Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PSIKOLOGI KEBIDANAN

PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA MASA PERKAWINAN


Dosen : Riska Setiawati, SST,. M.Kes

Disusun Oleh :
1. Anggun Sri Bintang 1710630100004
2. Mamay Mar’atusshalihah 1710630100032
3. Nurlia Sri Aby Utami 1710630100039
4. Rosilawati 1710630100045
5. Yuyun 1710630100066

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi
Kebidanan tentang Jenis-jenis Perkawinan, Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan
perkawinan, Masalah-masalah dalam perkawinan, Kehidupan perkawinan dari sisi psikologis
dan konseling persalinan ini dengan baik.

Adapun makalah psikologi kebidanan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Karawang, 5 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2

A. Jenis-jenis Perkawinan ............................................................................................ 2


B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Perkawinan................................... 2
C. Masalah-masalah dalam Perkawinan ...................................................................... 3
D. Kehidupan Perkawinan dari Sisi Psikologis ........................................................... 6
E. Konseling Perkawinan ............................................................................................ 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan suatu pembentukan keluarga dengan menyatukan seorang
laki-laki dan seorang perempuan diawali suatu ikatan suci, kontrak perkawinan atau
ikatan perkawinan. Ikatan ini mensyaratkan komitmen dari masing-masing pasangan
serta perwujutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bersama. Seperti yang tercantum
dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Th. 1974, yang berbunyi: “Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdarkan
ketuhanan Yang Maha Esa”. Peristiwa yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan perkawinan terbentuk keluarga yang
merupakan unit terkecil dari bangunan masyarakat yang juga menentukan ketertiban
dalam masyarakat, oleh karena itu sejak awal adanya manusia sudah ditentukan aturan
perkawinan tertib, agar tata kehidupan masyarakat dapat dicapai.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis perkawinan
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan perkawinan
3. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam perkawinan
4. Untuk mengetahui kehidupan perkawinan dari sisi psikologis
5. Untuk mengetahui konseling perkawinan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Perkawinan
1. Perkawinan poligami

Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai istri lebih dari satu, dan
ada banyak alasan yang mendasari bentuk perkawinan ini diantaranya: anak, jenis
kelamin anak, ekonomi, status sosial, dll.
2. Perkawinan eugenis
Suatu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk memperbaiki atau memuliakan ras.
3. Perkawinan periodik atau term marriage
Yaitu merencanakan adanya suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun,
dan kontrak tahap kedua ditempuh selama 10 tahun, dan perpanjangan kontrak dapat
dilakukan untuk perpanjangan tahap ketiga yang memberikan hak pada kedua
pasangan “untuk saling memilki” secara permanen.
4. Perkawinan percobaan atau trial marriage
Dua orang akan melibatan diri dalam suatu relasi atau hubungan yang sangat
intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu perode tertentu, jika dalam periode
itu kedua belah pihak bisa saling menyesuaikan atau merasa cocok barulah dilakukan
ikatan pernikahan yang permanen.
5. Perkawinan persekutuan
Yaitu pola perkawinan yang menganjurkan dilaksanakannya perkawinan tanpa
anak, dengan melegalisasi keluarga berencana atau KB atas dasar kesepakatan kedua
belah pihak.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan


Menurut Hurlock (2002), terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penyesuaian perkawinan, yaitu :
a. Saat menjadi orang tua (timing of parenthood)
Jangka waktu sejak perkawinan hingga pasangan memiliki anak akan
mempengaruhi penyesuaian perkawinan bila anak pertama lahir sebelum pasangan
dapat menyesuaikan diri satu sama lain dan atau keadaan keuangan belum stabil,
penyesuaian perkawinan akan lebih sulit untuk dilakukan.

2
b. Keadaan keuangan yang stabil (stable financial condition)
Keadaan ekonomi pasangan akan mempengaruhi penyesuaian perkawinan.
Pasangan yang mempunyai status ekonomi yang baik atau yang diinginkan akan
dapat melakukan penyesuaian perkawinan lebih mudah dibandingkan pasangan
yang mengalami kesulitan ekonomi keuangan.
c. Harapan yang tidak realistis akan perkawinan (unrealistic expectations of
marriage)
Harapan yang tidak realistis akan kehidupan perkawinan akan mempersulit
penyesuaian perkawinan. Terkadang pasangan tidak menyadari permasalahan dan
tanggung jawab yang dapat timbul dalam sebuah perkawinan. Harapan atau
bayangan bahwa perkawinan akan selalu romantic dan tidak pernah bermasalah
sering membawa kekecewaan dan mempersulit penyesuaian perkawinan.
d. Jumlah anak (Number of Childeren)
Kesepakatan pasangan akan jumlah anak yang akan dimiliki akan mempengaruhi
penyesuaian perkawinan. Apabila pasangan sepakat akan jumlah anak yang akan
dimiliki dan berhasil mencapai jumlah tersebut, penyesuaian perkawinan
pasangan tersebut akan lebih mudah.
e. Urutan kelahiran dalam keluarga (Ordinal position in the family)
Semakin mirip peran dalam perkawinan dengan peran yang pernah dipelajari
dalam keluarga, semakin mudah penyesuaian perkawinannya. Urutan kelahiran
dalam keluarga mempunyai peran yang penting, karena peran yang dipelajari
sesuai urutan tersebut akan terbawa pada kehidupan perkawinan. Penyesuaian
perkawinan akan lebih mudah apabila suami adalah anak sulung dengan adik
perempuan, sedangkan isteri adalah adik dari kakak laki-laki.
f. Hubungan dengan keluarga pasangan (in law relationships)
Hubungan dengan keluarga pasangan (pihak mertua dan ipar) akan mempengaruhi
penyesuaian perkawinan. Semakin baik hubungan tersebut, semakin mudah pula
penyesuaian perkawinannya.

C. Masalah-masalah dalam Perkawinan


1. Komunikasi tidak lancar
Ini salah masalah yang dialami oleh banyak pasangan, baik yang baru saja
menikah maupun yang sudah lama menikah. Komunikasi yang tidak lancar dapat
mengikis hubungan yang paling stabil sekalipun. Untuk mengatasinya, sediakan waktu

3
untuk berkomunikasi satu sama lain, meskipun hanya beberapa menit. Hindari
gangguan dan berikan fokus hanya pada pasangan. Anda juga dapat membuat
beberapa peraturan seperti menghindari kata-kata yang menggeneralisasi seperti
"Kamu selalu..." atau "Kamu tidak pernah...", atau sepakat untuk tidak menginterupsi
satu sama lain saat sedang bicara. Anda dan pasangan juga harus berhati-hati dalam
bicara karena terbawa emosi hanya akan mengganggu proses pembicaraan yang
dewasa dan membangun. Jika Anda sedang tidak mampu mengatakan hal-hal untuk
memperbaiki situasi, lebih baik beri waktu untuk menenangkan diri.
2. Seks dan keintiman
Seks dan keintiman juga masalah umum yang dialami oleh banyak pasangan, dan
seringkali menjadi manisfestasi dari berbagai masalah lainnya dalam perkawinan.
Kurangnya seks dan keintiman bisa dijadikan hukuman bagi pasangan setelah
bertengkar. Namun ada juga alasan lain yang dapat membuat kehidupan seks kurang
memuaskan, seperti disfungsi ereksi atau hilangnya libido akibat perubahan hormon.
Jangan takut untuk berkonsultasi kepada ahli soal masalah ereksi atau libido. Analisa
bagaimana hubungan Anda dan pasangan secara keseluruhan karena sangat
berpengaruh terhadap seks dan keintiman. Sediakan waktu untuk bermesraan dengan
pasangan, jika perlu, titipkan anak pada orangtua. Bereksperimen saat melakukan
hubungan seks akan memberi bumbu-bumbu yang penting bagi sebuah perkawinan.
3. Pembagian tugas
Tuntutan pekerjaan baik di kantor maupun rumah, mengurus anak dan banyak hal
rumah tangga lainnya dapat memengaruhi hubungan Anda dengan pasangan.
Pekerjaan kantor dapat menimbulkan stres, terlebih lagi dengan tugas-tugas rumah
tangga yang menunggu di rumah. Bagaimanapun juga, hal ini sudah menjadi bagian
dari kehidupan sebagai suami istri yang harus dihadapi. Penting untuk membahas
ekspektasi Anda dan pasangan dalam hal tanggung jawab di rumah, di kantor, dan
tentang anak-anak. Buatnya jadwal dan aturan yang disesuaikan bagi anggota keluarga
lainnya. Kompromi juga penting untuk menciptakan win-win situation bagi semua
pihak. Kedengarannya sulit, namun sangat mungkin dilakukan.
4. Masalah keuangan
Dari mulai biaya pernikahan hingga biaya hidup sehari-hari, uang bisa jadi
masalah besar bagi sebuah rumah tangga. Membeli rumah atau apartemen, renovasi,
mobil, pengeluaran sehari-hari, hingga biaya membesarkan anak tentunya
membutuhkan jumlah uang yang tidak sedikit. Jika pasangan tidak bisa mengatur

4
keuangan dengan baik, maka pertengkaran tidak dapat dihindari. Anda dan pasangan
harus duduk dan mengenali bagaimana situasi keuangan. Buatlah bujet pengeluaran
yang disepakati bersama dan kedua belah pihak harus kompromi untuk mengubah
gaya hidup agar pemakaian uang lebih efektif. Jangan pernah membahas masalah
keuangan saat salah satu sedang stres karena hanya akan memicu pertengkaran.
Tabungan sangat penting, dan jangan lupa mencatat pengeluaran agar Anda dan
pasangan tahu kondisi keuangan secara jelas. Tentukan juga siapa yang bertanggung
jawab terhadap apa, pembagian tugas dalam keuangan juga penting.
5. Perasaan dimanfaatkan
Ada kalanya di tengah-tengah kehidupan rumah tangga yang penuh tuntutan,
pasangan saling melupakan akan kebutuhan masing-masing. Kehidupan perkawinan
tidak selalu indah dan menyenangkan seperti saat di awal Anda menjadi pasangan
suami istri. Pertengkaran, perjuangan dan perbedaan dapat membuat perkawinan terasa
tak lagi indah. Hal ini tentu saja harus dibicarakan agar Anda dan pasangan
mengetahui perasaan masing-masing. Tak ada salahnya melakukan kegiatan yang
biasa Anda lakukan saat masih berpacaran untuk mengembalikan romansa dalam
hubungan Anda. Jangan pelit memberi pujian dan hargai usaha apapun yang pasangan
lakukan, meskipun hanya hal kecil. Siapkan waktu untuk berkencan dan menghabiskan
waktu bersama.
6. Pertengkaran dan konflik
Perdebatan, perbedaan dan kesalahpahaman adalah bagian dari rumah
tangga. Jika Anda sering bertengkar karena hal yang sama, atau berdebat dengan cara
yang tidak sehat, sebaiknya Anda melepaskan kebiasaan berkomunikasi yang lama
agar hubungan Anda dan pasangan harmonis. Anda dan pasangan harus belajar untuk
berdiskusi dengan cara yang lebih lembut dan menggunakan kata-kata yang
membangun. Setiap orang bertanggung jawab terhadap respon yang ia berikan.
Perhatikan reaksi Anda saat sedang berargumen, apakah Anda bertujuan untuk
memberikan solusi atau membalas pasangan Anda?Ada beberapa hal yang tidak perlu
diributkan, dan meminta maaflah saat Anda berbuat kesalahan.
7. Perasaan sakit hati yang disimpan
Mungkin Anda menyimpan beberapa hal yang selama ini mengganggu Anda
bahkan menimbulkan sakit hati yang mendalam. Perasaan ini dapat terus berkembang
menjadi kebencian, dan menutup rasa cinta, kepercayaan dan hormat yang selama ini
ada di antara Anda dan pasangan. Jangan biarkan jenis perasaan ini meracuni

5
hubungan Anda dan pasangan. Temukan alasan kebencian Anda dan diskusikan
dengan pasangan bagaimana caranya agar dapat menyingkirkan perasaan tersebut.
Jangan hanya mengandalkan pasangan, cari tahu bagaimana Anda dapat memberikan
solusi yang baik untuk hubungan Anda berdua. Jangan saling menyalahkan namun
ambil tanggung jawab masing-masing untuk hubungan yang lebih sehat.
8. Ketidaksetiaan dan perselingkuhan
Faktor paling kuat yang dapat menyebabkan keretakan rumah tangga adalah
ketidaksetiaan dan perselingkuhan. Biasanya, hal ini terjadi sebagai hasil hubungan
yang telah lama tidak sehat. Pasangan yang merasa percaya diri dengan hubungan
mereka tidak akan mencari orang lain untuk bahagia. Jika Anda merasa tidak puas
dengan perkawinan Anda, cari tahu apa yang Anda bisa lakukan untuk memperbaiki
hubungan Anda dan pasangan. Lihat sisi yang baik dari hubungan Anda, jangan hanya
melihat sisi negatif. Jangan lupakan komitmen yang telah Anda buat dengan
pasangan. Jika pasangan Anda selingkuh, ingat bahwa Anda bertanggungjawab
terhadap perbuatan Anda sebelum perselingkuhan itu terjadi, dan pasangan Anda
bertanggungjawab terhadap ketidaksetiaannya. Jika Anda yang berselingkuh dan mau
memperbaiki hubungan Anda dengan pasangan, ttunjukkan penyesalan Anda dan
berusaha keras untuk mengembalikan kepercayaan pasangan. Jadikah hal ini pelajaran
untuk menjadikan Anda dan pasangan lebih kuat sebagai suami istri.

D. Kehidupan Perkawinan dari Sisi Psikologis


Pembahasan tentang kehidupan perkawinan akan saya mulai dengan pembahasan
tentang kehidupan dewasa muda sebagai masa kehidupan yang sedang dijalani oleh
kebanyakan calon pasangan suami-istri. Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan
seseorang yang berusia antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada
kondisi puncak dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan
psikososial, terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat
membuat keputusan tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang
menikah dan menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok, 2002).
Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan
perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki
kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan
saling memahami. Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan waktu pacaran yang lama
untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan

6
mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing,
tanpa harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima
pasangan kita apa adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak
berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan
merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru
karena seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ketika
pacaran dulu, mungkin calon istri tidak mengetahui bahwa calon suaminya tidak suka tidur
dengan lampu menyala, padahal si calon istri terbiasa tidur dengan lampu yang terang
karena si istri agak penakut. Hal ini bukan tidak mungkin akan sedikit memancing
keributan di awal tidur bersama.
Cinta merupakan kekuatan yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang
tidak terpisahkan, yang dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat
ketika dilandasi oleh cinta. Hatfield (dalam Lubis, 2002) menyatakan bahwa ada dua
macam cinta diantara pasangan dalam perkawinan, yaitu passionate love dan companiate
love. Cinta yang pertama berisikan reaksi emosional yang dalam kepada pasangan,
sedangkan cinta yang kedua adalah kasih sayang yang dirasakan pasangan kepada orang
yang dicintainya. Cinta yang pertama penuh gelora dan gairah, sedangkan cinta yang
kedua melibatkan rasa percaya, sayang, dan toleransi pada segala kekurangan pasangan.
Pada masa pacaran dan di awal perkawinan, biasanya yang dominan adalah passionate
love yang menggebu-gebu dan diwarnai oleh sikap posesif terhadap pasangan, sedangkan
companiate love berkembang secara perlahan-lahan dan ada pada perkawinan yang
bahagia dimana masing-masing pihak merasa pasangannya adalah teman yang sangat
dibutuhkan keberadaannya, baik secara fisik maupun secara psikologis, untuk saling
mengisi dalam kehidupan bersama. Uraian di atas menunjukkan bahwa cinta merupakan
hal yang tidak hanya muncul dalam masa pacaran dan awal pernikahan, tetapi cinta justru
akan berkembang menjadi kasih sayang dalam perjalanan waktu kehidupan perkawinan.
Perkawinan akan semakin mantap, bahagia, dan langgeng ketika pasangan saling
mengasihi dan saling menghargai. Cinta dan kasihnya yang akan mempererat anda berdua.
Komitmen adalah salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan.
Komitmen jangka panjang dalam perkawinan memungkinkan pasangan suami-istri
melakukan pengorbanan demi masa depan bersama, misalnya suami memberikan izin
kepada istrinya untuk mengikuti pendidikan yagn lebih tinggi atau istri bersedia mengikuti
suaminya pindah kerja ke kota lain (Waite & Gallagher, 2000).

7
Perkawinan juga merupakan ikatan antara pria dan wanita dalam susah dan senang.
Pasangan suami-istri yang saling mengasihi tidak hanya merasakan kebersamaan pada saat
gembira, tetapi juga ketika berada dalam kesulitan, kesedihan, dan kesakitan. Pasangan
yang baik adalah pendamping yang setia, yang bersedia menjadi tempat bersandar ketika
duka dan menjadi tempat berteduh ketika hujan dan badai. Penelitian yang dilakukan oleh
Waite dan Gallagher di Amerika menemukan bahwa memiliki suami atau istri
menurunkan resiko tingkat kematian pasien akibat penyakit sampai setara sepuluh tahun
lebih muda. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa orang yang menikah memiliki
tingkat kesehatan mental yang lebih baik daripada mereka yang lajang.
Pasangan suami-istri yang sejati adalah pasangan yang saling terbuka. Ini berarti,
hal penting yang harus selalu ada dalam kehidupan perkawinan adalah komunikasi di
antara suami dan istri. Kebanyakan konflik yang muncul pada pasangan suami-istri yang
dapat berakhir pada perceraian adalah karena masalah komunikasi. Pada masa berpacaran,
biasanya pasangan memiliki khusus khusus untuk selalu berduaan, saling berbagi cerita
gembira maupun sedih, serta saling memperbaiki kesalahan. Namun hal yang sama
seringkali tidak terjadi ketika pasangan sudah menikah dan memiliki anak.
Usahakanlah untuk membuka dan menjalin komunikasi dengan menciptakan
suasana seperti ketika berpacaran. Pergilah ke tempat romantis yang dulu sering
dikunjungi ketika berpacaran, kenakankan model dan warna pakaian yang disukai
pasangan, pasanglah musik atau lagu kenangan anda berdua, dan bisikanlah kata sayang
yang dulu sering diucapkan kala berduaan. Kadang kegiatan ini tidak mungkin dilakukan
ketika pasangan sudah menikah dengan alasan sibuk bekerja atau sibuk mengurus anak.
Tetapi hal ini merupakan kegiatan yang perlu dan harus dilakukan agar komunikasi dan
hubungan romantis dapat terus terbina diantara suami dan istri. Hal terakhir yang juga
perlu diingat oleh pasangan suami-istri adalah bahwa perkawinan bukan sekedar persatuan
dua orang, melainkan persatuan dua keluarga yang membentuk satu ikatan keluarga baru.
Satu orang dengan orang lain saja bisa memiliki perbedaan yang besar, apalagi dua
keluarga yang masing-masing pasti memiliki kebiasaan dan aturan keluarga tersendiri.
Oleh karena itu, hal penting yang perlu dipersiapkan dan perlu diingat oleh setiap
pasangan suami-istri adalah juga berusaha mengenal keluarga besar pasangannya. Jangan
sampai keluarga suami atau istri anda marah kepada anda dan mertua anda gara-gara anda
tidak mengenal dirinya. Saat ini banyak pasangan yang tidak ingin tinggal bersama atau
tinggal dekat dengan mertua dan ipar bahkan mungkin mengharapkan tidak mempunyai
mertua dan ipar dengan berbagai alasannya. Hal itu boleh saja, tetapi satu hal yang pasti:

8
ketika seseorang menikah dengan orang lain, maka orang tua pasangannya akan menjadi
orang tuanya juga, adik dan kakak pasangannya akan menjadi adik dan kakaknya juga;
dan sebaliknya ketika seseorang menjadi menantu orang lain, maka orang itu menjadi anak
dari orang tua serta adik dan kakak dari keluarga pasangannya. Ini berarti, sebaiknya
terbentuk hubungan yang harmonis antara pasangan suami-istri dengan orang tua dan
keluarga pasangannya. Kadang hal ini memang tidak mudah. Tetapi mulailah berpikir dan
mengingat bahwa suatu hari nanti anda juga akan menjadi mertua. Jadi, jangan siasiakan
mertua anda agar anda juga tidak disia-siakan oleh menantu anda.

E. Konseling Perkawinan
Konseling diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah dengan interview (Walgito, 2004: 6). Fatchiah E. Kertamuda
(2009:2) menjelaskan, bahwa konseling adalah hubungan yang direncanakan antara
seorang konselor dengan seorang agar konseli dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya serta dapat mengembangkan potensipotensi yang ada dalam dirinya.
Sementara, konseling pernikahan diartikan sebagai terapi untuk pasangan suami-istri.

Tujuan konseling pernikahan/keluarga menurut Corey (1990) adalah agar setiap


pasangan suami-istri atau anggota keluarga mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
(Kertamuda, 2009: 124-125)

1. Dapat belajar mempercayai satu sama lain.


2. Mencapai pengetahuan diri (self knowledge) dan mengembangkan keunikan yang ada
dalam diri masing-masing.
3. Meyakini bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dan masalah yang biasa dan
mengembangkan rasa kebersamaan.
4. Meningkatkan penerimaan diri (self acceptance), kepercayaan diri (self confidence),
rasa hormat pada diri (self respect), sehingga dapat mencapai pandangan dan
pemahaman baru tentang diri.
5. Menemukan alternative dalam mengatasi masalah-masalah perkembangan dan
pemecahan terhadap konflik-konflik.
6. Meningkatkan pengarahan diri (self dirention), kemandirian, tanggungjawab terhadap
anggota satu dengan yang lainnya.
7. Menjadi peduli dengan pilihan-pilihan dari setiap anggota dalam keluarga dan dapat
membuat pilihan yang bijaksana.

9
8. Membuat rencana khusus untuk perubahan perilaku dan berkomitmen kepada anggota
keluarga atau pasangan agar rencana dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
9. Belajar lebih efektif tentang kemampuan sosial.
10. Menjadi lebih sensitive terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
11. Belajar menghadapi masalah dengan baik, perhatian, jujur dan langsung.
12. Menjauhi harapan yang berasal dari orang lain dan belajar untuk dapat hidup dengan
harapan yang ada dalam diri sendiri. m. Menjelaskan nilai-nilai yang dimiliki dan
bagaimana nilai tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Gladding (1992) terdapat 5 pendekatan yang dapat digunakan dalam


konseling pernikahan sebagai berikut : (Kertamuda, 2009: 128-137)

1. Pendekatan Sistem Keluarga menurut Bowen (Bowen Family System). Teori ini
memfokuskan pada dua kekuatan, yakni kebersamaan (togetherness) dan keunikan
(individuality). Kedua hal tersebut perlu diseimbangkan, karena bila salah satu
dominan, misalnya, terlalu fokus pada kebersamaan dapat menimbulkan perpaduan,
namun meninggalkan keunikan. Sebaliknya, bila terlalu fokus pada keunikan individu,
maka dapat mengakibatkan adanya jarak dan pemisahan dalam keluarga. Teori ini
merupakan cara untuk mengatasi ketidakmatangan emosi dan untuk menemukan
pengaruhnya terhadap hubungan pada pernikahan yang dijalaninya (Kertamuda, 2009:
128- 130).
2. Teori Psikoanalisis (psychoanalysis theory). Teori ini berpusat pada hubungan yang
terjadi dalam pernikahan (object relation), yakni cara orang-orang membentuk ikatan,
baik antarsatu dengan yang lain maupun antarsesuatu yang berasal dari luar. Dalam
teori ini pengalaman awal dari kehidupan khususnya hubungan orang tua dengan anak
memiliki posisi yang sangat penting. Secara umum, anakanak bergantung pada orang
tua sebagai pengasuhnya. Ketika kebutuhan tersebut terpenuhi, maka anak akan
merasa aman, dan hal ini direfleksikan melalui ikatan yang alamiah dengan orang
tuanya, begitu sebaliknya (Kertamuda, 2009: 130). Tujuan dari teori psikoanalisis ini
antara lain adalah : (Kertamuda, 2009: 131).
a. Melepaskan anggota keluarga dari ketidaksadaran, sehingga mereka mampu
berinteraksi antarsatu dengan yang lain secara sehat.
b. Melakukan long term therapy, meskipun seringkali dihadapkan pada keputusan
yang kritis melalui gejala-gejala penurunan sebagai kunci dalam family therapy.
c. Menekankan pada perbedaan dan kemandirian.

10
d. Membantu keluarga membentuk dan belajar untuk melepaskan satu dengan yang
lain dengan cara memberikan kesempatan untuk setiap anggota keluarga mandiri.
e. Membantu anggota keluarga mengatasi perasaan yang irasional, tidak produktif,
rasa bersalah, dan menjaga kekuatan setiap orang agar mampu meningkatkan
dirinya.
3. Teori Pembelajaran Sosial (social learning theory)
Teori ini merupakan salah satu bentuk teori yang berdasarkan pada
behaviorisme, yang menekankan pada belajar dan modeling. Dalam konseling
pernikahan, fokus teori ini ada pada meningkatkan kemampuan dan hubungan pada
saat ini. Peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang mengganggu hubungan suami istri
bukan merupakan faktor utama dalam teori ini. Dalam proses konseling, konselor
menggunakan beragam bentuk strategi behavior untuk menolong pasangan agar
berubah dalam perilaku maupun persepsi terhadap masalah pernikahan (Kertamuda,
2009: 133).

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jenis-jenis perkawinan yaitu : perkawinan poligami, perkawinan eugenis, perkawinan
periodic atau term marriage, perkawinan percobaan atau trial marriage, dan perkawinan
persekutuan.
Factor-faktor yang mempengaruhi kehidupan perkawinan : saat menjadi orang tua (timing
of parenthood), keadaan keuangan yang stabil (stable financial condition), harapan yang
tidak terealistis akan perkawinan (unrealistic expectation og marriage), jumlah anak
(number of children), urutan kelahiran dalam keluarga (ordinal position in the family),
hubungan dengan keluarga pasangan (in law relationships).
Masalah-masalah dalam perkawinan : komunikasi tida lancar, seks dan keintiman,
pembagian tugas, masalah keuangan, perasaan dimanfaatkan, pertengkaran dan
konflik,perasaan sakit hati yang disimpan, ketidaksetiaan dan perselingkuhan.

Kehidupan perkawinan dari sisi psikologis : Kehidupan perkawinan adalah kehidupan dari
pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukum dan agama dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami-istri
harus saling mengenal dan menerima pasangannya, saling mencintai, saling memiliki
komitmen terhadap pasangannya, tetap bersama dalam senang dan susah, saling
membantu dan mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan terbuka, serta menerima
keluarga pasangannya sebagai keluargannya sendiri.

B. Saran

Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekurangan yang membawa
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif demi kesempurnaannya dimasa mendatang. Terimakasih

12
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2488950/8-permasalahan-umum-dalam-
perkawinan-dan-cara-mengatasinya
2. https://lenycyhadinatshu.wordpress.com/jenis-jenis-pernikahan
3. Chairy, Liche Seniati. (2005, September). Psikologi suami-istri. Makalah seminar
pada Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) Santo Paulus – Depok.
4. http://www.dictio.id/t/faktor-faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-kesiapan-
menikah/8914
5. Kertamuda, Fatchiah E., 2009, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia,
Cetakan I, Jakarta: Salemba Humanika, hal. 153-154.

13

Anda mungkin juga menyukai