Anda di halaman 1dari 88

EKOLOGI PERAIRAN

suatu panduan praktikum


1
PENDAHULUAN

1.1 Istilah ekologi

I stilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel pada tahun
1869, seorang ahli biologi Jerman. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos;
oikos berarti rumah atau tempat tinggal dan logos berarti telaah atu studi.
Jadi secara harfiah ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat makhluk
hidup. Menurut Odum (1996), ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik-balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekologi adalah bagian kecil yang mempelajari cabang dari ilmu biologi. Biologi
murni pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu pembagian berdasarkan hierarki
vertikal dan pembagian berdasarkan keeratan taksonomi (Odum 1996):
Lapisan vertikal, yaitu:
morfologi - tentang bentuk luar
anatomi - tentang bagian-bagian dalam
histology - tentang jaringan mikroskopis
fisiologi - tentang fa’al atau proses kerja
genetika - tentang sifat keturunan
ekologi - tentang “rumah” organisme
Keeratan taksonomi atau sistematika, yaitu:
mikologi - tentang jamur
mikrobiologi - tentang jasad renik
entomologi - tentang serangga
ornitologi - tentang burung
botani - tentang tumbuhan
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

1.2 Tingkatan organisasi kehidupan


Makhluk hidup atau organisme memiliki tingkat organisasi yang berkisar dari
tingkat paling sederhana sampai ke tingkat organisasi yang paling kompleks.
Berdasarkan pemahaman ekologi, tingkatan organisasi ini dinamakan spektrum
biologi sebagai berikut (Resosoedarmo 1989):
1. protoplasma adalah zat hidup dalam sel dan terdiri atas senyawa organik
yang kompleks, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain;
2. sel adalah satuan dasar suatu organisme dan terdiri atas protoplasma
serta inti sel;
3. jaringan adalah kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama,
misal otot;
4. organ adalah alat tubuh, merupakan bagian dari suatu organisme yang
mempunyai fungsi tertentu, misal kaki (hewan) dan daun (tumbuhan);
5. sistem organ kerja sama antara struktur dan fungsional yang harmonis,
misal sistem pencernaan;
6. organisme adalah suatu benda hidup, jasad hidup, atau makhluk hidup;
7. populasi kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang
biak pada suatu daerah tertentu;
8. komunitas adalah semua populasi dan berbagai jenis yang menempati
suatu daerah tertentu dan saling berintekrasi satu sama lain;
9. ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara
segenap unsur lingkungan yang saling memengaruhi. ekosistem pertama
kali diperkenalkan oleh tansley (1935). penulis lain dengan menggunakan
istilah berbeda dengan maksud yang sama, forbs (1887) dengan istilah
mikrokosm; friederich (1930) dengan istilah holoceon; thienemann (1939)
dengan istilah biosistem; vernadsky (1944) dengan istilah bionert body;
dan
10. biosfer adalah lapisan bumi tempat ekosistem beroperasi.

2
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

1.3 Pembagian ekologi


Pembagian ekologi menurut Odum (1996) terdiri atas 3 kelompok, yaitu:
Menurut bidang kajiannya
 Autekologi: ekologi yang mempelajari suatu jenis (spesies) organisme
yang berintekrasi dengan lingkungannya. Misal aspek daur hidup,
adaptasi, dan lain-lain
 Sinekologi: ekologi yang mengkaji berbagai kelompok organisme sebagai
suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu.
Missal: Ekologi populasi, ekologi jenis, dan lain-lain
Menurut habitat
 Ekologi bahari/kelautan (marine ecology)
 Ekologi perairan tawar (fresh water ecology)
 Ekologi darat (terrestrial ecology)
 Ekologi estuari (estuarian ecology)
 Ekologi padang rumput (grassland ecology)
 dan lain-lain
Menurut taksonomi
 Ekologi tumbuhan (plant ecology)
 Ekologi hewan (zoo ecology)
 Ekologi mikroba
 dan lain-lain

1.4 Hubungan ekologi dengan ilmu lainnya


1. Ilmu fisika berperan karena dalam ekologi faktor fisik ikut berperan.
2. Ilmu kimia berperan karena dalam ekologi proses kimia ikut berperan.
3 Ilmu antariksa berperan karena dalam ekologi dipengaruhi oleh peristiwa
alam dan iklim.
4. Ilmu sosial berperan jika masyarakat dilibatkan.

1.5 Ekologi perairan


Ekologi perairan yang dimaksudkan adalah ekologi yang mencakup ekologi laut,
perairan tawar, estuari, dan perairan sungai. Ekologi perairan mempelajari
komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi. Ekologi perairan ini akan
dibahas lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya.

3
2
EKOSISTEM PERAIRAN

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk dari proses interaksi
timbal balik antar-mahluk hidup dalam suatu komunitas dalam lingkungan
abiotiknya (Resosoedarmo et al. 1989). Menurut Odum (1996) ekosistem atau
sistem ekologi merupakan pertukaran bahan-bahan antara bagian-bagian yang
hidup dan yang tak hidup di dalam sistem. Dua komponen dasar yang saling
mengetahui dalam suatu ekosistem, yaitu organisme—organisme yang
merupakan komponen biotik dan lingkungan fisik—kimia sebagai komponen
abiotik. Ada berbagai ekosistem yang dapat kita temui di permukaan bumi,
salah satu contohnya adalah ekosistem perairan.
Komponen penyusun ekosistem perairan (Odum 1996) adalah:
Abiotik
1. Substansi organik, seperti: karbohidrat, protein, lemak, dan lain-lain.
2. Substansi an-organik, seperti: nitrogen, fosfor, sulfur, kalsium, dan lain-
lain.
3. Iklim, seperti suhu dan faktor fisik lainnya.
2. Biotik
1. Produsen, yaitu makhluk hidup yang dapat menghasilkan makanan
sendiri (autotrof) termasuk tanaman hijau dan bakteri kemoshintetik.
2. Konsumen makro, seperti hewan (fagotrof).
3. Konsumen mikro, seperti dekomposer/osmotrof (safrotrof).
Ekosistem perairan merupakan kesatuan menyeluruh antara unsur biotik dan
abiotik perairan yang saling memengaruhi. Tipe ekosistem perairan dapat
dibedakan atas perbedaan salinitas, yaitu perairan tawar, perairan estuari
(payau), dan perairan laut. Khusus pada ekosistem perairan tawar, berdasarkan
tipe alirannya dibedakan menjadi dua, yakni perairan tergenang (lentik) dan
perairan mengalir (lotik). Klasifikasi ekologis organisme air tawar adalah:
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Plankton, merupakan organisme yang hidupnya tidak dapat melawan arus,


terdiri dari fitoplankton (nabati) dan zooplankton (hewani).
Perifiton, merupakan organisme yang menempel pada substrat.
Benthos/benthik organism, merupakan organisme yang hidupnya di dasar
perairan. Berdasarkan cara makannya dibedakan menjadi pemakan
penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput).
Nekton, merupakan organisme yang mampu melawan arus.
Neuston, merupakan organisme yang hidupnya berasosiasi dengan
permukaan perairan.

6
3
EKOSISTEM PERIRAN
TERGENANG

3.1 Pendahuluan

P erairan tergenang merupakan salah satu bentuk perairan umum yang


masa airnya tenang sehingga disebut habitat lentik (Odum 1996). Contoh
perairan tergenang adalah danau/situ, kolam, rawa, dan lain-lain.
Karakteristik perairan tergenang adalah:
Arus stagnan; arusnya relatif tidak ada/sangat rendah.
Tedapat stratifikasi suhu; suhu akan berkurang/semakin rendah dengan
bertambahnya kedalaman.
Oksigen, akan berkurang/semakin rendah dengan bertambahnya
kedalaman.
Dasar perairan umumnya bersubstrat lumpur.
Memiliki RT (Residence Time) yang lama.
Organisme tidak membutuhkan adaptasi khusus.
Zonasi di perairan tergenang secara horizontal (Gambar 1) adalah:
Zona litoral, Zona ini berada di tepi perairan ini umumnya berada di
wilayah perairan dangkal dan memiliki penetrasi cahaya sampai ke dasar.
Pada zona ini terdapat tanaman air.
Zona limnetik, merupakan daerah perairan air terbuka sampai kedalaman
penetrasi cahaya yang efektif, atau disebut tingkat kompensasi dimana
proses fotosintesis seimbang dengan proses respirasi.
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Zona profundal, merupakan bagian dasar air yang tidak tercapai oleh
penetrasi cahaya yang efektif. Pada kolam zona profundal tidak ada.
Zonasi perairan tergenang secara vertikal (Gambar 1) adalah:
Zona eufotik; zona dimana penetrasi cahaya matahari masih ada. Pada
zona ini terdapat banyak fitoplankton karena fitoplankton membutuhkan
cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis.
Zona disfotik; zona dimana penetrasi cahaya matahari tidak ada. Pada zona
ini pitoplankton tidak ada.
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Zonasi di perairan tergenang


(Sumber: Odum 1996)

Salah satu jenis perairan tergenang adalah situ. Situ merupakan genangan air
dipermukaan bumi yang terbentuk secara alami maupun buatan manusia,
sumber airnya terbentuk melalui siklus hidrologi. Berdasarkan proses
bentuknya, situ terbagi menjadi dua bagian, yaitu situ alami dan situ buatan.
Situ alami terbentuk sebagai akibat kegiatan alamiah seperti bencana alam,
kegiatan vulkanik, dan kegiatan tektonik. Situ buatan merupakan hasil kegiatan
manusia dengan maksud—maksud tertentu, misalnya untuk keperluan
pembangkit tenaga listrik, rekreasi, irigasi, dan lain sebagainya.

8
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

3.2 Tujuan
Praktikum ekosistem perairan tergenang bertujuan untuk mengenalkan dan
menjelaskan komponen-komponen penyusun ekosistem perairan tergenang,
menjelaskan interaksi, dan hubungan timbal balik antara komponen penyusun
ekosistem tersebut dan menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap komponen
penyusun ekosistem.

3.3 Manfaat
Setelah praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu memahami tipe-tipe
ekologi perairan dan parameter kunci di ekosistem perairan tergenang.

3.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan serta fungsinya dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan pada praktikum ekosistem perairan tergenang
No. Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan

A. Pengambilan contoh

1 Secchi disc Mengukur tingkat kecerahan perairan 1 unit/kelompok

2 Transek kuadrat Membatasi lokasi pengambilan contoh 1 unit/kelompok

3 Paralon berskala Mengukur kedalaman perairan dan 1 unit/kelompok


mengambil contoh bentos

4 Termometer Mengukur suhu perairan 1 unit/kelompok

5 Pisau atau cutter Mengerik perifiton yang menempel pada 1 unit/kelompok


substrat seperti kayu, batu, dan lain-lain
yang terdapat di perairan.

6 Plankton net Menyaring Plankton 1 unit/2kelompok

7 Saringan kasar dan Memisahkan bentos dari lumpur 1 unit/kelompok


halus

8 Ember Mengambil air 1 unit/kelompok

9 Botol film Menyimpan contoh yang telah diambil 10 unit/kelompok


(plankton dan perifiton)

10 Plastik Menyimpan contoh bentos 10 unit/kelompok

11 Kertas label dan Memberi keterangan (nama) contoh 1 unit/kelompok


spidol permanen

9
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No. Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan

12 Karet gelang Mengikat botol film dan plankton net

13 Kertas pH (pH stik) Mengukur tingkat keasaman air 1 unit/kelas


atau pH meter

14 DO meter Mengukur oksigen 1 unit/kelas

15 Papan jalan Tempat menulis 1 unit/kelompok

16 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok

17 Aquades Pelarut 5 l/kelas

18 Formalin Mengawetkan Bentos, ikan, dan sejenisnya 5 l/kelas

19 Lugol Mengawetkan plankton dan perifiton 1 l/kelas

B. Analisis data

20 Mikroskop Pengamatan mikroorganisme 2 unit/kelompok

21 Gelas obyek dan Meletakkan air contoh untuk pengamatan 3


gelas penutup mikroskop pasang/kelompok

22 Pipet tetes Mengambil air contoh dalam skala kecil 2 unit/kelompok

23 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi biota hasil 2 unit/kelompok


pegamatan

24 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok

25 Microsoft 2003/2007 Pengolahan data/pembuatan laporan 1 unit/kelompok

3.5 Penentuan stasiun pengamatan


Penentuan stasiun pengamatan tergantung kondisi ekosistem yang akan
diamati. Pengambilan contoh perairan tergenang sebagai contoh danau dapat
diambil pada bagian inlet, outlet, daerah tutupan (kanopi), dan lain-lain.
Pengambilan contoh dilakukan pada stasiun pengamatan di sepanjang tepi
situ/danau dan juga di tengah-tengah. Masing-masing stasiun utama dibagi
menjadi tiga substasiun dengan arah vertikal atau diagonal. Zona setiap
substasiun dibatasi dengan transek kuadrat 1 m2. Berdasarkan pertimbangan
dan prinsip keterwakilan ekologis, maka sebaiknya stasiun pengamatan
memperhatikan hal-hal berikut:
Adanya aliran air (inlet-outlet).
Ada tidaknya pemukiman.
Adanya kegiatan pertanian di sekitar situ.
Ada strata kedalaman perairan.
10
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Untuk itu ilustrasi penentuan titik pengambilan contoh di danau/situ dapat


dilihat pada Gambar 2.

Inle
t I
n
l
e
Keterangan:
Stasiun
t
Substasiun

outl
Gambar 2 Penentuan titik pengambilan contoh di perairan tergenang/situ

3.6 Penentuan parameter fisika et


3.6.1 Warna perairan
Warna Perairan diamati secara langsung dengan pengamatan visual (warna
tampak).

3.6.2 Tipe substrat


Tipe substrat dapat diketahui dengan mengambil contoh substrat dasar
perairan dan ditentukan secara visual. Namun demikian, analisis lanjutan untuk
substrat dapat dilakukan dengan analisis fraksi substrat di laboratorium dengan
menggunakan alat bantu segitiga miller.

3.6.3 Suhu perairan


Suhu perairan diukur menggunakan termometer lapang yang dicelupkan ke
dalam perairan, untuk keperluan lain dapat juga mengguankan SCT meter. Cara
memperoleh suhu, termometer lapang dicelupkan minimal 30 detik di dalam
air kemudian dilihat skala yang terdapat pada termometer lapang dengan cara
mata setara dengan air (sejajar dengan air dimana skala termometer terlihat).

11
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Pengukuran suhu dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dalam 1 sub-stasiun


yang diukur secara diagonal.

3.6.4 Kecerahan Perairan


Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disc yang dimasukan
ke dalam perairan secara perlahan, diamati kedalaman saat secchi disc tepat
menghilang (D1) dan setelah ditenggelamkan sedikit kemudian secchi disc
diangkat sampai terlihat kembali (D2). Pengukuran kecerahan perairan
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dalam sub-stasiun yang diukur secara
diagonal.

3.6.5 Kedalaman Perairan


Kedalaman perairan diukur dengan paralon/papan berskala, kedalaman
perairan diukur pada saat paralon menyentuh permukaan substrat.
Pengukuran ini dilakukan tiga kali ulangan pada tiga titik yang berbeda dalam 1
sub-stasiun yang diukur secara diagonal.

3.7 Penentuan/pengambilan Parameter Kimia


Parameter kimia yang diukur adalah derajat keasaman (pH) dan oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen/DO). Alat untuk mengukur pH adalah dengan
menggunakan kertas indikator pH yang dicelupkan ke dalam air, kemudian
biarkan beberapa saat dan selanjutnya cocokkan dengan indikator warna yang
terdapat pada pH indikator.
Alat untuk mengukur oksigen terlarut adalah dengan DO meter. Cara
pengukuran oksigen terlarut dengan DO meter adalah alat tersebut dihidupkan
(tekan tombol on pada alat) kemudian masukkan probe ke dalam air (titik yang
akan diukur), biarkan beberapa saat sampai pada layar alat DO meter terlihat
angka yang cendrung stabil (kira-kira 30 detik), kemudian catat hasilnya pada
data sheet. Cara lain untuk mengukur oksigen terlarut adalah dengan cara
metode winkler (pengukuran oksigen dengan menggunakan bahan kimia).

3.8. Pengambilan Contoh Parameter Biologi


3.8.1. Plankton
Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net.
Botol film diikatkan pada ujung plankton net. Sebanyak 100 liter air diambil

12
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

pada tiap-tiap sub stasiun untuk dituangkan ke dalam plankton net. Contoh
plankton yang diperoleh tersaring dalam botol film dan diawetkan dengan
larutan lugol.
Pengamatan dan analisa dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 10 x 10 dan atau 4 x 10. Air contoh diteteskan pada gelas
objek menggunakan pipet dan ditutupi gelas penutup. Pengamatan dilakukan
pada lima lapang pandang sebanyak tiga kali ulangan. Hasil pengamatan
digambar dan diidentifikasi serta dicatat dalam tabel.

3.8.2. Perifiton
Contoh perifiton diperoleh dengan melakukan pengerikan pada permukaan
substrat keras berupa batang kayu atau batu yang ditemukan pada tiap
substasiun. Bidang pengerikan seluas 4 cm2 (2 cm x 2 cm) dengan
menggunakan cutter dan dimasukan dalam botol film kemudian diencerkan
dengan aquades sampai botol film penuh. Air contoh perifiton yang diperoleh
diidentifikasi di laboratorium menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10
x 10 dan atau 4 x 10. Contoh diteteskan di gelas objek dan ditutupi gelas
penutup. Pengamatan dilakukan pada lima lapang pandang dengan tiga kali
ulangan. Hasil identifikasi dicatat dalam tabel.

3.8.3. Bentos
Pengambilan contoh bentos dilakukan dengan memasukkan paralon ke dasar
perairan. Paralon dimasukkan ke dasar perairan secara tegak lurus. Mulut
paralon pada bagian atas ditutup dengan tangan lalu diangkat. Substrat yang
terambil disaring untuk memisahkan bentos dari substratnya. Organisme yang
diperoleh dimasukkan dalam plastik transparan dan diawetkan dengan
formalin 4%, apabila biota bentos yang diperoleh berukuran besar dapat
digunakan formalin 10%. Pengambilan contoh dilakukan pada setiap substasiun
dengan tiga kali ulangan. Contoh bentos tersebut diamati dan dianalisa di
laboratorium. Alat khusus untuk mengambil bentos adalah ekman grab.

3.8.4 Neuston
Pengambilan contoh dilakukan dengan cara menangkap organisme yang ada
dipermukaan air, kemudian dimasukan ke dalam plastik transparan dan
diawetkan dengan formalin 4% untuk diidentifikasi di laboratorium.

13
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

3.8.5. Nekton
Contoh nekton diambil dengan cara mencari dan menangkap organisme yang
hidup di dalam kolam air, kemudian dimasukkan ke dalam plastik transparan
dan diawetkan dengan formalin 4%, kemudian diidentifikasi di laboratorium.
Selain itu, untuk mengetahui jenis-jenis biota nekton juga dapat dilakukan
wawancara terhadap penduduk/masyarakat di sekitar lokasi danau/situ.

3.8.6. Tumbuhan Air


Tumbuhan air yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik untuk diidentifikasi
di laboratorium.

3.9. Analisa Data


3.9.1. Kecerahan
Kecerahan perairan di hitung dengan menggunakan rumus:
D1  D2
K
2
Keterangan:
K = Kecerahan (m)
D1 = Kedalaman pada saat secchi disc tepat menghilang (m)
D2 = Kedalaman pada saat secchi disc tepat terlihat kembali (m)

3.9.2. Kelimpahan Plankton


Kelimpahan plankton menggambarkan besarnya populasi jenis plankton
tertentu dalam suatu satuan volume. Kelimpahan plankton dihitung dengan
rumus:
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo Vs Up

Keterangan:
Ni = Kelimpahan plankton jenis i (ind/l)
Oi = Luas gelas penutup (mm2) = 324 mm2
Op = Luas lapang pandang (mm2) = 1,306 mm2
Vr = Volume botol contoh (ml) = 30 ml
Vo = Volume satu tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
Vs = Volume air yang disaring pada plankton net (L) = 100 L
n = Jumlah plankton jenis i yang tercacah

14
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

p = Jumlah lapang pandang = 5


U = ulangan = 3 x

3.9.3 Kepadatan Perifiton


Kepadatan perifiton menggambarkan besarnya populasi jenis mikrobiota yang
menempel pada substrat tertentu dalam suatu satuan luas. Kepadatan
Perifiton dihitung dengan menggunakan rumus:
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo A Up
Keterangan:
Ni = Kepadatan perifiton jenis i (ind/cm2)
Oi = Luas gelas penutup (mm2) = 324mm2
Op = Luas lapang pandang (mm2) = 1,306mm2
Vr = Volume botol contoh (ml) = 30ml
Vo = Volume satu tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
A = Luas bidang kerikan (cm2) = 2 cm x 2 cm
n = Jumlah perifiton jenis i yang tercacah
p = Jumlah lapang pandang = 5
U = ulangan = 3x

3.9.4 Kepadatan Bentos


Kepadatan bentos merupakan gambaran dari jumlah bentos jenis tertentu
dalam suatu satuan luas. Untuk menghitung kepadatan bentos digunakan
rumus:
X   / 3m

Keterangan:
X = Kepadatan bentos (ind/m2)
µ = Jumlah bentos jenis i (ind)
m = Luas permukaan mulut alat (m2)

3.10 Interpretasi Data


Setelah data-data tersebut dianalisis dan diolah dalam bentuk grafik, tabel, dan
bentuk lainnya maka diinterpretasikan/dijelaskan maksud dari data tersebut.

15
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

3.10.1 Output
Setelah melakukan pengamatan dan penelitian diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan komponen penyusun ekosistem perairan tergenang/situ/danau.
Selain itu, mahasiswa dapat menjelaskan bentuk-bentuk hubungan yang
mungkin terjadi mulai dari produsen (plankton), konsumen (dari bentos sampai
ikan). Setelah itu, mahasiswa mengetahui potensi ekologi perairan tergenang
untuk kegiatan budi daya perairan.

16
4
EKOSISTEM PERIRAN
MENGALIR

4.1 Pendahuluan

E kosistem perairan mengalir merupakan perairan terbuka yang dicirikan


dengan adanya arus dan perbedaan gradien lingkungan serta interaksi
antara faktor biotik dan abiotik (Sutrisno 1991). Salah satu bentuk dari
perairan mengalir adalah sungai. Sungai adalah suatu perairan terbuka, memiliki
arus, adanya perbedaan gradien lingkungan, serta masih dipengaruhi oleh
daratan.
Perairan sungai merupakan salah satu tipe perairan yang mengalami perubahan
yang sangat relatif cepat. Perubahan tersebut sejalan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang membuat fungsi ekologi sungai terlupakan dan
diganti dengan fungsi sebagai tempat pembuangan limbah-limbah, baik itu yang
berasal dari rumah tangga, industri, maupun pertanian. Limbah-limbah tersebut
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran yang pada akhirnya akan
memperpendek kualitas perairan tersebut sehingga terjadi perubahan pada
komunitas penghuni perairan, antara lain dengan menghilangnya suatu jenis
organisme asli, perubahan komposisi atau munculnya organisme jenis lain yang
lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru (Whitton 1975).
Menyadari pentingnya fungsi dari sungai dan juga untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati yang ada di sungai tersebut, sudah seharusnya dilakukan
pengelolaan dan pemanfaatan sungai yang baik dan benar agar kualitas dan
kuantitasnya tetap terpelihara. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan dan
pengkajian terhadap parameter komponen-komponen penyusun sungai di
dalamnya, serta hubungan dengan komunitas, sehingga terjadinya sistem
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

homeostatis di perairan tersebut dan tidak terjadinya perubahan fungsi ekologis


dari sungai tersebut.

The four dimensions of a lotic system

Gambar 3 Dimensi sungai/Lotic system


(Sumber: www.eoearth.org/article/River)

Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik.
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan
sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga
kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel
tersebut (Effendi 2003).
Menurut Real (1961) dalam Luvi (2000), sungai dibedakan menjadi tiga
berdasarkan kontinuitas alirannya, antara lain:
1. Permanent streams
Merupakan sungai yang menerima sumber air utama melalui rembesan air
dalam tanah dan aliran mata air yang berasal dari bawah permukaan.
2. Intermittent streams

18
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Merupakan sungai yang menerima sumber air utama berasal dari aliran
permukaan tanah. Karena aliran ini bersifat musiman, maka aliran sungai ini
biasanya terjadi pada musim hujan.
3. Interrupted streams
Merupakan sungai yang mengalir bergantian di atas dan di bawah
permukaan.
Ekosistem perairan mengalir berbeda dengan ekosistem perairan tergenang dan
mangrove. Hal ini terlihat jelas dari keberadaan aliran arus (dengan adanya luas
penampang yang kecil dan kedalaman yang rendah sehingga menyebabkan air
yang mengalir cukup besar), pertukaran air dengan tanah relatif lebih ektensif
pada aliran air, yang menghasilkan ekosistem yang lebih terbuka dan
metabolisme ekosistem tipe heterotrofik dan tekanan oksigen yang lebih merata
dalam aliran air (Odum 1996), memiliki resident time relatif cepat (waktu tinggal
arus yang cepat), organisme memiliki adaptasi yang khusus terhadap aliran
searah, substrat umumnya berupa batu, kerikil, pasir, dan lumpur, hampir tidak
terdapat stratifikasi suhu dan oksigen, rentan terhadap pencemaran, tetapi
menghilangkan pencemaran dengan cepat.
Pada perairan tergenang (lentik) pada habitatnya terdapat plankton lebih banyak
karena arus yang hampir tidak ada sehingga cocok dijadikan tempat hidup
plankton, neuston, dan juga nekton, memiliki residence time yang lama,
organismenya tidak terlalu membutuhkan adaptasi khusus, terdapat stratifikasi
suhu, substrat yang terdapat pada perairan tergenang umumnya berupa lumpur
halus.
Pada ekosistem perairan mangrove atau payau, organisme yang dapat hidup
adalah organisme yang mampu beradaptasi dengan salinitas yang cukup tinggi
karena merupakan daerah peralihan ekosistem laut dan tawar, substrat
umumnya berupa lumpur, lempung, pasir atau kombinasi dari ketiganya,
perairannya bersalinitas payau atau asin, memiliki adaptasi khusus terhadap
substrat (Fardiaz 1992).
Penzonasian pada ekosistem mengalir dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan
gradien dan aliran air (Odum 1996):

19
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Berdasarkan gradien lingkungan


Pembagian berdasarkan gradien dibagi menjadi dua, yaitu hulu dan hilir,
dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Hulu
Hulu mempunyai ciri-ciri daerah yang sempit, perairannya dangkal,
terdapat di dataran tinggi dengan kadar oksigen tinggi. Kepadatan
organismenya rendah serta mempunyai arus yang cepat.
b. Hilir
Hilir mempunyai ciri-ciri daerah yang lebar, perairan dalam, terdapat di
dataran rendah, kadar oksigen rendah, kepadatan organisme tinggi,
arusnya lambat.
Elevasi

A
Dataran Tinggi

Dataran rendah

Daerah Erosi Daerah deposisi

Hulu Tengah Hilir

- hutan - Kebun - pertanian


- tambang - pertanian - pemukiman
- kebun - pemukiman - industri

Gambar 4 Zonasi perairan tergenang berdasarkan gradient (topgrafi) lingkungan


(Sumber: Odum 1996)

Berdasarkan aliran air


Pembagian berdasarkan aliran air dibedakan menjadi dua, yaitu zona aliran
cepat dan zona aliran lambat. Kedua zona tersebut memiliki ciri khas masing-
masing, yaitu:

20
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

a. Zona aliran cepat


Ciri-ciri zona aliran cepat yaitu: adanya arus yang tinggi sehingga
mencegah terjadinya akumulasi lumpur dan partikel-partikel lainnya,
terdapat pada daerah dangkal.
b. Zona aliran lambat
Ciri-cirinya zona aliran lambat yaitu: adanya arus yang lambat sehingga
banyak terdapat endapan lumpur dan partikel-partikel lainnya, terdapat
pada daerah yang memiliki kedalaman yang cukup tinggi.

Gambar 5 Zonasi berdasarkan aliran air dan posisi sedimen


(Sumber:www.usd.edu/esci/figures/158401.JPG)

Menurut Le Cren (1972) dalam Luvi (2000), sungai memiliki beberapa fungsi
sebagai berikut.
1). Untuk pelayaran dan transportasi.
2). Untuk mencegah banjir dengan cara pembuatan bendungan.
3). Energi aliran sungai dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik.

21
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

4). Aliran sungai sebagai kebutuhan domestik, seperti mencuci, minum,


kebutuhan industri, proses pendinginan, dan irigasi pertanian.
5). Air sungai dimanfaatkan untuk kesehatan.
6). Sebagai pusat rekreasi dan olahraga.
7). Sebagai batas wilayah serangga polit.
8). Sebagai tempat penampungan air yang membawa bahan-bahan organik
sepanjang daerah aliran sungai.
9). Sebagai tempat habitat dari mahluk hidup, di antaranya ikan.
Komponen hayati yang terdapat pada perairan mempunyai pola adaptasi yang
disesuaikan dengan kecepatan arus. Organisme perairan mengalir mempunyai
organ tertentu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Organisme
bisa bertahan dan menyesuaikan diri untuk kelangsungan hidupnya dengan
organ tertentu. Beberapa adaptasi organisme air deras yang penting (Odum
1996), yaitu sebagai berikut.
Melekat permanen pada substrat yang kokoh dan mempunyai serabut yang
panjang.
Memiliki alat pengait dan penghisap untuk berpegangan pada permukaan
yang tampaknya halus, pelindung atau penangkap makanan.
Permukaan bawah yang lengket sehingga dapat menempelkan diri pada
permukaan substrat.
Rheophilik, yaitu organisme yang menyukai arus.
Bentuk tubuh yang streamline untuk mempermudah gerakan di perairan
mengalir.
Thigmotaxis positif.
Bentuk tubuh yang pipih.

4.2 Tujuan
Praktikum ekosistem perairan tergenang bertujuan untuk: mengenalkan dan
menjelaskan komponen-komponen penyusun ekosistem perairan mengalir,
menjelaskan interaksi dan hubungan timbal balik antara komponen penyusun
ekosistem tersebut dan menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap komponen
penyusun ekosistem.

22
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

4.3 Manfaat
Setelah praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu memahami tipe-tipe
ekologi perairan dan paramameter kunci di ekosistem perairan mengalir.

4.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan serta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan bahan pada praktikum ekosistem perairan mengalir
No. Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan
A. Pengambilan contoh
1 Secchi disc Mengukur tingkat kecerahan perairan 1 unit/kelompok
2 Transek kuadrat Membatasi lokasi pengambilan contoh 1 unit/kelompok
3 Paralon berskala Mengukur kedalaman perairan 1 unit/kelompok
4 Termometer Mengukur suhu perairan 1 unit/kelompok
5 Pisau atau cutter Mengerik perifiton yang menempel pada 1 unit/kelompok
substrat seperti kayu, batu, dan lain-lain
yang terdapat di perairan.
6 Plankton net Menyaring Plankton 1 unit/2kelompok
7 Saringan kasar dan Memisahkan bentos dari lumpur 1 unit/kelompok
halus
8 Ember Mengambil air 1 unit/kelompok
9 Botol film Menyimpan contoh yang telah diambil 10 unit/kelompok
(plankton dan perifiton)
10 Plastik kiloan Menyimpan contoh bentos 10 unit/kelompok
11 Kertas label dan Memberi keterangan (nama) contoh 1 paket/kelompok
spidol permanen
12 Karet gelang Mengikat botol film dan plankton net 5 unit/kelompok
13 Kertas pH (pH stik) Mengukur tingkat keasaman air 1 paket/kelas
atau pH meter
14 DO meter Mengukur oksigen 1 unit/kelompok
15 Bola pingpong dan Untuk menghitung kecepatan arus 1 unit/kelompok
tali kasur
16 Tali tambang Untuk mengukur lebar sungai dan lebar <40 m/kelompok
badan sungai

23
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No. Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


17 Surber Untuk mengambil contoh bentos 1 unit/2 kelompok
18 Papan jalan Tempat menulis 1 unit/kelompok
19 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
20 Aquades Pelarut/pengencer 5 l/kelas
21 Formalin Mengawetkan Bentos 5 l/kelas
22 Lugol Mengawetkan plankton dan perifiton 2 l/kelas
B. Analisis data
23 Mikroskop Pengamatan mikrorganisme 2 unit/kelompok
24 Gelas obyek & gelas Meletakkan air contoh untuk pengamatan 3 pasang/kelompok
pentup mikroskop
25 Pipet tetes Untuk mengambil air contoh dari botol 2 unit/kelompok
film
26 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
27 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi biota hasil 2 unit/kelompok
pegamatan
28 Microsoft 2003/2007 Pengolahan data/pembuatan laporan 1 unit/kelompok

4.5 Penentuan stasiun pengamatan


Setiap kelompok mempunyai stasiun pengamatan yang telah ditentukan. Stasiun
utama setiap kelompok menentukan tiga sub-stasiun dengan alat transek
kuadrat yang berukuran 1m² (1 m x 1 m). Pada tiap stasiun tersebut kita bagi
menjadi 3 sub-stasiun, dimana sub-stasiun 1 berada pada tepi sungai, sedangkan
sub-stasiun 2 berada pada tengah sungai, dan sub-stasiun 3 berada pada ujung
tepi sungai dari tempat praktikan berdiri. Ilustrasi pengambilan contoh di
perairan mengalir dapat dilihat pada Gambar 6.

24
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

LBS

LS

Penampang melintang:

Keterangan:
Stasiun
Substasiun

LBS: Lebar Badan Sungai Penampang Membujur


LS : Lebar Sungai

Gambar 6 Penentuan titik pengambilan contoh di perairan mengalir/sungai

4.6 Penentuan parameter fisika


4.6.1 Warna perairan
Warna perairan ditentukan dengan cara visual dan dilakukan sebelum praktikan
bekerja dan turun ke air. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui warna asli
perairan sebelum dilakukan pengamatan.

4.6.2 Kecerahan
Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disc yang dimasukan ke
dalam perairan secara perlahan, diamati kedalaman saat secchi disc tepat
menghilang (D1) dan setelah ditenggelamkan sedikit kemudian secchi disc
diangkat sampai terlihat kembali (D2). Pengukuran kecerahan perairan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan dalam 1 sub-stasiun.

4.6.3 Suhu
Untuk mengetahui suhu perairan dilakukan dengan menggunakan termometer
lapangan. Caranya yaitu dengan mencelupkan termometer secara perlahan ke

25
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

dalam air, dengan memegang tali yang diikatkan pada termometer agar suhu
tubuh praktikan tidak memengaruhi suhu yang ada pada termometer, kemudian
dilihat skala suhunya setelah dicelupkan ke dalam air selama kira-kira 30 detik.
Pengukuran suhu dilakukan sebanyak tiga kali ulangan di tiap SS secara diagonal
agar mewakili suhu tiap-tiap sub-stasiun.

4.6.4 Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan paralon berskala. Paralon berskala ini
dimasukkan ke dalam perairan dengan posisi tegak sampai menyentuh dasar
perairan. Batas yang ditunjukkan pada paralon adalah kedalaman dari perairan
tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sub-
stasiun.

4.6.5 Tipe substrat


Untuk menentukan tipe substrat dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan
memasukkan tangan atau benda yang dapat memastikan substrat di dalam
perairan. Kemudian disentuh dan diambil sedikit substrat pada tiap-tiap
substasiun untuk diamati secara visual.

4.6.6 Kecepatan arus


Kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan bola pingpong yang ditaruh di
permukaan sungai sejalan arah arus, di sampingnya telah diletakkan pipa yang
bertujuan untuk mengukur jarak yang ditempuh bola pingpong dengan
menghitung waktu yang diperlukan oleh bola pingpong untuk sampai pada ujung
pipa lainnya dengan menggunakan stopwatch.

4.6.7 Lebar sungai dan lebar badan sungai


Pengukuran lebar sungai dan lebar badan sungai dilakukan pengukuran dari
ujung sisi yang satu ke ujung sisi yang lainnya, biasanya lebar badan sungai lebih
lebar dari lebar sungai, lebar badan sungai diukur dari ujung sisi sungai hingga ke
ujung lainnya, sedangkan lebar sungai diukur dari ujung sisi sungai yang masih
terdapat air hingga ujung sisi lainnya yang masih terdapat air.

4.7 Penetuan Parameter Kimia


Parameter kimia yang diukur adalah derajat keasaman (pH) dan oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen/DO). Alat untuk mengukur pH adalah dengan menggunakan
kertas indikator pH yang dicelupkan ke dalam air, kemudian biarkan beberapa

26
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

saat dan selanjutnya cocokkan dengan indikator warna yang terdapat pada pH
indikator.
Alat untuk mengukur oksigen terlarut adalah dengan DO meter. Cara pengukuran
oksigen terlarut dengan DO meter adalah alat tersebut dihidupkan (tekan tombol
on pada alat) kemudian masukkan probe ke dalam air (titik yang akan diukur),
biarkan beberapa saat sampai pada layar alat DO meter terlihat angka yang
cendrung stabil (kira-kira 30 detik), kemudian catat hasilnya pada data sheet.
Cara lain untuk mengukur oksigen terlarut adalah dengan cara metode winkler
(pengukuran oksigen dengan menggunakan bahan kimia).

4.8 Pengambilan parameter biologi


4.8.1 Plankton
Contoh plankton diambil dengan cara menyaring air lapisan permukaan sebanyak
100 liter dengan menggunakan ember yang memiliki volume 10 liter. Contoh
tersebut di saring menggunakan plankton net dengan ukuran 45 μm, air contoh
yang tersaring dimasukkan ke dalam botol contoh bervolume 30 ml dan
diawetkan menggunakan pengawet lugol sebanyak 3-5 tetes.

4.8.2 Perifiton
Perifiton diambil dengan mengerik substrat berukuran 2 cm x 2 cm yang telah
kita dapatkan yang berupa kayu-kayu ataupun bebatuan. Hasil pengerikan
tersebut kita sediakan dalam kaca preparat untuk kita amati dengan mikroskop.

4.8.3 Bentos
Pengambilan bentos dilakukan dengan menggunakan surber yang diletakkan di
dasar sungai, dasar perairan diaduk dahulu. Surber diserok ke dasar perairan
agar substrat dapat terambil, kemudian dipisahkan bentosnya dan dimasukkan
ke dalam plastik.

4.8.4 Neuston
Pengambilan contoh neuston dilakukan dengan cara menangkapnya secara
langsung, baik dengan saringan ataupun secara manual.

27
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

4.8.5 Nekton
Pengambilan contoh nekton dilakukan dengan cara menangkapnya secara
langsung dengan menggunakan saringan, kemudian masukkan ke dalam plastik
yang ditambahkan dengan aquades.

4.8.6 Tumbuhan Air


Pengambilan contoh tumbuhan air dilakukan dengan cara mengambilnya secara
langsung dan memasukkannya ke dalam plastik.

4.9 Analisis Data


4.9.1 Kecerahan
D1  D2
Kecerahan (m) =
2
Keterangan:
D1 = Kedalaman pada saat secchi disk tepat menghilang (m)
D2 = Kedalaman pada saat secchi disk tepat terlihat kembali (m)

4.9.2 Kelimpahan Plankton


Banyaknya plankton yang terdapat dalam 1 liter air.
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo Vs Up

Keterangan:
Ni : Kelimpahan plankton jenis i (ind/l)
Oi : Luas gelas penutup (mm2) = 324 mm2
Op : Luas penampang pandang (mm2) = 1,306 mm2
Vr : Volume botol contoh (ml) = 30ml
Vo : Volume 1 tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
Vs : Volume air yang disaring pada plankton net (100 l)
n : Jumlah plankton jenis i yang tercacah
P : Jumlah lapang pandang (5)
U : Ulangan (3 kali)

28
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

4.9.3 Kepadatan Perifiton


Banyaknya perifiton yang terdapat dalam cm2.
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo A Up
Keterangan:
Ni : Kepadatan perifiton jenis i (ind/cm2)
Oi : Luas gelas penutup (mm2) = 324 mm2
Op : Luas penampang pandang (mm2) = 1,306 mm2
Vr : Volume botol contoh (ml) = 30ml
Vo : Volume 1 tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
A : Luas kerikan = 4 cm2
n : Jumlah perifiton yang tercacah
P : Jumlah lapang pandang (5)
U : Ulangan (3)

4.9.4. Kepadatan Bentos


Banyaknya jumlah bentos yang terdapat per satuan luas (m2)
X  n / m
Keterangan:
X : Kepadatan bentos (Ind/m2)
n : Jumlah individu per satuan alat
µ : Luas bukaan mulut alat (m2)
m : ulangan

4.9.5 Kecepatan arus


Perbandingan antara jarak arus yang mengalir per satuan waktu.
V  S /t
Keterangan:
V : Kecepatan arus (m/s)

29
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

S : Jarak yang ditempuh bola pingpong (m)


t : Waktu yang ditempuh bola pingpong (s)

4.9.6. Debit Air


Perbandingan antara banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu
(Wetzel 2001).

Gambar 7. Ilustrasi perhitungan debit di sungai


(Sumber: modified from www.usda.gov/stream_restoration/chap1.htm)

Axw
Q
t
atau dapat juga menggunakan rumus (Wetzel 2001)
Q = V x W x lebar sungai

Keterangan:
Q : Debit air (m3/s)
V : Kecepatan Arus (m/s)
t : Waktu (sekon)
A : Luas transek (m2)
W : Kedalaman Perairan (m)

30
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

4.10 Intrepretasi Data


Setelah data-data tersebut dianalisis dan diolah dalam bentuk grafik, tabel, dan
bentuk lainnya, lalu diinterpretasikan/dijelaskan maksud dari data tersebut.

4.10.1 Output
Setelah melakukan pengamatan dan penelitian diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan komponen penyusun ekosistem perairan tergenang/situ/danau.
Kemudian dapat menjelaskan betul-betul hubungan yang mungkin terjadi mulai
dari habitat produsen (plankton). Konsumen (dari bentos sampai ikan). Setelah
itu mahasiswa mengetahui potensi ekologi perairan mengalir untuk kegiatan
budi daya perairan.

31
5
EKOSISTEM PERAIRAN
PAYAU

5.1 Pendahuluan

W ilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke


arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976; Dahuri et al.
2001).
Wilayah pesisir dalam hal ini adalah ekosistem pesisir yang berarti ekosistem
semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan
menerima masukan air tawar dari daratan. Keterkaitan daratan dan pesisir
sebagai penghubung antara daratan di hulu dan wilayah pesisir, penghantar
bahan pencemar dari hulu ke pesisir serta dampak yang terjadi di hulu juga
dirasakan di pesisir karena peran daratan (Bengen 2009). Wilayah pesisir di
wilayah tropis memiliki tiga ekosistem inti, yakni ekosistem mangrove, lamun
(seagrass), dan terumbu karang (coral reef).
Sejak awal tahun 1990-an fenomena degradasi bio-geofisik sumber daya pesisir
semakin berkembang dan meluas akibat pemanfaatan yang berlebihan yang
menyebabkan hilangnya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuaria
yang selanjutnya dapat mengganggu lingkungan biosfer wilayah pantai dan
pesisir yang memiliki peran produksi yang besar. Sekitar 75% dari luas wilayah
nasional adalah berupa lautan. Salah satu bagian terpenting dari kondisi
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki
arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface)
antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik dan
mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya (Dahuri et
al. 2001)

Gambar 8 Ekosistem perairan pesisir


(Sumber: Bengen 2009)

5.2 Ekosistem Mangrove


5.2.1 Definisi Mangrove
Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang
tumbuh di daerah pasang surut. Mangrove sering juga dinamakan hutan pantai,
hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Bakau itu sendiri dalam
bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan
mangrove, yaitu Rhizophora sp. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi

34
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta,
dan daerah pantai yang terlindung (Bengen 2001).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Bengen (2001)
menjelaskan ekosistem mangrove umumnya berkembang di daerah intertidal
(daerah pasang surut) sehingga daerahnya tergenang air laut secara berkala
(setiap hari maupun saat pasang purnama), menerima pasokan air tawar yang
cukup dari darat, terlindung dari gelombang besar, dan arus pasang surut yang
kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang
dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung. Hutan mangrove
meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis,
Snaeda, dan Conocarpus. Terdapat salah satu jenis yang dominan dalam satu
hutan mangrove yang termasuk famili: Rhizophoraceae, Sonneratiaceae,
Avicenniaceae, Meliaceae (Bengen 2001).
Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum spring
tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan rata-rata (mean sea level).
Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di
daerah tropis dan sub tropis. Menurut McGill (1958) hampir 75% tumbuhan
mangrove hidup di antara 35 °LU–35 °LS, dan terbanyak terdapat di kawasan Asia
Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera, dan beberapa daerah di Kalimantan yang
mempunyai curah hujan tinggi dan bukan musiman. Di Indonesia tercatat ada
sekitar 3,75 juta ha (PHPA-AWB 1987; Departemen Kehutanan 1982), yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

5.2.2 Zonasi Mangrove


Menurut Ewusse (1990), struktur, fungsi ekosistem mangrove, komposisi, dan
distribusi spesies serta pola pertumbuhan mangrove sangat tergantung pada
faktor-faktor lingkungan, antara lain:

35
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

a. Fisiografi pantai
Mangrove dapat tumbuh pada pantai yang bentuknya landai. Walaupun
mangrove masih dapat tumbuh di daerah pantai yang terjal, akan tetapi
pertumbuhannya tidak optimal.
b. Iklim
Pantai yang beriklim tropik basah yang dicirikan dengan kelembaban, angin
musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi menyebabkan pencegahan
akumulasi garam-garam tanah sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan
dapat berkembang biak dengan baik.
c. Pasang Surut
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada
tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik,
dan menurun selama pasang surut.
d. Gelombang dan Arus
Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel
pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap,
terakumulasi membentuk pantai berpasir.
e. Salinitas
Lingkungan asin/bergaram diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove.
Salinitas air dan salinitas tanah merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove.
f. Oksigen Terlarut
Tanah pada hutan mangrove yang berlumpur dan jenuh air mengandung
oksigen rendah dan terkadang bahkan tidak mengandung oksigen. Dalam
keadaan demikian, hanya spesies-spesies tumbuhan tertentu saja yang dapat
hidup. Untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut, selain dengan adanya
sistem perakaran yang khas, kekurangan oksigen juga dapat dipenuhi oleh
adanya lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh hewan-hewan seperti
harimau dan lain sebagainya.
g. Substrat
Substrat yang terdapat pada sekitar daerah mangrove, yaitu tanah
berlumpur, tanah berpasir, ataupun tanah berkerikil.

36
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

h. Nutrien
Nutrien di mangrove dibagi atas nutrien inorganik dan detritus organik.
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung
oleh berbagai faktor lingkungan, seperti kondisi jenis tanah dan faktor genangan
pasang surut. Zonasi hutan mangrove di Indonesia meliputi:
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia
spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Gambar 9 Zonasi mangrove


(Sumber: Bengen 2001)

5.2.3 Adaptasi, morfologi, dan fauna hutan mangrove


Telah disebutkan sebelumnya bahwa mangrove hidup di wilayah dengan kondisi
lingkungan yang cukup ekstrim, sehingga mangrove dapat hidup dengan
melakukan adaptasi fisiologi yang sangat tinggi, mangrove tahan terhadap
lingkungan dengan suhu peraian yang tinggi, fluktuasi salinitas yang luas dan
tanah yang anaerob. Salah satu faktor penting dalam adaptasi fisiologis tersebut
adalah sistem pengudaraan di akar-akarnya (Odum dan Johannes 1975). Tidak

37
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

semua tumbuhan memperoleh oksigen untuk akar-akarnya dari tanah yang


mengandung oksigen, mangrove tumbuh di tanah yang tidak mengandung
oksigen dan harus memperoleh hampir seluruh oksigen untuk seluruh akar-akar
mereka dari atmosfer.
Bengen (2001) menyatakan, karena hidup pada perairan bersalinitas cukup
tinggi/kadar garam tinggi, mangrove memiliki sistem adaptasi khusus. Johannes
(1975) menyatakan adaptasi terhadap kadar garam tinggi dilakukan dengan cara:
(1) memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungi menyimpan garam, (2)
berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam, (3) daunnya memiliki stuktur stomata khusus untuk
mengurangi penguapan. Pada pohon mangrove juga memiliki sistem adaptasi
terhadap kadar oksigen rendah, yaitu dengan adanya bentuk perakaran yang
khas. Misalnya, tipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora seperti pada
Avicennia spp. dan Sonneratia spp., tipe penyangga yang mempunyai lenti sel
seperti pada Rhizophora spp., akar papan pada Ceriops spp., dan akar lutut pada
Bruguiera spp.

Akar nafas lentisel

Gambar 10 Alat bantu pernapasan pada mangrove


(Sumber: Bengen 2009)

Pohon mangrove juga memiliki akar yang sangat ekstensif dan membentuk
jaringan horizontal yang lebar. Akar digunakan untuk memperkokoh pohon,
selain itu juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen sebagai
sistem adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut.
Mann (1982) menambahkan pasang surut di habitat mangrove akan
memengaruhi kestabilan tanah sehingga lebih labil dari tanah umumnya,
adaptasi yang dilakukan spesies mangrove adalah dengan membuat struktur akar
ekstensif dan jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon,
mengambil unsur hara, dan menahan sedimen.

38
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Akar dan daun pada mangrove tersebut merupakan karakteristik morfologi dasar
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove.
Karakteristik lain yang dapat digunakan adalah bunga dan buah. Semua jenis
mangrove menghasilkan buah dan biji. Ketika biji ini jatuh akan mengapung,
sehingga penyebarannya dengan mudah dibantu angin dan arus. Jika
menemukan substrat yang sesuai, biji tersebut akan tumbuh menjadi vegetasi
baru (Kitamura et al. 1997).

Akar papan Akar cakar ayam


Ceriops spp Avicennia spp
Sonneratia spp

Akar tongkat Akar lutut


Rhizophora spp Bruguiera spp

Gambar 11 Bentuk-bentuk akar pohon mangrove


(Sumber: Bengen 2001)

Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua


kelompok, yaitu kelompok fauna daratan (terestrial) dan kelompok fauna
akuatik. Kelompok fauna terestrial menempati bagian atas pohon mangrove,
terdiri atas insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok fauna ini tidak memiliki
sifat adaptasi khusus untuk hidup di hutan mangrove karena mereka melewatkan
sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang
tinggi, meskipun mereka mengumpulkan makanannya berupa hewan-hewan laut
pada saat air surut. Kelompok kedua adalah kelompok fauna perairan (akuatik),
yang terdiri atas dua tipe, yaitu yang hidup di kolom air (berbagai jenis ikan dan
udang) serta yang menempati substrat, baik keras maupun lunak, terdiri atas
kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya (Bengen 2001). Selain
kadar oksigen yang rendah, kondisi habitat mangrove juga memiliki kadar garam
yang tinggi.

39
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

5.2.4 Fungsi dan peranan mangrove


Mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable
resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda (manfaat
ekonomis dan ekologis). Manfaat ekonomis di antaranya terdiri atas hasil berupa
kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi, dan lain-lain) serta hasil bukan kayu
(hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat mangrove secara ekologi adalah
sebagai berikut.
Peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
Penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan
dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan
sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang
berperan dalam penyuburan perairan.
Daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground),
dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan,
udang, dan kekerangan), baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas
pantai (Gambar 8).
Pengontrol penyakit malaria.
Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)
Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain.

5.3 Tujuan
Praktikum ekosistem perairan payau bertujuan untuk mengenalkan dan
menjelaskan komponen-komponen penyusun ekosistem mangrove, menjelaskan
interaksi dan hubungan timbal balik antara komponen penyusun ekosistem
tersebut, dan menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap komponen penyusun
ekosistem.

5.3.1 Manfaat
Setelah praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tipe-tipe
ekologi perairan dan parameter kunci di ekosistem mangrove.

40
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

5.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan serta fungsinya dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Alat dan bahan pada praktikum ekosistem mangrove

No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


A. Pengambilan contoh
1 Secchi disc Mengukur tingkat kecerahan perairan 1 unit/kelompok
2 Transek kuadrat Membatasi lokasi pengambilan 1 unit/kelompok
contoh
3 Paralon berskala Mengukur kedalaman perairan dan 1 unit/kelompok
mengambil contoh bentos
4 Termometer Mengukur suhu perairan 1 unit/kelompok
5 Pisau atau cutter Mengerik perifiton yang menempel 1 unit/kelompok
pada substrat seperti kayu, batu, dan
lain-lain yang terdapat di perairan
6 Plankton net Menyaring Plankton 1 unit/2kelompok
7 Saringan kasar dan Memisahkan benthos dari lumpur 1 unit/kelompok
halus
8 Ember Mengambil air 1 unit/kelompok
9 Botol film Menyimpan contoh yang telah 10 unit/kelompok
diambil (plankton dan perifiton)
10 Plastik kiloan Menyimpan contoh bentos 10 unit/kelompok
11 Kertas label dan Memberi keterangan (nama) contoh 1 unit/kelompok
spidol permanen
12 Karet gelang Mengikat botol film dan plankton net 5 unit/kelompok
13 Meteran kain Untuk mengukur lingkar batang 1 unit/kelompok
pohon mangrove
14 Tali tambang/rapia Untuk membatasi stasiun 40 m/kelompok
pengamatan pada mangrove
15 Kertas pH (pH stik) Mengukur tingkat keasaman air 1 unit/kelas
atau pH meter
16 DO meter Mengukur oksigen 1 unit/kelas
17 Refraktometer Untuk mengukur salinitas 1 unit/kelas
18 Papan jalan Tempat menulis 1 unit/kelompok

41
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


19 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
20 Aquades Pelarut 5 l/kelas
21 Formalin Mengawetkan Benthos 5 l/kelas
22 Lugol Mengawetkan plankton dan perifiton 1 l/kelas
B. Analisis data
23 Mikroskop Pengamatan mikrorganisme 2 unit/kelompok
24 Gelas obyek dan Meletakkan sample untuk 3 pasang/kelompok
gelas pentup pengamatan mikroskop
25 Pipet tets Mengambil air contoh dalam skala 2 unit/kelompok
kecil
26 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi biota hasil 2 unit/kelompok
pegamatan
27 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
28 Microsoft 2003/2007 Pengolahan data/pembuatan laporan 1 unit/kelompok

5.5 Penentuan Stasiun Pengamatan


Terdapat dua persyaratan yang diperlukan untuk menentukan stasiun
pengamatan
Ditentukan harus mewakili wilayah kajian
Dapat mengindikasikan/mewakili tiap zona hutan mangrove
Prosedur pengamatan
 Tetapkan transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai).
 Sepanjang transek garis, letakan secara acak petak contoh (plot) 10 m x 10 m,
paling sedikit 3 petak contoh.
Setelah ditentukan stasiun pengamatan dan petak contoh mangrove 10 m x 10
m, selanjutnya lakukan pengamatan untuk tiap-tiap pohon dan anakan mangrove
yang ada di petak tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12.

42
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Gambar 12 Penentuan stasiun pengamatan di ekosistem mangrove


(Sumber: Bengen 2001)

5.5 Penetuan pohon, anakan, dan


semai pada mangrove
Kategori pohon dan anakan mangrove serta semai adalah sebagai berikut.
Pohon : Diameter > 4 cm, Tinggi > 1m
Anakan : Diameter < 4 cm , Tinggi > 1 m
Semai : Tinggi < 1 m, Diameter < 4 cm
Prosedur pengamatan pada setiap plot.
1. Determinasi/indentifikasi jenis tumbuhan mangrove yang ada.
2. Hitung jumlah individu tiap jenis.
3. Ukur lingkar batang tiap pohon mangrove setinggi dada (1.3 m).

43
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Gambar 13 Penentuan pohon, anakan dan semai


(Sumber: Bengen 2001)

Masukan data-data yang diamati pada Tabel 4.


Tabel 4 Sheet data pengamatan mangrove

No Pohon Anakan Semai Tipe Dampak


No Transek
plot SP IND DB SP IND DB SP IND DB Substrat (0-4)

dst

Catatan : Untuk penentuan/pengambilan contoh parameter fisika, kimia, dan biologi perairan sama
dengan yang dilakukan pada ekosistem perairan tergenang

44
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

5.6 Analisis data


5.6.1 Kecerahan perairan
Kecerahan perairan merupakan tingkat kejernihan dari suatu perairan dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut.
D1  D2
Kecerahan (m) =  ......m
2
Keterangan:
D1 : Kedalaman pada saat secchi disk tepat menghilang (m)
D2 : Kedalaman pada saat secchi disk tepat terlihat kembali (m)
K :kecerahan (m)

5.6.2 Kelimpahan Plankton


Kelimpahan suatu plankton di suatu perairan dapat digunakan untuk menduga
kesuburan perairan tersebut. Kelimpahan plankton didefinisikan sebagai jumlah
individu per satuan volume (liter) dengan rumus:
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo Vs Up
Keterangan:
Ni : Kelimpahan plankton jenis i (ind/l)
Oi : Luas gelas penutup (mm2) = 324 mm2
Op : Luas penampang pandang (mm2) = 1,306 mm2
Vr : Volume botol contoh (ml) = 30ml
Vo : Volume 1 tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
Vs : Volume air yang disaring pada plankton net (100 l)
n : Jumlah plankton jenis i yang tercacah
P : Jumlah lapang pandang (5)
U : Ulangan (3 kali)

45
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

5.6.3 Kepadatan Perifiton


Banyaknya perifiton yang terdapat dalam cm2.
Uoi Vr 1 n
Ni  x x x
Op UVo A Up
Keterangan:
Ni : Kepadatan perifiton jenis ke i
Oi : Luas gelas penutup (mm2) = 324 mm2
Op : Luas penampang pandang (mm2) = 1,306 mm2
Vr : Volume botol contoh (ml) = 30ml
Vo : Volume 1 tetes air contoh (ml) = 0,05 ml
A : Luas kerikan = 4 cm2
n : Jumlah perifiton yang tercacah
P : Jumlah lapang pandang (5)
U : Ulangan (3)

5.6.4 Kepadatan benthos


Jumlah total individu benthos jenis ke-i yang diperoleh per satuan luas areal
pengambilan contoh:
X  n / m
Keterangan:
X : Kepadatan bentos (Ind/m2)
n : Jumlah individu per satuan alat
µ : Luas bukaan mulut alat

5.6.5 Indeks nilai penting


Suatu gembaran mengenai pengaruh atau peranan spesies tumbuhan mangrove
dalam komunitas mangrove. Terlebih dahulu kita mengetahui:
Kerapatan jenis
Jumlah tegakan jenis i dalam suatu area
Di  Ni / A

46
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Keterangan:
Di : Kerapatan jenis i
Ni : Jumlah tegakan dari jenis i
A : Luas total area pengambilan contoh

Kerapatan Relatif Jenis


Perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (Ni) dan jumlah total tegakan
seluruh jenis (Σ N):
Ni
RDi  x100
N
Keterangan:
Rdi : Kerapatan relatif jenis i
ΣN : Jumlah total tegakan seluruh jenis
Frekuensi Jenis (Fi)
Peluang ditemukannya jenis i dalam plot yang diamati

Fi  Pi /  P
Keterangan:
Fi : Frekuensi jenis i
Pi : Jumlah plot dimana ditemukannya jenis i
Σp : Jumlah total plot yang diamati
Frekuensi Relatif Jenis (RFi)
Perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh
jenis (ΣF)
Fi
RFi  x100
F
Keterangan:
Rfi : Frekuensi relatif jenis i
F : Frekuensi jenis i
ΣF : Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

47
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Penutupan Jenis (Ci)


Luas penutupan jenis i dalam suatu unit area
Ci= ΣBA/A
Keterangan:
BA : πDBH2/4 (dalam cm)
DBH : CBH/π
Π : Suatu konstanta
DBH : Diameter pohon dari jenis i
A : Luas total area pengambilan contoh
CBH : Lingkaran pohon setinggi dada jenis i
Ci : Luas area penutupan
Penutupan Relatif Jenis (RCi)
Perbandingan secara luas area penutupan jenis I (Ci) dan luas area penutupan
untuk seluruh jenis (ΣC)
Ci
RCi  x100
C
Keterangan:
RCi : Penutupan relatif jenis
Ci : Luas area penutupan jenis ke-i
ΣC : Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
Jadi Indeks Nilai Penting (INP) mempunyai rumus:
INP= RDi + RFi + RCi
Keterangan:
INP : Indeks nilai penting
RDi : Kepekatan relatif jenis
RFi : Frekuensi relatif jenis
RCi : Penutupan relatif jenis

48
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

5.7 Interpretasi Data


Setelah data-data tersebut dianalisis dan diolah dalam bentuk grafik, tabel, dan
bentuk lainnya, lalu diinterpretasikan/dijelaskan maksud dari data tersebut.

5.8 Output
Setelah melakukan pengamatan dan penelitian, diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan komponen penyusun ekosistem perairan payau/mangrove,
kemudian dapat menjelaskan betul-betul hubungan yang mungkin terjadi, mulai
dari habitat produsen (plankton) sampai konsumen (dari bentos sampai ikan).
Setelah itu, mahasiswa mengetahui potensi ekologi perairan mangrove/payau
untuk kegiatan budi daya perairan.

49
6
EKOSISTEM
PERAIRAN LAUT

6.1 Ekosistem Lamun


6.1.1 Definisi Lamun

M enurut Fortes (1989), lamun merupakan satu-satunya tumbuhan


berbunga (Anthophyta atau Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun
dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut, sedangkan padang
lamun merupakan hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area dan
terbentuk dari satu atau beberapa jenis lamun dengan kepadatan jarang atau
tinggi. Di Indonesia, terdapat 12 jenis lamun dari 50 jenis dan termasuk ke dalam
dua famili, yakni Potamogetonaceae dan Hydrocharitaceae (Fortes 1989). Lamun
memiliki zonasi yang khas, yakni zonasi dekat daratan akan ditumbuhi oleh jenis
lamun yang memiliki daun yang tinggi dan semakin menuju laut maka jenis
lamun yang ditemukan adalah lamun-lamun yang memilki daun yang lebih
rendah.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah
padang lamun (Seagrass bed), yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup
suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan
kerapatan padat atau jarang. Sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang
terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun (Seagrass
ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir
dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Menurut Den Hartog (1977), ekosistem lamun memiliki beberapa ciri ekologis,
antara lain sebagai berikut.
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir.
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

2. Terdapat pada batas terendah daerah pasang surut dekat pohon bakau atau
di daerah terumbu karang.
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan
terlindung.
4. Sangat tergantung pada intensitas matahari yang masuk dalam perairan
tersebut.
5. Mampu melaksanakan proses metabolisme secara optimal jika seluruh
tubuhnya terendam air.
6. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

Gambar 14 Contoh lamun


(Sumber: Dokumentasi pribadi; Yulianda 2007)

6.1.2 Zonasi lamun


Adapun zonasi sebaran lamun menurut Kiswara et al. (1994) dimulai dari pantai
kearah tubir umumnya berkesinambungan, perbedaan yang terdapat biasanya
hanya pada komposisi jenis dan luas penutupannya saja. Zonasi sebaran dan
52
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

karakteristik habitat lamun di perairan pesisir menurut genangan air dan


kedalamannya dapat digolongkan sebagai berikut (Kiswara et al. 1994).
1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal yang selalu terbuka saat air
surut. Contoh organismenya antara lain: Holodule pinifolia.
2. Jenis yang hidup pada daerah sedang/daerah pasang surut, misalnya,
Thallasia hemprichi.
3. Jenis yang tumbuh di tempat dalam dan selalu terendam air, misalnya,
Thalasodendron ciliatum.
Berdasarkan komposisi jenisnya, komunitas padang lamun yang ditemukan dapat
berupa komunitas padang lamun tunggal maupun campuran. Adapun spesies
yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain Thalassia
hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila uninervis, Cymodocea
serrulata, Thallasodendron ciliatum. Komunitas tunggal ini umumnya dijumpai di
dataran lumpur dekat hutan mangrove. Komunitas padang lamun campuran
dijumpai tumbuh di substrat berpasir yang kondisi perairannya tenang (Brown
1985 dalam Kiswara 1994). Menurut Nybakken (1992), jumlah spesies yang
terdapat di daerah tropik lebih banyak dari pada di daerah ugahari.
Ditinjau dari tingkatannya sebagai suatu komunitas, padang lamun membentuk
suatu kesatuan struktural dan memiliki hubungan dengan hewan dan tumbuhan
yang lain (Fortes 1989). Lamun memiliki fungsi ekologis sebagai berikut (Fortes
1989).
 Produsen detritus dan zat hara.
 Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem
perakaran yang padat dan saling menyilang.
 Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di
lingkungan ini.
 Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari
sengatan matahari

53
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

6.1.3 Identifikasi lamun


Dari 58 spesies lamun yang ada di dunia, 12 spesies berada di indonesia, yakni:
1. Enhalus acoroides
2. Thalassia hemprichii
3. Thalassodendron ciliatum
4. Cymodocea rotundata
5. Cymodocea serrulata
6. Halodule uninervis
7. Halodule pinifolia
8. Halophila ovalis
9. Halophila minor
10. Halophila spinulosa
11. Halophila decipiens
12. Syringodium isoetifolium
Kunci identifikasi 12 jenis lamun yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut
(modifikasi dari Den Hartog, 1970; Phillips & Menez, 1988; Azkab, 1999).

1. Daun pipih................................................................................................................ 2
Daun berbentuk silindris .............................................................................................. Syringodium
............................................................................................................................ isoetifolium
2. Daun bulat-panjang, bentuk seperti telur atau pisau wali ..................................... Halophila
Panjang helai daun 10-40 mm, mempunyai 10-25 pasang tulang daun...................... H. ovalis
Daun dengan 4-7 pasang tulang daun......................................................................... b
a. Daun sampai 22 pasang, tidak mempunyai Tangkai daun, tangkai panjang ........... H. spinulosa.
b. Panjang daun 0,5-1,5 cm, pasangan daun Dengan tegakan pendek ....................... H. minor
Daun dengan pinggir yang bergerigi seperti gergaji .................................................. H. decipiens
Daun membujur seperti garis, biasanya panjang
5-100 m ..................................................................................................................... 3
3. Daun berbentuk selempang yang menyempit pada bagian bawah ....................... 4
Tidak seperti di atas .................................................................................................... 6

4. Tulang daun tidak lebih dari 3 .................................................................................. Halodule


Ujung daun membulat, ujung seperti gergaji ............................................................. H. pinifolia.

54
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Ujung daun seperti trisula ......................................................................................... H. uninervis.


Tulang daun lebih dari 3 ............................................................................................ 5

5. Jumlah akar 1 – 5 dengan tebal 0,5 – 2 mm, ujung daun seperti gigi ..................... Thalassodendron
.................................................................................................................................... ciliatum
Tidak seperti di atas ................................................................................................... Cymodecea
Ujung daun halus (licin, tulang daun 9-15) ................................................................ C. rotundata
Ujung daun seperti gergaji, tulang daun 13 – 17 ....................................................... C. serrulata
6. Rimpang berdiameter 2 – 4 mm tanpa rambut- rambut kaku ; panjang daun 10
– 30, lebar 4 – 10 cm. ............................................................................................... Thalassia hemprichii
Rimpang berdiameter lebih 1 cm dengan
rambut-rambut kaku; panjang daun 30 –150 cm, lebar 13 – 17 mm......................... Enhalus acoroides

6.1.4 Tujuan
Praktikum ekosistem perairan tergenang bertujuan untuk mengenalkan dan
menjelaskan komponen-komponen penyusun ekosistem lamun, menjelaskan
interaksi dan hubungan timbal balik antara komponen penyusun ekosistem
tersebut dan menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap komponen penyusun
ekosistem.

6.1.5 Manfaat
Setelah praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu memahami tipe-tipe
ekologi perairan dan paramameter kunci di ekosistem perairan lamun.

6.1.6 Alat dan Bahan


Alat dan bahan serta fungsinya dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Alat dan bahan pada praktikum ekosistem perairan tergenang lamun
No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan
A. Pengambilan contoh
1 Secchi disc Mengukur tingkat kecerahan perairan 1 unit/kelompok
2 Transek kuadrat Membatasi lokasi pengambilan contoh 1 unit/kelompok
3 Paralon berskala Mengukur kedalaman perairan 1 unit/kelompok
4 Termometer Mengukur suhu perairan 1 unit/kelompok
5 Pisau atau cutter Mengerik perifiton yang menempel pada substrat 1 unit/kelompok
seperti kayu, batu, dan lain-lain yang terdapat di
perairan.

55
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


6 Plankton net Menyaring Plankton 1 unit/2kelompok
7 Saringan kasar dan Memisahkan bentos dari lumpur 1 unit/kelompok
halus
8 Ember Mengambil air 1 unit/kelompok
9 Botol film Menyimpan contoh yang telah diambil (plankton dan 10 unit/kelompok
perifiton)
10 Plastik kiloan Menyimpan contoh bentos 10 unit/kelompok
11 Kertas label dan Memberi keterangan (nama) contoh 1 unit/kelompok
spidol permanen
12 Karet gelang Mengikat botol film dan plankton net 5 unit/kelompok
13 Meteran kain Untuk mengukur lingkar batang pohon mangrove 1 unit/kelompok
14 Tali tambang/rapia Untuk line transek 100 m/kelompok
15 Kertas pH (pH stik) Mengukur tingkat keasaman air 1 unit/kelas
atau pH meter
16 DO meter Mengukur oksigen 1 unit/kelas
17 Refraktometer Untuk mengukur salinitas 1 unit/kelas
18 Papan jalan Tempat menulis 1 unit/kelompok
19 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
20 Alat dasar selam Peralatan selam untuk pengamatan lamun 3 paket/kelompok
21 Sabak Tempat penulisan data/rekap data (tahan air) 1 unit/kelompok
22 Aquades Pelarut 5 l/kelas
23 Formalin Mengawetkan Bentos 5 l/kelas
24 Lugol Mengawetkan plankton dan perifiton 1 l/kelas
B. Analisis data
25 Mikroskop Pengamatan mikrorganisme 2 unit/kelompok
26 Gelas obyek & gelas Meletakkan sample untuk pengamatan mikroskop 3
pentup pasang/kelompok
27 Pipet tets Mengambil air contoh dalam skala kecil 2 unit/kelompok
28 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi biota hasil pegamatan 2 unit/kelompok
29 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
30 Microsoft Pengolahan data/pembuatan laporan 1 unit/kelompok
2003/2007

56
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

6.1.7 Pengambilan data


1) Tentukan lokasi ekosistem lamun yang akan diamati.
2) Bentangkan roll meter, mulai dari bagian akhir sisi dalam pantai (inshore
end) dan orientasinya tegak lurus terhadap garis pantai sampai saat lamun
mulai tak tampak.
3) Tentukan plot pengamatan di setiap jarak atau interval 10 meter.
4) Letakkan transek kuadrat (1 m x 1 m) yang sudah dibagi menjadi 25 bagian
(20 cm x 20 cm) di plot pengamatan yang sudah ditentukan.
5) Ukur dan catat kedalaman perairan di setiap plot pengamatan.
6) Amati dan hitung jumlah individu tiap jenis lamun yang terdapat di dalam
transek kuadrat.
7) Perkirakan (estimasi) nilai persentase penutupan lamun (tiap jenis) yang
terdapat di dalam transek kuadrat.
8) Catat data yang didapat ke dalam data sheet.
9) Lakukan sampai plot pengamatan terakhir.

6.1.8 Analisis data lamun


Struktur komunitas lamun
Persentase Penutupan Lamun Jenis ke-i
 Bandingkan kelimpahan tiap spesies lamun yang ada dalam ke-25 bagian (20
cm x 20 cm) transek kuadrat (1 m x 1 m) dengan Tabel 6.

Tabel 6 Penetapan persen penutupan lamun

% Penutupan
Kelas Nilai penutupan lamun pada substrat Nilai tengah
substrat
5 1/2–seluruhnya 50–100 75
4 1/4–1/2 25–50 37,5
3 1/8–1/4 12,5–2,5 18,75
2 1/16–1/8 6,25–12,5 938
1 Kurang dari 1/16 < 6,25 3,13
0 0 0 0

57
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

 Hitung persentase penutupan (C) dari tiap spesies lamun dalam t–iap
transek kuadrat ( 1 x1 m2) dengan rumus English, et al.1997 in Yayasan
Terangi 2005:
[∑(𝑀𝑖 𝑥 𝑡𝑖)]
𝐶 =
∑𝑓

Dimana:
Mi = nilai tengah persentase dari kelas ke-I
F = frekuensi (jumlah dari sektor dengan kelas penutupan yang sama)

 Penutupan maksimum yang mungkin tercatat untuk suatu spesies adalah


75%. Apabila perhitungan penutupan suatu spesies lamun melebihi angka
ini, maka ada kesalahan dalam menjalankan metode ini.

6.1.9 Interpretasi Data


Setelah data-data tersebut dianalisis dan diolah dalam bentuk grafik, tabel, dan
bentuk lainnya maka diinterpretasikan/dijelaskan maksud dari data tersebut.

6.1.10 Output
Setelah melakukan pengamatan dan penelitian diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan komponen penyusun ekosistem lamun. Kemudian dapat
menjelaskan betul-betul hubungan yang mungkin terjadi mulai dari produsen
(plankton) sampai konsumen (dari bentos sampai ikan). Setelah itu, mahasiswa
mengetahui potensi ekologi perairan mengalir untuk kegiatan budi daya
perairan.

6.2 Ekosistem Terumbu Karang


6.2.1 Definisi Terumbu Karang
Istilah karang dan terumbu seringkali disalah artikan, karang (coral) disebut juga
karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3 (limestone). Hewan karang tunggal umumnya disebut polip,
sedangkan terumbu (reef). Endapan masif batu kapur (limestone), terutama
kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan
biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Ada
istilah lain yang juga banyak orang salah mengartikannya, yakni karang terumbu

58
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

merupakan komunitas hewan karang hermatipik, yaitu karang yang mampu


membangun terumbu (Nybakken 1992).
Terumbu (reef) adalah endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium
karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota
lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Terumbu karang
atau coral reefs adalah ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama
oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang
pembentuk terumbu (karang hermatipik) khususnya jenis-jenis karang batu dan
alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya dari filum
Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan
sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi
kalsium karbonat. Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem
laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih serta
merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati
yang sangat tinggi (Nybakken 1992).
Meskipun karang ditemukan di seluruh lautan di dunia, tetapi hanya di daerah
tropik terumbu dapat berkembang. Hal ini disebabkan adanya dua kelompok
karang yang berbeda, yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang hermatipik
dapat menghasilkan terumbu, sedangkan karang ahermatipik tidak. Karang
ahermatipik tersebar di seluruh dunia, sedangkan karang hermatipik hanya
ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua kelopmpok
karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel
tumbuhan yang bersimbiosis (hidup bersama) dan dinamakan zooxanthellae,
sedangkan karang ahermatipik tidak (Nybakken 1992).

59
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Gambar 15 Struktur karang


(Sumber: National Geographic Indonesia, April 2007)

6.2.2 Tipe terumbu karang


Terumbu karang memiliki berbagai macam tipe (Nybakken 1992), yaitu sebagai
berikut.
A. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir
pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman
40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas.
Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang
ditandai dengan adanya ban atau bagian endapan karang mati di sekeliling

60
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah


vertikal.
b. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar
0,5–2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman
hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang
penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan
membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
c. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari
terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter.
d. Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar
(flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan
dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan
kedalaman relatif dangkal

Gambar 16 Tipe terumbu karang (fringing reef, barrier reef, dan atoll)
(Sumber: Nybakken 1992)

61
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

6.2.3 Bentuk-bentuk karang


Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang Acropora
dan non-Acropora (English et al. 1994). Perbedaan Acropora dengan non-
Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang
disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki
radial koralit.
Acropora Skeleton

Gambar 17 Bentuk pertumbuhan acropora skeleton


Non-Acropora Skeleton

Gambar 18 Bentuk pertumbuhan non-acropora skeleton

Bentuk pertumbuhan karang non-acropora terdiri atas:


A. Bentuk bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada
diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan
bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat
banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata
tertentu.

Gambar 19 Bentuk pertumbuhan branching

62
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

B. Bentuk padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk


seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng
terumbu.

Gambar 20 Bentuk pertumbuhan massive

C. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan


permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak
terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi
sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung
untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

Gambar 21 Bentuk pertumbuhan encrusting

D. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran-lembaran yang menonjol


pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,
terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat
memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

63
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Gambar 22 Bentuk pertumbuhan foliose

E. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,


memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga
pusat mulut.

Gambar 23 Bentuk pertumbuhan mushroom

F. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau


kolom-kolom kecil.

Gambar 24 Bentuk pertumbuhan submassive

G. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan
adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila
disentuh.

64
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Gambar 25 Bentuk pertumbuhan millepora

H. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada
rangkanya.

Gambar 26 Bentuk pertumbuhan heliopora

Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut.


A. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti
ranting pohon.

Gambar 27 Bentuk pertumbuhan branching Acropora

B. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah


mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

Gambar 28 Bentuk pertumbuhan Tabulate Acropora

65
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

C. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi


pada Acropora yang belum sempurna.

Gambar 29 Bentuk pertumbuhan Encursting Acropora

D. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk


gada/lempeng dan kokoh.

Gambar 30 Bentuk pertumbuhan Submassive Acropora

E. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan


cabang seperti jari-jari tangan.

Gambar 31 Bentuk pertumbuhan Digitate Acropora

6.2.4 Fungsi dan peranan terumbu karang


Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks
dan produktif serta berperan penting dalam siklus biogeokimia secara global.
Peran dari terumbu karang lebih banyak, yakni sebagai berikut (Nybakken 1992).

66
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

 Habitat bahari kritis yang berperan dalam keberlangsungan fungsi ekosfer


bumi.
 Habitat pemijahan, peneluran, pembesaran anak, dan mencari makan
(feeding dan foraging) bagi sejumlah besar organisme laut, terutama yang
memiliki nilai ekonomis penting.
 Gudang keanekaragaman hayati laut.
 Pelindung sempadan pantai dan ekosistem pesisir lain dari aksi gelombang
ganas dan dampak destruktif badai.
 Penyokong keberadaan pulau kecil yang ada di sekitarnya.
 Penyedia beragam sumber makanan dan bahan baku yang diperlukan
manusia.
 Sumber penting bahan bioaktif yang diperlukan di bidang medis dan farmasi.
 Rekaman alami dari variasi iklim dan lingkungan di masa silam.
 Wahana rekreasi.
 Wahana pendidikan dan penelitian.

6.2.5 Tujuan
Praktikum ekosistem perairan tergenang bertujuan untuk mengenalkan dan
menjelaskan komponen-komponen penyusun ekosistem perairan karang,
menjelaskan interaksi dan hubungan timbal balik antara komponen penyusun
ekosistem tersebut dan menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap komponen
penyusun ekosistem.

6.2.6 Manfaat
Setelah praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu memahami tipe-tipe
ekologi perairan dan parameter kunci di ekosistem karang.

6.2.7 Alat dan Bahan


Alat dan bahan serta fungsinya dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Alat dan bahan pada praktikum ekosistem perairan karang
No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan
A. Pengambilan contoh
1 Secchi disc Mengukur tingkat kecerahan perairan 1 unit/kelompok
2 Transek kuadrat Membatasi lokasi pengambilan contoh 1 unit/kelompok

67
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


3 Paralon berskala Mengukur kedalaman perairan 1 unit/kelompok
4 Termometer Mengukur suhu perairan 1 unit/kelompok
5 Pisau atau cutter Mengerik perifiton yang menempel pada 1 unit/kelompok
substrat seperti kayu, batu, dan lain-lain yang
terdapat di perairan.
6 Plankton net Menyaring Plankton 1 unit/2kelompok
7 Saringan kasar dan Memisahkan bentos dari lumpur 1 unit/kelompok
halus
8 Ember Mengambil air 1 unit/kelompok
9 Botol film Menyimpan contoh yang telah diambil 10 unit/kelompok
(plankton dan perifiton)
10 Plastik kiloan Menyimpan contoh bentos 10 unit/kelompok
11 Kertas label dan spidol Memberi keterangan (nama) contoh 1 unit/kelompok
permanen
12 Karet gelang Mengikat botol film dan plankton net 5 unit/kelompok
13 Meteran kain Untuk mengukur lingkar batang pohon 1 unit/kelompok
mangrove
14 Tali tambang/rapia Untuk line transek 100 m/kelompok
15 Kertas pH (pH stik) Mengukur tingkat keasaman air 1 unit/kelas
atau pH meter
16 DO meter Mengukur oksigen 1 unit/kelas
17 Refraktometer Untuk mengukur salinitas 1 unit/kelas
18 Papan jalan Tempat menulis 1 unit/kelompok
19 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
20 Alat dasar selam Peralatan selam untuk pengamatan karang 3 paket/kelompok
21 Sabak Tempat penulisan data/rekap data (tahan air) 1 unit/kelompok
22 Pelampung Untuk keamanan dan keselamatan sampling 3 paket/kelompok
22 Aquades Pelarut 5 l/kelas
23 Formalin Mengawetkan Benthos 5 l/kelas
24 Lugol Mengawetkan plankton dan perifiton 1 l/kelas
B. Analisis data
25 Mikroskop Pengamatan mikrorganisme 2 unit/kelompok
26 Gelas obyek & gelas Meletakkan air contoh untuk pengamatan 3

68
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

No Alat dan Bahan Fungsi Kebutuhan


pentup mikroskop pasang/kelompok
27 Pipet tets Mengambil air contoh dalam skala kecil 2 unit/kelompok
28 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi biota hasil pegamatan 2 unit/kelompok
29 Data sheet Tempat penulisan data/rekap data 1 unit/kelompok
30 Microsoft 2003/2007 Pengolahan data/pembuatan laporan 1 unit/kelompok

6.2.8 Pengambilan data


1. Metode LIT (Line Intercept Transect)
 Tentukan lokasi ekosistem terumbu karang yang akan diamati.
 Bentangkan roll meter di atas terumbu karang (± 40 meter).
 Tentukan tiga plot pengamatan masing-masing berjarak ± 10 meter
dengan selang antar plot pengamatan berjarak ± 5 meter.
 Amati lifeform terumbu karang yang berada tepat di bawah roll meter di
setiap plot pengamatan.
 Catat transisi dan lifeform terumbu karang.
 Lakukan sampai plot pengamatan ketiga.
2. Metode Transek Kuadrat
 Tentukan lokasi ekosistem terumbu karang yang akan diamati.
 Letakkan transek kuadrat (1 m x 1 m) yang sudah dibagi menjadi 25 bagian
(20 cm x 20 cm).
 Amati lifeform terumbu karang yang berada tepat di bawah transek
kudrat.
 Perkirakan (estimasi) nilai persentase penutupan terumbu karang yang
ada didalam ke-25 bagian transek kuadrat.
 Catat data yang didapat.
 Lakukan kembali di lokasi yang berbeda hingga tiga kali ulangan.

6.2.9 Analisis data karang


1. Line Intercept Transek (LIT)
Prosedur analisa data:
 Data lifeform dan trasnsisi yang terdapat pada lembar data, selanjutnya
dikelompokkan sesuai dengan kategorinya masing – masing
 Setelah dikelompokkan, masing – masing kategori (-i) dihitung panjang
total transisinya untuk memperoleh nilai persentase penutupan karang

69
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Rumus persentase penutupan (English, et al.1997 in Yayasan Terangi 2005):

(Panjang total kategori ke − i)x 100%


% penutupan jenis ke − i =
Panjang transek
Kriteria penutupan karang hidup:
75.0%-100% = sangat baik
50.0%-74.9% = baik
25.0%-49.9% = sedang
0.0%-24.9% = buruk

2. Transek Kuadrat
Prosedur analisa data (English, et al.1997 in Yayasan Terangi 2005):

∑(Mi)x (fi)
C =
∑f
Keterangan:
Mi = Nilai tengah persentase dari kelas ke-i
f = frekuensi (jumlah dari sektor dengan kelas penutupan yang sama)
Tabel 8 Penetapan persen penutupan karang
Kelas Nilai penutupan karang % penutupan Nilai tengah (Mi)
5 1/2–seluruhnya 50–100 75
4 1/4–1/2 25–50 37,5
3 1/8–¼ 12,5–25 18,75
2 1/16–1/8 6,25–12,5 9,38
1 < 1/16 < 6,25 3,13
0 Kosong 0 0

Kriteria penutupan:
C < 5% = sangat jarang
5%-<= C < 25% = jarang
25% <= C < 50% = sedang
50% <= C < 75% = rapat
C > 75 = sangat rapat

70
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

6.2.10 Interpretasi Data


Setelah data-data tersebut dianalisis dan diolah dalam bentuk grafik, tabel, dan
bentuk lainnya maka diinterpretasikan/dijelaskan maksud dari data tersebut.

6.2.11 Output
Setelah melakukan pengamatan dan penelitian diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan komponen penyusun ekosistem perairan karang. Kemudian dapat
menjelaskan betul-betul hubungan yang mungkin terjadi mulai dari habitat
produsen (plankton). Konsumen (dari bentos sampai ikan). Setelah itu
mahasiswa mengetahui potensi ekologi perairan mengalir untuk kegiatan
budidaya perairan.

71
7
KOMUNITAS

Menurut Odum (1996), komunitas adalah suatu sistem dari kumpulan populasi
yang hidup pada area tertentu dan terorganisasi secara luas dengan karakteristik
komponen tertentu, serta berfungsi sebagai kesatuan transformasi rantai
metabolis. komunitas biotik ialah kumpulan populasi yang hidup di daerah
tertentu atau habitat fisik tertentu dan merupakan satu kesatuan yang
terorganisir dan mempunyai hubungan timbal balik. Konsep komunitas ini dapat
digunakan dalam menganalisis lingkungan perairan karena komposisi dan
karakter organisme di dalam suatu komunitas dapat menjadi indikator yang
cukup baik untuk melihat keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut
berada. Karakteristik suatu komunitas meliputi 5 komponen yaitu keragaman,
dominansi, kelimpahan relatif, bentuk dan struktur pertumbuhan serta struktur
trofik (Krebs, 1989). Struktur komunitas adalah suatu susunan atau bentuk dari
semua individu (1 spesies) yang hidup di suatu daerah.

7.1 Asas dan konsep komunitas


Komunitas biotik adalah kumpulan populasi-populasi apa saja yang hidup dalam
daerah atau habitat fisik yang telah ditentukan, hal tersebut merupakan satuan
yang diorganisasikan sedemikian bahwa dia mempunyai sifat-sifat tambahan
terhadap komponen-komponen individu dan fungsi-fungsi ssebagai suatu unit
melalui transformasi-transformasi metabolik yang bergandengan. Komunitas
utama adalah mereka yang cukup besar dan kelengkapan dari organisasinya
adalah sedemikian hingga mereka relatif tidak tergantung dari masukan dan hasil
dari komunitas di dekatnya. Komunitas minor adalah mereka yang kurang lebih
tergantung pada kumpulan-kumpulan tetangganya (Odum 1996).
Komunitas tidak hanya mempunyai kesatuan fungsional tertentu dengan struktur
trofik dan pola arus energi yang khas tetapi juga mempunyai kesatuan
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

komposisional di dalam mana terdapat peluang bahwa jenis tertentu akan


terdapat peluang bahwa jenis tertentu akan terdapat atau hidup berdampingan.
Meskipun demikian, jenis-jenis tersebut sebagian besar dapat diganti dalam
waktu dan ruang sehingga secara fungsional komunitas yang serupa dapat
memiliki komposisi jenis yang berbeda. Konsep komunitas bahwa apa yang
terjadi oleh komunitas maka dialami oleh organisme (Odum 1996).

7.2 Klasifikasi intrakomunitas dan konsep


dominan ekologi
Komunitas paling tidak yang utama memiliki produsen-produsen,
makrokonsumen dan mikrokonsumen di dalamnya terdapat golongan dominan
ekologi. Dominan ekologi adalah golongan jenis yang sebagian besar
mengendalikan arus energi dan kuat sekali memengaruhi lingkungan dari semua
jenis lainnya. Indeks dominansi adalah derajat pada mana dominansi dipusatkan
dalam suatu, beberapa, atau banyak jenis. Pembuangan jenis dominan akan
menimbulkan perubahan-perubahan penting tidak hanya pada komunitas biotik
tetapi juga dalam lingkungan fisik (misalnya iklim mikro). Dominan di dalam
semua golongan ekologi akan nyata pada lingkungan ekstrim (Odum 1996).
Klassifikasi komunitas dapat dibedakan dengan cara (Odum 1996):
1. Sifat-sifat dari struktur komunitas
2. Habitat fisisk
3. Fungsi-fungsi atau tipe metabolisme
Sementara corak komunitas dapat dibedakan berdasarkan Odum (1996), adalah:
1. Stratifikasi secara vertical
2. Zonasi secara horizontal
3. Aktifitas
4. Jala makanan
5. Reproduksi
6. Hubungan sosial
7. Koaktifitas (Persaingan, simbiosis)

74
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui


keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu
komunitas (Kottelat at al. 1993). Keanekaragaman jenis (H’), Keseragaman (E),
dan Dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi
keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan
yang setabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan
yang beranekaragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum 1996).
Ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan
penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang
tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh
jenis tertentu (Krebs 1972). Menurut Herteman (2003) mengatakan bahwa
keanekaragaman hayati dapat dipilih menjadi 3 taraf yang ada, yaitu:
Keanekaragaman ekosistem, Keanekaragaman spesies dan Keanekaragaman
genetik.
1) Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem berhubungan dengan keanekaragaman habitat dan
kesehatan komplek-komplek habitat yang berbeda-beda. Ekosistem perairan
mengadakan suatu siklus-siklus nutrien (rantai makanan) dan siklus air, oksigen,
karbondioksida, dan siklus biogeokimia. Proses-proses ekologis sangat
menetukan besarnya produksi primer dan sekunder (arus energi), mineralisasi,
bahan-bahan organik dalam sedimen, penyimpanan, dan transport mineral serta
biomassa (Harteman 2003). Upaya-upaya untuk melestarikan spesies-spesies
ikan dan binatang air lainnya adalah dengan menjaga kelestarian ekosistem
habitat mereka yang menjadi bagian kehidupan spesies (McNeely 1992 in
Harteman 2003).
2) Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman spesies adalah konsep variabilitas ikan-ikan yang hidup di
perairan tawar, payau, dan laut, yang kemudian diukur dengan jumlah seluruh
spesies. Diperkirakan sekitar 40.000 spesies ikan yang hidup di seluruh dunia dan
sekitarnya 19.000 spsies lebih yang sudah teridentifikasi dan diberi nama secara
ilmiah (Harteman 2003). Keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen,
yaitu jumlah spesies yang ada (umumnya mengarah ke kekayaan spesies) dan
kelimpahan relatif spesies mengarah ke keseragaman (eveness atau equitability).
Keanekaragaman pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi
beberapa ukuran kelimpahan (individu atau produktivitas) di antara spesies
(Clack 1974 in Nurcahyadi 2003).

75
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Menurut Mann (1981) in Harteman (1998) bahwa dominansi jenis sering terjadi
karena beberapa hal antara lain kompetisi pakan alami oleh jenis tertentu yang
disertai perubahan kualitas lingkungan, tidak seimbangnya antara predator dan
mangsa sehingga terjadi kompetisi antar jenis. Sejumlah besar ikan yang di
perairan sungai, membentuk komunitas yang berbeda-beda dan tiap jenis ikan
memiliki spesialisasi dan mampu memanfaatkan pakan dengan seefisien
mungkin, karena persaingan antara jenis ikan sangat dalam memperoleh pakan
alami. Jenis ikan-ikan tersebut sangat peka terhadap perubahan lingkungan
(Kottelat et al., 1993). Hoston in Mann (1981) in Harteman (1998) menyatakan
tentang keseimbangan model dinamis dari keanekaragaman jenis. Bila
lingkungan habitat ikan berubah dapat menyebabkan perubahan keragaman
komunitas dan populasi.
Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi
menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas
terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya. Sebaiknya
keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies sedikit) menunjukkan sistem yang
stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan, misalnya bencana alam,
polusi, dan lain-lain. Clarck (1974) in Sinaga (1995) mengatakan bahwa dalam
ekologi biasanya digunakan indeks keanekaragaman sebagai ukuran kondisi
suatu ekosistem yang mungkin dipengaruhi oleh berbagai gangguan lingkungan.
Hal ini berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies terbentuk secara
bersama-sama, berinteraksi suatu dengan lainnya, juga terhadap lingkungan
dalam berbagai cara dimana hal tersebut menentukan jumlah spesies yang ada
serta kelimpahan relatifnya.

7.3 Analisis komunitas


Odum (1996) menyebutkan, komunitas dapat disebut dan diklasifikasi menurut
(1) bentuk atau sifat struktur utama seperti misalnya jenis dominan, (2) habitat
fisik dari komunitas, atau (3) sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional seperti
misalnya tipe metabolisme komunitas. Analisis komunitas dalam daerah
geografis tertentu dari bentang darat telah mengutamakan dua pendekatan yang
berlawanan:
1. pendekatan secara zona, dalam mana komunitas yang terputus-putus
dikenal, diklasifikasi dan didaftarkan dalam suatu bentiuk daftar tipe-tipe
komunitas,

76
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

2. pendekatan analisis gradien, yang melibatkan penyusunan populasi-


populasi sepanjang gradien atau sumbu lingkungan berdimensi satu atau
banyak dengan pengenalan komunitas didasar pada penyebaran-
penyebaran frekuensi, koefisien kesamaan, atau perbandingan statistik
lainnya.
Ordinasi sering untuk menyatakan pengaturan jenis dan komunitas-komunitas
sepanjang gradien. Kontinum untuk menyatakan gradien yang mengandung jenis
atau komunitas-komunitas yang telah ditata. Penamaan komunitas sering
didasarkan atas organisme yang penting atau dominan, hal ini masih cocok
karena komunitas terdiri dari organisme-organisme dan satu atau dua jenis
organisme dominan serta keadaan geografis atau fisik yang telah jelas dan
mantap baik hidup maupun tidak (Odum 1996).
Keanekaragaman yang lebih tinggi berarti rantai makanan yang lebih panjang
dan lebih banyak kasus dari simbiosis (mutualisme, parasitisme, komensalisme
dsb) dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk kendali umpan balik
negatif, yang mengurangi goyangan-goyangan dan karenanya meningkatkan
kemantapan. Komunitas di dalam lingkungan yang mantap seperti pada hutan
tropik, mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas-
komunitas yang dipengaruhi oleh gangguan-gangguan musiman atau secara
periodik oleh manusia dan alam (Odum 1996).
Apa yang belum diukur adalah berapa jauh kenaikan dalam keanekaragaman
komunitas pada habitat yang sama, dengan sendirinya dapat meningkatkan
kemantapan ekosistem dihadapan goyangan luar dan di dalam habitat fisik.
Cukup untuk dikatakan di sini bahwa keanekaragaman cenderung jadi tinggi
dalam komunitas yang lebih tua dan rendah pada komunitas yang baru
terbentuk. Sementara produtivitas atau arus energi seluruhnya jelas
memengaruhi keanekaragaman jenis, kedua kualitas itu tidak berhubungan
dalam cara linier yang sederhana manapun (Odum 1996).
Komunitas-komunitas yang sangat produktif dapat memiliki baik
keanekaragaman jenis tinggi (contoh daerah beting karang) atau
keanekaragaman jenis rendah (contoh daerah kuala di iklim sedang).
Kemantapan tampaknya lebih berhubungan langsung dengan keanekaragaman
daripada dengan produktivitas. Keanekaragaman jenis sangat dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan fungsional tingkat-tingkat trofik. Tramer menyarankan
bahwa komunitas-komunitas dari lingkungan-lingkungan yang keras akan

77
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

berubah-ubah dalam keanekaragamannya menurut komponen kelimpahan


nisbinya, sedangkan keanekaragaman di dalam lingkungan yang tidak keras
(dikendalikan secara biologi) akan merupakan fungsi dari jumlah jenis (Odum
1996).
Indeks keanekaragaman memberikan satu cara terbaik untuk mengetahui dan
menilai pencemaran. Untuk keperluan ini seseorang hanya memerlukan
kemampuan mengenal jenis, tidak mengidentifikasikan mereka dengan nama.
Kesalahan-kesalahan yang diakibatkan dari kegagalan membedakan jenis yang
sangat serupa atau perhitungan fase-fase sejarah hidupnya sebagai jenis yang
terpisah, tidak gawat sebab (1) jenis yang berhubungan dekat tidak dijumpai
dalam contoh yang sama (2) taraf-taraf sejarah hidup yang berbeda itu sendiri
merupakan bagian dari keanekaragaman (Odum 1996).
Analisis secara grafik mempunyai dua keuntungan dibandingkan dengan indeks
(1) bias pengambilan contoh dikurangi (2) tidak diduga adanya hubungan
matematik ysng khusus. Empat hipotesis utama hubungan antara S dan N (Odum
1996):
1. secara geometrik (Motomura 1932)
2. lognormal (Preston 1948)
3. logaritmik (Fisher, Corbet dan Williams 1943)
4. relung acak yang terkendalikan (MacArthur 1957)

7.4 Pola dalam komunitas


Pola yaitu struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungan. Pola di dalam komunitas, antara lain (Odum
1996):
1. pola stratifikasi (pelapisan tegakan)
2. pola-pola zonasi (pemisahan ke arah mendatar)
3. pola-pola kegiatan (periodisitas)
4. pola-pola jaring-jaring (organisasi jaringan kerja di dalam rantai
makanan)
5. pola reproduktif (asosiasi)
6. pola-pola sosial (kelompok dan kawanan)
78
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

7. pola-pola ko-aktif (diakibatkan oleh persaingan, antibiosis, mutualisme


dsb)
8. pola-pola stochastik (diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak)
Satu kelemahan dari pengkajian keanekaragaman jenis seperti yang telah
dilukiskan itu ialah bahwa analisis demikian itu tidak mengungkapkan bagaimana
populasi-populasi jenis itu dihubungkan satu sama lainnya secara fungsional.
Nisbah yang tinggi dari jenis terhadap individu-individu hanya diduga interaksi-
interaksi sesudahnya serta kemantapan umpan balik. Pendekatan yang lebih
maju akan mengukur langsung keanekaragaman mengenai hubungan atau jalan
dalam pola jaringan (Odum 1996).

7.5 Ekotone dan konsep pengaruh tepi


Ekotone adalah peralihan antara dua atau lebih komunitas yang berbeda. Daerah
ini adalah daerah pertemuan atau “jalur ketegangan” yang dapat terbentang luas
tetapi lebih sempit daripada komunitas sekitarnya itu sendiri. Komunitas ekotone
biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang
saling tumpang tindih dan sebagai tambahan organisme-organisme yang khas
dan sering kali terbatas hanya pada ekotone. Sering kali, jumlah jenis dan
kepadatan populasi dari beberapa jenis lebih besar di ekotone daripada di
komunitas yang mengapitnya. Kecenderungan untuk meningkatnya
keanekaragaman dan kepadatan pada pertemuan komunitas dikenal sebagai
pengaruh tepi (edge effect). Jenis tepian (edge) adalah organisme yang hidup
terutama sekali atau yang terbanyak atau yang menghabiskan paling banyak
waktu hidupnya di daerah pertemuan antara komunitas-komunitas (Odum
1996).

7.6 Tujuan komunitas


Untuk mengevaluasi habitat di suatu perairan berdasarkan informasi ekologi.

7.7 Beberapa indeks struktur spesies yang berguna


dalam komunitas
1) Indeks dominansi (C)
Dominansi dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih spesies yang
mempunyai peranan yang jauh lebih besar terhadap komunitas dan lingkungan.

79
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Dominansi dapat berbentuk jumlah individu, ukuran tubuh atau penutupan,


produksi, atau aktivitas lain. Dominan di dalam semua golongan ekologi akan
nyata pada lingkungan ekstrim. Indek dominansi dapat dihitung berdasarkan
rumus (Simpson 1949 in Odum 1996):
ni
C   ( )2
N
Dimana:
ni : nilai kepentingan untuk tiap spesies (jumlah individu biomass, produksi, dsb)
N : total nilai kepentingan

2) Indeks kesamaan (s) antara dua sampel (Sorenson 1948 in Odum 1996)
2C
S
A B
Dimana:
A : jumlah spesies dalam sampel A
B : jumlah spesies dalam sampel B
C : jumlah spesies yang sama pada kedua sampel
Catatan: Indeks ketidaksamaan = 1 – S

3) Indeks diversitas spesies


a. Indeks untuk 3 spesies (d) (Margalef 1958 in Odum 1996)

S 1 S S
d1  d2  d3 
log N N 1000
Dimana:
S : jumlah spesies
N : jumlah individu dan sebagainya

b. Indeks evenness (e) (Pielou 1966 in Odum 1996)


Keseragaman menunujukkan berapa besar nilai kesamaan jumlah individu
antar jenis pada suatu komunitas. Indeks keseragaman untuk mengetahui
penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme.

80
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM


e
log S
Dimana:
H : indeks Shannon
S : jumlah spesies

c. Indeks Shannon untuk diversitas umum (H) (Shannon dan Weaver 1949 in
Odum 1996)
Diversitas (keanekaragaman) merupakan jenis jumlah organisme yang
terdapat dalam suatu area. Indeks keragaman menunjukkan kekayaan jenis
dalam komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian
jumlah individu tiap jenis. Jenis keragaman dapat dibagi menjadi keragaman
pola dan genetik. Keragaman pola terdiri dari stratifikasi, zonasi, dan rantai
makanan, sedangkan keragaman genetic terdiri dari bentuk, morfologi, dan
warna. Indeks diversitas dipengaruhi oleh jumlah spesies dan jumlah individu
tiap spesies (Odum 1996).
ni ni
H   ( ) log( ) atau H   PiLogPi
N N
Dimana:
ni : nilai kepentingan untuk setiap spesies
N : nilai kepentingan total
Pi : peluang kepentingan untuk tiap spesies

81
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, Dietriech G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan.
Bengen DG. 2009. Perspektif ekosistem pesisir dan laut dalam karakteristik dan
dinamikanya. Tidak dipublikasikan. Bahan Kuliah Mayor Ilmu Kelautan,
FPIK, IPB. Bogor.
Dahuri R, Rais J, Ginting SP dan Sitepu M.J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air: bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan periaran. Kanisius: Yogyakarta.
Ewusse SY. 1990. Ekologi Tropik, Terjemahan Usman Tanuwijaya. ITB. Bandung
Gonawi GR. 2009. Struktur Komunitas Nekton Di Sungai Cihideung, Bogor, Jawa
Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK
IPB
Fardiaz S. 1992. Polusi air dan udara. Kerja sama Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. Kanisius: Yogyakarta
Fortes MD. 1989. Seagrasses: A Resources Unknown in The ASEAN Region.
ICLARM Education Series 5.
Harteman E. 1998. Afinitas Komunitas Ikan dengan Habitat di Sungai Kapuas, Kabupaten
Kapuas, Kalimantan Tengah. [Tesis]. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan).
Hartog C. den. 1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam
Kiswara W, MK Moosa, dan M Hutomo. 1994. Struktur Biologi Padang Lamun di
Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Proyek
Pengembangan kelautan dan Pusat Pengembangan Oseanologi, LIPI.
Jakarta.
Kottelat M, AJ Whitten, SN Kartikasari, dan S Wirjoatmodjo. 1993. Fres Water
Fishes of Westren Indonesia and Sulawesi-Ikan Air Tawar indonesia
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

bagian Barat dan Sulawesi. (Edisi Dwi Bahasa). Priplus Edition LTD.,
Hongkong 377 h.
Krebs CJ. 1972. Ecology, the Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Harper and Rows Publisher. 694 p.
Krebs CJ. 1989. Ecology Methodology. Hal.293-368. Harper Collins Publishers
New York 694 h.
Luvi DM.2000. Aspek reproduksi dan kebiasaan makan ikan lalawak di sungai
simanuk, sumedang. [skripsi]. FPIK, IPB. Bogor.
Odum EP. 1996. Dasar-dasar ekologi. Terjemahan oleh Ir. Tjahyono Samingan,
MSc dan Ir. B. Srigandono, Msc. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta
Odum WE dan Johannes RE. 1975. The response of mangroves to man-induced
environmental stress. Tropical Marine Pollution. Elsevier Scientific. the
Netherland, Amsterdam
Odum E. 1975. Fundamentals of ecology. Philadelphia, PA: Saunders
Mann KH. 1982. Ecology of coastal waters, second edition. Oxford: Blackwell
Scientific Publication.
National Geographic Indonesia, April 2007.
Nurcahyadi W. 2000. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ikan di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Cikiniki dan Cisukawayana, Taman Nasional Gunung
Halimun, Jawa Barat. [Skripsi]. Progaram Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan. FPIK. IPB. Bogor (tidak di publikasikan).
Nybakken JW. 1992. Bilologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. P.T. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Rangkuti AM. 2009. Studi Kandungan Logam Berat Hg, Pb, dan Cd pada Air dan
Sedimen di Perairan Pulau Panggang-Pramuka Kep. Seribu DKI Jakarta.
[skiripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
Resosoedarmo S, Kuswata K, dan Aprilari S. 1989. Pengantar Ekologi. Remadja
Karya CV Bandung. Bandung
Sinaga TP. 1995. Bioekologi Komunitas Ikan di Sungai Banjaran Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. [Tesis]. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan).
Soegiarto A. 1976. Pedoman umum pengelolaan wilayah pesisir. Lembaga
Oseanologi Nasional, Jakarta.

84
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

Sutrisno CT.1991. Teknologi penyediaan air bersih. Penerbit Rineka Cipta:


Jakarta.97h.
Wetzel RG. 2001. Limnology; lake and river ecosystem (third edition). Academic
press. London
Whitton BA.1975. River Ecology Blackwell Scientific Publ. Oxford 125 P
Wijaya KH. 2009. Komunitas Perifiton Dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika-
Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air Di Bagian Hulu Sungai
Cisadane, Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, FPIK IPB
Yayasan Terangi. 2005. Terumbu karang Jakarta; Pengamatan terumbu karang
Kepuluan Seribu (2004-2005). Yayasan Terangi. Jakarta.

www.eoearth.org/article/River
www. Mollusca.com
www.usd.edu/esci/figures/158401.JPG
www.usda.gov/stream_restoration/chap1.htm

85
EKOLOGI PERAIRAN SUATU PANDUAN PRAKTIKUM

LAMPIRAN ALAT DAN BAHAN

Secchi disk Termometer lapang Transek kuadrat

Surber Ekman dredge Planktonnet

DO meter Wadah botol Wadah plastik

Anda mungkin juga menyukai