Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pembangunan kota – kota besar Di Indonesia tumbuh dan berkembang tidak dari
penduduk di kota itu sendiri, melainkan juga datang dari penduduk luar kota yang ingin
tinggal serta turut membangun kota. Dengan semakin bertumbuhnya pembangunan di
wilayah kota, maka tumbuh pula penduduk yang memerlukan tempat tinggal, terutama
tempat tinggal yang dekat dengan sumber mata pencaharian.Tempat tinggal yang
dibangun penduduk kota besar kadang kala tidak sesuai dengan pertumbuhan kota sering
ditemui pemukiman tertinggal sebagai akibat dari kemampuan penduduk yang berbeda,
Alhasil terdapat pemukiman padat penduduk dengan kondisi jalan yang sempit, kondisi
rumah yang berdempetan, sanitasi yang buruk, rawan terhadap musbah kebakaran atau
musibah lain yang dapat berdampak bagi penduduk tersebut.(Pasya, 2012)

Tuberkolosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis yang menyerang umumnya organ paru-paru. (Kemenkes RI,
2018)

Penyakit Tuberkolosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan


kematian apabila terlambat dalam penanganan nya dan menjadi perhatian dunia,
sehingga WHO menargetkan penurunan terhadap angka kematian sebesar 95% pada
tahun 2035, target ini pula berada pada PP no 59 tahun 2017 tentang SDGs menetapkan
penuruan prevalensi TBC pada tahun 2019 sebesar 297 per 100.000 penduduk.
(Kemenkes RI,2018)

Indonesia menduduki peringkat kedua setelah India sebagai penderita kasus TB


terbanyak dengan jumlah kasus TB 399 per 100.000 penduduk dengan total kasus
1000.000, dengan kasus TB tertinggi yakni wilayah yang memiliki penduduk terbanyak
seperti Provinsi Jawa barat , Jawa Timur dan jawa tengah. Provinsi jawa timur
menduduki peringkat kedua dalam jumlah kasus terbanyak 23.183, dengan wilayah
paling banyak yakni Kota Surabaya dengan jumlah seluruh kasus sebesar 5,426 jiwa dan
kasus TB pada anak sebesar 362 jiwa. (Dinkes Provinsi, 2016)

Faktor utama penyebab meningkatnya kasus baru TB adalah penemuan kasus atau
diagnosis yang kurang memenuhi standar, ketersediaan obat tidak memadai, kurang nya
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang memenuhi standar bila terdapat kasus serta
beberapa faktor yang terdapat kaitan nya dengan kejadian TB paru yaitu sumber
penularan, tingkat paparan,daya tahan tubuh, lingkungan fisik rumah. (Fitria et al, 2016)

Rumah sehat yaitu bangunan tempat tinggal yang memenuhi persyaratan


kesehatan yang terdiri dari komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku dengan
memiliki akses jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah memenuhi persyaratan,
dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah. (Dinkes Provinsi, 2016)

Berdasarkan Data Profil kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Tahun 2016, Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat kedua dengan penderita TB Paru
terbanyak yaitu 21.606 penderita. Sedangkan jumlah kasus penyakit TB Paru di Kota
Surabaya pada tahun 2016 sebanyak 5.428 orang. Dan di wilayah kerja puskesmas
Simomulyo, jumlah kasus baru penyakit TB Paru sebanyak 50 orang, yang mana
termasuk ke dalam 10 wilayah terbesar dengan kejadian penyakit TB Paru di Kota
Surabaya.

B. Identifkasi masalah

Kondisi rumah wilayah Puskesmas Simomulyo saling berdempetan satu sama lain,
terletak di gang – gang sempit, tidak memiliki ventilasi yang cukup, serta lahan did
aderah tersebut berukuran sempit yang dihuni > 4 orang. Dan wilayah kerja puskesmas
simomulyo masuk kedalam 10 besar dengan kejadian TB Paru di wilayah kota Surabaya.

C. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan anatar kondisi rumah dengan kejadian penyakit TB Paru dengan
wilayah Kerja Puskemas Simomulyo di Kota Surabaya.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik dan komponen rumah terhadap kejadian TB
Paru di Wilayah kerja Puskesmas Simomulyo.

2. Tujuan Khusus

a. Menilai ventilasi di dalam rumah penduduk yang dijadikan sampel

b. Mengukur suhu di dalam rumah penduduk yang dijadikan sampel

c. Mengukur kelembapan dalam rumah penduduk yang dijadikan sampel

d. Menilai kepadatan rumah dalam rumah penduduk yang dijadikan sampel

e. Menilai kebiasaan membuka jendela rumah penduduk yang dijadikan sampel

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas
Sebagai informasi serta saran mengenai hubungan kondisi rumah dengan
kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Simomulyo Kota Surabaya
2. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai hubungan kondisi rumah
dengan penyakit TB Paru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
1. Shabrina Izzati, Masrul Basyar, Julizar Nazar. Penelitian tentang “Faktor
Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2013” Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Andalas tahun 2013. Adapun faktor risiko yang
diteliti yakni berupa status gizi, riwayat penyakit diabetes mellitus (DM),
kondisi ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, dan pencahayaan
rumah.Penelitian ini menggunakan desain case control.Sampel pada
penelitian ini berjumlah 66, yakni terdiri dari 33 kasus (didapat dari rekam
medis Puskesmas Andalas) dan 33 kontrol (sesuai kriteria inklusi
kontrol).Data primer diperoleh dari wawancara dan pengukuran lansung.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru adalah status gizi
riwayat penyakit DM, kondisi ventilasi rumah, kepadatan hunian, dan
pencahayaan rumah. Status gizi dan pencahayaan rumah secara statistic
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru, sedangkan
riwayat penyakit DM, ventilasi dan kepadatan hunian secara statistik tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru.
2. A.H. Mahpudin dan Renti Mahkota. Penelitian ini tentang “Faktor
Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis dan Kejadian TBC Paru di
Indonesia” penelitian ini bertujuan Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah, faktor sosial ekonomi
dan faktor respon biologis terhadap kejadian TBC paru BTA positif pada
penduduk dewasa di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Prevalensi TBC
Nasional dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004
dengan rancangan studi kasus kontrol dengan rasio kasus dan kontrol 1:4.
Populasi penelitian ini adalah penduduk berumur 15 tahun keatas. Sampel
adalah responden Susenas 2004 sebanyak 380 orang yang terdiri dari 76
kasus dan 304 kontrol. Kasus adalah penduduk dewasa yang didiagnosis
TBC berdasarkan hasil
pemeriksaan sputum BTA positif. Kontrol adalah penduduk yang
yang berasal dari kecamatan yang sama dengan kasus dengan hasil BTA
negatif. Ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
TBC Paru adalah sumber kontak serumah OR 3,46 (1,316;9,091) kondisi
rumah yang berlantai tanah OR 2,2 (1,135;4,269) dan pendapatan perkapita
OR 2,145 (1,249;3,683). Disarankan untuk melaksanakan program
penemuan kasus secara aktif khusus untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, terutama untuk deteksi dini, pengobatan secara cepat dan tepat,
melaksanakan program penemuan kasus secara aktif, dan program rumah
sehat masyarakat miskin.
3. Agung Aji Perdana1, Yolan Sasana Putra, penelitian ini tentang “Hubungan
Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Panjang, Lampung” Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian TB Paru
diwilayah kerja Puskesmas Panjang. Penelitian ini menggunakan desain
case control dengan jumlah sampel sebanyak 50 kasus penderita TB Paru
positif dan 50 kontrol bukan penderita TB Paru. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kepadatan hunian, ventilasi,
pencahayaan, kelembaban. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor
pencahayaan merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan
kejadian TB Paru di Puskesmas Panjang. Oleh karena itu masyarakat agar
lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat dan selalu berperilaku
hidup bersih dan sehat untuk mengurangi resiko TB Paru.
B. Landasan Teori

1. Pengertian Pemukiman
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan ( Undang – undang no 1
tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman )
Adapun ketentuan persyaratan kesehatan perumahan dan rumah tinggal
menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah
sebagai berikut :

a. Bahan bangunan
1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan
yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain :
a. Debu total kurang dari 150 μg/m2,
b. Asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
c. Plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan.
2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
Berkembangnya mikroorganisme patogen.

b. Komponen dan penataan ruangan


1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
2) Dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan.
3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan
Peruntukannya.
6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.

c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

d. Kualitas udara
1) Suhu udara nyaman antara 18–30oC.
2) Kelembaban udara 40–70%.
3) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.
4) Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni.
5) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam.
6) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.

e. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.

f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

g. Penyediaan air

1) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60


liter/orang/hari;
2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor
32 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor
492/MENKES/PER/IV tahun 2010.

h. Sarana penyimpanan makanan


Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.

g. Pembuangan Limbah :
1) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
2) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah
j. Kepadatan hunian :
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak
untuk lebih dari 2 orang tidur.

2. Pengertian Rumah
Menurut Depkes RI ( 2012) Rumah harus memenuhi syarat dan ketentuan
teknis untuk melindungi penghuni rumah dari berbagai ancaman bahaya dan
gangguan kesehatan, sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat dicapai
oleh penghuninya. dengan pengertian bahwa rumah sehat merupakan rumah
yang memenuhi kriteria minimal : akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. yang memenuhi persyaratan dan melindungi
penghuni rumah dari berbagai ancaman bahaya dan gangguan kesehatan,
sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat dicapai oleh penghuninya.
Menurut Siti Hani dan Cok dewi (2011) Beberapa persyaratan rumah
sehat antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan
psikologis, mencegah penularan penyakit, mencegah terjadinya kecelakaan.

1) Memenuhi kebutuhan Fisiologis.

1. Pencahayaan
Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri telah diketahui sejak
lama. Selain itu sinar UV dari cahaya matahari sering dimanfaatkan untuk
pengobatan rachitis.
Cahaya cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan
kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.
a. Pencahayaan Alam.
Diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan
melalui jendela celah – celah dan bagian – bagian bangunan yang
terbuka sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon
– pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini
berguna selain penerangan juga dapat mengurangi kelembapan
ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman – kuman penyebab
penyakit tertentu seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain –
lain.
b. Pencahayaan Buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan menganggu atau
menurunkan produktivitas kerja. Perkembangan cahaya buatan
dimulai dari cahaya obor dari kayu cemara,lampu minyak tanah,
lilin,lampu gas sampai pada lampu listrik.

2. Ventilasi ( Penghawaan )
Hawa segar diperlukan dalam rumah untuk menganggu udara ruangan
yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur
dan kelembapan udara dalam ruangan. Sebaiknya temeparatur udara
dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur
udara luas daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah
cukup besar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33
m³/orang/jam, kelembapan udara berkisar 60% optimum.

3. Tidak Bising, Jauh dari kebisingan lalu lintas maupun pabrik.

4. Jumlah kamar cukup dan ukuran memadai.

5. Tata letak ruang baik.

6. Bahan bangunan

1. Lantai
Lantai yang baik biasanya menggunakan keramik,ubin,semen.
2. Dinding
Biasa nya menggunakan tembok berbahan batu bata
batako atau menggunakan papan kayu.
3. Langit – langit
Umumnya menggunakan genteng.
a. Harus dapat menahan debudan kotoran yang jatuh dari atap
b. Harus menutup rata kerangka atap kuda – kuda penyangga denga
konstruksi bebas tikus.
4. Tersedia tempat pembuangan air hujan, air kotor, air sampah
5. Terdapat halaman rumah.
2) Syarat Psikis
Syarat diantaranya yakni :

a. Tercipta rasa aman


b. Anak perempuan dan laki – laki diatas 10 tahun memiliki kamar terpisah
c. Ada jaminan kesehatan bagi anggota keluarga di tempat
tinggal tersebut.
3) Syarat jauh dari kecelakaan
a. Terdapat pengamanan dan pencegahan terjadinya kecelakaan
b. Bahan dan konstruksi kuat.
c. Alat pembakaran > 5 cm dari dinding.
d. Alat listrik > 5 cm dari lantai.
e. Adanya alat pemadam kebakaran, terutama yang menggunakan gas.

3. Tuberculosis Paru ( TB Paru )


Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk basil dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basil Koch.
TB paru terutama menyerang paru - paru sebagai tempat infeksi primer, selain
itu, tuberculosis dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput
otak. TB paru menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang
sehat. (Darliana, 2017)

a. Penyebab TB Paru
Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan
bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat) terutama dalam keadaan kering dan dingin .
(Rini, 2013)

b. Klasifikasi TB Paru
Penyakit TB Paru dapat dibedakan menjadi 2, yaitu

1) Tuberkulosis paru BTA positif


a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

2) TB Ekstra Paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan
alat kelamin.

c. Faktor yang mempengaruhi TB Paru


1) Faktor Sosial Ekonomi :
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang
buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga
sangat erat juga dengan penularan TBC karena pendapatan yang
kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-
syarat kesehatan.
2) Status gizi :
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat
besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh
seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di
negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3) Umur :
Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia
muda atau usia produktif 15-50 tahun . Dengan terjadinya transisi
demografi saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia
menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut ebih dari 55 tahun system
imunolosis seseorang menurun, sehingga sangatrentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-paru.
4) Jenis kelamin:
Penderita TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
5) Faktor Sarana :
a. Tersedianya obat yang cukup dan kontinu,
b. Dedikasi petugas kesehatan yang baik ,
c. Pemberian regiment OAT yang adekuat.
6) Faktor penderita :
a) pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB
paru. Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak
adekuat,
b) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan
bergizi. Cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol
atau merokok.
7) Faktor keluarga
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan
pengobatan seseorang dengan cara selalu mengingatkan penderita
agar makan obat, pengertian yang dalam terhadap penderita
8) Faktor Lingkungan
a) Kepadatan Hunian. Kepadatan penghuni merupakan suatu
proses penularan penyakit. Semakin padat maka perpindahan
penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga
yang menderita Tb paru dengan BTA (+). Kuman Tb paru
cukup resisten terhadap antiseptik tetapi dengan cepat akan
menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet yang
dapat merusak atau melemahkan fungsi vital organisme dan
kemudian mematikan. Kepadatan hunian ditempat tinggal
penderita Tb paru anak paling banyak ialah tingkat kepadatan
rendah. Suhu di dalam ruangan erat kaitannya dengan
kepadatan hunian dan ventilasi rumah.
b) Ventilasi. Hal ini berhubungan dengan minimal luas jendela/
ventilasi adalah 15% dari luas lantai,
1. Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar,
sehingga keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni
rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya 02 di dalam rumah yang berarti
kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat,
2. Menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap dalam
kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang
optimal (sehat) yaitu sekitar 40 – 70% kelembaban yang
lebih dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan
penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk bakteri - bakteri patogen (penyebab penyakit),
3. Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan
selalu mengalir.
4. Lingkungan perokok dapat menyebabkan udara
mengandung nitrogen oksida sehingga menurunkan
kekebalan pada tubuh terutama pada saluran napas karena
berkembang menjadi makrofag yang dapat menyebab
infeksi.
9) Suhu Udara.
Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18 - 30°C. Suhu
optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi. Mycobacterium
tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari
selama 5 menit dapat membunuh M. tuberculosis dan tahan hidup
pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak
di rumah yang gelap.

d. Tanda dan Gejala TB Paru

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara
klinik.
a. Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
2. sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan
3. kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”,
4. suara nafas melemah yang disertai sesak.
5. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
6. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang
7. pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
8. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
9. disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam
10. tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

e. Pencegahan TB Paru
Pencegahan TB Paru oleh Dirjen P2Pl Depkes RI (2009)
1) Tidak membuang dahak di sembarang tempat.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat
a. Menjemur peralatan orang
b. Membuka pintu dan jendela setiap hari dan sinar matahari dapat
masuk
c. Mengkonsumsi makanan bergizi.
d. Tidak merokok dan minum – minuman keras
e. Olahraga secara teratur.

Kondisi Rumah : BAB III


1. Ventilasi
2. Suhu KERANGKA KONSEP DAN
3. Kelembapan
4. Pencahayaan HIPOTESIS
5. Kepadatan
A. Hunian Kerangka Konsep
6. Membuka
Karakterisktik
Jendela kamar
Individu :
atau Ruangan
1. Status Gizi
2. Umur
Kejadian
3. Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru 4. Kontak dengan
Penderita TB
5. Imunisasi
6. Pengetahuan
7. Dinding 7. Perilaku
8. Lantai
8. Kondisi sosial
9. Atap
10. Luas bangunan – Ekonomi
9. Membuang
Rumah dahak di
sembaran
tempat
Agent Bakteri :
( Mycobacterium
Tuberculosis )

Gambar III. 1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Tidak Diteliti

: Diteliti

Penjelasan :

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa, penyakit TB paru dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu agent, kondisi rumah, dan karakteristik individu. Dimana agent
penyakit TB Paru adalah Bakteri (Mycobacterium Tuberculosis). Agent penyakit TB Paru tidak dapat
menyebabkan penyakit TB paru tidak dapat menyebabkan penyakit TB paru pada manusia tanpa
didukung oleh Faktor lingkungan dan faktor manusia. Faktor lingkungan yang dimaksud yaitu kondisi
rumah meliputi ventilasi, suhu, kelembapan, pencahayaan, dinding, lantai, atap, luas bangunan,
kepadatan hunian, dan kebiasaan membuka jendela kamar atau ruangan. Kemudian faktor manusia yang
dimaksud adalah status gizi, umur,jenis kelamin, imunisasi, pengetahuan, kondisi sosial – ekonomi, dan
Membuang dahak di sembaran tempat.

B. Hipotesis Penelitian
Ada Hubungan antara kondisi rumah dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Simomulyo Kota Surabaya
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik, yang


artinya penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika
korelasi antara fenimena atau antara faktor risiko denga faktor efek.
( notoadmojo,2014)

Penelitian ini menggunakan pendekatan case ontrol yaitu suatu


penelitian analitikyang menyangkut bagaimana faktor – faktor risiko
dipelajari. Dengan kata lain, efek ( penyakit atau status kesehatan)
diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diindentifikasi pada saat
terjadinya waktu lalu( Notoadmojo,2014)
B. Lokasi dan waktu penelitian

1) Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 hingga bulan


juni tahun 2019.

2) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Simomulyo


Kota Surabaya.

1) Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah adalah seluruh rumah penerita TB


Paru BTA (+) yang berada di wilayah kerja Puskemas Simomulyo Kota
Surabaya yang berjumlah 50 rumah.

2. Sampel

Dari jumlah populasi yang ada maka sampel rumah di wilayah


kerja Puskesmas Simomulyo diperoleh hasil sebanyak 46 buah.

3. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan


rumus sebagai berikut. (Supardi & Surahman,2014)
4. Teknik pengambilan Sampel

Dilakukan secara random sampling, dimana semua individu dalam


populasi baik secara sendiri – sendiri atau bersama – sama diberi
kesempatan yang sama untuk dipilih.

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas adalah kondisi fisik dan komponen rumah

b. Variabel terikat

Variabel terikat nya adalah Penyakit TB Paru

c. Variabel pengganggu

Variabel pengganggu adalah jenis kelamin, umur, imunisasi.

2. Hubungan Antar Variabel

Kondisi
Kejadian Penyakit TB Paru
Rumah :

1. Ventilasi
2. Suhu
3. Kelembapan
4. Pencahayaan
5. Kepadatan
Hunian
6. Membuka
Karakteristik
JendelaIndividu
kamar
atau Ruangan
1. Imunisasi
2. Umur
3. Jenis Kelamin
1. Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Pengertian Alat Ukur Kategori Hasil Skala


(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Kondisi Keadaan Rumah Observasi a. Memenuh Ordinal
Rumah i syarat
b. Tidak
memnuhi
syarat
2. ventilasi Lubang pada dinding meteran a. Memenu Nominal
rumah sebagai keluar hi syarat
masuknya udara
b. Tidak
memnu
hi
syarat
3. Suhu Ukuran besaran dalam hygrometer a. Memenuh nominal
mengukur suhu i syarat
b. Tidak
memnuhi
syarat
4. Kelembapan Banyaknya uap air yang hygrometer a. Memenuh nominal
terkandumg di uadar i syarat
b. Tidak
No. Variabel Pengertian Alat Ukur Kategori Hasil Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
memnuhi
syarat
5. Pencahayaan Cahaya yg masuk ke Luxmeter a. Memenuh nominal
dalam rumah i syarat
b. Tidak
memnuhi
syarat
Kepadatan Perbandingan luas kamar Observasi a. Memenuh Nominal
Hunia tidur dengan jumlsh i syarat
penghuni kmar tidur
b. Tidak
memnuhi
syarat

3. Teknik Pengumpulan Data


Jenis Data
Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh sendiri secara langs ung dari sampel dengan
observasi dan pngukuran menggunakan alat bantu dan form penilain kuesioner. Data
Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui data-data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, d ata
Profil Puskesmas Simomulyo, tinjauan pustaka dan
).
a. Data Sekunder
Pengumpulan data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Suarabaya, pihak
Puskesmas Simomulyo dan penderita Tuberkulosis Paru.

Anda mungkin juga menyukai