ABSTRAK
Erupsi Gunungapi Sinabung mengakibatkan banyak kerugian, seperti: kerugian orang/ jiwa, rumah dan
tanah. Banjir lahar hujan terjadi dengan tingkat bahaya tergolong tinggi. Untuk itu, diperlukan upaya
pengurangan risiko bencana khususnya banjir lahar hujan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung. Penyusunan ini menggunakan
konsep pemetaan partisipatif. Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendiskripsikan pemetaan partisipatif
untuk mendukung penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan tingkat desa di sekitar Gunungapi
Sinabung. Metode yang digunakan memaparkan proses-proses kegiatan pemetaan partisipatif oleh warga.
Proses penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan terbagi 3 (tiga), yaitu: pra-lapangan, lapangan
dan pasca-lapangan. Hasil kegiatan pemetaan partisipatif adalah data dan informasi untuk menyusun peta
rencana kontinjensi banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung di 5 Desa (Perbaji, Selandi, Mardingding,
Kutambaru dan Sukatendel). Kesimpulan penelitian ini bahwa pemetaan partisipatif dalam mendukung
penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung memerlukan tahapan yang jelas
dan harus melibatkan semua unsur masyarakat.
Kata kunci: pemetaan partisipatif, bencana, rencana kontinjensi, lahar hujan
ABSTRACT
Mt. Sinabung eruption impacts a lot of loss such as people death, home and land damages. Lava flood
occured can be classified in high risk level. Therefore, the efforts are required to reduce risk of disaster
especially lava flood disaster. One of efforts which can be done is to compile plan of lava flood contingency.
Participatory mapping is applied to support constructing map of lava flood contingency. The research
objective is to describe participatory mapping done by villagers in framework lava flood contingency plan.
This plan focused on village level around Mt. Sinabung. The method describes process of participatory
mapping by villagers. Phase of compile lava flood contingency plan is divided into 3 phases, i.e: pre-field,
field and post-field. The result of participatory mapping activity is data and information to construct map of
lava flood contingency plan. This map is focused on 5 villages (Perbaji, Selandi, Mardingding, Kutambaru
and Sukatendel). Finally, according to this research can be concluded that participatory mapping to support
establishment of lava flood contingency plan in Mt. Sinabung needs clear steps and should involves all
elements of society.
Keywords: participatory mapping, disaster, contingency plan, lava flood
PENDAHULUAN
Gunungapi Sinabung mengalami erupsi besar pada tanggal 19 Agustus 2010 dengan status
naik menjadi tingkat 4 dan menyebabkan 12.000 orang mengungsi. Pada akhir September 2013,
setelah selang waktu menurunnya aktivitas, status Gunungapi Sinabung diturunkan menjadi
tingkat 2. Tak lama kemudian aktivitas kembali naik menjadi tingkat 3 di awal November 2013 dan
kembali naik menjadi tingkat 4 pada tanggal 24 November 2013.
Erupsi Gunungapi Sinabung mengakibatkan berbagai kerugian termasuk kerugian orang/ jiwa,
rumah, tanah dan lain-lain. Perubahan karakteristik risiko bencana letusan semakin meningkatkan
ancaman terhadap masyarakat.Kerentanan semakin meningkat dengan adanya gangguan aset
penghidupan keluarga, pelebaran daerah berisiko tinggi, memburuknya kondisi sosial ekonomi dan
173
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
Tabel 1. Jumlah Kejadian dan Dampak Banjir Lahar Hujan Gunungapi Sinabung Tahun 2010 – 2016.
Tahun Jumlah Kejadian Dampak
2016 3 2 orang meninggal, 4 orang luka-luka, 3 rumah rusak berat,
ladang rusak, akses desa lumpuh
2015 3 Akses sejumlah desa lumpuh, puluhan hektar tanaman kebun
warga rusak, belasan rumah rusak, 1 unit angkutan umum
terseret derasnya arus lahar hujan
2014 1 Puluhan hektar lahan pertanian rusak, sejumlah rumah rusak
2013 1 Beberapa rumah dan akses desa terendam
Sumber: dari berbagai sumber
Dari data kejadian bencana tersebut, upaya pengurangan risiko bencana diperlukan dengan
tujuan utama mengurangi dampak bencana banjir lahar hujan. Salah satu upaya pengurangan
risiko bencana di sekitar Gunungapi Sinabung yaitu penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar
hujan tingkat desa, yang diharapkan dapat menjadi panduan bagi warga dan pemangku
kepentingan di tingkat desa. Melalui programSinabung Recovery Support Programme (SIRPO) –
Disaster Risk Reduction based Rehabilitation & Reconstruction (DR4) UNDP, diinisiasi penyusunan
rencana kontinjensi banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung, bekerjasama dengan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo serta melibatkan para pihak terkait,
untuk menyediakan pedoman penanggulangan bencana banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung
pada saat tanggap darurat bencana yang cepat dan efektif serta sebagai dasar memobilisasi
sumber daya para pihak.
Penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung tidak lepas dari peran
Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Global Positioning System (GPS), yang digunakan sejak
dalam tahap persiapan, survei lapangan, analisis dan diseminasi hasil rencana kontinjensi.
Keluaran dari kolaborasi antara SIG dan GPS dalam kegiatan penyusunan rencana kontinjensi
banjir lahar Gunungapi Sinabung yaitu produk peta. Peta yang dihasilkan untuk mendukung
penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan ini menggunakan metode partisipatif, yang
melibatkan warga dan tokoh masyarakat desa setempat dan fasilitator desa.
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendiskripsikan pemetaan partisipatif yang dilakukan
oleh warga desa dalam mendukung penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan tingkat
desa di sekitar Gunungapi Sinabung.
174
Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan ..........................................(Zarodi, et al.)
METODE
Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif descriptive (pemaparan) untuk dapat
mendeskripsikan pemetaan partisipatif warga dalam mendukung penyusunan rencana kontinjensi
banjir lahar hujan Gunungapi Sinabung.
Lokasi penelitian di 5 (lima) desa di lereng Gunungapi Sinabung, yaitu: Desa Perbaji, Selandi,
Mardingding, Kutambaru dan Sukatendel. Secara administrasi, desa-desa tersebut ada di
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Secara spasial disajikan pada Gambar 1.
175
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
desa, aset terdampak dan potensial terdampak, arah dan keluasan limpasan yang lalu dan potensi
limpasan baru, titik kumpul, tempat pengungsian sementara/ akhir dan jalur evakuasi.
Perkembangan sistem informasi dan teknologi semakin maju, salah satu teknologi tersebut
adalah sistem informasi geografis (SIG). Pemanfaatan SIG dapat digunakan untuk kehidupan
manusia, terutama dalam bidang perencaaan pembangunan, sosial, ekonomi, politik, kesehatan,
bahkan kebencanaan. Secara teori, SIG dapat diartikan sebagai sistem informasi berbasis
komputer yang digunakan untukmengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff,
1989). SIG juga dapat didefinisikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras,
perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif
untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis
(Prahasta, 2009). Teknologi geospasial saat ini juga maju pesat, seperti citra satelit beresolusi
tinggi, yang dapat digunakan untukberbagai kegiatan analisis spasial yang membutuhkan informasi
detil, salah satunya dalam mendukung penyusunan rencana kontinjensi.
Global Positionong System (GPS) adalah sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan
satelit yangdikembangkan dan dikelola oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS dapat
memberikan informasi tentang posisi, kecepatan dan waktu di mana saja di muka bumi setiap
saat, dengan ketelitian penentuan posisi dalam fraksi milimeter sampai dengan meter.
Kemampuan jangkauannya mencakup seluruh dunia dan dapat digunakan banyak orang setiap
saat pada waktu yang sama (Abidin, H.Z, 1995).
Pemetaan partisipatif merupakan pemetaan yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat
dengan tema pemetaan ditentukan oleh masyarakat sendiri, seperti tema pemetaan batas tanah
adat, potensi bencana dan lain sebagainya Karaktersitik pemetaan partisipatif meliputi: 1)
melibatkan seluruh warga masyarakat; 2) tema, tujuan dan proses pelaksanaan pemetaan
ditentukan oleh masyarakat; 3) peta yang dihasilkan bertujuan untuk kepentingan masyarakat; 4)
sebagian besar informasi yan terdapat di peta berasal dari pengetahuan lokal; 5) masyarakat
menentukan penggunaan peta yang dihasilkan (USAID, 2007). Definisi yang lain, pemetaan
partisipatif adalah pemetaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat mengenai tempat/ wilayah
di mana mereka hidup. Karena masyarakat yang hidup dan bekerja di tempat itulah yang memiliki
pengetahuan mendalam mengenai wilayahnya (Hapsari, 2014).
Pra-Lapangan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan, yaitu: 1) penyiapan instrumen pemetaan partisipatif;
2) pembentukan tim fasilitator desa; 3) Training of Facilitator (ToF) atau pelatihan bagi fasilitator
dalam membuat peta partisipatif termasuk pelatihan penggunaan GPS handheld dan GPS
smartphone serta cara pengisian lembar kerja; 4) pembentukan tim pemetaan partisipatif 5 (lima)
desa rawan lahar hujan Gunungapi Sinabung; 5) pembekalan dan pelatihan bagi tim survei
pemetaan partisipatif 5 (lima) desa.
Lapangan
Kegiatan lapangan yaitu survei pemetaan partisipatif oleh masyarakat 5 (lima) desa rawan
banjir lahar Gunungapi Sinabung, dengan melakukan survei terhadap: 1) marking permukiman
masyarakat; 2) marking fasum, fasos serta infrastruktur desa; 3) marking aset warga yang
terdampak dan potensial terdampak; 4) tracking limpasan masa lalu (historis) dan potensial
limpasan; 5) marking titik kumpul, tempat pengungsian sementara dan tempat pengungsian akhir;
6) penentuan jalur evakuasi masyarakat desa berdasarkan pemetaan jalan dan infrastruktur yang
ada; 7) pembuatan peta sketsa desa berdasarkan survei lapangan oleh masyarakat.
Pasca-Lapangan
Kegiatan pasca-lapangan ini meliputi: 1) pengumpulan dan verifikasi data; 2) pembuatan peta
digital berdasarkan peta sketsa dan data lapangan.
176
Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan ..........................................(Zarodi, et al.)
Alur pikir pemetaan partisipatif dalam mendukung penyusunan rencana kontinjensi banjir
lahar hujan Gunungapi Sinabung dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar yang disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi
Banjir Lahar Hujan Gunungapi Sinabung.
Tahap Pra-Lapangan
Pada tahap ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu penyusunan instrumen pemetaan
partisipatif yang berupa formulir isian untuk marking/ pointing (titik) koordinat dan tracking.
Komponen-komponen yang akan dilakukan marking yaitu: 1) fasilitas umum yang meliputi
jembatan, DAM/ bendungan, pintu air, PJU (Penerangan Jalan Umum); 2) fasilitas sosial yang
meliputi titik kumpul, TPS (Tempat Pengungsian Sementara), TPA (Tempat Pengungsian Akhir),
kantor kepala desa, kantor kecamatan, kantor polisi/ militer, kantor pos, Puskemas, klinik,
Polindes, sekolah, tempat ibadah (masjid, gereja), Lapangan dan Jambur (gedung pertemuan
warga); 3) rumah penduduk; 4) aset pertanian; 5) aset perkebunan; 6) aset perikanan; 7) aset
peternakan. Sedangkan komponen-komponen yang akan dilakukan tracking yaitu: 1) jalan desa;
2) gang; 3) jalan kebun; 4) jalur evakuasi dan arah evakuasi; 5) limpasan yang pernah terjadi; 6)
potensi limpasan; dan 7) saluran irigasi.
Pembentukan tim fasilitator desa dilakukan setelah instrumen survei selesai disusun. Fasilitator
desa direkrut terdiri dari 5 orang yang terdiri dari relawan, mantan staff dari LSM lokal dan LSM
nasional yang telah mempunyai pengalamaman dalam hal tanggap darurat dan pemulihan
pascaerupsi Gunungapi Sinabung. Selanjutnya, kegiatan pelatihan untuk para fasilitator. Pelatihan
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fasilitasi kepada masyarakat dan untuk
mendampingi masyarakat dalam melakukan pemetaan partisipatif di lapangan. Adapaun materi
pelatihan fasilitator ini, meliputi: 1) teknik fasilitasi; 2) teknik dasar pemetaan; 3) teknik
penggunaan GPS Handheld dan GPS smartphone; 4) teknik pengisian formulir dan teknik survei
lapangan dengan melakukan marking dan tracking untuk perumahan, fasum, fasos, infrastruktur,
historis limpasan, potensi limpasan, aset terdampak (pertanian, perkebunan, perikanan,
perumahan, dll), titik kumpul, titik pengungsian sementara, titik pengungsian akhir dan jalur
evakuasi.
177
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
Selanjutnya, pembentukan tim survei pemetaan partisipatif desa berjumlah 7 orang setiap
desa yang terdiri dari perangkat desa, relawan desa dan tokoh masyarakat. Tim survei pemetaan
partisipatif desa mempunyai tugas utama untuk melakukan pemetaan secara partisipatif dengan
menggunakan alat utama yaitu GPS handheld dan GPS smartphone. Sebelum melaksanakan tugas
utama tersebut, tim survey partisipatif dibekali dengan pelatihan yang dilakukan oleh fasilitator
yang telah dipilih. Pelatihan ini diharapkan peserta mampu memahami konsep dasar pemetaan
partisipatif, mengenali ancaman yang berupa lahar hujan, mengisi formulir isian, melakukan
marking dan tracking dengan GPS handheld maupun GPS smartphone serta membuat peta/ sketsa
hasil survei lapangan. Kegiatan pelatihan ini bertempat di Desa Kutambaru, Kecamatan
Tiganderket, Kabupaten Karo, pada tanggal 19-20 Mei 2016 disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Suasana Pembekalan dan Pelatihan Bagi Tim Survei Pemetaan Partisipatif Desa dalam
Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan Gunungapi Sinabung di Desa
Kutambaru.
Tahap Lapangan
Pada tahap ini, hasil utama adalah diperolehnya data-data permukiman, fasilitas umum,
fasilitas sosial, infrastruktur desa, aset warga terdampak, aset potensial terdampak, data limpasan
masa lalu, potensial limpasan, titik kumpul, tempat pengungsian sementara dan tempat
pengungsian akhir, penentuan jalur evakuasi dan pembuatan sketsa desa. Dalam melakukan
survei, masyarakat dibekali dengan lembar kerja yang berupa formulir isian marking koordinat dan
tracking, GPS handheld Garmin 76 CSX, dengan spesifikasi antara lain lama akuisisi data kurang
lebih 1 detik, dalam posisi sudah menyala, kalau dari posisi off 38 detik, akurasi GPS kurang dari
10 m, untuk diferensialnya berakurasi antara 3 hingga 5 meter. Jika ada masyarakat yang
mempunyai smartphone dengan fasilitas GPS dapat menggunakan aplikasi GPS Essential yang
berbasis android. Kegiatan marking koordinat dan tracking disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Masyarakat Melakukan Survei Pemetaan Partisipatif Menggunakan GPS di Desa Selandi.
178
Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan ..........................................(Zarodi, et al.)
Sedangkan GPS Essentials yang berbasis Android dapat diunduh pada play store pada telepon
selular berbasis android yang terhubung dengan internet, atau dapat diunduh di
http://www.mictale.com/gpsessentials/download.
Kegiatan utama yang dilakukan adalah marking dan tracking di 5 (lima) desa, yaitu: Perbaji,
Selandi, Mardingding, Kutambaru dan Sukatendel. Untuk memudahkan kegiatan tersebut dibagi
dalam beberapa tema untuk pemetaan partisipatif oleh masyarakat, meliputi:
a. Marking permukiman masyarakat
b. Marking fasum, fasos serta infrastruktur desa
c. Marking aset warga yang terdampak dan potensial terdampak
d. Tracking limpasan masa lalu (historis) dan potensial limpasan
e. Marking titik kumpul, tempat pengungsian sementara dan tempat pengungsian akhir
f. Penentuan jalur evakuasi
g. Pembuatan peta sketsa desa berdasarkan survei lapangan oleh masyarakat
Tim survei pemetaan partisipatif melakukan marking koordinat terhadap seluruh rumah-rumah
warga baik yang potensi terlimpas lahar hujan, pernah terlimpas dan yang aman. Selain
melakukan marking koordinat rumah-rumah penduduk, tim survei juga melakukan pendataan yang
meliputi: nama pemilik rumah, kondisi rumah dan keterangan tentang informasi potensial
terlimpas lahar hujan. Data hasil marking rumah disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Tabulasi Marking Koordinat Rumah Warga Beserta Atribut Nama Pemilik, Kondisi dan
Keterangan Rumah.
Jumlah rumah dalam 1 (satu) desa berkisar antara 200-300 rumah, yang dihuni minimal 1 KK
sampai 8 KK dalam 1 (satu) rumah. Pendataan lokasi (marking), nama pemilik, kondisi serta
keterangan rumah ini sangat penting sebagai data dasar (database) yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan perencanaan di segala bidang, misalnya digunakan oleh Dinas Sosial terkait
program bedah rumah. Lokasi rumah menunjukkan data spasial, sedangkan nama pemilik, kondisi
dan keterangan rumah merupakan data atribut.
Pelaksanaan kegiatan ini memerlukan waktu kurang lebih selama 1 (satu) hari dengan
melakukan marking terhadap seluruh fasum, fasos dan infrastruktur yang dimiliki oleh desa. Selain
marking terhadap fasum, fasos dan tim survei juga melakukan pendataan detil nama dan jenis
179
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
bangunan, kondisi serta keterangan bangunan disajikan pada Gambar 6. Basis data spasial dan
atribut ini bisa digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum untuk melakukan monitoring dan evaluasi
terkait dengan kondisi infrastruktur di desa. Kegiatan ini dilakukan oleh tim survei selama 1 (satu)
hari.
Gambar 6. Hasil Tabulasi Marking Koordinat Fasum Fasos Desa Beserta Atribut Detil Nama dan Jenis
Bangunan, Kondisi dan Keterangan Bangunan.
Komponen aset penduduk yang didata, meliputi: aset pertanian, perkebunan, perikanan dan
peternakan. Basis data ini dapat digunakan oleh Dinas Pertanian untuk melakukan bantuan bibit
kepada masyarakat yang terdampak erupsi Gunungapi Sinabung.
Untuk melakukan marking titik kumpul, tempat pengungsian sementara dan tempat
pengungsian akhir, diskusi perlu dilakukan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menyepakati
secara bersama lokasi yang akan dijadikan sebagai lokasi titik kumpul, TPS dan TPA. Titik kumpul
merupakan titik dimana masyarakat berkumpul pada suatu tempat yang sudah disepakati bersama
pada waktu terjadi bencana. Sedangkan TPS merupakan lokasi pengungsian sementara sedangkan
TPA merupakan lokasi pengungsian akhir, yang dianggap lebih aman dari TPS.
180
Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan ..........................................(Zarodi, et al.)
Kegiatan ini melibatkan masyarakat dalam jumlah lebih besar. Diskusi merupakan wahana
untuk mengumpulkan informasi terkait dengan jalur evakuasi. Target kegiatan ini adalah adanya
kesepakan bersama dalam evakuasi jika terjadi bencana. Hal ini penting dikarenakan dengan
adanya kesepakatan tersebut warga akan patuh dan memudahkan dalam evakuasi.
Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun dan membuat sketsa serta peta hasil dari survei yang
sudah dilakukan sebelumnya. Pengerjaanya dilakukan secara bersama-sama dengan
menggunakan media kertas plano dan spidol warna. Kegiatan pembuatan hasil survey disajikan
pada Gambar 7.
Gambar 7. Pembuatan Peta Sketsa Hasil Survei (Kiri) dan Peta Sketsa yang dibuat oleh Tim Survei
Pemetaan Partisipatif (Kanan).
Pasca-Lapangan
Data yang diperoleh dari pengumpulan formulir isian koordinat dan yang ada di dalam
memory card GPS Handheld Garmin 76 CSX serta GPS smartphone, dikumpulkan dalam satu
folder. Kemudian, formulir isian koordinat di entry ke dalam Microsoft Excel sedangkan data yang
ada di GPS handheld maupun di GPS smartphone di download terlebih dahulu, dengan
menggunakan perangkat lunak MapSource ataupun DNR Garmin disajikan pada Gambar 8.
Setelah semua data koordinat tersebut selesai di entry dan di download, langkah selanjutnya
yaitu melakukan konversi format data dari format data excel dan format data GPS ke dalam format
shapefilebaik marking maupun tracking, sehingga menjadi layer-layer shapefile, antara lain layer
rumah permukiman, fasum fasos infrastruktur, aset terdampak, potensial dan historis limpasan.
Proses selanjutnya adalah verifikasi dan cleaning data terhadap layer-layer tersebut diatas,
yang mengalami duplikasi data atau data koordinat yang mempunyai kesalahanakurasi. Banyak
data koordinat yang mengalami duplikasi karena ada beberapa titik yang diambil lebih dari 1 (satu)
kali oleh orang yang berbeda. Selain itu juga ada beberapa titik yang mengalami kesalahan lokasi,
yang dapat diketahui setelah titik-titik koordinat dimasukkan ke dalam perangkat lunak ArcGIS
10.04 free trial, yang posisinya tidak semestinya. Hal ini dikarenakan pada saat tim survei
melakukan marking, kemungkinan baterai yang digunakan sudah lemah atau jumlah satelit yang
diterima oleh GPS masih kurang, yang mengakibatkan kesalahan posisi titik koordinat. Untuk
mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan pengambilan ulang titik koordinat. Hal-hal yang perlu
dihindari supaya tidak ada kesalahan posisi koordinat, antara lain memastikan baterai GPS masih
181
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
lebih dari 1 bar (batang), hindari tutupan vegetasi yang mengakibatkan penerimaan satelit kurang
dan menunggu sebentar untuk mendapatkan minimal jumlah satelit yang berhasil diterima oleh
GPS. Data yang sudah terverifikasi dan valid dapat digunakan sebagai database pembuatan peta-
peta tematik yang dapat mendukung dalam penyusunan rencana kontinjensi banjir lahar hujan
Gunungapi Sinabung.
Gambar 8. Data Koordinat dalam Format Excel (Kiri Atas) dan Data Koordinat dalam Format GPS (Kiri
Bawah) Dikonversi menjadi Format Shapefile.
Layer-layer yang sudah mempunyai format shapefile kemudian bisa diolah dengan
menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.04 free trial disajikan pada Gambar 9. Pada gambar
sebelah kiri merupakan atibut atau database dari layer permukiman, sedangkan sebelah kanan
adalah visualisasi spasial dari layer permukiman.
Gambar 9. Atribut/Database Layer Rumah (Kiri) dan Visualisasi Spasial Layer Rumah (Kanan).
Proses selanjutnya adalah layouting atau penyajian peta dengan menampilkan layer-layer
hasil survei lapangan ditambahkan dengan layer-layer lain, meliputi layer batas administrasi, jalan,
Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung, penggunaan lahan dan alur sungai, sambil
menyandingkan peta sketsa yang dibuat warga, yang dapat dijadikan panduan karena ada
beberapa informasi yang dicatat di peta sketsa tersebut. Hasil layouting peta partisipatif rencana
kontinjensi banjir lahar hujan 5 (lima) desa di lerang Gunungapiapi Sinabung dapat dilihat dalam
Gambar 10.
182
Pemetaan Partisipatif dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir Lahar Hujan ..........................................(Zarodi, et al.)
Gambar 10. Peta Partisipatif 5 (lima) Desa dalam Mendukung Penyusunan Rencana Kontinjensi Banjir
Lahar Hujan Gunungapi Sinabung.
KESIMPULAN
Pemetaan partisipatif untuk mendukung penyusunan rencana kontijensi banjir lahar hujan
Gunungapi Sinabung memerlukan tahapan yang jelas. Proses pemetaan partisipatif melibatkan
semua unsur masyarakat yang terdampak oleh bencana banjir lahan hujan secara aktif. Selain itu,
kemampuan untuk mengubah informasi masyarakat menjadi informasi yang terpetakan sangat
penting untuk pembuatan informasi spasial.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z. (1995). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Aronoff, S. (1989). Remote Sensing for GIS Manager (terjemahan). Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2016). 50 Juta M3 Ancam Lahar Dingin Sinabung. Jakarta.
Cited in http://www.bnpb.go.id/berita/2939/50-juta-m3-ancam-lahar-dingin-sinabung. [15 September
2016]
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2011). Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta.
Basyid, M.A. (2010). Pengembangan Peta Rencana Kontinjensi Bencana Gunung Api Studi Kasus: Gunung
Api Lokon. Jurnal Rekayasa Institut Teknologi Nasional. LPPM Itenas. No. 4 Vol. XIV. Surabaya
Environmental Services Program. (2007). Buku Panduan Pemetaan Partisipatif Dengan Peta Kulihat Desaku .
USAID Indonesia. Jakarta.
Hapsari, H., Cahyono, A B. (2014). Pemetaan Partisipatif Potensi Desa Studi Kasus: Desa Selopatak,
Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Journal of Geodesy and Geomatics. GEOID. Vol. 10/ITS.
Surabaya.
Indonesia Multi-Donor Fund Facility for Disaster Recovery/ Indonesia Disaster Fund (IMDFF-DR/IDF). (2014).
Project Document of United Nations Joint Programme: Mt. Sinabung Recovery Support Programme.
IMDFF-DR/ID. Jakarta.
Cited in http://mptf.undp.org/factsheet/project/00093552. [15 September 2016]
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2012). Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana. Peraturan Kepala Nomor: 02 Tahun 2012. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Jakarta.
Prahasta, E. (2009). Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika, Bandung.
183
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 173-184
RI (Republik Indonesia). (2008). Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2008, No. 4828. Sekretariat Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2007). Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 4723. Sekretariat Negara. Jakarta.
184