Semiotika PDF
Semiotika PDF
SEMIOTIKA
Bagi mahasiswa Komunikasi
PENDAHULUAN
Tidak kenal maka tak sayang, istilah ini tepat bila ditujukan pada kajian
semiotika. Kata itu kadang masih terdengar asing bagi telinga mahasiswa
terlebih di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi meski tak sedikit yang sudah
melirik dan mulai mencoba-coba menggunakan semiotika sebagai alat
‘bedah’ penelitian mereka.
Khususnya sejumlah mahasiswa konsentrasi jurnalistik telah memakai
pendekatan semiotika dalam menelaah konstruksi realitas sosial atau
representasi fenomena politik atau sosial yang coba dimunculkan oleh media
massa.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, pendekatan dan metodelogi atau sebuah
bidang kajian semiotika tampaknya kini mulai di”akrab”-I, tidak saja oleh para
akademisi, tetapi juga oleh para mahasiswa, khususnya pada program ilmu
komunikasi.1
Sang peneliti komunikasi terangsang dan tergelitik untuk menguak ada
apa di balik berita-berita yang dibuat oleh wartawan tentang suatu peristiwa
atau kejadian yang ada di sekitarnya. Tanpa berupaya mengecilkan arti
penelitian analisis isi klasik yang bersifat kuantitatif, penelitian menggunakan
semiotika mencoba meraih dan merengkuh lebih dalam makna yang muncul
dari sebuah berita, kalimat, frasa, lead judul bahkan kata.
Semiotika yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda,
pada dasarnya merupakan suatu studi atas kode-kode yakini sistem apapun
1
Alex Sobur dalam bukunya ‘Semiotika Komunikasi’ terbitan Remaja Rosdakarya Bandung (2003) menilai bahwa
semiotika adalah suatu bidang studi yang ‘hangat’ dan memikat. Semiotika telah menjadi kegemaran di tengah-tengah
kalangan progresif. Ia membetot perhatian sejumlah besar sarjana. Sebagai buktinya ada Jurnal Semiotica dan serial
Approaches to Semiotics yang disunting Thomas A.Sebeok. Selain itu didukung dengan banyaknya pusat semiotika
(Centre for semiology di Universitas Brussels Belgia, Brazilian Semiotic Society di Sao Paulo Brazil, Centro Latino-
Americano de Semiotica di Colombia, International Semiotics Institute di Finlandia, Japanese Association for Semiotic
Society Studies di Jepang, International Association For Semiotics of Law di Inggris dan Research Center for Language
and Semiotic Studies di Universitas Indiana Amerika.
2
2
Lebih jelas lagi, Kris Budiman lulusan S-2 Antropologi UGM dalam bukunya ‘ Semiotika Visual’ (2003)
mengutip Charles S. Pierce (1986) menyebut semiotika tidak lain daripada nama lain bagi logika yakni
“doktrin formal tentang tanda-tanda” sementara bagi Ferdinand de Saussure, semiotika (Saussure lebih
suka menyebutnya sebagai Semiologi) adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang
mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat. Dengan demikian, bagi Pierce semiotika adalah
suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi Saussure semiologi adalah bagian dari disiplin psikologi sosial.
Di dalam perkembangan selanjutnya, semiotika banyak dipengaruhi oleh strukturalisme dan pasca
strukturalisme .
3
Ada sisi lain dari Semiotika sebagaimana diungkap panjang lebar oleh Umberto Eco. Dia –sebagaimana
dikutip Yasraf Amir Piliang dalam buku “Hipersemiotika’ Tafsir Cultural Studies Atas matinya Makna,
(2003)—menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Eco mengatakan bahwa :….pada prinsipnya
(semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
berdusta. Definisi ini meskipun agak aneh secara eksplisist menjelaskan betapa sentralnya konsep dusta di
dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika.
4
Saking luasnya, Umberto Eco (1979) melihat semiotika bisa menimbulkan kesan sebagai suatu
ilmu dengan ‘imperialisme’ yang arogan. Sementara itu bila mengikuti Charles Morris, semiotika
memiliki tiga cabang penyelidikan yakni sintaktik, semantik dan pragmatik.
5
Kris Budiman, Ibid.hal.5
3
4
BAB I
Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata yunani Semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu –yang atas dasar
yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk
pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil
untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih
hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks (Berger, 1982:30). Maka orang
berita’.
Soeharto ini, berbeda sekali dengan Harian Republika yang seakan menjadi
massa tertentu. Saat Reformasi bergulir, dan Habibie kalah dan akhirnya
mengalah dan Gus Dur naik menjadi presiden, kini berbalik. Republika lewat
melihat ada apa di balik berita terbukalah fakta bahwa memang sejak awal
ada friksi di antara Gus Dur dengan ICMI yang membidani kelahiran Republika.
Gus Dur merupakan tokoh Islam yang tidak setuju dibentuknya ICMI yang
dunia sebagai suatu system Hubungan yang memiliki unit dasar dengan ‘tanda’.
Maka dari itu, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.
Ahli semiotik, Umberto Eco menyebut tanda sebagai suatu ‘kebohongan’ dan
dalam Tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan
tanda semacam ini, yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa di balik
dianut oleh media massa bukanlah kebenaran sejati, tetapi sesuatu yang
bisa saja ‘kebenaran’ semu yang ditampilkan media massa seolah sebagai
kebenaran sejati, Padahal bisa saja kebenaran itu subjektif atau paling tidak
halaman medianya.
juga menanamkan ‘racun’ tanpa disadari oleh pembacanya. Lewat cara ini,
pembaca akhirnya mengerti bahwa berita yang buruk bisa dibungkus dengan
7
meresahkan.
Dan dalam proses rekonstruksi itu, bahasa adalah perangkat dasarnya. Bahasa
bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas namun juga bahasa bisa
menentukan ‘relief’ seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang
realitas tersebut.
dalam sebuah bentuk laporan jurnalistik berupa berita, feature atau gabungan
‘penyesuaian harga’ sebagai ganti kenaikan harga, wanita tuna susila sebagai
manakala konstruk media massa berbeda dengan realitas yang ada di tengah
juga terjadi pada isi bahasa itu sendiri yakni pada apa yang diucapkan,
tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah
dan kompleks. Semua media pada dasarnya membawa bias-bias tertentu dan
PENGERTIAN SEMIOTIK
Amerika Serikat yakni Time, Newsweek dan US News and World Report, saat
secara semiotik telah menggambarkan atau lebih tepatnya menjuluki Uni Soviet
sebagai bangsa yang barbar , bodoh,tiranik & kacau dan sensitive secara politik
diri mereka sebagai wakil publik (masyarakat) Amerika, dan menjadikan diri
dua ideologi kebaikan dan kejahatan melalui Tulisan-tulisan. Tentu saja kebaikan
binatang pengganggu dan baksil atau kuman dan dengan adanya kata-kata
sebagai hama untuk dibasmi dengan sedikit atau tanpa rasa berdosa.
Di era saat ini, saat Amerika begitu kuat. Upaya-upaya negara Muslim
dianggap sebagai negara Islam yang moderat. Begitu juga dalam kasus
usulan perdamaian, lain halnya bila pihak Palestina atau negara Arab
nakuti lawan. Dalam kamus adikuasa Amerika Serikat, terorisme bisa diartikan
usulan AS. Pembunuhan tiga orang Israel di Lanarca adalah terorisme, tetapi
pembantaian Rakyat Irak yang tak berdosa dalam perang Irak 2003 lalu bukan
tidak mereka sukai atau mereka yang dianggap bakal mengganggu statusquo.
KERANGKA SEMIOTIK
menelaah teks media, perlu diketahui juga perbedaan mendasar antara analisis
manifest dari teks media, sementara itu semiotik justru melihat teks media
sebagai suatu struktur keseluruhan dan mencari makna yang laten atau
tersembunyi dari sebuah teks berita. Dalam semiotik, tidak ada alasan bahwa
item yang paling sering muncul adalah yang paling penting atau paling
memahami ada apa di balik teks, pengulangan atau persoalan beberapa kali
sesuatu muncul dalam system pesan maka repetisi menjadi tidak relevan lagi.
Dengan kata lain, bukanlah signifikasi suatu repetisi yang penting melainkan
mana sebuah teks tertulis memiliki makna. Dalam hal ini, konteks dapat
paling dekat) gaya bahasa yang berlaku dan kaitan antara teks dan
menyebabkan cara berpikir mazhab kritis terbawa pula dalam kajian semiotik
ini. Aliran Frankfurt terkenal kritis dengan persoalan lambang atau symbol yang
Jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-
interpretasi alternative.
Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis
masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik. Pertama adalah masalah
Informasi apa yang terkandung dalam struktur sebuah pesan? Kedua, masalah
membentuk pola pembicaraan masuk akal dan logis dan dapat dimengerti.
6
Baca lebih jelas dalam karya Alex Sobur , Analisis Teks Media (Rosda Karya Bandung, 2001) hal.148-
149
13
diamati dalam analisis wacana (semiotik sosial) dari Halliday dan Hassan .
Menurut mereka, dalam semiotik sosial ada tiga unsur yang menjadi pusat
1. Medan Wacana (field of discourse) menunjuk pada hal yang terjadi: apa
peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang Dikutip dan
semiotik serta bisa menggambarkan perbedaan yang ada antara analisis teks
7
Alex Sobur , Analisis Teks Media (2001) halaman 148
14
Daftar Pustaka
BIODATA PENULIS