Makalah Psikolinguistik 2
Makalah Psikolinguistik 2
PSIKOLINGUISTIK
Oleh, KELOMPOK 10 :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memeberikan rahmat dan karunia-nya kepada
kita semua, sehingga makalah dengan judul “Bahasa dan berbasa,Hubungan Berbahasa,Berpikir
dan Berbudaya” dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah psikolingistik dapat selesai tepat
pada waktumya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini,oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan diterimasehingga
kedepannya penulis dapat menyusun makalah-makalah lain dengan lebih baik. Dan harapan
penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telahmembantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT selalu meridaisemua usaha kita. Amin
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai manusia, di dalam kehiduapan sehari-hari kita tidak terlepas dari proses
berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Proses berkomunikasi tersebut yaitu proses
menggunakan bahasa. Dalam proses berbahasa kita tentu melakukan proses berpikir. Berbahasa
dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantik dan enkode gramatikal di
dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat enkode fonologi. Kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan dekode fonologi, dekode gramatikal, dan dekode semantik pada pihak
pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Kata lain bahwasanya berbahasa itu adalah proses penyampaian isi pikiran yang telah
dirancang di dalam otak kita. Jadi dalam makalah ini kita kan membahas tentang suatu hubungan
antara berbahasa, berpikir dan berbudaya. Karena dalam kehiduapan sehari-hari kita tidak lepas
dari berhubungan dengan budaya dimana kita bertempat tinggal, sebab itulah alasan kami untuk
mengangkat permasalahan yang ada pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbulah masalah yang akan kita bahas dalam
makalah ini, masalah tersebut diantaranya adalah: hubungan berbahasa, berpikir, dan berbudaya
dan bahasa dan berbahasa.
C. Tujuan
Berdasarkan pembahasan yang akan diuraikan dalam makalah ini, maka tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan berbahasa, berpikir dan
berbudaya dan bahasa berbahasa di dalam kehiduapan yang kita jalani.
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan penulis, setelah menulis makalah
ini kami mendapat manfaat secara praktis maupun teoritis. Secara praktis, pembaca mampu
menyusun makalah yang baik dan benar sesuai dengan sistematisnya. Secara teoritisnya,
mahasiswa atau pembaca bisa mengetahui secara teori tentang apa yang dibahas dalam
pembahasan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa dan berbahasa merupakan dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal
yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa sendiri adalah proses
menyampaikan informasi dalam berkomunikasi itu. Proses berbahasa merupakan proses mental
yang terjadi pada waktu kita berbicara ataupun bisa di katakan suatu proses mental yang menjadi
dasar pada waktu kita mendengar, mengerti, dan mengingat dapat diterangkan dengan suatu
sistem kognitif yang ada pada manusia.
Manusia mempuyai suatu sistem penggunaan bahasa dan psikologi bahasa yang
mempelajari cara kerja dari sistem ini. Sistem ini dapat menerangkan misalnya, bagaimana
manusia dapat menyampaikan pikiran dengan kata-kata (produksi bahasa) dan bagaimana
manusia mengerti “isi’ pikiran atau makna dari suatu kalimat yang diucapkan atau ditulis
(persepsi bahasa).
Berbahasa adalah gabungan berurutan antara dua proses. Yang Pertama yaitu proses
produktif artinya proses yang berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna. Kemudian yang Kedua adalah proses reseptif artinya proses
yang berlangsung pada diri pendengar yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan
berguna yang disampaikan oleh pembicara melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-
alat pendengar.
Proses rancangan berbahasa produktif dapat dibagi menjadi tiga tahapan yakni:
Encode fonologi, yaitu penyusunan bunyi dari kode tersebut yang kemudian
dilontarkan kepada lawan bicara dengan pemahaman.
2. Hakikat Bahasa
Hakikat bahasa menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 1994: 33) adalah bahasa itu sebuah
sistem, bahasa itu bersifat bunyi, bahasa itu lambang, bahasa itu konvensional, bahasa itu bersifat
arbirter, bahasa itu bermakna, bersifat unik, bahasa itu produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu
dinamis, bahasa merupakan identitas penuturnya, dan bahasa adalah alat interaksi sosial.
Sedangkan hakikat bahasa menurut Oki (dalam Yaqin, 1994: 3) yaitu:
Dari paparan beberapa pakar di atas, dapat kami simpulkan bahwa hakikat bahasa adalah
sebuah bunyi ujaran yang berupa lambing atau simbol, bersistem yang bersifat arbirter,
produktif, unik, dan universal yang digunakan sebagai alat komunikasi manusia untuk
berinteraksi dengan sesame.
4. Fungsi-Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat interaksi social (komunikasi), dalam arti
alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (chaer, 2002: 33).
Komunikasi ini dapat berupa lisan maupun tulisan. Komunikasi dengan bahasa ini, dapat kita
jumpai melalui aktivitas manusia yang mendasar, yaitu dengan berbicara dan mendengarkan.
Dua kegiatan inilah yang sangat berperan penting dalam pencapaian tujuan.
Sedangkan fungsi khusus yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang adalah sebagai
berikut:
Sedangkan menurut Finachiaro (1977) membagi fungsi bahasa menjadi beberapa yaitu:
5. Struktur Bahasa
Berbicara tentang struktur bahasa, dalam setiap analisis bahasa ada dua buah konsep yang
perlu dipahami, yaitu struktur dan system. Struktur menyangkut masalah hubungan antara
unsure-unsur di dalam satuan ujaran. Sedangkan system berkenaan dengan hubungan antara
unsur-unsur bahasa pada satuan-satuan ujaran yang lain.
Dalam linguistic generative transformasi dapat dilihat beberapa tentang sruktur bahasa yaitu:
a. Tata bahasa
Tata bahasa ini sama dengan sebuah “pengetahuan” seseorang akan bahasanya, yang lazim
disebut dengan “kompetensi”. Kemudian kompetensi ini akan dimanfaatkan dalam pelaksanaan
bahasa (performansi). Adapun pengetahuan seseorang akan tata bahasanya dinuranikan oleh
orang sejalan dengan proses pemerolehan bahasa. Yang dinuranikan itu tidak alain adalah dari
rumus-rumus atau kaidah-kaidah yang jumlahnya terbatas, yang digunakan untuk
membangkitkan kalimat atau bahasa-bahasa yang tidak terbatas.
b. Struktur luar dan struktur dalam
Struktur dalam adalah struktuir kalimat itu secara abstrak yang berada di dalam otak penutur
sebelum kalimat diucapkan oleh penutur. Sedangkan yang dimaksud struktur luar adalah struktur
kalimat itu ketika diucapkan oleh seseorang yang dapat kita dengar dan kita cerna dengan
berbagai macam makna.
Komponen fonologi, yaitu system bunyi suatu bahasa. Tugasnya mengubah struktur-luar
sintaksis menjadi representasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar yang
diucapkan oleh seorang penutur.
6. Proses Berbahasa
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses yaitu proses produktif dan
proses reseptif. Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar
yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh
pembicara melalui alat-alat pendengar.
Proses produksi atau proses rancangan berbahasa disebut encode. Sedangkan proses
penerimaan, perekaman, dan pemahaman disebut proses decode.
Proses decode dimulai dengan decode fonologi, yakni penerimaan unsur-unsur bunyi
melalui telinga pendengar. Kemudian dilanjutkan dengan encode gramatikal, yakni pemahaman
bunyi itu sebagai satuan gramatikal. Lalu diakhiri dengan decode semantic, yakni pemahaman
akan konsep-konsep atau ide-ide yang dibawa oleh kode tersebut Proses decode ini terjadi dalam
otak pendengar. Pesan encode dan proses decode dari pesan, amanat, atau perasaan, terangkum
dalam suatu konsep yang disebut poses komunikasi.
Proses berbahasa produktif dan proses berbahasa reseptif dapat dianalisis dengan
pendekatan prilaku (behaviorisme) dan pendekatan kognitif. Proses produktif dimulai tahap
pemunculan ide, gagasan, perasaan, atau apa saja yang ada dalam pemikiran seorang pembicara.
Tahap awal ini disebut tahap idealisasi, yang selanjutnya disambung dengan tahap perancangan,
yakni tahap pemilihan bentuk-bentuk bahasa untuk mewadahi gagasan, ide, atau perasaan yang
akan disampaikan. Perancangan ini meliputi komponen bahasa sintaksis, semantic, dan fonologi.
Berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap ini secara psikologi orang melahirkan kode
verbal atau secara linguistic orang melahirkan arus ujaran.
Proses reseptif dimulai dengan tahapan rekognisi atau pengenalan akan arus ujaran yang
disampaikan. Mengenal (rekognisi) berarti menimbulkan kembali kesan yang pernah ada. Tahap
pengenalan dilanjutkan dengan tahap identifikasi, yaitu proses mental yang dapat membedakan
bunyi yang kontrastif, frase, kalimat, teks, dan sebagainya. Setelah tahap identifikasi ini dilalui,
maka sampailah pada tahap pemahaman, sebagai akhir dari suatu proses berbahasa.
Menurut Abdul Chaer (2009:51) Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau perasaaan
dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya. Jadi,
kita lihat berbahasa, berpikir, dan berbudaya adalah tiga hal atau tiga kegiatan yang saling
berkaitan dalam kehidupan manusia.
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantik dan
enkode gramatikal didalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat enkode fonologi.
Kemudian di lanjutkan dengan penyusunan dekode fonologi, dekode gramatikal, dan dekode
semantik pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Berikut dalam pembahasan ini akan hanya akan dikemukakan pendapat sejumlah pakar.
Kemudian dicoba membuat konklusi atau komentar terhadap teori-teori mengenai masalah
tersebut yang telah ada sejak abad yang silam.
2. Teori Sapir-Whorf
Edward Sapir (dalam Chaer, 2009:52) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir
sama dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah
’’belas kasih’’ bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat.
Menurut sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian ’’didirikan’’
diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama
sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama.
Benjamin Lee Whorf (dalam Chaer, 2009:52), murid sapir, menolak pandangan klasik
mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir
merupakan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri.
Sama halnya dengan Von Humboldt dan sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa
menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri.
Sebagai contoh, whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan ’’kaleng kosong’’
bekas minyak bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di
dalamnya.
Setelah meneliti bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian di California Amerika Serikat,
dengan mendalam, whorf mengajukan satu hipotesis yang lazim disebut hipotesis Whorf (atau
juga hipotesis Sapir-Whorf) mengenai relatifitas bahasa. Menurut hipotesis itu, bahasa-bahasa
yang berbeda’’membedah’’ alam ini dengan cara yang berbeda, sehingga terciptalah satu
relatifitas sistem-sistem konsep yang tergantung pada bahasa-bahasa yang beragam itu.
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa hidup dan pandangan
hidup bangsa-bangsa di Asia Tenggara( Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain) adalah sama
karena bahasa-bahasa mereka mempunyai struktur yang sama. Sedangkan hidup dan pandangan
hidup bangsa-bangsa lain seperti Cina, Jepang, Amerika, Eropa , Afrika, dan lain-lain adalah
berlainan karena struktur bahasa mereka berlainan. Untuk memperjelas hal ini Whorf
membandingkan kebudayaan Hopi di organisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa (event) ,
sedangkan kebudayaan eropa diorganisasi berdasarkan ruang (space) dan waktu (time).
a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensomotorik,
yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-
gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-
benda(sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan
opersai pemakaian kembali.
b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang
bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya miliki suatu proses yang lebih umum, yaitu
konstitusi fungsi lambing pada umumnya. Fungsi lambing ini mempunyai beberapa aspek. Awal
terjadi fungsi lambing ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam
perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat hubungannya dan
terjadi serentak dengan permainan lambing, peniruan,dan bayangan-bayangan mental.
Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi dan
perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku
bahasa. Yang perlu di ingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensormotor ini kekekalan benda
merupakan pemerolehan umum.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis untuk berbahasa menurut Leeneberg
adalah sebagai berikut:
Jadi, terdapat semacam pencabangan dalam teori Leenneberg ini. Dia seolah-olah
bermaksud membedakan perkembangan bahasa dari segi ontogenetis (pemerolehan bahasa oleh
individu) dan dari segi filogenetis (kelahiran bahasa suatu masyarakat). Dalam hal ini
pemerolehan bahasa secara ontogenetis tidak ada hubungannya dengan kognisi; sedangkan
secara filogenetis kelahiran bahasa suatu masyarakat sebagiannya ditentukan oleh kemampuan
bahasa nurani, dan sebagian lagi oleh kemampuan kognitif nurani, bukan bahasa yang lebih luas.
Lenneberg dalam Teori Kemampuan Bahasa Khusus telah menyimpulkan banyak bukti yang
menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh biologi yang khusus untuk
manusia dan bersumber pada genetik tersendiri secara asal. Namun, dalam bukunya yang ditulis
kemudian (1967), beliau mulai cenderung beranggapan bahwa bahasa dihasilkan oleh upaya
kognitif, bukan linguistik yang lebih luas, sehingga menyerupai pandangan Piaget.
7. Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan
teori yang disebutnya Teori Instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia
untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikir itu. Dengan kata lain, bahasa dapat
membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis. Bruner berpendapat bahwa
bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya
mempunyai bentuk yang sangat sempurna. Lalu, karena sumber yang sama dan bentuk yang
sangat serupa, maka keduanya dapat saling membantu.
Di samping adanya dua kecakapan yang melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linguistik
dan kecakapan komunikasi, teori Bruner ini juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis
yang dimiliki oleh setiap manusia yang berbahasa. Kecakapan analisis ini akan dapat
berkembang menjadi lebih baik dengan pendidikan melalui bahasa yang formal karena
kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah seseorang mempunyai kecakapan
komunikasi yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut kajian Abdul Chaer, bahasa itu satu system lambing bunyi yang bersifat arbitrer
yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan
diri. Jadi jelas didalam pengertian itu tersimpan hakikat dari bahasa itu dan juga
fungsinya.
2. Sedangkan asal-usul bahasa terjadi karena bunyi manusia itu terjaddi melalui getaran
yang diakibatkan tekanan aarus udara yang keluar dari paru-paru berinteraksi dengan dua
buah pita suara di kerongkongan yang kemuudian dibentuk di tempat-tempat tertentu dan
dimodifikasi dengan cara tertentu sehingga akhirnya keluar melalui mulut atau hidung.
Kami ambil kesimpulan ini juga berdasarkan pendapannya F.B Condillac (Fisuf
Perancis).
3. Setiap bahasa memiliki struktur bahasanya sendiri. Ada beberapa yang sama atau mirip
namun tiap bahasa pasti memiliki khas masing-masing terkait struktur bahasa. Misalnya
struktur bahasa Indonesia dan bahasa Arab, ada sedikit kesamaan namun keduanya
berbeda. Akan tetapi, setiap bahasa tentu memiliki komponen semantic, fonologi, dan
gramatika.
Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
bahasa dan pikiran memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi (resiprokal). Variabel berupa
domain-domain kognitif dapat dipertimbangkan sebagai pendahulu perkembangan struktur
bahasa pada awal tahap perkembangan anak. Namun demikian, ada proses tahapan produksi
bahasa (production of language) mungkin lepas atau tidak tergantung pada domain kognitif yang
lain. Sebagai bukti misalnya, beberapa individu yang memiliki gangguan keterbatasan bahasa
memiliki anterior aphasics di dalam otaknya dengan performansi yang optimal.
Teori-teori atau hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling
bertentangan. Diantara teori atau hipotesis di atas barangkali hipotesis Sapir-Whorf-lah yang
paling controversial. Hipotesis ini yang menyatakan bahwa jalan pikiran dan kebudayaan suatu
masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya, namun hipotesis tersebut
banyak menimbulkan kritik dan reksi hebat dari para ahli filsafat, linguistik, psikologi,
psikolinguistik, sosiologi, antropologi dan lain-lain. Dan untuk menguji hipotesis Sapir-Whorf
itu, Farb (1947) mengadakan penelitian.
Para ahli menguraikan mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:
1. Bahasa mempengaruhi pikiran
2. Pikiran mempengaruhi bahasa
3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi.
B. Saran
Demikianlah makalah yang penulis buat, dengan bekal pengetahuan dasar tentang hal-hal
yang kami sampaikan, diharapkan pembaca dapat mengerti secara intens pada pembahasan yang
dibicarakan. Namun penulis sebagai penyusun makalah ini menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, maka kami harapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun dari
pembaca guna untuk perbaikan makalah yang akan datang. Kami juga berharap semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Ahmad Sayuti Anshari. Bunyi Bahasa Ilm Al-Ashwat Al-Arobiyyah. 2010.
Jakarta. AMZAH.