Anda di halaman 1dari 12

Model Kolam Pengendapan (Settling Pond) untuk Mengatasi

Padatan Tersuspensi pada Pengelolaan IPAL Kegiatan


Penambangan
Settling Pond Model to Overcome Suspended Solids in Management
of IPAL Mining Activities
Ardianto Larawa1*, Marwan Zam Mili2
1
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa
Universitas Halu Oleo
Email: ardiantolarawa@yahoo.co.id
2
Program Studi Teknik Pertambangan
Universitas Halu Oleo
Email: marwanzammili@yahoo.co.id

ABSTRAK

Air limbah dalam kegiatan penambangan pada umumnya banyak mengandung padatan terlarut yang
dapat menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Upaya untuk mengurangi degradasi kualitas
lingkungan dalam kegiatan penambangan tersebut, dibutuhkan kolam pengendapan yang dirancang
sesuai dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Kolam pengendapan yang dirancang secara
fisika terdiri dari dua kolam yaitu kolam penangkap sedimen dan kolam kontrol. Model kolam
pengendapan yang direncanakan mengacu pada Baku Mutu Lingkungan (BML) yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2006 dimana kandungan
padatan tersuspensi (TSS) untuk kegiatan penambangan 200 mg/l. Curah hujan rencana daerah
penelitian sebesar 121,03 mm/jam dihitung dengan distribusi Log person Type III. Hasil perhitungan
Debit air limpasan dengan menggunakan data curah hujan harian Kecamatan Pomalaa diperoleh
0,105 m3/detik dan kapasitas kolam pengendapan sebesar 377,98 m3. Kecepata pengendapan untuk
sedimen berukuran pasir 0,014 m/detik, debu 0,007 m/detik dan liat 0,0002 m/detik. Hasil hitungan
kapasitas kolam pengendapan menunjukan sudah layak secara teknis, namun untuk sedimen
berukuran liat belum dapat mengendap dengan baik. Olehnya itu perlu dibuat kolam pengaman
(safety pond) yang merupakan bagian dari kolam pengendapan dengan tujuan agar padatan
tersuspensi dapat terendapkan dengan baik. Volume atau kapasitas kolam pengendapan (settling
pond) berdasarkan hasil hitungan adalah 377,98 m3. Namun, untuk mengendapkan padatan
tersuspensi maka kapasitas kolam pengendapan yang direkomendasikan adalah 570 m3.

Kata Kunci: Kolam Pengendapan, Padatan Tersuspensi, Kecepatan Pengendapan,Kolam Penangkap


Sedimen,Kolam Pengaman

ABSTRACT

Waste water in mining activities generally contains suspended solids that can cause degradation of
environmental quality. In order to reduce environmental degradation in mining activity, it is
required settling pond designed as accordance to Waste Water Treatment Plant (WWTP). Physically
designed settling ponds consist of two ponds that is sediment trap and safety pond. The planned
settling pond model refers to the Environmental Quality Standard (EQS), which has been established
in acordance with the Minister of Environment Regulation Number 09 of 2006 in wich the content of
total suspended solids (TSS) for mining activities is 200 mg /l. Rainfall plan of the study area is
121.03 mm / hour obtained by using Log person Type III distribution. The calculation results of
runoff water discharge using daily rainfall data in Pomalaa District were obtained 0.105 m3 / sec
and the settling pond capacity was 377.98 m3. Sedimentation rates for sand-sized sediments are
0.014 m / sec, dust is 0.007 m / sec and clay is 0,0002 m / sec.The result of the calculation of the
capacity of the settling pond shows that it is technically feasible, but for clay-sized sediments it
cannot settle properly.By that, it is necessary to make a safety pond which is part of the settling pond
with the aim that suspended solids can be deposited properly.The volume or capacity of the settling
pond (settling pond) based on the results of the calculation is 377.98 m3. However, to precipitate
suspended solids the recommended settling pond capacity is 570 m3.

Keywords: Settling pond, Suspended soids, Sedimentation rates, Sediment trap, Safety pond

PENDAHULUAN

Pertambangan di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open
pit mining). Penambangan dengan sistem ini dapat mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas
lingkungan karena luasnya vegetasi lahan yang dibuka, meningkatnya erosi dan kandungan padatan
terlarut yang tinggi pada air limbah penambangan.
Pengolahan air limbah merupakan upaya terakhir dari proses pengelolaan air limbah secara
keseluruhan. Pengelolaan air limbah saat ini sudah bukan lagi end of pipe methods tetapi pollution
prevention, namun untuk operasional tambang nikel tidak mungkin menghilangkan semua air limbah,
oleh karena itu harus dipersiapkan suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Masalah dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kegiatan penambangan di setiap
perusahaan tidak sama, tetapi secara umum salah satu yang sering menjadi permasalahan adalah
parameter padatan terlarut. Kondisi lokasi tambang dan intesitas curah hujan yang tinggi sering
menjadi alasan air limbah pertambangan nikel tidak dapat memenuhi Baku Mutu Lingkungan (BML)
yang telah ditetapkan dalam Permen LH No. 09/2006 yaitu 200 mg/l.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada kegiatan penambangan dilakukan secara fisika,
dimana partikel padatan mengendap secara gravitasi. Proses pengendapan yang terjadi sangat
dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan, kecepatan aliran dan persentase pengendapan. Menyikapi
kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang model kolam pengendapan (settling pond)
untuk mengatasi padatan terlarut pada pengelolaan IPAL kegiatan penambangan.
Tingginya kandungan padatan terlarut yang terdapat di lokasi penambangan sangat
mempengaruhi model kolam pengendapan (settling pond) untuk mengatasi padatan terlarut pada
pengelolaan IPAL kegiatan penambangan mengacu pada Permen LH No. 09/2006 bahwa kandungan
padatan terlarut sebesar 200 mg/l. Olehnya itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit air
limpasan daerah penelitian dalam setiap hektar (Ha) dengan periode ulang sesuai dengan umur
tambang, kecepatan pengendapan partikel sedimen yang terkandung dalam air dan kapsitas kolam
pengendapan yang direkomendasikan untuk mengatasi padatan tersuspensi atau sedimen yang
berukuran liat.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah studi hanya difokuskan pada penanganan Padatan
tersuspensi secara Fisika, Evaporasi dan pengaruh akuifer atau hal lain yang berkaitan dengan
hidrogeologi akan diabaikan karena dianggap sangat kecil pengaruhnya terhadap penentuan debit.
Dalam penentuan debit curah hujan rencana hanya difokuskan pada data curah hujan harian.Uji
padatan terlarut tidak dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri seperti yang terlampir dalam
Permen LH No. 09/2006.
Untuk menghasilkan suatu IPAL yang baik, banyak aspek yang perlu diperhatikan sejak
perencanaan, konstruksi, operasional dan perawatan serta SDM. Pembangunan suatu IPAL harus
dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dengan pendekatan teknik, ekonomi, lingkungan
hidup dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pengelolahan air limbah tambang terbuka dapat dilakukan secara fisika, kimia maupun
biologi secara tepadu. IPAL terdiri atas berbagai sarana pengolahan air limbah baik secara fisika
maupun kimia, seperti Sediment Trap, SafetyPond, ChemicalTreatmentFacility, MudPond. Secara
skematis bagan alir IPAL tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alir Instalasi Pengolahan Air Limbah (Harun, 2008)

Secara singkat pengolahan air limbah tambang terbuka pada IPAL dilakukan sebagai berikut
(Harun, 2008):
1. Air limbah mengalir masuk ke IPAL melalui system drainase ke kolam penangkap sedimen
(sedimen trap), untuk mengendapkan berbagai material berat yang terbawa secara gravitasi
(pengolahan secara fisika). Efektivitas sediment trap tergantung dari kondisi dan ferkwensi
maintenance. Jumlah material berat tergantung dari kondisi wastedump atau areal terbuka
lainnya. Untuk kondisi wastedump yang belum direvegetasi, kosentrasi solid suspent atau %
material berat akan lebih besar dibandingkan dengan kondisi wastedump yang tertutup vegetasi
yang baik.
2. Dari sedimenttrap, air dialirkan menuju kolam pengaman (safetypond) yang berfungsi untuk
mengumpulkan atau menahan sementara air limbah sebelum dilakukan pengolahan secara kimia
pada chemicaltreatmentfacility (CTF). Oleh karena itu air limbah yang masuk harus dikendalikan
atau ditahan sehingga CTF mempunyai cukup waktu untuk mengendapkan solid suspent air
limbah dari hasil reaksi koagulasi-flokulasi bahan kimia.
3. Jika diperlukan pengolahan secara kimia, dari safety pond air limbah dialirkan menuju fasilitas
CTF untuk dilakukan pencampuran bahan kimia koagulan-flokulan dan atau asam basa.
Penentuan jenis dan dosis bahan kimia yang digunakan dilakukan dengan menggunakan metode
dan alat jar test dan sesuai karakteristik air limbah yang akan diolah.
4. Untuk menginjeksikan bahan kimia koagulan-flokulan dengan dosis yang tepat secara kontinyu
maka digunakan pompa khusus yang disebut dosing pump.
5. Setelah waktu tertentu proses percampuran secara mekanis dan hidrolis maka akan terbentuk
flok-flok yang besar dan stabil. Kecepatan pembentukan flok tergantung dari jenis koagulan dan
flokulan yang dipakai, semakin cepat proses, stabil dengan dosis yang kecil maka akan semakin
baiklah kualitas flokulan tersebut.
6. Setelah pengolahan secara kimia, air limbah dialirkan menuju kolam mud pond untuk
menampung flok/lumpur yang terbentuk. Flok akan jatuh pada bagian bawah kolam, sedangkan
air limbah yang telah bersih akan mengalir pada bagian atas kolam. Sistem pintu Outlet
dipersiapkan dengan system oferflow.
7. Pemantauan kualitas air limbah dilakukan secara reguler pada titik pentaatan. Apabila air limbah
telah memenuhi Baku Mutu Lingkungan (BML) dimana kandungan total padatan terlarut
(totalsuspended solids) untuk kegiatan penambangan sebesar 200 mg/L (Tabel 1), maka air
limbah dapat dibuang kebadan air penerima.
8. Untuk mendukung program konservasi sumberdaya air, manfaatkan kembali air limbah yang
telah diolah sesuai keperluan dengan memperhatikan aspek estetika, kesehatan, ekonomi dan
Lingkungan Hidup.
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel (Permen LH
No. 09/2006)
Kadar Maksimum
Parameter Satuan Metode Analisis
Penambangan Pengolahan
pH – 6–9 6–9 SNI 06-6989-11-2004
TSS mg/L 200 100 SNI 06-6989-3-2004
Cu mg/L 2 2 SNI 06-6989-6-2004
Cd mg/L 0,05 0,05 SNI 06-6989-18-2004
Zn mg/L 5 5 SNI 06-6989-7-2004
Pb mg/L 0,1 0,1 SNI 06-6989-8-2004
Ni mg/L 0,5 0,5 SNI 06-6989-22-2004
Cr(6+) mg/L 0,1 0,1 SNI 06-6989-53-2005
Cr total mg/L 0,5 0,5 SNI 06-6989-14-2004
Fe mg/L 5 5 SNI 06-6989-4-2004
Co mg/L 0,4 0,4 SNI 06-2471-1991

METODE

Penelitian yang dilakukan menggabungkan antara teori dengan data-data lapangan. Data yang
diperoleh yaitu berupa data primer sebagai data utama untuk menyelesaikan penelitian ini kandungan
padatan terlarut yang terdapat dalam kolam pengendapan (settling pond). Data penunjang (data
sekunder) yaitu berupa data curah hujan daerah Pomalaa. Data-data yang diperoleh digunakan untuk
pendekatan masalah diantaranya analisis data dan analisis desain settling pond.

Analisis Data
Analisis data yang dilakukan yaitu analisis data curah hujan terhadap rancangan desain
settling pond. Terdapat dua sumber air yang berpengaruh terhadap model kolam pengendapan
(settling pond) untuk mengatasi padatan terlarut pada pengelolaan IPAL kegiatan, sehingga air
permukaan merupakan salah satu sumber air limpasan yang perlu diperhatikan. Pengaruh air
permukaan ditentukan dengan melakukan beberapa analisis yaitu:
a. Analisis data curah hujan
Analisis ini dilakukan untuk menentukan curah hujan harian maksimum, curah hujan rencana,
dan intensitas curah hujan dengan menggunakan Distribusi Log Pearson Tipe III. Distribusi Log
Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III digunakan mengingat deret banjir tahunan jarang
yang tersebar merata. Distribusi Log Pearson Tipe III, mempunyai koefisien kemencengan
(coefficient of skewness) atau Cs ≠ 0. Persamaan yang digunakan untuk Distribusi Log Person
Tipe III yaitu:
Standar deviasi
,
∑ (Log xi-LogXi)2
S= n-1
…………………………………….(1)

(Triatmodjo, 2015)

Koefisien kemencengan

n ∑ni=1 (LogXi-LogXi)3
G= …………….…………………….….(2)
n-1 (n-2)S2

(Triatmodjo, 2015)

Logaritma debit dengan periode ulang yang dikehendaki dihitung dengan rumus:

Log Xt = LogXi+ kt .S.……………………………………..(3)


Xt = 10 log Xt ...………………..……………………….(4)

Dimana:
Xt = Curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
LogXt = Logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
LogXi = Logaritma pengamatan
n = Jumlah pengamatan
Cs = Koefisien Kemencengan
kt = Faktor frekuensi untuk sebaran Log Pearson Tipe III
S = Standar deviasi
b. Periode ulang hujan
Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan tinggi intensitas yang
sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Penentuan periode ulang disesuaikan dengan pertimbangan
perkiraan umur suatu tambang.
c. Hujan rencana
Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama umur dari sarana penirisan
tersebut. Hujan rencana ini ditentukan dari hasil analisa frekuensi data curah hujan, dan
dinyatakan dalam curah hujan dengan periode ulang tertentu.
d. Intensitas curah hujan
Penentuan intensitas hujan dihitung dengan menggunakan persamaan Mononobe yaitu:

R 24 2/3
I= 2424 ( Tc ) ………………………………..……………..(5)
(Sanusi, 2016)

Dimana:

I = Intensitas curah hujan yang dipengaruhi oleh waktu konsentrasi (mm)


R24 = Curah hujan rencana perhari ( 24 jam)
Tc = Waktu konsentrasi (tc = 1 jam)
e. Daerah tangkapan hujan
Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan diteliti
dengan menampilkan arah aliran air menggunakan software Surfer kemudian di eksport ke
AutoCAD. Setelah itu,dibentuk poligon tertutup sesuai dengan kecenderungan arah gerak air
yang nampak pada daerah penelitian dan dihitung luasnya.
f. Debit air limpasan (run-off)
Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan rumus
Rasional yaitu:
Q = 0,278 x C x I x A ....…...………..…………………......(6)

Dimana:
Q = Debit air limpasan m3/detik
C = Koefisien limpasan tanpa satuan
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya limpasan


permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah tangkapan hujan. Koefisien
limpasan tiap-tiap daerah berbeda, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Koefisien Limpasan
Kemiringan Kegunaan Lahan Koefisien Limpasan
 Sawah, Rawa 0,2
< 3%
 Hutan, Perkebunan 0,3
 Perumahan dengan Kebun 0,4
3% - 5%  Hutan, Perkebunan 0,4
 Perumahan 0,5
 Tumbuhan yang Jarang 0,6
 Tanpa Tumbuhan, Daerah Penumbuhan 0,7
>15%  Hutan 0,6
 Perumahan, Kebun 0,7
 Tumbuhan yang Jarang 0,8
 Tanpa Tumbuhan, Daerah Tambang 0,9

Perencanaan Kapasitas dan Dimensi IPAL


IPAL yang disiapkan untuk pengolahan air limbah tambang terbuka harus dibuat dengan
kapasitas yang cukup atau sesuai dengan prediksi volume air limbah yang akan diolah. Perhitungan
dimensi IPAL selain disesuaikan dengan debit air limpasan, parameter lain yang berpengaruh
diantaranya:
a. Kecepatan pengendapan
Pengendapan partikel diskret yaitu partikel yang dapatmengendap bebas secara individual tanpa
membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Kecepatan pengendapan dihitung sesuai dengan
ukuran diameter sedimen yang terdapat di dalam air (Tabel 3). Pengendapan partikel diskret
untuk aliran laminer dapat dianalisis menggunakan persamaan Hukum Stoke berikut:
g x D2 (ρs-ρα)
V= 18μ
……….……………………………….(7)
(Rahmat A, 2018)
Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:

ρ.d.Vs
NRe = μ
..…..………………………………………(8)

Dimana:
V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
s = Berat jenis partikel padatan (kg/m3)
α = Berat jenis air (kg/m3)
 = Kekentalan dinamik air (kg/m detik)
d = Diameter partikel padatan (m)
Jenis aliran air di dalam kolam tergantung pada nilai Bilangan Reynold dan koefisien tekanan
(CD), dimana:
24
 Bila NRe < 1 (laminer), CD =
NRe
24 3 18,5
 4
Bila NRe = 1 – 10 (transisi), CD = + +0,34 atau CD =
NRe NRe 0,5 NRe 0,6
 Bila NRe > 104 (turbulen), CD = 0,34 - 0,4
Tabel 3. Pembagian Kelas Sedimen
Kelas Ukuran (mm)
Batu sangat besar 2000 – 4000
Besar 1000 – 2000
Sedang 500 – 1000
Kecil 250 – 500
Kerakal besar 130 – 250
Kecil 64 – 130
Kerikil sangat kasar 32 – 64
Kasar 16 – 32
Sedang 8 –16
Halus 4–8
Sangat halus 2–4

Pasir sangat kasar 1–2


Kasar 0,5 – 1
Sedang 0,25 - 0,5
Halus 0,125 - 0,25
Sangat halus 0,062 – 0,125
Debu kasar 0,031 - 0,062
Sedang 0,016 - 0,031
Halus 0,008 - 0,016
Sangat halus 0,004 – 0,008
Liat kasar 0,0020 - 0,0040
Sedang 0,0010 - 0,0020
Halus 0,0005 - 0,0010
Sangat halus 0,00024 - 0,0005
b. Kecepatan aliran dan waktu tinggal
Laju limpahan sangat mempengaruhi waktu tinggal padatan terlarut di dalam settling pond
dimana semakin cepat laju limpahan maka semakin sedikit waktu tinggal dari padatan terlarut
dan sebaliknya semakin lama laju limpahan maka semakin lama pula waktu tinggal dari padatan
terlarut. Laju limpahan atau kecepatan air di dalam settling pond, dihitung dengan menggunakan
rumus:
Q
Vh= total
A
.…………………………………….………(9)
(Aziz S, 2018)

Waktu tinggal atau waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan
kecepatan Vh adalah:
P
th= Vh…………..…….……………………………(10)
(Aziz S, 2018)

Dimana:
P = Panjang kolam pengendapan (m)
th = Waktu tinggal partikel (detik)

Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap dengan kecepatan vt (m/s) sejauh h (m) dapat
dicari menggunakan Persamaan.
tv= …………..…….……………………………(10)
Vt
(Aziz S, 2018)
Dimana:
tv = Waktu pengendapan partikel (detik)
h = Kedalaman kolam (m)
Vt = Kecepatan pengendapan partikel (detik)
c. Dimensi settling pond
Dimensi settling pond yang dihitung berdasarkan debit air limpasan dengan tujuan untuk
menangani padatan terlarut yang berukuran 0,001 mm (kelas liat) dengan asusmsi bahwa padatan
terlarut yang berukuran lebih besar dari 0,001 mm akan terendapkan dengan baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Data Curah Hujan
Curah Hujan Rencana di daerah Pomalaa dapat diketahui dengan menggunakan data curah
hujan harian selama beberapa tahun terakhir. Data curah hujan harian yang digunakan diperoleh dari
Badan Metorologi dan Geofisika Kecamatan Pomalaa yang merupakan data curah hujan harian
selama 18 tahun terakhir (2001 – 2018).
Data Curah hujan yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis untuk mendapatkan data curah
hujan maksimum. Penentuan data curah hujan maksimum menggunakan metode partial duration
series. Hasil analisis diperoleh data curah hujan harian maksimum selama 18 tahun terakhir
ditunjukan pada tabel 4.
Tabel 4. Data Curah Hujan Harian Maksimum Daerah Pomalaa
TAHUN BULAN
Rmax
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
2001 37 35 19 95 50 22 7,5 32 18 35,2 37,9 40,3 95
2002 40,4 80,2 47,8 50,2 96,6 35,4 20 0,1 22,6 14 46,2 88,7 96,6
2003 125 39,8 67,9 26,2 100 40,6 64 34,6 23,9 28,5 82,2 57,1 124,7
2004 16,5 29,4 34,8 73,1 38,6 10,9 8,7 0 4,8 7,5 39,5 38 73,1
2005 52,2 37,2 69,1 107,7 49,6 55,3 89,7 30 1,4 71,6 27,5 66 107,7
2006 41 52 34,7 36,3 108 82,3 7,3 14 9 0,1 51,1 16,9 107,6
2007 54,1 67,9 99,9 48,7 58,2 32,9 24,2 14,4 11,2 28 54,2 48,3 99,9
2008 45,7 15,9 45,5 51,4 24,8 48,7 25,5 30,8 51,4 63,6 74,3 22,8 74,3
2009 35 33 44,2 44,9 38,8 17,8 51,8 11,8 1,1 31,3 62,5 45,2 62,5
2010 25,7 96,6 96,7 112,1 44,3 36,1 104 55 134 98,8 163 48,3 162,7
2011 39 34 67 22 51 39 48 6 73 27 42 34 73
2012 39 43 86 40 111 16 64 5 24 29 22 33 111
2013 71,2 34 40,3 146,5 57,1 38,4 112 12,3 12,2 13,3 58,9 64 146,5
2014 21,6 58,9 85,5 47,5 33,5 71,8 19,7 7,7 0 2,4 26,7 49,8 85,5
2015 36,5 58,6 50,8 95,3 59,1 30,6 12,1 3,7 17,1 13,4 12,4 48,3 95,3
2016 78,9 52,3 67,6 66,5 67,1 62,9 59,2 25,6 38,6 22,6 68,8 130 130
2017 94,7 130 43,6 47,1 41,8 71,9 51,7 23,6 33 46,5 54,3 62 94,7
2018 40,1 72,5 59,2 30,3 30,8 50,5 75 9,1 33 32,2 45,7 47,4 72,5

Curah Hujan Rencana


Curah hujan rencana didasarkan pada data-data curah hujan harian tertinggi yang terjadi
pada daerah pengamatan selama periode 18 tahun, dimana dilakukan pendekatan dengan metode
statistik dan distribusi Log Person Type III. Berdasarkan perhitungan dengan asumsi umur tambang 5
(lima) tahun, maka periode ulang yang digunakan 5 (lima) tahun menunjukan curah hujan rencama
adalah 121,03 mm/hari. Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan curah hujan rencana dengan berbaga
periode ulang dapat dilihat pada tabel 5. berikut.
Tabel 5. Curah Hujan Rencana menggunakan Distribusi Log Person Type III
Periode
K Log X + k(S) CHR (mm)
Ulang
2 -0,03369357 1,985105009 96,62844898
5 0,830714411 2,08290475 121,0332653
10 1,301326387 2,136150128 136,8201706
25 1,819264751 2,194750047 156,5849604
50 2,161121518 2,233427967 171,1701248
100 2,474937486 2,268933332 185,7519287

Intesitas Curah Hujan


Intesitas curah hujan adalah perbandingan antara kenaikan limpasan air hujan terhadap
lamanya waktu kejadian pada suatu daerah. Intesitas curah hujan berpengaruh besar terhadap model
kolam pengendapan (settling pond) pada lokasi tambang. Berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan persamaan mononobe diperoleh intesitas curah hujan untuk periode uang 5 (lima) tahun
sebesar 41,96 mm/jam.
Tabel 6. Intesitas Curah Hujan
Periode
CHR (mm) I (mm/jam)
Ulang
2 96,62844898 33,50276119
5 121,0332653 41,96433478
10 136,8201706 47,437929
25 156,5849604 54,29072483
50 171,1701248 59,34765461
100 185,7519287 64,40341923

Debit Air Limpasan


Debit air limpasan dihasilkan oleh Intesitas curah hujan rencana dalam suatu daerah
tangkapan hujan yang akan masuk pada sarana penyaliran tambang. Untuk luas tangkapan hujan
diasumsikan 1 (satu) ha dengan tujuan agar memperoleh debit air limpasan pada setiap ha. Koefisien
limpasan yang digunakan yaitu 0,9 dengan pertimbangan permukaan daerah penelitiantanpa
tumbuhan atau daerah tambang. Hasil perhitungan dengan rumus Rasional diperoleh debit air
limpasan sebesar 0,105 m3/detik.

Kapasitas Kolam Pengendapan (Settling Pond)


Debit air limpasan sebesar 0,105 m3/detik digunakan untuk menghitung kapasitas dari kolam
pengendapan. Hasil perhitungan menunjukan kapasitas kolam pengendapan dengan asumsi luas
tangkapan hujan 1 (satu) ha diperoleh 377,98 m3. Untuk kedalaman kolam 3 (tiga) meter dan lebar
kolam 10 (sepuluh) meter diperoleh panjang kolam 13(tiga belas) meter.

Kecepatan Pengendapan (V)


Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada model kolam pengendapan (settling pond)
dimana untuk mengendapkan padatan terlarut dengan ukuran sedimen tertentu maka dibutuhkan
waktu pengendapan (ts) agar sedimen dapat terendapkan dengan baik.
Kecepatan pengendapan dihitung dengan 3 (tiga) ukuran kelas sedimen. Berdasarkan hasil
perhitungan kecepatan pengendapan untuk 3 ukuran padatan terlarut yaitu Pasir (0,062 mm), debu
(0,004) dan liat (0,001). Hasil perhitungan dengan menggunakan Hukum Stoke menunjukan bahwa
pasir memiliki kecepatan pengendapan 0,014 m/detik, debu 0,007 m/detik dan liat memiliki kecepatan
pengendapan 0,0002 m/detik (Gambar 2).
Gambar 2. Grafik Hubungan Ukuran Sedimen dengan Kecepatan Pegendapan

Grafik di atas menunjukan bahwa semakin kecil ukuran sedimen maka semakin kecil
kecepatan pengendapannya dan semakin besar ukuran sedimen semakin besar kecepatan
pengendapannya.

Kecepatan Aliran (Vh)


Kecepatan aliran sangan mempengaruhi waktu tinggal padatan terlarut di dalam settling pond
dimana semakin cepat kecepatan aliran maka semakin sedikit waktu tinggal dari padatan terlarut dan
sebaliknya semakin lama kecepatan aliran maka semakin lama pula waktu tinggal dari padatan
terlarut. Kecepatan aliran dalam kolam pengendapan (settling pond)adalah 0,0035 m/detik. Dimana
lebar kolam pengendapan 10 (sepuluh) meter dan kedalaman 3 (tiga) meter.

Waktu Tinggal (th) dan Waktu Pengendapan (tv)


Waktu tinggal adalah waktu yang dibutuhkan sedimen dalam air dari zona masukan hingga
mencapain zona keluaran. Berdasarkan hasil perhitungan waktu tinggal sedimen dalam kolam
pengendapan adalah 61,91 menit. Sedangkan waktu pengendapan untuk ukuran pasir selama 3,54
menit, debu selama 6,83 menit dan liat selama 250 menit (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik Hubungan Kecepatan Pengendapan dengan Waktu Pengendapan

Grafik di atas menunjukan bahwa semakin kecil kecepatan pengendapan maka semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengendap dan semakin besar kecepatan pengendapannya semakin
cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengendap. Hasil perhitungan menunjukan bahwa ukuran
sedimen dengan kelas pasir dan debu dapat terendapkan dengan baik karena memiliki waktu tinggal
(61,91 menit) > waktu pengendapan (3,54 dan 6,83 menit). Sedangkan untuk kelas sedimen berukuran
liat tidak terendapkan dengan baik karena memiliki waktu tinggal (61,91 menit) < waktu pengendapan
(250 menit).

Model Kolam Pengendapan (Settling Pond)


Model kolam pengendapan yang mengacu pada Baku Mutu Lingkungan yang ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2006 dimana kandungan total padatan
tersuspensi untuk kegiatan penambangan (TSS) 200 mg/l. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
pada tambang terbuka minimal memiliki sediment trap atau kolam untuk menagkap sedimen dan
Safety Pond atau kolam kontrol. Hasil hitungan kapasitas kolam pengendapan di atas menunjukan
sudah layak secara teknis, namun belum dapat mengendapkan sedimen berukuran liat dengan baik.
Olehnya itu perlu dibuat kolam pengaman (safety pond) yang merupakan bagian dari kolam
pengendapan dengan tujuan agar padatan tersuspensi dapat terendapkan dengan baik. Untuk lebih
jelasnya model rencana kolam pengendapan (Settling pond) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Model Rencana Kolam Pengendapan (Settling Pond)


Dimensi kolam pengendapan yang direkomendasikan:
Lebar Kolam (l) = 10 meter
Panjang Kolam (p) = 13 meter + (2x lp) + p kolam pengaman = 13 + 8 + 6
=27 m
Lebar Penyekat (lp) =4 meter
Kedalaman Kolam (d) = 3 meter
Tinggi Jagaan (t) = 0,5 meter
Lebar Bukaan Penyekat (c) = 1,5 meter
Kedalaman Bukaan Penyekat (dp) = 1 meter
Volume = 10 x 19 x 3 = 570 m3

SIMPULAN

Hasil analisis data curah hujan dan rencana model kolam pengendapan (Settling pond)yang
telah dilakukan pada kegiatan penambangan di daerah Pomalaa sesuai dengan Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL) secara fisika dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Debit air limpasan daerah Pomalaa dengan umur tambang 5 (lima) tahun adalah sebesar 0,105
m3/detik.
2. Hasil perhitungan dengan menggunakan Hukum Stoke diperoleh kecepatan pengendapan 0,14
m/detik untuk ukuran pasir, untuk ukuran debu 0,007 m/detik dan 0,0002 m/detik untuk ukuran
liat sedangkan kecepatan aliran yang diperoleh sebesar 0,0035 m/detik.
3. Volume atau kapasitas kolam pengendapan(settling pond) berdasarkan hasil hitungan adalah
377,98 m3. Namun, untuk mengendapkan padatan tersuspensi maka kapasitas kolam
pengendapan yang direkomendasikan adalah 570 m3.
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan uji padatan tersuspensi dengan menggunakan
metode analisis gravimetri (uji laboratorium) agar menghasilkan model kolam pengendapan (settling
pond) yang lebih akurat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tujuan untuk menambah laju
pengendapan dari partikel sedimen yang berukuran liat sehingga waktu pengendapan lebih cepat.
Perlu dilakukan analisis gravimetri (uji laboratorium) untuk mengetahui kandungan logam-logam
berat seperti Cu, Cd, Zn, Pb, Ni, Cr, dan Co.
REFERENSI

Aziz S., 2018. Evaluasi Sistem Penyaliran Tambang Batubara pada Pit Block B di PT. Minemex
Indonesia Kabupaten Saralangun Jambi. Jurnal Bina Tambang, Vol 4 No 1. ISSN : 2302-3333.
Universitas Negeri Padang.

Harun, dkk., 2008. Pedoman Teknis Pengolahan Air Limbah Tambang Batubara Terbuka.
Kementrian Negara Lingngkungan Hidup

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Bijih Nikel.

Rahmat A., 2018. Kajian Teknis Sistem Penyaliran Tambang pada Tambang Terbuka Batubara PT.
Nusa Alam Lestari. Jurnal Bina Tambang, Vol 3 N0 3. ISSN : 2302-3333. Universitas Negeri
Padang.

Sanusi W, dkk., 2016. Buku Ajar Statistika Untuk Pemodelan Data Curah Hujan, Badan Penerbit
UNM, Makassar.

Triatmadjo., 2015.Hidrologi Terapan, Beta Offset Yogyakarta, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai