Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

RANGKUMAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN


SWAMEDIKASI

Di Susun Oleh Kelompok 6 :

Fiki Izzati 18344051


Gestariadhy Wahyu Dwitama 18344042
Iqrah Mulayanti Jamaluddin 18344040
Teresia Krisanti Tobo 18344039
Wien Andriai 18344078
Yuli Nurfaidah 18344041

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
Peraturan swamedikasi

No Aspek Acuan per-UU-an Isi Aturan


1. Definisi Peraturan Menteri Kesehatan Apoteker di Apotek juga dapat melayani
Republik Indonesia Nomor 35 Obat non Resep atau pelayanan
Tahun 2014 Tentang Standar swamedikasi. Apoteker harus memberikan
Pelayanan Kefarmasian Di edukasi kepada pasien yang memerlukan
Apotek Obat non Resep untuk penyakit ringan
dengan memilihkan Obat bebas atau bebas
terbatas yang sesuai.
Permenkes kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa
No.919/MENKES/PER/X/1993 resep
1. Tidak dikontra indikasikan untuk
penggunaan pada wanita hamil, anak
dibawah usia 2 tahun dan orang tua
di atas 65 tahun,
2. Pengobatan sendiri dengan obat
dimaksud tidak memberikan risiko
3. Penggunaannya tidak memerlukan
cara atau alat khusus
4. Penggunaannya diperlukan untuk
penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki rasio
khasiat keamanan yang dapat di
pertanggung jawabkan untuk
pengobatan sendiri

Peraturan Pemerintah Republik Pasal 24


Indonesia Nomor 51 Tahun Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian
2009 Tentang Pekerjaan pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Kefarmasian Apoteker dapat:
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep
dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menteri Kesehatan Republik Pertama :
Indonesia Keputusan Menteri Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Kesehatan Nomor: OBAT WAJIB APOTIK yaitu obat keras
347/Menkes/Sk/Vli/1990 T E N yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada
T A N G Obat Wajib Apotik pasien di Apotik tanpa resep dokter.
Kedua :
Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB
APOTIK ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
Ketiga :
Obat yang tercantum pada lampiran
Keputusan ini dapat diserahkan oleh
Apoteker di Apotik dan selanjutnya disebut
OBAT WAJIB APOTIK No. 1 Obat wajib
pajak ini dapat ditinjau kembali dan
disempurnakan setiap waktu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Keempat :
Apoteker di Apotik dalam melayani pasien
yang memerlukan obat di maksud dictum
kedua diwajibkan : 1. Memenuhi ketentuan
dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam Obat Wajib Apotik yang
bersangkutan. 2. Membuat catatan pasien
serta obat yang telah diserahkan. 3. Memberi
informasi meliputi dosis dan aturan
pakainya, kontraindikasi, efek samping dan
lain-lain yang perlu diperhatikan oleh
pasien.
2. Standar yang Peraturan Menteri Kesehatan Pasal 1
dipakai Republik Indonesia Nomor 73 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
Tahun 2016 Tentang Standar dengan: 1. Apotek adalah sarana pelayanan
Pelayanan Kefarmasian Di kefarmasian tempat dilakukan praktik
Apotek kefarmasian oleh Apoteker. 2. Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek bertujuan untuk: a. meningkatkan
mutu Pelayanan Kefarmasian; b. menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan c. melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek meliputi standar: a. pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. pelayanan farmasi klinik.


3 Sarana dan Peraturan Menteri Kesehatan Apotek harus mudah diakses oleh
Prasarana Republik Indonesia Nomor 35 masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek
Tahun 2014 Tentang Standar dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat
Pelayanan Kefarmasian Di Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Apotek serta kelancaran praktik Pelayanan
Kefarmasian.
Lampiran BAB IV PMK Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
73/2016 dan PMK 9/2017 Pasal menunjang Pelayanan Kefarmasian di
7 Apotek meliputi sarana yang memiliki
fungsi:

1. Ruang penerimaan Resep


PMK 9/2017 Pasal 8 Ruang penerimaan Resep sekurang-
kurangnya terdiri dari tempat penerimaan
Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1
(satu) set komputer. Ruang penerimaan
Resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.

Sarana
a. Ruang penerimaan Resep
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
(produksi sediaan secara terbatas)
c. Ruang penyerahan Obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi,
Alkes, dan BMHP
f. Ruang arsip

Prasarana
a. Instalasi air bersih;
b. Instalasi listrik;
c. Sistem tata udara; dan
d. Sistem proteksi kebakaran
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
(produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau
produksi sediaan secara terbatas meliputi rak
Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.
Di ruang peracikan sekurang-kurangnya
disediakan peralatan peracikan, timbangan
Obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok Obat, bahan pengemas
Obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan
label Obat. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara
yang cukup, dapat dilengkapi dengan
pendingin ruangan (air conditioner).

3.Ruang penyerahan Obat


Ruang penyerahan Obat berupa konter
penyerahan Obat yang dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan Resep.

4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya
memiliki satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi, leaflet,
poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.

5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi,


Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan
kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang
penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan
(AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan
khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu
dan kartu suhu.

6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan
dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka
waktu tertentu.

4 Persyaratan PMK 9/2017 Pasal 3, 4


a. Apoteker dapat mendirikan Apotek
dengan modal sendiri dan/atau modal
dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan.
b. Dalam hal Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerjasama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian
harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.

Pendirian Apotek harus memenuhi


persyaratan, meliputi:
a. Lokasi
b. Bangunan
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
d. Ketenagaan.
5 Sumber daya Peraturan Menteri Kesehatan Sumber Daya Manusia
(persyaratan Republik Indonesia Pelayanan Kefarmasian di Apotek
sumber daya) Nomor 35 Tahun 2014 diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
Tentang dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
Standar Pelayanan Kefarmasian Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki
Di Apotek Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik
atau Surat Izin Kerja.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian
Apoteker harus memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan
farmasi yang terakreditasi
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA)
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang
masih berlaku
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain
baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan
berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu
memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi
kebutuhan akan pengembangan diri, baik
melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta
patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah Apoteker, standar profesi
(standar pendidikan, standar pelayanan,
standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian


seorang apoteker harus menjalankan peran
yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus
berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus
mengintegrasikan pelayanannya pada sistem
pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan
dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan seluruh sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien.

c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi
dengan pasien maupun profesi kesehatan
lainnya sehubungan dengan terapi pasien.
Oleh karena itu harus mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan
untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan
yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan
efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.

e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber
daya manusia, fisik, anggaran dan informasi
secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia
berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi
melalui pendidikan berkelanjutan
(Continuing Professional
Development/CPD)

g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan
prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan
Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan
dan pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian.
6. Pelaporan Peraturan Menteri Kesehatan Pasal 8
Republik Indonesia Apotek wajib mengirimkan laporan
Nomor 35 Tahun 2014 Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang
Tentang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Standar Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Di Apotek Kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Apotek wajib mengirimkan laporan Yanfar
(PMK 73/2016 Pasal 8) secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi,
dan kementerian kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai