Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH CLINICAL PROSEDUR KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN

SELAMA NIFAS (MASTITIS)


Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Kebidanan
Program Studi Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Siti Nurhajah (1610104034)
Wiwin Setyaningsih (1610104042)
Wahyu Setianungrum (1610104043)
Shera Triandani (1610104044)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka
pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2010).
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
apabila tidak diberi tindakan yang adekuat.Mastitisjuga seringkali disebut sebagai
abses payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan
ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar
untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa mastitis
dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang benar
merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih banyak
petugas kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan infeksi
payudara. Mereka sering tidak mampu membantu pasien mastitis untuk terus
menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan pasien tersebut untuk berhenti
menyusui, yang sebenarnya hal tersebut tidak perlu.
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep dasardan
asuhan keperawatanmastitis laktasional, untuk menuntun penatalaksanaan praktik
yang tepat sehingga pasien mastitis masih dapat mempertahankan agar tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
a. Mengetahui definisi mastitis;
b. Mengetahui etiologi mastitis
c. Mengetahui tanda dan gejala mastitis;
d. Mengetahui patofisiologi mastitis;
e. Mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis;
f. Mengetahui pengobatan mastitis;
g. Mengetahui pencegahan mastitis;
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis;
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.
C. Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar;
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah pada sistem
reproduksi wanita, yaitu penyakit mastitis inisehingga dalam mempraktikkan ilmu
yang terkait akan lebih mudah.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk
melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi yang berat atau tidak
diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah
melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2011).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal
di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang
menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam
Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara
yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda–
tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu
merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan
kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas. Hal ini dapat
diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada
payudara yang tidak sakit; kompres dingin sebelum menyusui;menggunakan BH
untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup
dan banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga
puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua
dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI
yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya
mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki
penyangga yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan mastitis
adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang diakibatkan karena
adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu yang pecah-
pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic, mastitis
aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut
muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut
(Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2012):
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan
ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah ini paling
sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain
resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini membutuhkan
waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara
waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu
kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor
imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

2.2 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo, 2010),
yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah
usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami
infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi
resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI
yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan kelenjar
dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.

2.3 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (2013) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di
sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement sehingga
jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.

2.4 Tanda dan Gejala


a. Payudara sakit, memerah dan terasa nyeri. Bagian luar atas payudara biasanya
terpengaruh jadi memar
b. Sakit atau rasa panas di payudara sepanjang waktu atau hanya saat menyusui;
c. Bengkak
d. Suhu tubuh tinggi hingga kedinginan
e. Sakit kepala
f. Demam tinggi dan sakit di payudara mungkin mengindikasikan bahwa abses
berada di payudara.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena
sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga
tidak teraba bagian keras
dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal
tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

2.5 Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI
terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya
mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama
protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan
Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi
pada jaringan mammae.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
A. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras,
merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak


adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim
yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
B. Prognosis

Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan


keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang
adekuat.

2.7 Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah pemberian
susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini
terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi
antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya
penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah
dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui,
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun
fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan
terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.

2. Pengeluaran ASI dengan efektif


Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka
Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk
organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin,
ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam selama 10
hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeriyaitu
dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi
secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter


antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas,
ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan
nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang
cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping
itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga
hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring
dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa
ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya
dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda
nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.

2.8 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut
(Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan
cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting
susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis,
yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk
menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh dan kencang.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki
tanpa batas.
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang
terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui
untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes
bila ibu merasa lebih baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami
kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
 Pengenalan makanan lain secara dini
 Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung
bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
2.10 PATHWAYS

Stasis Fisura
pada
puting

Jaringan
mammae
menjadi tegang

Lubang
duktus
laktiferus Terbukanya
port de

Bakteri

MASTITI

Ketegangan Laktasi Proses


pada terganggu infeksi
jaringan

Reaksi

Ukuran Penekanan Menyusui


mamma reseptor tidak
e
membes Muncul
pus
Kurang
Ganggu Nyeri akut pengetah
an citra
tubuh Resik
o
Ansietas
tinggi
CLINICAL PATHWAYS
TAHUN 2019
Mastitis
Nama Pasien: Umur: Berat Badan: Tinggi Badan: Nomor Rekam Medis:
…………………………………………………….. ….. …..Kg ….. cm …………………………….
Diagnosis Awal: PPP Kode ICD 10 : O72 Rencana rawat : 3 hari
R. Rawat Tgl/Jam masuk: Tgl/Jam keluar: Lama Rwt Kelas: Tarif/hr (Rp):
Aktivitas Pelayanan ……………. ………………. ………………. ……... hari …….. ………….

HR 1 HR 2 HR 3 HR 4 HR 5 HR 6 HR 7 HR 8 HR 9 HR 10 HR 11 HR 12
HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS ..
Diagnosis:
 Penyakit Utama PPP
 Penyakit Penyerta +/-

 Komplikasi
bengkak +/-
PUS
Asessmen Klinis:
 Pemeriksaan dokter +/- +/- +/-
 Konsultasi
IPD +/-

Pemeriksaan Penunjang:
 DL +/-
 PT/APTT +/-

Tindakan:
 IVFD … cc/24 jam +/-
 Pasang infus +/-
 Palpasi +/-
 Insisi +/-

Obat obatan:
 Amoxicillin 500 mg 3x1 +/-
 Asam mefenamat 500
mg 3x1 +/-

Asuhan Keperawatan :
 Pengkajain fungsional +/- +/- +/-
 Monitoring TV +/- +/- +/-
 Pemenuhan ADL +/- +/- +/-
(Personal hygiene,
Nutrisi, eliminasi,
goorming)
 Persiapan pemeriksaan +/- +/- +/-
penunjang
 Monitoring balance +/- +/- +/-
cairan
 Pencegahan jatuh +/- +/- +/-

Nutrisi: TKTP +/-


Mobilisasi: Dudk aktif aktif
berta
hap
Hasil (Outcome):
 Keluhan subyektif +/-

Edukasi/Rencana Pemulangan: 3 Penje Konseling ,


hari lasan Kontrol
meng poliklinik
enai obgin, tgl, jam,
peny dokter , rujuk
akit balik ke
puskes
Varians:

Perawat (PPJP) Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – C
……………………
 Utama PPP  INSISI
 Penyerta ……………………… ……….. 
Dokter ………………………. ……….. 
Penanggung ……………………… ……….. 
Jawab Pasien
(DPJP):  Komplikasi ……………………… ……….. ……………………………………… ………………
............................. ………………………. ………..  ……………………………………… ………………
……………………… ………..  ……………………………………… ………………
Verifikator: ………………………. ………..  ……………………………………… ………………
…………………… ……………………… ………..  ……………………………………… ………………
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau
tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor
risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik dan
antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru
melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan
payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

3.4 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu menjaga
kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau
pakaian yang tepat menekan saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui sesering
bayi menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu lama,
saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya dapat menerapkan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2016. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta: EGC.


Mansjoer,A.dkk. 2011. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP
Djamudin, syahrul. 2012. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial online].
http://healthycaus..com/ (10 desember 2019).\
Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf ( 10 desember 2019 )
USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online ].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II.pdf. 10
desember 2019).\

Anda mungkin juga menyukai