Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
5) Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8) System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
6. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi
menjadi tiga stadium yaitu:
1) Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2) Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3) Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate
10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

PATHWAY

Gangguan pada ginjal


Kerusakan parenkim, kerusakan nefron

Penurunan perfusi
Peningkatan jaringan
rennin penurunan
angiotensin I
darah, O2, dan nutrisi
kemudian diubah mjd angiotensin II di
Peningkatan aldosteron Vasokonstriksi arteriol

me↑kan reabs. Na+ pe↑tan tek. glomerulus

Retensi cairan di ekstravaskuler Reabs. Cairan menurun


banyak yang dibuang Ureum
termasuk protein, terutama meningkat
Hipervolemia albuminhipoalbumin
Mempengaruhi tekanan di Mempengaruhi kerja
alveoli peningkatan tekanan tek.onkotik dan hidrostatik
cairan di alveoli vaskuler tek di vaskuler
menurun
Kelebihan cairan di
Cairan yang ter retensi
alveoli pertukaran O2
masuk secara bebas ke
tidak maksimal
interstisiil edema perifer

Gangguan Pertukaran Penurunan suplai darah ke jar. perifer


Gas

Sisa metabolisme ikut Perfusi Perifer Tidak Efektif


peredaran darah masuk Penurunan pembuangan Perparahan penurunan
ke lambungmual muntah air, garam dan sisa GFRakibat kerusakan
metabolisme sindrom bertambah parah
uremia
Penurunan intake pe↓nan
nafsu makan Kulit kering dan pruritus Masuk kulit

Ketidakseimbangan antara
Gangguan Integritas Kulit
kebutuhan tubuh dengan intake

Defisit Nutrisi

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium :
1) Urin
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak
ada (anuria).
b. Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
c. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada
5) Darah
1. Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
2. Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 g/dL.
3. SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
4. GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolic (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
5. Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau normal
(menunjukkan status dilusi hipernatremia).
6. Kalium: Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir,
perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena
kurang asam amino esensial. Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg,
sering sama dengan urine.
8. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan diit
tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang sangat
ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
j) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada penyakit
DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.
9. PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi, pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular, tindakan yang diberikan tergantung
dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006 dalam Alamang 2012).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

B. KONSEP HIPOALBUMIN
1. DEFINISI
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal
atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer,
Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga
mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
2. ETIOLOGI
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah, pencernaan
atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat
ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
a) Kurang Energi Protein,
b) Kanker,
c) Peritonitis,
d) Luka bakar,
e) Sepsis,
f) Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma),
g) Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin
menurun),
h) Penyakit ginjal (hemodialisa),
i) Penyakit saluran cerna kronik,
j) Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),
k) Diabetes mellitus dengan gangren, dan
l) TBC paru.
3. MANIFESTASI KLINIK
a) Ascites - akumulasi cairan di rongga perut;
b) dapat menyebabkan sesak napas.Hal ini menunjukkan akumulasi efusi pleura
dan pengembangan edema paru;
c) Nafsu makan menurun
d) kelemahan.
4. KLASIFIKASI HIPOALBUMIN
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau
jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan
albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006).
Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai
berikut:
a) Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
b) Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
c) Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
5. PENATALAKSANAAN
a) Terapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah
seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi.
Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila
asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein
tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko memperburuk
kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin
khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet
TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut. Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973. Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama
kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda
(Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat modisco yang paling utama
adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan mudah.
Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna
oleh usus manusia. Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan
penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep,
2005).
b) Terapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan
hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP
dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus
yang kadar albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi
medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan harga
yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya khususnya untuk pasien
dengan status kelas III / jamkesmas.
c) Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun
therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut
sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor,
educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan petugas
kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik buruknya
kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali mengetahui baru
kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi,
dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting
diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi
hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan
benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar . Setelah yakin suplemen
dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk
mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator
keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar
serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan
penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.
C. KONSEP HEMODIALISA
1. DEFINISI
Dialisis menghilangkan nitrogen sebagai produk limbah, mengoreksi elektrolit,
air, dan kelainan asam-basa yang berhubungan dengan gagal ginjal. Dialisis tidak
memperbaiki kelainan endokrin karena gagal ginjal, atau mencegah komplikasi
kardiovaskular. Proses dialysis membutuhkan membran semipermeabel yang akan
membersihkan bagian air dengan berat molekul kecil (zat terlarut), tetap tidak untuk
molekul besar (misalnya protein).
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membran semipermiabel (dialyzer) ke dalam dialysate. Dialyzer juga dapat
dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang
besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran.
Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi
dialyzer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang
dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat dan dunia
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan
bagian lain untuk cairan dialysate. Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak
bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis. Sel-sel darah,
protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena mempunyai ukuran molekul
yang besar sehingga tidak bisa melewati membran. Produk limbah yang lebih kecil
seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui membran dan dibuang. Sehingga darah
yang banyak mengandung sisa produk limbah bisa bersih kembali (National Kidney
Foundation / NKF, 2006).
Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi
menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto & Roshto,
2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang
berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah.
Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam membran
dialyzer yaitu dari tekanan tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis, Roshto., &
Roshto, 2008)

2. TUJUAN HEMODIALISA
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada
penderita PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen
sebagai sampah hasil metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi
elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan basa pada penderita PGK (Levy,
dkk., 2004). Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah mengembalikan
keseimbangan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari fungsi
ginjal yang rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)
3. PRINSIP DALAM PROSES HEMODIALISA
Secara sederhana proses dialisis hanya memompa darah dan dializat melalui
membran dializer (Levy,dkk., 2004)
a) Dialysate adalah larutan air murni yang mengandung, klorida, natrium kalium,
magnesium, kalsium, dextrose, bicarbonat atau asetat.
b) Di dalam dialyzer darah dan dialysate dipisahkan oleh membrane
semipermiabel. Darah mengandung sisa produk metabolism berupa ureum,
creatin, dan lainnya. Sedangkan dialysate tidak mengandung produk sisa
metabolisme. Karena perbedaan konsentrasi ini akan terjadi proses difusi dalam
dialyzer.
c) Proses difusi akan maksimal bila arah aliran darah dan dialisa berlawanan
(counter current flow). Kecepatan aliran darah dan dialisat dalam dialiser juga
berpengaruh pada peningkatan proses difusi.
d) Proses konveksi dalam dialyzer dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
tekanan dalam membran dialyzer (trans membrane pressure). Pada proses
Hemodialisa konvensional, molekul dengan ukuran kecil tidak semua terlepas
denagan proses konveksi saja. Tetapi hampir semua molekul dengan ukuran kecil
terlepas dengan proses difusi. Sebaliknya molekul dengan ukuran besar (B2-
mikroglobulin dan vit B12) dikeluarkan efektif dengan proses konveksi. Hal ini
telah menyebabkan peningkatan penggunaan metode UF di Hemodialisa untuk
meningkatkan penghapusan molekul MW lebih besar.
4. KOMPONEN HEMODIALISA
a) Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke dialyzer sebagai membran
semipermiabel dan memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
karena terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses dalam mesin
hemodialisa merupakan proses yang komplek yang mencakup kerja dari deteksi
udara, kontrol alarm mesin dan monitor data proses hemodialisa (Misra, 2005)
b) Ginjal Buatan (dialyzer)
Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung yang bersisi membrane
semipermiabel dan mempunyai dua bagian yaitu bagian untuk cairan dialysate
dan bagian yang lain untuk darah (Levy,dkk., 2004). Beberapa syarat dialyzer
yang baik (Heonich & Ronco, 2008) adalah volume priming atau volume
dialyzer rendah, clereance dialyzer tinggi sehingga bisa menghasilkan clearance
urea dan creatin yang tinggi tanpa membuang protein dalam darah, koefesien
ultrafiltrasi tinggi dan tidak terjadi tekanan membrane yang negatif yang
memungkinkan terjadi back ultrafiltration, tidak mengakibatkan reaksi inflamasi
atau alergi saat proses hemodialisa (hemocompatible), murah dan terjangkau, bisa
dipakai ulang dan tidak mengandung racun. Syarat dialyzer yang baik adalah bisa
membersihkan sisa metabolisme dengan ukuran molekul rendah dan sedang,
asam amino dan protein tidak ikut terbuang saat proses hemodialisis, volume
dialyzer kecil, tidak mengakibatkan alergi atau biocompatibility tinggi, bisa
dipakai ulang dan murah harganya (Levy, dkk., 2004)

c) Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai komposisi seperti cairan
plasma yang digunakan pada proses hemodialisis (Hoenich & Ronco, 2006).
Cairan dialysate terdiri dari dua jenis yaitu cairan acetat yang bersifat asam dan
bicarbonat yang bersifat basa. Kandungan dialysate dalam proses hemodialisis
menurut Reddy & Cheung ( 2009 )
d) Blood Line (BL) atau Saluran Darah
Blood line untuk proses hemodialisa terdiri dari dua bagian yaitu bagian arteri
berwarna merah dan bagian vena berwarna biru. BL yang baik harus mempunyai
bagian pompa, sensor vena, air leak detector (penangkap udara), karet tempat
injeksi, klem vena dan arteri dan bagian untuk heparin (Misra, 2005). Fungsi dari
BL adalah menghubungkan dan mengalirkan darah pasien ke dialyzer selama
proses hemodialisis
e) Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut sebagai Arteri Vena Fistula (AV
Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh pasien PGK yang akan
menjalani hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna merah
untuk bagian arteri dan biru untuk bagian vena
5. KOMPLIKASI SELAMA HEMODIALISIS
Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbedabeda untuk
setiap pasien. Komplikasi hemodialisis menurut Katanko dan Levin (2008) adalah
intradialytic hipotension, kram otot, mual muntah, emboli udara dan sakit kepala.
Menurut Armiyati (2010) salah satu komplikasi selama hemodialisis adalah
hipertensi.

a) Intradialytic Hypotension (IDH)


Intradialytic Hypotension adalah tekanan darah rendah yang terjadi ketika proses
hemodialisis sedang berlangsung. IDH terjadi karena penyakit diabetes millitus,
kardiomiopati, left ventricular hypertrophy (LVH), status gizi kurang baik, albumin
rendah, kandungan Na dialysate rendah, target penarikan cairan atau target
ultrafiltrasi yang terlalu tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan usia diatas 65
tahun
b) Kram otot
Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena target ultrafiltrasi yang
tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah.
c) Mual dan muntah
Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri, sering menyertai hipotensi dan
merupakan salah satu presensi klinik disequillibrium syndrom. Bila tidak disertai
gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit hepar atau gastrointestinal.
d) Sakit kepala
Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat dan
disequillibrium syok syndrome (DDS).
e) Emboli udara
Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara kedalam
pembuluh darah selama prose hemodialisis.
f) Hipertensi
Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa diakibatkan karena kelebihan
cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan natrium dan
kalsium, karena erythropoietin stimulating agents dan pengurangan obat anti
hipertensi.
Komplikasi yang muncul dalam proses hemodialisis tidak bisa diduga
sebelumnya dan harus segera diatasi. Menurut Sukandar (2006) ketika terjadi
hipotensi intradialisis dan kram otot, penanganan yang harus dilakukan adalah
menurunkan QB, menurunkan ultrafiltrasi dan memberikan cairan NaCl 0,9%. Bila
terjadi komplikasi sakit dada atau terjadi disequillibrium syok syndrome (DSS)
penanganan yang dilakukan adalah menurunkan QB, menurunkan quick of
dialysate, menurunkan ultrfiltrasi, dan pemberian oksigen.

6. AKSES VASKULER
American Journal of Kidney Diseases (AJKD) merekomendasikan bahwa
pasien PGK stadium 4 dan 5 sudah harus dipasang akses vaskuler untuk persiapan
tindakan hemodialisis yang berupa kateter subklavia atau Arteriovenous shunt (AJKD,
2006). Pembuatan akses vaskuler untuk proses hemodialisis bertujuan untuk
mendapatkan aliran darah yang optimal agar proses hemodialisis bisa berjalan dengan
baik (Reddy & Cheung, 2009). Akses vaskuler yang disarankan adalah AV Shunt atau
cimino, double lumen dan arteriovenosa grafts (AVG) (NKF DOQI, 2006). AV Shunt
merupakan akses vaskuler yang paling aman saat ini tetapi bila saat insersi tidak
menggunakan tehnik yang benar akan mengakibatkan kerusakan.
a) Arteriovenous Fistula (AVF)
AVF dibuat dengan cara menyambung sisi arteri dengan ujung dari vena yang
dipotong atau dengan tehnik end to side.
b) Arteriovenous Graft (AVG)
AVG dibuat apabila operasi pembuatan AVF sudah tidak mungkin dilakukan lagi.
Pembuatan AVG dilakukan dengan cara menyambung antara arteri dan vena yang
dihubungkan dengan saluran sintetis yang terbuat dari bahan Litetrafluoroetilena
(PTFE) atau turunannya yaitu PTFE (ePTFE). Sedangkan untuk polyurethaneurea
(PUU) jarang digunakan.

Komplikasi dari akses arteriovenous yang sering muncul adalah stenosis,


trombosis, iskemik bagian distal, anurisma, kematian jaringan, gagal jantung dan
infeksi (Reddy & Cheung, 2009).

c) Double lumen atau temporary catheters


Kateter sementara ini dipasang pada pasien di vena jugularis, vena femoralis atau
vena subklaivia. Komplikasi yang sangat sering terjadi pada pemasangan kateter ini
adalah infeksi.

Gambar.2.3. Letak pemesangan double lumen catheter


C. ASKEP Secara TEORI

1. Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa
mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat
kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
b. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan
darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan
alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
c. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
( ureum ), dan gatal pada kulit.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala
dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya
nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatn apa.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system prkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
g. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri ( gambaran diri ) dan gangguan
peran pada keluarga.

h. Lingkungan dan tempat tinggal


Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
i. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal
ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya
dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang.dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal
tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna
urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat, Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).

7) Pola sensori dan kognitif


Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor
stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.Menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien
j. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
a) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
b) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
2) Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi
3) Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
4) System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas
akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain
juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan
glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawawatan
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN
NO. KRITERIA HASIL RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Keseimbangan Cairan Meningkat: Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan selama 7 jam 1) Asupan cairan meningkat a. Observesi
dengan gangguan diharapkan keseimbangan 2) Haluaran urin meningkat 1) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.
mekanisme regulasi cairan meningkat 3) Kelembapan membran mukosa onopnea, dispnea. edema, JVP/CVP
meningkat meningkat. ref.eks hepatojugular positif,
4) Edema menurun suara napas tambahan)
5) Turgor kulit membaik 2) IdentIfikasI penyebab hipervolemia
3) Monitor status hemodinam§k (mis. frekuensn
Jantung, tekanan darah. MAP. CVP. PAP,
PCWP. CO. CI). jika tersedia
4) Monitor Intake dan output calran
5) Monitor tanda hemokonsentrasl (mis. kadar
natrium. BUN. hematokdt, beArag jenis
urine)
6) Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
plasma (mis. kadar protein dan albumin
meningkat)
7) Monitor kecepatan Infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi ortortostatik, hipovolemia.
hipokaeml hiponatremia)
b. Terapeutik
1) Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
2) Batasi asupan cairan dan garam
3) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40“
c. Edukasi
1) Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
daiam sehari
3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
4) Ajarkan cara membatasi cairan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik
2) Kolaborasi penggantian kehi|angan kalium
akibat diuretik
3) Kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy (CRRT), jika perlu

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi


. pertukaran gas keperawatan selama 7 jam 1) Dispneu menurun a. Observasi
berhubungan diharapkan pertukarn gas 2) Bunyi napas tambahan 1) Monitor frekuensi. irama, kedalaman
dengan meningkat menurun dan upaya napas
ketidakseimbangan 3) Pusing menurun 2) Monitor pola napas (seperti
ventilasi-perfusi 4) Takikardia menurun bradipnea, taki nea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jaian
napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perifer Meningkat: Pemantauan Tanda Vital:
efektif berhubungan keperawatan selama 7 jam 1) Penyembuhan luka meningkat a. Observasi
dengan penurunan diharapkan perfusi perifer 2) Akral membaik 1) Monitor tekanan darah
konsentrasi meningkat 3) Turgor kulit membaik 2) Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
hemoglobin 4) Tekanan darah sistolik membaik 3) Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
5) Tekanan darah diastolik 4) Monitor suhu tubuh
membaik 5) Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1) Informasikan hasil pemantauan.
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi
. berhubungan keperawatan selama 7 jam 1) Nyeri abdomen menurun a. Observasi
dengan peningkatan diharapkan status nutrisi 2) Bising usus membaik 1) Identifikasi status nutrisi
kebutuhan membaik 3) Membran mukosa membaik 2) Identifikasi alergi dan intoleransi
metabolisme makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
(misal, piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6) Berikan suplemen makana, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral dapt di
toleransi.
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang dprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misal, perda nyeri,
antiemetik), jika pelu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
5 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Integritas Kulit Perawaatan Integritas Kulit
. kulit berhubungan keperawatan diharapkan 1) Kerusakan lapisan kulit a. Observasi
dengan perubahan setelah 7 jam diharapkan menurun 1) Identifikasi penyebab gangguan
sirkulasi integritas kulit dapat 2) Nyeri menurun integritas kuiit (mis. perubahan sirkulasi,
meningkat 3) Suhu kulit membaik perubahan atau nutnsi. penurunan
kelembapan. suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
b. Terapeutik
1) Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
2) Gunakan produk berbahan ringan
alami dan Hipoalergik pada kulit sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
6) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
4. Diagnosa Keperawatan Hemodialisa
a. Pre HD
1) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
2) Hipervolemi b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan
& natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat, Gelisah, Efusi
pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea, Penurunan
hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan tekanan darah
3) Defisist nutrisi b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan perubahan
membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus hiperaktif, kurang
makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal.
4) Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak
waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5) Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit
cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument, atau
subkutan) dan Kerusakan jaringan.
b. Intra HD
1) Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan
& pemeliharaan akses vaskuler.
2) Risiko perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c. Post HD
1) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah
beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah
abnormal terhadap aktivitas.
2) Risiko Harga diri rendah kronis b.d ketergantungan, perubahan peran dan
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh,
Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam
penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif
tentang sesuatu
3) Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
5. Rencana Keperawatan Hemodialisa
DIAGNOSA TUJUAN
NO. KRITERIA HASIL RENCANA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Status neurologis: Manajemen jalan napas:
efektif b.d edema keperawatan selama 4 jam 1) Peningkatan tingkat kesadaran a. Observasi
paru, asidosis pola napas dapat membaik 2) Peningkatan fungsi sensorik 1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
metabolic, Hb ≤ 7 kranial usaha napas)
gr/dl, Pneumonitis 3) Peningkatan fungsi motorik 2) Monitor bunyi napas tambahan (misal,
dan Perikarditis d.d kranial gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Penggunaan otot 4) Tekanan darah sistolik membaik 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
aksesoris untuk 5) Frekuensi nadi membaik b. Terapeutik
bernafas, 1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengn
Pernafasan cuping head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
hidung, Perubahan trauma servikal)
kedalaman nafas, 2) Posisikan semi-fowler atau fowler
dan Dipneu 3) Berikan minum hangat
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
5) Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu..
2 Hipervolemi b.d Setelah dilakukan tindakan Keseimbangan Cairan Meningkat: Manajemen Hipervolemia
. penurunan haluaran keperawatan selama 7 jam 1) Asupan cairan meningkat a. Observesi
urine, diet cairan diharapkan keseimbangan 2) Haluaran urin meningkat 1) Periksa tanda dan gejala
berlebih, retensi 3) Kelembapan membran hipervolemia (mis. onopnea, dispnea. edema,
cairan & natrium cairan meningkat mukosa meningkat JVP/CVP meningkat. ref.eks hepatojugular
b.d Perubahan berat 4) Edema menurun positif, suara napas tambahan)
badan dalam waktu 5) Turgor kulit membaik 2) IdentIfikasI penyebab hipervolemia
sangat singkat, 3) Monitor status hemodinamik (mis.
Gelisah, Efusi frekuensn Jantung, tekanan darah. MAP.
pleura, Oliguria, CVP. PAP, PCWP. CO. CI). jika tersedia
Asupa melebihi 4) Monitor Intake dan output calran
haluran, Edema, 5) Monitor tanda hemokonsentrasl
Dispnea, Penurunan (mis. kadar natrium. BUN. hematokdt,
hemoglobin, beArag jenis urine)
Perubahan pola 6) Monitor tanda peningkatan tekanan
pernapasan , dan onkotik plasma (mis. kadar protein dan
Perubahan tekanan albumin meningkat)
darah 7) Monitor kecepatan Infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi ortortostatik, hipovolemia.
hipokaeml hiponatremia)
b. Terapeutik
1) Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
2) Batasi asupan cairan dan garam
3) Tinggikan kepala tempat tidur 30-
40“
c. Edukasi
1) Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg daiam sehari
3) Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran cairan
4) Ajarkan cara membatasi cairan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik
2) Kolaborasi penggantian kehi|angan
kalium akibat diuretik
3) Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy (CRRT), jika perlu

3. Defisist nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi
anoreksia, mual & keperawatan selama 7 jam 1) Nyeri abdomen menurun a. Observasi
muntah, pembatasan diharapkan status nutrisi 2) Bising usus membaik 1) Identifikasi status nutrisi
diet dan perubahan membaik 3) Membran mukosa membaik 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
membrane mukosa 3) Identifikasi makanan yang disukai
oral d.d nyeri 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
abdomen bising nutrien
usus hiperaktif, 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang
kurang makanan, nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
diare, kurang minat
7) Monitor berat badan
pada makanan, dan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
berat badan 20% b. Terapeutik
atau lebih dibawah 1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
berat badan ideal. perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (misal,
piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6) Berikan suplemen makana, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapt di toleransi.
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang dprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misal, perda nyeri, antiemetik), jika
pelu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Integritas Kulit Perawaatan Integritas Kulit
. kulit berhubungan keperawatan diharapkan 4) Kerusakan lapisan kulit d. Observasi
dengan perubahan setelah 7 jam diharapkan menurun 2) Identifikasi penyebab gangguan
sirkulasi integritas kulit dapat 5) Nyeri menurun integritas kuiit (mis. perubahan sirkulasi,
meningkat 6) Suhu kulit membaik perubahan atau nutnsi. penurunan
kelembapan. suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
e. Terapeutik
4) Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
5) Gunakan produk berbahan ringan
alami dan Hipoalergik pada kulit sensitif
6) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
f. Edukasi
7) Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
8) Anjurkan minum air yang cukup
9) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
10) Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
11) Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
12) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta:
DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai