Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis atopic (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari
oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala
eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif
biasanya disertai infeksi atau alergi, faktor psikologik, atrau akibat bahan kimia
atau iritan.1
Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita (D.A., rinitis alergik, dan atau asma brokial). Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).2
Kata ‘atopi’ pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis
atopik, dan konjungtivitis alergik.1
Dermatitis Atopik menduduki peringkat ke-3 dari sepuluh besar penyakit
utama di puskesmas Cendrawasih. Banyak faktor yang menunjang perkembangan
penyakit ini, antara lain keadaan faktor imunologis, alergen, iritan serta sosial
ekonomi yang rendah.

1.2 Tujuan dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih

1
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).

1.2.1. Tujuan Umum


Tujuan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan pelayanan
dokter keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM)
pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien
(problem oriented).

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis Dermatitis Atopik di fasilitasi
pelayanan primer.
b. Mengidentifikasi diagnosis psikososial pada pasien Dermatitis Atopik
c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan Dermatitis
Atopik.
d. Mengetahu terapi Dermattis Atopik dengan pendekatan holistik pada
fasilitas pelayanan dokter primer.
e. Mengetahui dan melakukan pengendalian Dermatitis Atopik dalam hal ini
pengobatan maupun pencegahan Dermatitis Atopik.

1.2.3. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan dermatitis atopik yang meliputi proses penyakit
dan penanganan menyeluruh dermatitis atopik sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.

2
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita dermatitis atopik.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan
pendekatan diagnosis holistik dermatitis atopik serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis
evidence based medicine adalah:
1.3.1.Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah
teratur.
1.3.2.Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai.
1.3.3.Gejala gatal sudah berkurang.
1.3.4.Pemeriksaan fisik tidak didapatkan papul pada kulit terutama di daerah
pergelangan tangan, telapak tangan, sela-sela jari, selangkangan, bokong, dan
lipatan siku .
1.3.5. Penyakit dermatitis atopik tidak menular pada anggota keluarga yang lain
karena penyakit ini berhubungan dengan reaksi imunologis
1.3.6. Keluarga memahami dengan baik akan penyakit penderita dalam hal ini
mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya, cara penularannya,
dan pengobatannya.

3
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Bagan 1. Kerangka Teori

2.2 Konsep Mandala

Bagan 2. Konsep Mandala

4
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer

Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai


mahluk biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk
biologis manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan
serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan
sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ

5
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan
dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus

6
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang berkesinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan berkesinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.

7
III. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

2.4. Definisi

Dermatitis atopic (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari
oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala
eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif
biasanya disertai infeksi atau alergi, faktor psikologik, atrau akibat bahan kimia atau
iritan.1

Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita (D.A., rinitis alergik, dan atau asma brokial). Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).2

Kata ‘atopi’ pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis
atopik, dan konjungtivitis alergik.1

8
2.5 Sinonim

Banyak istilah lain yang dipakai sebagai sinonim D.A., yaitu ekzema atopik,
ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo
Besnier. Tetapi, yang paling sering digunakan adalah dermatitis atopik.2

2.6 Epidemiologi

Dermatitis atopic (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama


diseluruh dunia dengan pravalensi pada anak-anak 10-20% dan pravalensi pada
orang dewasa 1-3%. Dermatitis atopic lebih sering terjadi pada wanita daripada
laki-laki dengan ratio 1,5:1. Dermatitis atopic sering dimulai pada awal masa
pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima persen kasus
dermatitis atopic pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60%
muncul pada usia satu tahun pertama, dan 85% kasusu muncul pertama kali
sebelum usia 5 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa (late
onset dermatitis atopic), dan pasien ini dalam jumlah besar tidak ada tanda-tanda
sensitisasi yang dimediasi oleh IgE.1,2

Prevalensi dermatitis atopi lebih rendah di daerah perdesaan dibandingkan


dengan di daerah perkotaan. Hal ini mungkin berhubungan dengan “hygiene
hypothesis” yang mendalilkan bahwa kurangnya paparan terhadap agen-agen
infeksius semasa kanak-kanak meningkatkan kerentanan terhadap penyakit-
penyakit alergi.1

2.7 Patogenesis

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya
diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak
dapat ditegakan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut
dermoepidermal, yang disalurkan lewat syaraf C tidak bermielin ke saraf spinal
sensorik yang selanjutnya diteruskan ke thalamus kontralateral dan korteks untuk
diartikan. Rangsangan yang ringan, superficial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi

9
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian pathogenesis DA dapat dijelaskan secara
imunologik dan nonimunologik.3,4

a) Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya
seperti asma bronchial, rhinitis alergi, atau dermatitis atopi. Sebagian besar
anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan
eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat
akan berlanjut dengan asma dan /atau rhinitis alergika di kemudian hari, dan
semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.5,6
b) Faktor non imunologis
Faktor non imunololgis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain
adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan
kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan
bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan
menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan
rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal
akan mengakibatkan rasa gatal.6,7
c) Faktor-faktor pencetus
 Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hamper 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayio dan anak dengan alergi
makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik
positif terhadap berbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit
positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita
tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan
suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk
menetukan kepastiannya.4,6

10
 Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terihat pada alergi tungau debu rumah (TDR),
dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung
IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita
asma. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh allergen
hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur, atau ragweed di
negara-negara dengan 4 musim.5,7,9
 Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Sthapylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus
dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa
mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman
Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai
superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya
melepaskan histamine. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi
harus diberikan kombinasi antibiotika terhdap kuman stafilokokus dan
steroid topikal.8,9,11

2.8 Manifestasi Klinis

Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopic, yaitu bentuk infantile, bentuk anak,
dan bentuk dewasa.10,12
a) Bentuk infantile (2 bulan – 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah
muka terutama pipi dan daerah ekstensor ekskremitas. Bentuk ini
berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada
bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi
sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel
dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi

11
sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok membuat bayi gelisah
dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita dapat
disertai infeksi bakteri maupun jamur.1,10,12

Gambar 1. Sumber dari kepustakaan 13

b) Bentuk anak (3 – 11 tahun)


Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantile, walaupun
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit
kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura
antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.3,10,12

Gambar 2. Sumber dari kepustakaan 14

c) Bentuk remaja dan dewasa (12 – 30 tahun)


DA bentuk dewasa terjadi pada usia 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah
lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan eksremitas. Lesi berbentuk
dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.1,10,12

12
Gambar 3. Sumber dari kepustakaan 14

2.9 Diagnosis

Hanfin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima


sebagaidasar untuk menegakan diagnosis DA. Mereka mengajukan berbagai
macam criteria yang dibagi dalam criteria mayor dan criteria minor. Dermatitis
atopic dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit
yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini,
karena pada pengamatan lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan garukan,
selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme
gatal-garuk. 1,3,4

Tabel 1. Kriteria diagnosis dermatitis atopic dari Hanfin dan Lobitz, 1977

Kriteria mayor (>3)

 Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas


 Dewasa : Likenifikasi fleksura
 Bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
 Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor (>3)

 Xerosis
 Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus H.simpleks)
 Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
 Iktiosis/hiperlinearis Palmaris/keratosis pilaris
 Ptriasis alba
 Dermatitis di papilla mame
 White dermatografism dan delayed blanched response
 Keilitis
 Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
 Konjungtivitis berulang
 Keratokonus

13
 Katarak subkapsular anterior
 Orbita menjadi gelap
 Muka pucat dan eritema
 Gatal bila berkeringat
 Intolerans perifolikular
 Hipersensitif terhadap makanan
 Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
 Tes alergi kulit tipe dadakan positif
 Kadaqr IgE dalam serum meningkat
 Awitan pada usia dini
Untuk mendiagnosis dermatitis atopic harus ada kriteria mayor 3 dan kriteria minor 3

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :


Tiga kriteria mayor berupa
 Riwayat atopi pada keluarga
 Dermatitis di muka atau ekstensor
 Pruritus
Ditambah tiga kriteria minor :
 Xerosis/iktosis/hiperliniaris Palmaris
 Aksentuasi perifolikular
 Fisura belakang telinga
 Skuama di skalp kronis
Tabel 2. Kriteria William untuk dermatitis atopik

I Harus ada :
Kulit yang gagal ( atau tanda garukan pada anak kecil)

II Ditambah 3 atau lebih tanda berikut :


 Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian
anterior dorsum pedis atau seputar leher (termasuk kedua pipi pada
anak < 10 tahun)
 Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak <
4tahun pada generasi-1 dalam keluarga
 Riwayat kulit kering sepanjang tahun
 Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak
< 4 tahun
 Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4
tahun

14
2.10 Pemeriksaan Penunjang15

1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan


terhadap kulit.
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokontriksi kulit yang tampak
sebagai garis pucat selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE – RAST
Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,
namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST
(spesifikterhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan,
anjuran diet sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk.

4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans


Hasil penelitian adanya sel IgE pada sel langerhans membuktikan
mekanisme respon imun tipe I pada dermatitis atopic, adanya pajanan
terhadap allergen luar dan peran IgE di kulit.

5. Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemuakn pada
keadaan yang kronis.

6. Faktor imunogenik HLA


Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai faktor
predisposisi intrinsic pasien atopic. Pewarisan genetiknya bersifat
multifactor. Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga didapat ikut berperan
pada timbulnya dermatitis atopik.

7. Kultur dan resistensi


Mengingat adanya kolonisasi Staphylococus aureus pada kulit pasien atopic
terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur
dan resistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopic yang rekalsitran
terutama di rumah sakit kota besar.

15
2.11 Diagnosa Banding1,3,4,9,12

1. Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang
mengenai kulit kepala, pipi,badan,eksremitas dan diaper area.

2. Dermatitis kontak
Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan
erosif.

3. Dermatitis numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau
lebih, timbul pada kulit yang kering.

4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti
mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan
lutut, kulit kepala dan daerah genital.

5. Skabies
Diagnosis ditegakan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari,
distribusi lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa
adanya burrow dan adanya kutu pada pemeriksaan mikroskopik.

6. Dermatitis herptiformis
Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa
vesikel, terusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.

2.12 Penatalaksanaan

A. Umum
Berbagai fdaktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap
individu, karena itu perlu indentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor
tersebut.2,7,10

16
 Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (detergen, alcohol,
astringen, pemutih,dll)
 Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembapan
tinggi.
 Menghidarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat
 Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
mencetuskan DA
 Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen
infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan
berbulu.
 Menghindarkan stress emosi
 Mengobati rasa gatal

B. Khusus
1. Pengobatan Topikal2,9,10
a. Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih
impermeable terhadap mikroorganisme/bahan iritan.
Berbagai jenis pelembab dapat digunakan anatar lain cream
hidrofilik 10%, pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%.Pemakaian pelembab
beberapa kali sehari setelah mandi

b. Kortikosteroid
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA,
tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup
banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi,
daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid
potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila

17
aktifitas penyakit telah terkontrol, kortikosteroid
diaplikasikan intermitten umumnya dua kali seminggu.

c. Imunomodular topikal.
1) Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan
dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15
tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%.

2) Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu
imunomudolator golongan makrolatum.Sediaan
yang dipakai adalah konsentrasi 1% 2 kali sehari.

3) Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada
kulit. Sediaan dalam bentuk salaphdrofilik.

d. Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena
berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.
Pemakaian cream doxepin 5% dalam jangka pendekdapat
mengurangi gatal tanpa sensitisasi.

2. Pengobatan Sistemik1,3,12
a. Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA ekserbasi akut.
Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-
seling.

b. Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti
histaminharus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas penderita dll.Pada kasus sulit
dapat diberikan doxepin hidroklorid 10-75mg/oral/2x sehari.

18
c. H1 dan H2
1) Anti infeksi
Pemberian antibiotiuka berkaitan dengan
ditemukannya peningkatan koloni S.aureus pada
penderita DA. Dapat diberi ertitromisin atau
kaltromisin.Bila ada infeksi virusdapat diberi
asiklovir 3x 400mg/hari selama 10 hari atau 4x
200mg/hari untuk 10 hari.

2) Interferon

INF y bekerja menekan respon IgE dan menurunkan


fungsi dari proliferasi sel TH1.

3) Siklosporin

Adalah suatu imonosupresif kuat terutama bekerja


pada sel T akan terikat dengan calcineurin menjadi
suatu kompleks yang akan menghambat Calcineurin
sehingga transkripsi sitokin ditekan.Dosis
5mg/kg/BBoral, diberikan dalam waktu singkat, bila
obat diberhentikan umumnya penyakit kambuh
kembali.,

4) Terapi sinar (phototerrapy)

Dipakai untuk terapi DA yang berat.Terapi


menggunakan sinar ultraviolet B atau kombinasi
Ultra violet A bekerja pada SL.

5) Antimetabolit

Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis


purin yang digunakan sebagai imunosupresan pada
transplantasi organ, telah pula digunakan dalam
terapi penyakit kulit inflmasi.

19
6) Probiotik

Pemberian probiotik saat perinatal menunjukan


penurunan insidensi DA pada anak berisiko selam 2
tahun pertama kehidupan.

2.13 Komplikasi

Jika kortikosteroid topikal digunakan secara tidak tepat, maka dapat terjadi
striae. Penipisan kulit juga dapat terjadi apabila steroid digunakan dengan tidak
tepat pada pasien-pasien yang sudah berusia lebih tua.1,2,7

2.14 Prognosis

Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial.Faktor yang


berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah:2,7,9

 DA yang luas pada anak


 Menderita rhinitis alergika dan asma bronkiale
 Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya
 Awitan DA pada usia muda
 Anak tunggal
 Kadar IgE serum tinggi
Diperkirakan 30-35% penderita DA infantile akan berkembang menjadi
asma bronkiale dan hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk
mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.

20
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian melihat
berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dimana wawancara merupakan suatu cara
mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang
informan atau autoritas atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu
masalah.Sedangkan observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik
atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul
dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam
suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.

3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan pertama kali dilakukan saat penderita datang berobat
di Puskesmas Layang pada tanggal 30 Oktober – 11 November 2017. Selanjutnya
dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

21
3.2.1 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus
Puskesmas Layang terletak di Kelurahan Layang, Kecamatan Bontoala
Kota Makassar dengan luas wilayah 0,21 Km2. Kelurahan Layang berbatasan
dengan :

1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tallo


2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Maradekaya
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Wajo
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tanah
Wilayah kerja Puskesmas Layang Meliputi:
Adapun willayah kerja puskesmas layang sebagai berikut :

No Wilayah Kerja Puskesmas Jumlah RW


1 Kelurahan Layang 6
2 Kelurahan Bunga Ejaya 4
3 Kelurahan Parang Layang 4
4 Kelurahan Bontoala 2
5 Kelurahan Bontoala Tua 5
6 Kelurahan Gaddong 5
7 Kelurahan Bontoala Parang 4

3.2.2 Keadaan Demografis


Jumlah penduduk Puskesmas Layang sesuai hasil pendataan BPS tahun
2016 dalam wilayah kerja Puskesmas Layang sebanyak 36.776 jiwa. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table berikut :

22
No Kelurahan Jumlah Penduduk
1 Kelurahan Layang 9088
2 Kelurahan Bunga Ejaya 5849
3 Kelurahan Parang Layang 4830
4 Kelurahan Bontoala 2433
5 Kelurahan Bontoala Tua 5060
6 Kelurahan Gaddong 4831
7 Kelurahan Bontoala Parang 4685

3.3 Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian


Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Layang
bervariasi mulai dari perguruan Tinggi, SLTA, SLTP, tamat SD, hingga tidak
sekolah. Adapun mata pencaharian penduduk sebagian besar berturut-turut adalah
pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, TNI, dan buruh.
3.4 Sarana Perhubungan
Semua wilayah kerja dapat dijangkau dengan kendaraan mobil dan sepeda
motor.
3.5 Sosial Budaya
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Layang terdiri dari berbagai suku,
antara lain : Makassar, Bugis, Manado, dll. Sedangkan agama yang dianut,
mayoritas beragama Islam. Yang lain, adalah Kristen, Hindu, Budha.
3.6 Sosial Ekonomi
Mata pencaharian/pekerjaan antara lain : Petani, buruh harian, PNS,
wiraswasta, ABRI, dll.
3.7 Sumber Daya Tenaga
Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
baik yang sifatnya di dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas Layang,
tenaga yang ada berjumlah 28 orang, yang secara terperinci dijelaskan dibawah ini
:

23
 Dokter Umum :3
 Dokter Gigi :1
 Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Gizi :3
 Apoteker :2
 Asisten Apoteker :1
 Bidan :3
 Perawat (SPK) :4
 Perawat Gigi :1
 Sanitarian (SPH) :3
 Nutrisi :2
 Laboran (Analis) :2
 Pekarya :3

3.8 Sumber Daya Sarana


Puskesmas Layang terdapat beberapa fasilitas kesehatan yaitu:
Puskesmas Pembantu yang terdiri dari 3 :
a. Pustu 1 di Kelurahan Layang
b. Pustu 2 di Kelurahan Bunga Ejaya
c. Pustu 3 di Kelurahan Gaddong
1 Unit Mobil Ambulance
4 Unit Sepeda Motor

3.9 Visi dan Misi Puskesmas Cendrawasih


3.9.1 Visi
Puskesmas Cendrawasih memiliki visi “Menjadikan Masyarakat Wilayah
Puskesamas Layang Swhat dan Mandiri”.
3.9.2 Misi
Demi terwujudnya masyarakat dalam wilayah Puskesmas Layang hidup
sehat yang merupakan bagian tercapainya Makassar Sehat Menuju Kota Dunia

24
harus ditunjang Misi Puskesmas yang dapat diukur serta tidak terpisahkan dari Visi
Puskesmas.
Berdasarkan hal tersebut Puskesmas Layang mempunyai Misi sebagai berikut
:

1. Mendorong pembangunan berwawasan kesehatan.


2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dengan melibatkan
peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan baik promotif, preventif,
maupun kuratif.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan yang bermutu efektif, efisien, adil
dan merata serta terjangkau bagi masyarakat wilayah kerja puskesmas
laying.
Adapun Motto dari puskesmas laying ialah :
IKHSAN ( Ikhlas, Bersahabat, da Profesional )

3.10 Upaya Kesehatan


Puskesmas Layang sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas
Kesehatan Kota Makassar yang bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak


pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

1. Upaya kesehatan wajib puskesmas tersebut adalah:


 Upaya Promosi Kesehatan
 Upaya Kesehatan Lingkungan
 Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana
 Upaya Perbaikan Gizi
 Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular
 Upaya Pengobatan

25
2. Upaya kesehatan pengembangan
 Upaya Kesehatan Lansia
 Upaya Kesehatan Sekolah
 Perawatan Kesehatan Masyarakat
 Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
 Kesehatan Indera
 Upaya Kesehatan Jiwa
 Upaya Kesehatan Olah Raga
 Upaya Kesehatan Kerja
 Obat Tradisional
3. Upaya Kesehatan Perorangan
 TP2R1/ Loket
 Poli Pemeriksaan Kesehatan Umum
 Poli Pemeriksaan Kesehatan Gigi
 Apotik
 Laboratorium
4. Upaya Kesehatan Masyarakat

26
3.11 Alur Pelayanan

Pasien

Loket

Kamar Periksa Rujuk Pasien

- Poli Umum
- Poli Gigi
- Poli KIA/KB
Laboratorium

Ruang
Tindakan

Apotik

Pasien

Bagan 3. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Layang

27
Pendaftaran
Loket

Pemeriksaan
Dokter

Entri P. Care

Registrasi

Poli Gawat
Rumah sakit darurat

Ambulance

UGD Rumah
sakit

Bagan 3. Bagan Alur Pelayanan Rujukan Puskesmas Layang

3.12 Sepuluh Penyakit Umum Terbanyak


Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas Cendrawasih
di bulan Agustus tahun 2017 adalah:
1. Batuk (R05) : 698 Kasus
2. Nasofaringitis akut (J00) : 522 Kasus
3. Hipertensi (I10) : 288 Kasus
4. Faringitis akut (J02) : 133 Kasus
5. Gastritis akut ( K29.1) : 126 Kasus

28
6. Dermatitis lainnya (L30) : 101 Kasus
7. Tonsilitis akut (J03) : 97 Kasus
8. Tuberculosis (A16)` : 96 Kasus
9. Sakit Kepala (R51) : 94 Kasus
10. ISPA, tidak terspesifikasi(J06.9) : 93 Kasus

3.13 Pengumpulan Data / Informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan
penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal
dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.

3.14 Cara Pengumpulan Data / Informasi


Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


4.1.1 ANAMNESIS DAN DIAGNOSIS KLINIS
A. Identitas Pasien
Nama : An. N
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. Pajenekang Lr.124E No.35
Tanggal Pemeriksaan : 11 November 2017
B. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama
Terdapat bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan kiri dan kanan
serta pada wajah sejak 5 hari yang lalu.
- Anamnesis Terpimpin
Pasien dibawa oleh Ibunya ke Puskesmas Layang dengan keluhan
terdapat bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan kiri dan kanan
serta pada wajah sejak 5 hari yang lalu. Menurut Ibu pasien, keluhan ini juga
disertai gatal karena pasien terlihat sering menggaruk sehingga kulit
sekitarnya menjadi luka. Pasien juga mudah gatal bila berkeringat.
Menurut ibu pasien, keluhan yang sama seperti ini sudah pernah
dialami oleh pasien sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan saat ini merupakan
yang ke-3 kalinya. Biasanya, saat keluhan muncul pasien dibawa berobat
oleh ibunya ke puskesmas dan diberi salep, keluhan berkurang dan sembuh.

30
- Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak 3 bulan yang
lalu sebanyak 2 kali.
 Riwayat rhinitis alergi disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat
urtikaria disangkal.
- Riwayat Penyakit Keluarga
 Menurut ayah pasien, keluarga besar dari ayah maupun ibu pasien belum
pernah ada yang mengalami keluha yang sama seperti pasien saat ini.
 Riwayat ibu rhinitis alergi .
- Riwayat Alergi
 Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap telur .
 Alergi obat-obatan disangkal, riwayat debu dan cuaca dingin disangkal.
- Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat dengan keluhan yang sama di Puskesmas Layang.

4.1.2 PEMERIKSAAN FISIS

- Keadaan Umum
Pasien tampak sakit ringan, gizi baik, kesadaran compos mentis
- Vital Sign
1. Tekanan Darah : tidak dilakukan
2. Nadi : 80 x/menit
3. Pernapasan : 24 x/menit
4. Suhu : 37,0 oC
- Status Generalis
1. Kepala : Biasa
Ekspresi : Simetris muka : Simetris ki=ka
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus: (-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata : Dalam batas normal

31
Konjungtiva : Anemis (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm Ki=Ka
2. Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
5. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
DVS : tidak dilakukan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris ki=ka
Bentuk : Normochest
Pembuluh darah : Bruit (-)
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran

32
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh-/-
8. Punggung
Inpeksi : skoliosis (-), kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
9. Cor
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak,batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-)daerah epigastrium
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

33
11. Status lokalis
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Status dermatologi

Gambar 4. Lesi pada lengan dan wajah


- Lokasi : lengan dan wajah
- Effloresensi : Tampak makula eritema, batas tidak tegas dengan
distribusi pada lengan kiri dan kanan serta wajah. Di atas efloresensi primer
terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien.
1. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Diagnosis
Dermatitis Atopik

4.1.3 PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


- Penatalaksanaan
o Topikal : Betametason 0,1% dioleskan 3x1
o Sistemik : Cetirizine syrup 1x1 cth
- Edukasi
o Menghindari faktor pencetus terjadinya dermatitis atopik

34
o Gunakan baju yang menyerap keringat
o Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
4.1.4 PENDEKATAN HOLISTIK DERMATITIS ATOPIK
- Profil Keluarga
Pasien An. N tinggal bersama ayah dan ibunya dalam satu rumah dan
bersama 1 orang kakak . Masing-masing berumur ayah 37 tahun, ibu 32
tahun, kakak perempuan 8 tahun, kakek 67 tahun dan nenek 64 tahun.
a. Identitas Kepala keluarga : Tn. S
b. Identitas Pasangan : Ny. T
c. Alamat : Jl. Pajukukang
d. Bentuk Keluarga : Extended Family

Tabel 3. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Kedudukan
No Nama dalam Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
keluarga

1. Tn. S Ayah L 37 th S1 Wiraswasta

2. Ny. T Ibu P 32 th SMA Wiraswasta

3. An. J Anak L 8 th SD Pelajar

4. An. N Anak P 4 th - -

5 Tn. A Kakek L 67 th SMP -

6. Ny. P Nenek P 64 th SMP -

35
- Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Orang tua pasien (ayah) bekerja sebagai wiraswasta dengan pendapatan
setiap bulannya cukup dan bisa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari
keluarganya dan biaya sekolah anaknya. Pasien ini tinggal di rumah yang
terletak di Jl. Pajukukang. Rumah pasien dalam kondisi baik, tertata rapi
serta terawat. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 2
kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.

Tabel 4. Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : pribadi
Daerah perumahan : padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 5X6m2 Keluarga An. N tinggal di
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 6 orang rumah dengan status
Luas halaman rumah : - kepemilikian pribadi. An. N
tinggal dalam rumah yang
Tidak Bertingkat
sehat dengan lingkungan rumah
Lantai rumah dari : keramik yang padat yang dihuni oleh 6
Dinding rumah dari : semen Orang. Dengan penerangan
Jamban keluarga : ada listrik 450 watt. Air PAM
Tempat bermain : tidak ada umum sebagai sarana air bersih
Penerangan listrik : 450 watt keluarga.
Ketersediaan air bersih : ada (PAM)
Tempat pembuangan sampah : ada

Gambar 5. Lingkungan tempat tinggal pasien

36
Gambar 6. Lingkungan tempat tinggal pasien

- Kepemilikan barang – barang berharga


Keluraga An.N memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di ruang tamu, satu buah kipas
angin yang terletak di ruang tamu, sofa dan peralatan dapur lengkap yang
terletak di dapur.

- Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


o Jenis tempat berobat : Puskesmas
o Asuransi / JaminanKesehatan : BPJS
- Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 5. Pelayanan Kesehatan Sarana Pelayanan Kesehatan
(Puskesmas)
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga Letak Puskesmas Layang
pelayanan kesehatan menggunakan tidak jauh dari tempat
kendaraan umum tinggal pasien, sehingga
berupa pete-pete untuk mencapai puskesmas
atau bentor untuk keluarga pasien dapat naik
menuju ke pete-pete atau bentor.
puskesmas. Untuk biaya pengobatan
Tarif pelayanan kesehatan Menurut keluarga diakui oleh keluarga pasien
biaya pelayanan yaitu setiap kali datang

37
kesehatan cukup berobat tidak dipungut biaya
murah. dan pelayanan Puskesmas
Kualitas pelayanan Menurut keluarga pun dirasakan keluarga
kesehatan kualitas pelayanan pasien memuaskan pasien.
kesehatan yang
didapat
memuaskan.

- Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Kebiasaan makan : keluarga An.N memiliki kebiasaan makan antara 2-
3 kali dalam sehari.
- Pola Dukungan Keluarga
 Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Di antara yang merupakan faktor pendukung dalam penyelesaian
masalah keluarga seperti ada komunikasi yang baik dalam keluarga.
Selain adanya hubungan yang harmonis. Keluarga juga sangat terbuka
untuk setiap masalah kesehatan yang dihadapi.
 Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Faktor kecemasan yang dialami pasien dan keluarga jika penyakit
itu semakin memburuk.

- Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)


 Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga
yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai
5 Fungsi pokok keluarga, antara lain:
1. Adaptasi: Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang dibutuhkan
2. Partnership: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi
dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah

38
3. Growth: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan karena
dukungan dan dorongan yang diberikan keluarga dalam mematangkan
pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga
4. Affection: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang
serta interaksi emosional yang berlangsung
5. Resolve: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan
dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga
- Penilaian
o Hampir Selalu = skor 2
o Kadang-kadang = skor 1
o Hampir tidak pernah = 0

- Total Skor
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Tabel 6. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita
Dermatitis Atopik
Penilaian

Kadang Hampir
No Pertanyaan Hampir
- Tidak
selalu
Kadang Pernah
(2)
(1) (0)

1. Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena masing –

masing anggota keluarga sudah menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat

membantu memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan

keluarga saya untuk mengembangkan
kemampuan yang saya miliki
4. Affection (Kasih Sayang) √

39
Saya puas dengan kehangatan/ kasih sayang yang
diberikan keluarga saya
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang disediakan √
keluarga untuk menjalin kebersamaan
Total Skor 10

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 10 ini menunjukkan Fungsi
keluarga sehat.
- Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
1. Sosial: Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
2. Cultural: Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan, aqiqah,
dan khitanan sesuai adat istiadat Makassar.
3. Religious: Keluarga pasien rajin melakukan ibadah sebagai umat Islam,
seperti: sholat lima waktu, tadarrus, puasa pada bulan Ramadhan, dan
ikut serta dalam kegiatan Isra’ Mi’raj dan Maulid Nabi Muhammad saw.
4. Ekonomi: Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
5. Education: Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA
6. Medication: Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan
kesehatan dari Puskesmas serta memilki asuransi kesehatan BPJS
- Genogram (Fungsi Genogram)
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit dermatitis atopik.
- Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Extended family yang terdiri dari Tn. S sebagai
kepala keluarga dan Ny. T sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya. Dari
hasil pernikahan Tn. N dan Ny. T mereka dikarunai 2 orang anak, 1
perempuan dan 1 laki-laki. Seluruh anggota keluarga ini tinggal dalam satu
rumah. Serta terdapat ayah dan ibu dari Ny. T yang tinggal bersama dalam
rumah tersebut.
- Tahapan siklus keluarga

40
Tn. S merupakan pasangan Ny. T mereka dikaruniai 2 orang anak
perempuan yaitu An. J dan An. N yang masing-masing belum dapat
mengurus diri sendiri.

- Family map

Bagan 4. Genogram pasien


Keterangan:

: ayah dari ibu penderita, tidak sakit

: ibu dari ibu penderita, tidak sakit

: ayah penderita, tidak sakit

: ibu penderita, tidak sakit

: kakak perempuan penderita, tidak sakit

: penderita dermatitis atopik

41
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 DIAGNOSIS KLINIS
A. Anamnesis
- Aspek Personal
Pasien dibawa oleh Ibunya ke Puskesmas Layang dengan keluhan terdapat
bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan kiri dan kanan serta pada
wajah sejak 5 hari yang lalu. Menurut Ibu pasien, keluhan ini juga disertai
gatal karena pasien terlihat sering menggaruk sehingga kulit sekitarnya
menjadi luka. Pasien juga mudah gatal bila berkeringat.
Menurut ibu pasien, keluhan yang sama seperti ini sudah pernah dialami
oleh pasien sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan saat ini merupakan yang ke-3
kalinya. Biasanya, saat keluhan muncul pasien dibawa berobat oleh ibunya
ke puskesmas dan diberi salep, keluhan berkurang dan sembuh.
- Aspek Klinik
o bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan kiri dan kanan serta
pada wajah
o Ada riwayat penyakit dermatitis atopik sebelumnya, yaitu sejak 3 bulan
yang lalu sebanyak 2 kali.
o Pemeriksaan fisis: Effloresensi berupa makula eritema, batas tegas
dengan distribusi tidak berbatas tegas pada lengan. Di atas efloresensi
primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat
garukan pasien.
- Aspek Faktor Risiko Internal
o Kurangnya pengetahuan tentang Dermatitis atopik
o Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab Dermatitis atopik
kurang
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Anggota keluarga kurang mengetahui penyebab penyakit dermatitis atopik
pasien.
- Aspek Psikososial Keluarga

42
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan
faktor pencetus penyebab dermatitis atopik pasien. Sedangkan faktor yang
dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi
dari semua anggota keluarga baik secara moral dan materi.
- Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di
luar rumah.
B. Derajat Fungsional
An. N masih dapat beraktifitas dengan baik tanpa bantuan siapapun (derajat 1
minimal)
C. Rencana Penatalaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Puskesmas Layang, 11 November 2017 pukul 10.00
WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien di Jl. Pajenekang lorong 124 No. 35, 12
November 2017 Pukul 15.30 WITA.
-
Tabel 7. Rencana Pelaksanaan (plan Of Action)
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Menginformasika Ayah dan Saat Ibu pasien dapat Tidak Tidak
personal n kepada ayah ibu pasien pasien ke bersabar dengan ada menolak
dan ibu pasien PKM dan penyakit
untuk bersabar saat anaknya dan
dengan penyakit home memiliki
yang diderita visit ke semangat untuk
anaknya rumah berobat
pasien
Aspek Menganjurkan Pasien Saat Penyakit Tidak Tidak
klinik ayah dan ibu pasien ke sembuh ada menolak
pasien untuk PKM dan
meminumkan saat
obat sesuai yang home
ditentukan dokter visit ke

43
rumah
pasien
Aspek Menganjurkan Pasien Saat Untuk menjaga Tidak Tidak
risiko ayah dan ibu pasien ke agar penyakit ada menolak
internal pasien untuk PKM dan yang diderita
menghindari saat pasien tidak
faktor pencetus home kambuh lagi
kepada anaknya visit ke
rumah
pasien
Aspek Memberitahu- Ayah, ibu Saat Untuk menjaga Tidak Tidak
risiko kan keluarga dan kakak datang ke agar penyakit ada menolak
external pasien untuk PKM dan yang diderita
senantiasa saat pasien tidak
mengingat- kan home kambuh lagi
pasien untuk visit ke
menghindari rumah
faktor pencetus pasien
Aspek Mengajarkan Seluruh Saat Mengurangi Tidak Tidak
psiko- kepada keluarga Keluarga home faktor faktor ada menolak
sosial pasien untuk visit ke yang dapat
keluarga selalu rumah memperberat
memberikan pasien keadaan klinis
motivasi demi pasien.
kesembuhan Menjaga
pasien keluarga tetap
sehat.
Aspek Menganjurkan Pasien Saat Untuk menjaga Tidak Tidak
fungsional ayah dan ibu home agar penyakit ada menolak
pasien untuk visit ke yang diderita
menghindari susu rumah pasien tidak
sapi dan telur pasien kambuh
kepada pasien

D. Pemeriksaan Fisik
Lesi pada lengan kiri dan kanan serta wajah. Effloresensi berupa makula
eritema, batas tidak tegas dengan distribusi terbatas pada kaki kanan. Di atas
efloresensi primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat
garukan pasien.
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Diagnosis Holistik
- Aspek personal : Pasien memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
sehingga rentan terhadap penyakit infeksi.

44
- Aspek klinik : Dermatitis Atopik
- Aspek risiko internal : Kurangnya pengetahuan cara mengasuh anak
dan rendahnya pendapatan orang tua dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan.
- Aspek risiko eksternal : Jumlah ventilasi yang minim dan rumah tidak
mendapatkan pencahayaan sinar matahari yang cukup. Pasien tinggal di
lingkungan yang padat penduduk sehingga dapat menjadi sumber
penularan infeksi.
- Aspek psikososial keluarga : Kecemasan akan penyakit pasien
memburuk, ketakutan akan penyakit pasien berulang bahkan tidak
sembuh. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang
diderita pasien, serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat,
dan keadaan sosial ekonomi yang kurang.

4.2.2 PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
penatalaksanaan farmakologi dan edukasi sebagai berikut.
 Pengobatan farmakologi berupa:
- Topical: Betametason 0,1% dioleskan 3x1
- Sistemik: Cetirizine syrup 1x1 cth
 Edukasi
Edukasi untuk keluarga hanya berupa konseling untuk menghindari
faktor pencetus dermatitis. Serta pemahaman kepada keluarga pasien
agar bisa memberikan dukungan dan motivasi pasien atas kesembuhan
pasien dari penyakit dermatitis atopik.

45
4.2.3 PENDEKATAN HOLISTIK
Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penderita Dermatitis Atopik
Tabel 8. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian
Masalah dalam keluarga
Skor Resume Hasil Skor
No Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Akhir
Faktor Biologi
 Hipersensitivi
tas tipe IV Edukasi kepada orang
- Penyuluhan
yang terjadi tua pasien untuk
terselenggara
pada kulit menghindari
1. 3 - Keluhan 5
ketika pemberian telur dan
berkurang
memakan susu sapi kepada
telur dan pasien
meminum
susu sapi
Faktor Ekonomi
dan Pemenuhan
- Penyuluhan
Kebutuhan
Edukasi kepada terselenggara
 Kecemasan
pasien dan keluarga - Kecemasan
pasien dan
2. pasien untuk pasien dan 5
keluarganya 3
menghindari faktor keluarga
terhadap
pencetus berkurang
penyakit yang
dapat
memburuk
Faktor Perilaku - Penyuluhan
kesehatan terselenggara
Edukasi kepada orang
keluarga - Orang tua
tua pasien untuk
 Orang tua pasien
3. 3 menghindari 5
pasien tetap menghindari
pemberian telur
memberikan pemberian telur
kepada pasien
telur kepada kepada pasien
pasien
Total Skor 9 15
Rata-Rata Skor 3 5

Skor Kemampuan Menyelesaikan Masalah:


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya
keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider

46
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada
upaya provider
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan keluarga
pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatan secara mandiri.

- Diagnosa Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 11 November 2017
Pertemuan ke 2 : 12 November 2017
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi
dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
6. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
7. Membuat diagnostik holistik pada pasien.
8. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, serta
mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis dermatitis atopik.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, diagnosis
telah dilakukan dengan baik dan benar, dimana pasien dapat
mengemukakan keluhan serta kecemasan yang dialami anaknya dengan
jujur kepada pemeriksa sehingga dapat didiagnosis pasien menderita
dermatitis atopik.
5.1.2 Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis atopik
sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dermatitis kontak alergi berupa terapi
farmakologi berupa terapi topikal yaitu kortikosteroid dan sistemik yaitu
antihistamin, serta memberikan edukasi pada pasien agar menghindari
faktor pemicu, sehingga penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah
sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
5.1.3 Untuk menggunakan landaan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam pendekatan holistik melakukan upaya
pengendalian dermatitis atopik secara holistik dan komprehensif baik
secara individu, keluarga maupun komunitas.
Dari bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai pendekatan holistic
yang telah dilakukan dilihat dari berbagai aspek pasien, sebagai berikut:
- Aspek Personal
Seorang anak perempuan usia 4 tahun datang diantar oleh ibunya ke
puskesmas dengan keluhan bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan
kiri dan kanan, serta wajah dialami sejak 5 hari yang lalu. Menurut ibu
pasien, keluhan ini juga disertai gatal karena pasien sering terlihat

48
menggaruk sehingga kulit sekitarnya menjadi luka. Pasien riwayat alergi
terhadap telur. Kekhawatiran, takut penyakit anaknya memburuk. Harapan:
dapat sembuh dan anggota keluarga yang lain tidak menderita penyakit yang
sama dengannya.
- Aspek Klinik
o bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lengan kiri dan kanan serta
wajah.
o Ada riwayat penyakit dermatitis atopik sebelumnya, yaitu sejak 3 bulan
yang lalu sebanyak 2 kali.
o Pemeriksaan fisis: Effloresensi berupa makula eritema, batas tegas
dengan distribusi tidak berbatas tegas pada lengan dan wajah. Di atas
efloresensi primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema
akibat garukan pasien.
- Aspek Faktor Risiko Internal
o Kurangnya pengetahuan tentang Dermatitis atopik
o Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab Dermatitis atopik
kurang
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Anggota keluarga kurang mengetahui penyebab penyakit dermatitis atopik
pasien.
- Aspek Psikososial Keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan
faktor pencetus penyebab dermatitis atopik pasien. Sedangkan faktor yang
dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi
dari semua anggota keluarga baik secara moral dan materi.

49
- Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di
luar rumah.

5.2 Saran
Dari masalah yang dapat ditemukan pada An.S berupa Dermatitis Atopik
maka disarankan untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan DA;
2. Pemberian makanan pencetus DA juga harus dipantau, jika terjadi reaksi
akut, maka penghentian pemberian substansi tersebut harus segera
dilakukan dan segera menghubungi pelayanan kesehatan setempat;

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis,


Reaksi atopik, Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai
kortikosteroid pada penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006.
2. Bieber, Thomas M.D., Ph.D. Atopic Dermatitis. Jerman: University of
Bonn. 2008. Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra074081
3. Djuanda, adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VII. Balai Penerbit
FK UI, Jakarta, 2015.
4. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. EGC, Jakarta,
2016.
5. Eichenfield LF, Tom WL, Chamlin SL. Guidelines of care for the management
of atopic dermatitis: section 1. Diagnosis and assessment of atopic dermatitis. J
Am Acad Dermatol. 2014.
6. Nowicki Roman, Trzeciak Magdalena, Wilkowska Aleksandra et all.
Atopoc dermatitis: current treathment guidelines. Postepy Dermatol Alergol
Journal. 2015
7. Corwin, Elizabeth J.. Buku saku patofisiologi/Handbook of
Pathophysiology. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Edisi 3. Jakarta: EGC.
2008
8. Daili, Emmy S. Sjamsoe; Menaldi, Sri Linuwih; Wisnu, I Made. 2009.
Panduan Bergambar Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fkui/Rsupn Cipto Mangunkusumo. PT
MEDICAL MULTIMEDIA INDONESIA. Jakarta Pusat
9. Judarwato, Widodo. 2010. Allergy testing. Children Allergy
Center Information Education Network.
10. Watson, Wade and Sandeep Kapur. Atopic Dermatitis. Canada: Dalhousie
University. 2011. Diunduh dari
http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S4
11. Kim, Brian S MD. Atopic Dermatitis Guidelines. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article. 2017

51
12. Fitzpatrick, Thomas, et al. Dermatology in General Medicine seventh
edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 150
13. F Laurence, L Wynnis, L Sarah et al. Guidelines of Care for Management
of Atopic Dermatitis. Journal American Academy of Dermatology. 2015, p
338-351.
14. Eichenfield LF, Tom WL, Chamlin SL, et al. Guidelines of care for the
management of atopic dermatitis: section 1. Diagnosis and assessment of
atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol 2014; 70:338.
15. Deleuran M, Vestergaard C. Clinical heterogeneity and differential
diagnosis of atopic dermatitis. Br J Dermatol 2014; 170 Suppl 1:2.

52

Anda mungkin juga menyukai