Anda di halaman 1dari 6

LAPSUS

MEDICINA 2018, Volume 49, Number 2: 133-138


P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321

Penatalaksanaan anestesi pada reseksi


tumor batang otak

I Made Darma Junaedi,1* I Ketut Sinardja,2 Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan3
CrossMark
ABSTRACT

Brain steam is a component of fossa posterior, therefore anesthesia to mid brain, suspect primary brain tumor (low grade tumor),
management for brain steam tumor resection should follow the nervus opticus and chiasma opticum are normal. Patient has
general rule for anesthesia management of fossa posterior and been anesthesied well using invasif monitoring arteri line and
a special concern for complication that could happen when central venous catheter CVC in addition to standart monitoring.
brain steam is manipulated. 41 year old male with a brain steam Intraoperatifly patient going through a hypotensive episode that
tumor complain a double vision, numbness and pain on the face, caused by manipulation on the brain steam. Postoperatifly patient
and swallowing problem, MRI show diffuse lesion on the pons is in the ICU and extubated on next 12 hours.

Keywords : Brain steam tumor, anesthesia management of fossa posterior


Cite This Article: Junaedi, I.M.D., Sinardja, I.K., Sutawan, I.B.K.J. 2018. Penatalaksanaan anestesi pada reseksi tumor batang otak.
Medicina 49(2): 133-138. DOI:10.15562/medi.v49i2.294

ABSTRAK

Batang otak adalah komponen dari fossa posterior, oleh karena ditemukan Lesi difus batas tidak tegas di daerah pons sampai
itu penatalaksanaan anestesi pada reseksi tumor di batang otak mid brain, curiga primary brain tumor (low grade tumor), nervus
tentunya mengikuti prinsip-prinsip umum penatalaksanaan optikus dan kiasma optikum kanan kiri tampak normal. Pasien
anestesi pada fossa posterior ditambah dengan perhatian khusus berhasil dianestesi dengan baik menggunakan monitoring standar
terhadap komplikasi yang mungkin terjadi pada saat melakukan ditambah monitoring invasif arteri line dan pemasangan kateter
manipulasi pada batang otak. Seorang lelaki 41 tahun dengan vena sentral, intraoperatif pasien mengalami episode hipotensi
tumor batang otak mengeluh adanya pengelihatan ganda, rasa akibat manipulasi pada batang otak. Postoperatif pasien dirawat
tebal dan nyeri pada wajah serta gangguan menelan, pada MRI di ICU dan diextubasi 12 jam kemudian.

Kata Kunci : Tumor batang otak, penatalaksanaan anestesi pada fossa posterior
Cite Pasal Ini: Junaedi, I.M.D., Sinardja, I.K., Sutawan, I.B.K.J. 2018. Penatalaksanaan anestesi pada reseksi tumor batang otak.
Medicina 49(2): 133-138. DOI:10.15562/medi.v49i2.294

1,2,3
Bagian Anestesi dan Terapi PENDAHULUAN
Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Penatalaksanaan anestesi pasien yang dilakukan kranialis tersebut baik itu intraoperatif maupun
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tindakan operasi pada daerah fossa posterior postoperatif.1
Denpasar memberikan tantangan tersendiri bagi seorang Fossa posterior dibatasi pada bagian anteriornya
dokter anestesi, hal ini karena pada fossa poste- oleh tulang klivus dan petrous, lateral dan posteri-
rior terdapat satu struktur yang sangat vital ornya dibatasi oleh occipital squamosa, superiornya
*
Correspondence to: yaitu batang otak. Pada batang otak terdapat dibatasi oleh tentorium cerebelli dan pada daerah
I Made Darma Junaedi, Bagian pusat-pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat inferior dibatasi oleh foramen magnum dan sinus
Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
kardiovaskular dan reticular activating system vena dural. Hal ini menyebabkan fossa poste-
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RAS). Sehingga dapat menyebabkan ganggu- rior merupakan suatu ruang yang cukup sempit
Denpasar an-gangguan pada sistem pernafasan, kardio- sehingga operasi di daerah ini biasanya rumit dan
mddarma2013@gmai.com vaskular dan kesadaran pada saat intraoperatif memerlukan penanganan yang kompleks serta
maupun postoperatif. Selain itu batang otak juga waktu operasi yang lama.2
Diterima:  2018-02-12
tempat keluarnya saraf-saraf kranialis sehingga Selain keberadaan batang otak pada fossa
Disetujui:  2018-03-06 manipulasi pada daerah batang otak, tentunya posterior, tantangan lain yang juga dihadapi oleh
Diterditkan: 01-08-2018 juga akan mempengaruhi fungsi dari saraf-saraf dokter anestesi pada tindakan di fossa posterior di

133
LAPSUS

Penatalaksanaan anestesi untuk tindakan di


fossa posterior mengacu pada tujuannya yaitu
memfasilitasi akses ke area bedah, meminimalisir
resiko kerusakan jaringan saraf, dan memper-
tahankan stabilitas respiratorik dan kardiova-
skular.3 Oleh karena itu diperlukan beberapa alat
monitoring tambahan selain monitoring standar
yang biasa digunakan. Alat-alat monitoring yang
sebaiknya disediakan untuk tindakan pada fossa
posterior adalah alat-alat monitoring tambahan
yang dapat menilai terjadinya VAE, instabilitas
hemodinamik yang cepat dan kerusakan saraf.
Selain itu juga diperlukan komunikasi yang sangat
baik dengan operator, komunikasi sebaiknya sudah
dilaksanakan sejak preoperatif, terutama mengenai
posisi pasien, teknik operasi yang akan dilakukan
dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan intraoperatif.
Pada makalah ini dilaporkan seorang laki-laki
yang didiagnosa dengan tumor batang otak dan
Gambar 1  Foto MRI pasien pada potongan sagittal dilakukan tindakan reseksi tumor. Tindakan oper-
asi berjalan lancar dengan monitoring tambahan
intraoperatif menggunakan entidal CO2, arteri
line dan pemasangan CVC. Intraoperatif sempat
terjadi gejolak hemodinamik pada saat operator
mereseksi tumor, namun semuanya dapat teratasi
dengan baik.

ILUSTRASI KASUS
Seorang laki-laki umur 41 tahun dikonsul-
kan dengan diagnosa tumor batang otak yang
rencananya akan dilakukan reseksi tumor dan
biopsi dengan posisi park bench dekstra.

ANAMNESIS
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
penglihatan ganda yang dirasakan sejak 3 bulan
sebelum masuk rumah sakit, keluhan semakin hari
dirasakan semakin berat sehingga pasien harus
dibantu jika berjalan karena takut terjatuh. Sejak 1
bulan terakhir keluhan juga disertai dengan rasa
tebal di wajah bagian kiri dan sulit menelan.
Pasien juga merasakan nyeri kepala yang dirasakan
menjalar hingga ke daerah wajah bagian kiri, nyeri
dirasakan berkurang jika mengkonsumsi obat anti
nyeri. Riwayat kejang dan mutah proyektil disang-
Gambar 2  Foto MRI pasien pada potongan axial kal oleh pasien. Selama perawatan di ruangan
pasien mendapatkan analgetik paracetamol 500 mg
antaranya peningkatan tekanan intrakranial, posisi tiap 6 jam per oral.
pasien, kemungkinan terjadinya disfungsi saraf
kranial selama operasi berlangsung, risiko tinggi Pemeriksaan Fisik
terjadinya emboli udara pada pembuluh darah Keadaan Umum: Berat Badan: 58 kg; TB: 170 cm;
vena (venous air embolism/VAE) dan kebutuhan BMI 20 kg/m; Suhu: 36,6 C; VAS diam 2/10 cm;
menggunakan ventilasi mekanik postoperatif3 VAS gerak 2/10 cm.

134 Medicina 2018; 49(2): 133-138 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.294


LAPSUS

Sistem Saraf Pusat: E4V5M6; Reflek Pupil propofol dengan model Schnider sampai target effect
+/+ isokor; Parese nervus kranial VII sinistra (+); (Ce) 1 µg/ml, sambil menjaga jalan napas pasien
Parese nervus kranial no XII sinistra (+). dilakukan pemasangan artery line dengan anestesi
Respiratori: Napas 14 × /menit, vesikuler di lokal lidokain subkutis. Setelah diberikan preoksi-
kedua lapang paru, rhonki & wheezing (-) genasi, maka induksi dilakukan dengan fentanyl
Kardiovaskuler: TD 130/80 mmHg; HR: 200 µg secara berlahan-lahan, lidokain 90 mg
85 ×/menit, S1 S2 tunggal, reguler tanpa murmur intravena, kemudian TCI propofol ditingkatkan
Gastrointestinal: bising usus normal, distensi sampai Ce 3 µg/mL dan diberikan rokorunium 40 mg.
tidak ada Laringoskopi intubasi dilakukan dengan halus
Urogenital: Buang air kecil spontan tanpa lonjakan hemodinamik yang bermakna,
Muskuloskeletal: flexi dan defleksi leher menggunakan ETT non kinking no 7,5 cuff (+) yang
normal, gigi geligi utuh tanpa gigi palsu, mallam- selanjutnya dihubungkan dengan end tidal CO2.
pati II, motorik 5555/5555 atas bawah. Pemasangan CVC dilakukan di vena supraklavikula
dengan tuntunan USG dan certodin. Selanjutnya
Pemeriksaan Penunjang pasien diposisikan park bench kanan dan fiksasi di
Darah Lengkap: WBC 11,54x103ul; HGB daerah kepala dengan pinning. Pemeliharan dilaku-
13,22 g/dl; HCT 41,27%; PLT 412 × 103/ul kan dengan oksigen 50%, sevoflurane 0,3-0,8 Vol%,
Faal Hemostasis: BT 1’30”; CT 8’00” TCI propofol 1-3 µg/mL, dan rokuronium 0,2 mg/
PPT 12,9 (10,8-14,4); APTT 30,5 (24-36); INR kgbb/jam, intaoperatif sebelum dibuka dura juga
1,04 (0,9-1,1) diberikan manitol 0,5 gr/kgbb dalam waktu 20
Kimia Darah: SGOT 63,10 U/L (11-33); SGPT menit. Operasi berlangsung selama 5 jam dengan
131 U/L (11-50) hemodinamik yang relatif stabil. Tekanan darah
GDS 94 mg/dl (70-140); BUN 16 mg/dl (8-23); intraoperatif berkisar antara 70-125/40-70 mmHg,
SC 0,73 mg/dl (0,0-1,20) dengan nadi 35-88 × /mnt, end tidal CO2 30-35
Na 141 mg/dl (136-145); K 4,18 mg/dl mmHg dan saturasi O2 99-100%. Cairan masuk
(3,50-5,10); selama operasi sekitar 2000 ml ringer fundin,
Albumin 3,75 (3,40-4,80) pendarahan 200 ml dengan jumlah urine 1000
EKG: irama sinus; HR 78x/menit; axis normal; ml. Namun demikian pada saat operator membe-
ST-T change tidak ada baskan tumornya dan melakukan biopsi sempat
terjadi goncangan hemodinamik, dimana tekanan
Pemeriksaan Radiologi darah sempat turun sampai 70/40 dan juga terjadi
MRI Kepala dan Orbita : Lesi difus batas tidak bradikardia sampai 35 × /mnt. Goncangan hemodi-
tegas di daerah pons sampai mid brain, suspek namik ini mereda dengan sendirinya dalam kurun
primary brain tumor (low grade tumor), nervus waktu kurang dari 1 menit setelah operator untuk
optikus dan kiasma optikum kanan kiri tampak menghentikan tindakan untuk sementara.
normal
Thorax PA: cor dan pulmo dalam batas normal Pengelolaan Postoperatif
Postoperatif pasien tidak langsung diextubasi,
Pengelolaan Anestesi pernapasan pasien dibantu oleh ventilator dengan
Persiapan preoperatif dilakukan di ruang mode pressure support 10, PEEP 5, FiO2 40%
perawatan, ruang persiapan anestesi dan kamar didapatkan volume tidal 450-550 ml, saturasi O2
operasi. Di ruang perawatan pasien dipuasakan 99% dengan respirasi 12-14 × /mnt. Pasien dise-
dari makanan padat selama 8 jam, air putih non dasi dengan TCI propofol model Schinder dengan
partikel diberikan sampai dengan 2 jam sebelum Ce 0,2-0,5 µg/mL dengan analgetik fentanyl
operasi kurang lebih 200 cc. Melakukan inform 10 µg/jam dan paracetamol 3 × 1 gram didapat-
consent mengenai keadaan-keadaan yang akan kan Ramsay score 2. Terapi lain diberikan anti-
dialami pasien di ruang operasi sehingga dapat biotik dan deksametason. Pemeliharaan cairan
menurunkan rasa cemas pasien. Selanjutnya pasien dilakukan dengan ringer fundin 30 cc/kgbb/24
dipasangkan infus ringer fundin di ruang persiapan jam. Hemodinamik relatif stabil dengan tekanan
keesokan harinya, sambil memeriksa ulang catatan darah 112-130/78-80 mmHg dengan saturasi O2
medik pasien. 98-99%. Setelah sedasi dihentikan dan dilakukan
Sesampainya di ruang operasi, pasien dipasang- pemeriksaan AGD (pH 7,40, pCO2 38,5 mmHg,
kan alat-alat monitoring saturasi oksigen, tekanan pO2 93,10 93,10 mmHg, BE -1,8 mmol/L, HCO3
darah manual, EKG dan diberikan oksigen dengan -23,10 mmol/L) pasien diextubasi 12 jam kemudian
nasal canul 3 L/mnt. Selanjutnya pasien disedasi dengan GCS 15. Pasien dipindahkan ke ruangan
menggunakan target controlled infusion (TCI) pada hari ke-3. Selanjutnya dirawat di ruangan dan

Medicina 2018; 49(2): 133-138 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.294 135


LAPSUS

hasil pemeriksaan patologi anatominya menunju- duduk dikatakan memiliki keuntungan paling
kan adanya astrositoma WHO grade II. banyak yaitu memudahkan operator bedah karena
penempatan kateter drainase CSF yang jauh dan
karena adanya gravity-assisted blood, sehingga
DISKUSI
tercipta lapangan pandang yang cukup baik;
Fossa posterior merupakan suatu ruang yang cukup tekanan pada jalan nafas lebih rendah, kemudahan
sempit sehingga operasi di daerah ini biasanya gerak diafragma, kemampuan untuk hiperventilasi
rumit dan memerlukan penanganan yang kompleks meningkat, dan akses ETT yang lebih baik.3 Namun
serta waktu operasi yang lama.3 Batang otak adalah demikian angka kejadian VAE dan pneumocepha-
salah satu dari empat struktur yang terdapat di fossa lus yang tinggi menyebabkan banyak operator yang
posterior, oleh karena itu reseksi tumor dibatang menghindari posisi ini. Pada pasien ini, tindakan
otak tentunya mengikuti pertimbangan-pertim- reseksi tumor pada batang otak akan dilakukan
bangan umum pasien yang menjalani operasi di dengan park bench, dimana tubuh pasien dibalikan
fossa posterior. Pada saat melakukan preoperatif agak telungkup, bahu bagian atas menjadi condong
pada pasien yang akan dilakukan tindakan di ke dalam dan memberikan akses yang lebih leluasa
daerah fossa posterior, ada 6 pertanyaan mengenai bagi operator bedah. Namun demikian ada beber-
keadaan pasien yang seharusnya dijawab.4 apa risiko dari posisi diantaranya pembuntuan
Pertanyaan pertama Apakah pasien pada saat vena dan leher yang terpelintir, selain itu walaupun
preoperatif memiliki bukti mengalami disfungsi angka kejadiannya lebih rendah dari posisi duduk
batang otak atau nervus kranialis?4 Pada pasien tetapi tetap beresiko terjadinya VAE.3
ini, terbukti memiliki kelainan pada saraf otak IV Pertanyaan keempat, apakah pasien berresiko
(trokhlearis), hal ini terlihat dari gejala diplopia mengalami VAE?4 VAE adalah satu dari beberapa
yang terutama dirasakan memberat pada saat hal yang paling diantisipasi oleh seorang neuro-
berjalan dan menaiki tangga, hal ini sebabkan anestesi. Angka kejadian VAE sangat tergantung
adanya gangguan pada otot oblikus superior dari posisi dari pasien pada saat operasi, dimana
(disarafi oleh N IV) yang menggerakan mata ke angka kejadian tertinggi pada posisi duduk 40-45%
arah bawah dan nasal. Selain itu juga terdapat sedangkan pada posisi lateral, telungkup dan
gangguan pada saraf otak VII sinistra di daerah park bench angka kejadiannya menurun menjadi
pons di atas inti nervus VII, hal ini terlihat dari 10-15%. Oleh karena pasien ini akan dilakukan
adanya keluhan tebal pada wajah bagian kiri pada posisi park bench maka pasien ada pada resiko
terutama di daerah meatus akustikus eksterna sedang untuk terjadinya VAE.3 VAE juga berband-
dan kelumpuhan otot yang khas untuk lesi upper ing lurus dengan besarnya beda ketinggian antara
neuron saraf otak VII. Terakhir juga terdapat jantung dan lapangan operasi, dimana semakin
gangguan pada saraf otak XII yang ditandai tinggi letak lapangan operasi terhadap jantung,
dengan adanya gangguan menelan.5 Pertanyaan maka angka kejadian VAE akan semakin mening-
kedua, apakah pasien mengalami peningka- kat. Hal ini karena perbedaan ketinggian antar
tan tekanan intrakranial?4 Iya pada pasien ini lapangan operasi dan jantung akan menyebabkan
terbukti terdapat peningkatan tekanan intrakra- terjadinya tekanan subatmosfer3 pada pembuluh
nial, dengan adanya gejala nyeri kepala yang darah yang terbuka, sehingga terjadi penyedotan
semakin lama semakin berat. udara dari luka operasi ke dalam pembuluh darah
Pertanyaan ketiga, bagaimanakah posisi (sucking wound). VAE dapat dimonitor dengan
pasien pada saat operasi?4 Ada beberapa posisi beberapa metode yaitu kondisi hemodinamik
yang biasanya dilakukan pada operasi di daerah seperti tekanan darah, tekanan vena sentral/CVP,
fossa posterior diantaranya: posisi lateral, posisi tekanan arteri pulmonal; precordial doppler ultra-
telungkup (prone), posisi duduk (sitting) dan posisi sound, end tidal gas monitoring, dan transesopha-
telentang (supine).3 Masing-masing posisi memi- geal echocardiography (TEE).3 Untuk kasus-kasus
liki keuntungan dan kerugiannya masing-mas- dengan resiko yang tinggi disarankan untuk
ing. Posisi lateral dikatakan banyak dipilih untuk menggunakan ETCO2. Pada kasus ini kejadian
pendekatan pada daerah CPA (cerebropontin VAE termasuk dalam resiko sedang oleh karena itu
angle), namun sering menyebabkan permasalahan kejadian VAE dimonitoring dengan menggunakan
pada bahu pasien dan kelumpuhan saraf popliteal kateter vena sentral, ETCO2 dan saturasi oksi-
akibat kaki yang menggantung. Posisi telungkup gen. Tidak ada tindakan yang 100% efektif untuk
digunakan pada lesi di dekat midline termasuk mencegah terjadinya VAE pada posisi operasi yang
ventrikel ke-4, posisi ini lebih banyak digunakan menempatkan lapangan operasi lebih tinggi dari
pada anak-anak, karena prosesnya lebih mudah. pada jantung. Tetapi insiden dan keparahan dari
Dari semua posisi yang sudah disebutkan, posisi VAE dapat diturunkan dengan mengkontrol nafas

136 Medicina 2018; 49(2): 133-138 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.294


LAPSUS

dengan ventilasi kendali tekanan positif, hidrasi dari EMG, N2O dan dosis tinggi volatil dapat
yang adekuat, pengaturan posisi sedemikian rupa mempengaruhi SSEPs.4 Disarankan untuk meng-
sehingga posisi kepala paling mendekati jantung gunakan total intravenous anestesia (TIVA) dengan
dengan lapangan operasi yang masih tetap baik, propofol dan fentanyl untuk mendapatkan pasien
teknik operasi yang sangat berhati-hati pada saat dengan tanpa pergerakan dan monitoring neurofi-
melakukan diseksi dan penggunaan bone wax siologi yang baik.7 Pada pasien ini, kami tidak akan
yang liberal, hindari penggunaan N2O terutama menggunakan monitoring neurofisiologi karena
pada pasien yang diketahui memiliki defek intra- alatnya tidak tersedia di rumah sakit kami.
kardiak dan hindari penggunaan obat-obatan yang Intraoperatif, pemantauan yang dilakukan
meningkatkan kapasitas vena (nitrogliserida).6 pada pasien ini adalah elektrokardiogram 5 lead,
Tindakan-tindakan yang dilakukan jika pemantauan tekanan darah dengan pemasangan
terjadi VAE intraoperatif:6 Informasikan kepada artery line, pulse oxymetri, pemantauan ETCO2,
operator bahwa terjadi VAE; Hentikan N2O dan dan pemasangan kateter vena sentral di vena
tingkatkan konsentrsi oksigen; Rubah teknik supraklavikula kiri dengan bantuan USG dan
anestesi; Minta pada operator untuk memban- certodin sehingga ujung kateter dapat tepat berada
jiri lapangan operasi dengan air; Lakukan 2 cm dibawah sinoatrial node. Hal ini karena selain
penekanan pada vena jugularis; Lakukan aspirasi untuk diagnosa, pemasangan CVC juga diperlukan
pada kateter vena sentral; Persiapkan support untuk mengaspirasi udara yang sudah terperang-
kardiovaskular; Rubah posisi pasien kap, dan letak tip kateter sesuai dengan yang diatas,
Pertanyaan kelima, apakah ada kemungk- adalah tempat yang paling dekat dengan tempat
inan terjadi perdarahan yang banyak?4 Untuk percampuran udara dengan darah.6
memperkirakan jumlah pendarahan yang Durante operasi pasien saat manipulasi di
mungkin terjadi, maka sebaiknya mempertim- batang otak pasien mengalami bradikardia dan
bangkan keterlibatan sinus, vaskulariti dari massa, hipotensi sebanyak 1 kali tetapi tidak berlangsung
dan skill dan riwayat ahli bedahnya. Pada pasien lama, saat terjadi bradikardia dan hipotensi
ini, letak tumor tidak terlalu dekat dengan sinus, dilakukan komunikasi dengan operator dan
kemudian vaskularisasi dari massa menurut ahli kembali normal setelah operator mengurangi
bedah juga tidak terlalu banyak. Selain itu ahli manipulasinya. Selain posisi operasi, masalah
bedah yang akan mengerjakan juga mempunyai lain pada operasi daerah fossa posterior adalah
reputasi yang baik dalam hal perdarahan, oleh dekatnya operasi pada saraf kranial dan struktur
karena itu pasien ini untuk perdarahan kami batang otak yang mengatur fungsi respirasi dan
masukkan dalam resiko menengah, dan tetap kardiovaskular. Manipulasi bedah sering menim-
kami siapkan persediaan darah. bulkan ketidakstabilan kardiovaskular. Angka
Pertanyaan keenam, apakah tindakan opeasi ini kejadian bradikardia intraoperatif pada operasi
akan melibatkan monitoring introperatif susunan di daerah fossa posterior ditemukan signifikan
saraf pusat?4 Risiko terjadinya cedera pada saraf- yaitu 14,5%, angka kejadian takikardia 4,34%,
saraf otak pada tindakan di fossa posterior apalagi hipertensi 10,14%, dan hipotensi 11,6%. Kesemua
pada tumor di batang otak sangatlah tinggi, karena ini diperkirakan karena terjadinya manipulasi
sebagian besar saraf-saraf otak tersebut letaknya pada dasar ventrikel empat, medullary reticular
disekitar batang otak terutama pons dan midbrain. formation, akar saraf trigeminus, akar saraf vagus
Oleh karena itu diperlukan monitoring dari fungsi dan saraf otak no IX.8 Bila nervus V (nervus
saraf-saraf otak tersebut pada saat intraoperatif. trigeminalis) distimulasi bisa terjadi bradikardia
Monitoring yang didapat digunakan diantaranya berat dan hipertensi sedangkan bila distimulasi
somatosensory evoked potensial (SSEPs), Brain nervus IX atau X bisa terjadi bradikardi dan
steam auditory evoked respons (BAERs), dan spon- hipotensi.9 Selain nervus kranialis stimulasi terh-
taneous and evoked electromyogram (EMG). Saraf adap daerah periventrikulaer substansia grisea,
otak V,VII, dan X biasanya dapat dimonitoring formasio retikularis, nukleus traktus solitorius
dengan EMG dan khusus untuk saraf otak VIII dapat menyebabkan hipertensi hebat. Sedangkan
biasanya dimonitoring dengan BAERs.4 Jika dipu- hipotensi terjadi akibat penekanan medulla
tuskan untuk menggunakan monitoring saraf- oblongata dan pons.9
saraf otak intraoperatif, maka teknik anestesi yang Episode hipotensi pada operasi bedah saraf
dilakukan harus disesuaikan sehingga tidak menye- tidak boleh dianggap remeh, jika terjadi maka sece-
babkan gangguan pada proses monitoringnya. Hal pat mungkin harus ditangani. Hal ini karena aliran
yang perlu diingat oleh seorang dokter anestesi darah otak bergantung pada tekanan arteri serebral
adalah obat-obat anestesi dapat mempengaruhi dan resistensi pembuluh-pembuluh darah serebral.
pembacaan evoked potentials dan EMG, dimana Aliran darah otak rerata sekitar 50-54 ml/100 gr
pelumpuh otot sangat mengganggu interpretasi jaringan/menit yang mana dipertahankan oleh

Medicina 2018; 49(2): 133-138 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.294 137


LAPSUS

autoregulasi antara mean arterial pressure (MAP) mengalami VAE, Apakah ada kemungkinan terjadi
50-150 mmHG. Dibawah MAP 50 mmHg, maka perdarahan yang banyak dan yang terakhir Apakah
aliran darah otak akan mengikuti tekanan darah tindakan operasi ini akan melibatkan monitor-
dari pasien, jika aliran darah otak < 20 ml/100 gr ing introperatif susunan saraf pusat. Berdasarkan
jaringan/menit akibat MAPnya kurang dari 50 pertanyaan-pertanyaan diatas maka akan terlihat
mmHg, maka elektroencefalografi (EEG) menun- monitoring-moitoring apa saja yang diperlukan
jukan tanda iskemik. Bila aliran darah otak intraoperatif untuk mencapai tujuan dari pembiu-
6-9 ml/100 gr/menit, Ca2+ masuk ke dalam sel. san pada fossa posterior. Ada pun tujuannya adalah
Jika aliran darah ke otak 12-20 ml/ 100 gr jaringan/ memfasilitasi akses ke area bedah, meminimalisir
menit, maka akan terbentuk episode penumbra, risiko kerusakan jaringan saraf, dan mempertah-
yaitu suatu episode iskemia reversible, yang jika ankan stabilitas respiratorik dan kardiovaskular.
dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya episode
infarction yang sifatnya nonreversible.10
DAFTAR PUSTAKA
Paska operasi pasien tidak langsung dilakukan
ekstubasi dengan pertimbangan operasi di daerah 1. Gheorghita E, Ciurea J, Balanescu B. Considerations
on anesthesia for posterior fossa-surgery. Romanian
batang otak yang berisiko terjadi perdarahan dan Neurosurgery. 2012;19(3):183-92.
pembengkakan akut dari struktur-struktur fossa 2. Jagannathan S, Krovvidi H. Anaesthetic considerations
posterior. Selain itu durante operasi juga sempat for posterior fossa surgery. Continuing Education in
Anaesthesia, Critical Care & Pain. 2014;14(5):202-6.
terjadi periode bradikardia dan hipotensi yang 3. Rachman IA, Bisri T. Penatalaksanaan Anestesi pada
dicurigai akibat manipulasi yang berlebihan pada Tindakan Bedah Tumor Fossa Posterior: Serial Kasus.
nervus kranialis dan struktur batang otak. Journal Neuroanestesi Indonesia. 2016;5(1):1-12.
4. Pederson DS, Peterfreund RA. Anesthesia for Posterior
Selama perawatan di ruang terapi intensif pasien Fossa Surgery. Dalam: Newfield P, Cottrell JE, penyunting.
dilakukan kontrol ventilasi dengan sedasi propofol Handbook of Neuroanesthesia. edisi fifth. Philadelphia:
dan analgesia fentanyl kontinyu dengan target skala Lippincott Williams & Wilkins; 2012. hlm. 136-47.
5. Lumbantobing. Neuroogi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
sedasi ramsay 2. Setelah perawatan selama 12 jam Mental. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
di ruang terapi intensif dilakukan weaning dan 6. Schlichter RA, Smith DS. Anesthetic Management for
dilakukan ekstubasi setelah pasien sadar baik dan Posterior Fossa Surgery. Dalam: Cottrell JE, Patel P,
penyunting. Neuroanesthesia. edisi 6: Elsevier; 2017.
napas adekuat. 7. Sabbagh AJ, Al-Yamany M, Bunyan RF, Takrouri MSM,
Radwan SM. Neuroanesthesia management of neurosurgry
of brain stem tumor requiring neurophysiology monitoring
RINGKASAN in an iMRI OT setting. Saudi J Anaesth. 2009;3(2): 91-3.
8. Chand M, Thapa P, Shrestha S, Chand P. Peri-Operative
Batang otak adalah salah satu dari empat struktur Anesthetic Events in Posterior Fossa Tumor Surgery.
yang terdapat di fossa posterior, oleh karena itu Postgraduate Medical Journal of NAMS. 2012;12(2): 5-8.
9. Rosemary AC, Pellerin H. Anesthesia for posterior fossa
reseksi tumor dibatang otak tentunya mengikuti lesions. Dalam: Gupta AK, Gelb AW, eds. Essentials of
pertimbangan-pertimbangan umum pasien yang Neuroanesthesia and Neurointensive Care. Philadelphia:
menjalani operasi di fossa posterior, yang mana Saunders; 2008; 119–24.
10. Bisri DY, Bisri T. Anestesi untuk Operasi Tumor Otak:
dapat terangkum pada enam buah pertanyaan Supratentorial Infratentorial. edisi Pertama. Bandung:
mengenai keadaan pasien preoperatif. Adapun Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2016.
pertanyaan tersebut diantaranya adalah: Apakah
pasien pada saat preoperatif memiliki bukti
mengalami disfungsi batang otak atau nervus
kranialis, Apakah pasien mengalami peningka-
tan tekanan intrakranial, Bagaimanakah posisi This work is licensed under a Creative Commons Attribution
pasien pada saat operasi, Apakah pasien berisiko

138 Medicina 2018; 49(2): 133-138 | doi: 10.15562/Medicina.v49i2.294

Anda mungkin juga menyukai