Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dalam Pasal 1

menjelaskan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu

dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu

tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat

bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang

mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan,

dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki resiko gangguan jiwa. Orang

Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan

dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat

meimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang

sebagai manusia. Upaya kesehatan jiwa adalah setiap kegiatan untuk

mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi individu, keluarga dan

masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

oleh pemerintah, pemerinta daerah, dan/atau masyarakat (Kemenkumham,

2014).

Menurut data dari WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang yang

mengalami depresi, 60 juta orang mengalami bipolar, 21 juta orang

1
mengalami skizofrenia serta 47,5 juta orang mengalami dimensia (penurunan

daya ingat dan cara berfikir. Data Riskesdas (2013), menunjukkan prevalensi

gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi

dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang

atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan

jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak

1,7% per 100 penduduk (Depkes RI, 2016).

Konsep diri adalah semua kepercayaan, perasaan, dan penilaian yang

diyakini individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi

sosial dengan lingkungan sekitar. Konsep diri tidaklah langsung dimiliki

ketika seseorang lahir di dunia melainkan suatu rangkaian proses yang terus

berkembang dan membedakan individu satu dengan yang lainnya (Prabawati,

2012).

Upaya yang dilakukan untuk menangani pasien dengan masalah harga

diri rendah adalah dengan memberikan tindakan asuhan keperawatan yang

diberikan oleh semua perawat dalam semua jenjang pendidikan (Keliat dan

Akemat 2010). Untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan diperlukan

tindakan keperawatan spesialis, tindakan keperawatan spesialis yang

dibutuhkan oleh pasien dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi

interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga. Melalui terapi kognitif

individu diajarkan atau dilatih untuk mengontrol pikiran, gagasan, ide dengan

cara melatih klien untuk mengubah cara berfikir dan memandang sesuatu

2
pada saat pasien mengalami kekecewaan, sehingga pasien lebih baik dalam

bertindak dan lebih produktif (Hamid dan Wardani, 2011).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Gangguan

Konsep Diri : Harga Diri Rendah?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Gangguan Konsep Diri :

Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang

b. Menegakkan diagnosa keperawatan dengan masalah Gangguan

Konsep Diri : Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang

c. Merumuskan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang

d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan

Konsep Diri : Harga Diri Rendah di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah

1. Definisi

Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif dari diri sendiri yang

menganggap dirinya tidak berarti, tidak berharga, merasa rendah diri

secara berkepanjangan terhadap kemampuan diri, dan disertai dengan

kurangnya perawatan diri, pakaian tidak rapi, selera makan menurun,

tidak berani menatap lawan bicara, berbicara lambat dan nada suara

lemah (Keliat, 2010).

Harga diri rendah adalah perasabaran negaan seseorang bahwa

dirinya tidak diterima dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif

tentang dirinya. Harga diri rendah menolak dirinya sendiri, merasa tidak

berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

Individu gagal dalam menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita (Direja,

2011).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan

rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap

diri sendiri atau kemaampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan

diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sendiri sesuai

ideal diri (Damaiyanti, 2012).

4
2. Etiologi

Dalam tinjauan life span history klien, penyebab harga diri rendah

adalah karena pada masa lalu sering disalahkan, tidak pernah dikasih

apresiasi atas kemampuan yang telah dilakukan, keberadaannya tidak

diakui, tidak dihargai, tidak diterima, tidak diberi kesempatan untuk

mengembangkan kemampuannya, gagal dalam sekolah, gagal dalam

pekerjaan, dan gagal dalam pergaulan (Rusdi & Darmawan, 2013).

Proses terjadinya harga diri rendah yaitu karena kurangnya kasih

sayang baik dari keluarga, masyarakat, lingkungan yang membuat

seseorang tumbuh dengan tidak percaya diri yang mengakibatkan koping

seseorang tidak efektif (Afnuhazi, 2015).

a. Faktor Predisposisi

1) Penolakan yang tidak realistis

2) Kegagalan berulang kali

3) Kurang mempunyai tanggung jawab personal

4) Terlalu ketergantungan dengan orang lain

5) Ideal diri yang tidak realistis

b. Faktor Presipitasi

1) Kehilangan bagian tubuh

2) Perubahan penampilan atau bentuk tubuh

3) Kegagalan atau produktifitas yang menurun

4) Kegagalan atau produktivitas yang menurun

5
3. Manifestasi Klinis

Menurut Prabowo (2014) tanda dan gejala, yaitu :

a. Data subjektif : mengkritik diri sendiri atau orang lain, perasaan

tidak mampu, perasaan lemah dan takut, pandangan hidup yang

optimis, penolakan terhadap kemampuan diri sendiri, hidup yang

perpolarisasi, ketidakmampuan menentukan tujuan, mengungkapkan

kegagalan pribadi, merasionalkan penolakan.

b. Data objektif : produktivitas menurun, perilaku destruktif pada diri

sendiri dan orang lain, penyalahgunaan zat, menarik diri dari

hubungan sosial, ekspresi wajah malu dan rasa bersalah,

menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan), tampak

mudah tersinggung (mudah marah).

Menurut Sutejo (2019), tanda dan gejala harga iri rendah, yaitu :

a. Mengejek dan mengkritik diri

b. Merasa bersalah dan khawatir

c. Menghukum atau menolak diri sendiri

d. Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan

penggunaan zat

e. Menunda keputusan

f. Sulit bergaul dengan seseorang

g. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas

h. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi

6
i. Merusak diri : harga diri rendah menyongkong klien untuk

mengakhiri hidup

j. Merusak atau melukai orang lain

k. Perasaan tidak mampu

4. Akibat Harga Diri Rendah

Harga Diri Rendah dapat beresiko ke isolasi sosial menarik diri.

Isolasi sosial menarik diri yaitu gangguan kepribadian yang tidak

fleksibel pada tingkah laku maladaptif, fungsi sosial seseorang menjadi

terganggu dalam hubungan sosial (Afnuhazi, 2015).

5. Jenis-Jenis Harga Diri Rendah

a. Harga diri rendah situasional

Harga diri rendah situasional adalah persepsi tentang

kompetensi dan kemanjuran seseorang dan dari penilaian orang lain.

Secara umum, orang memiliki keyakinan diri yang menguatkan

tentang diri mereka sendiri, dunia, dan masa depan. Ketika harga diri

menurun, keyakinan seseorang bahwa dia dapat mengendalikan

lingkungan juga ikut menurun. Demikian juga, penurunan pada

kontrol pribadi akan berakibat pada menurunnya harga diri. Adanya

kaitan antara kegagalan dengan kurangnya kemampuan (penyebab

internal) dapat menyebabkan peurunan harapan dan motivasi

seseorang. Keadaan dimana seseorang yang sebelumnya memiliki

harga diri positif kemudian mengalami perasaan negatif tentang diri

7
mereka dalam menanggapi sesuatu peristiwa (kehilangan dan

perubahan) (Carpenito, 2009).

b. Harga diri rendah kronis

Harga diri rendah kronis (Chronic Low Self-Esteem) merupakan

evaluasi diri atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan

dalam waktu yang lama (Herdman, 2016).

6. Rentang Respon

Rentang respon harga diri rendah menurut Stuart (2013) :

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


diri positif positif rendah identitas

Keterangan :

a. Aktualisasi diri merupakan pernyataan diri tentang konsep diri yang

positif dengan latar belakang pengalaman yang nyata, sukses, dan

diterima.

b. Konsep diri positif merupakan kondisi individu yang memiliki

pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri.

c. Harga diri rendah merupakan transisi atau peralihan respon konsep

adaptif dengan konsep maladaptif.

d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam

mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam

8
kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang

harmonis.

e. Depersonalisasi merupakan perasaan yang tidak realistis dan aing

terhadap diri sendiri yang memiliki kaitan dengan ansietas,

kepanikan, serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

7. Pohon Masalah

Pohon masalah dari harga diri rendah menurut Yoseph (2016) :

Isolasi : menarik diri Akibat

Harga diri rendah Core problem

Koping individu
Penyebab
tidak efktif

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien harga diri rendah menurut Prabowo (2014),

yaitu :

a. Psikofarma

Jenis obat psikofarma untuk pasien dengan harga diri rendah

adalah obat anti-psikosis yang dibagi dalam dua golongan yaitu

golongan generasi pertama (typical) dan goongan kedua (atopycal).

Obat yang termasuk dalam golongan generasi pertama misalnya

9
cholpromazine HCL, thorodizone HCL, haloperidol. Obat yang

termasuk dalam obat golongan kedua misalnya risperidone,

olanzapine, quitiapine, dan aripiprazole.

1) Golongan butirofenon : Heloperidol, Haldol, Serenace,

Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk

injeksi 3x5 mg IM (Intra Muskular). Pemberian injeksi biasanya

cukup 3x24 jam. Setelah itu klien biasanya diberikan obat per

oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.

2) Golongan fenotizme : clorpomazine, largactile, promatile.

Biasanya diberikan per oral. Pada kondisi akut biasanya

diberikaan 3x100 mg, apaila kondisi sudah stabil dosis dapat

dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja.

b. Psikoterapi

Terapi psikologi baik untuk mendorong pasien agar bisa bergaul

lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat, dan dokter.

Dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri lagi karena bila

pasien menutup diri dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.

Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.

c. Terapi kejang listrik (Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang secara

artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang

dipasamh satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan

10
kepada pasien yang tidak mempan dengan terapi neurolipitikal oral

atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule per detik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ECT dapat

meningkatan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor

(BDNF) pada pasien depresi yang tida responsif terhadap terapi

farmakologi. Efek samping dari ECT menurut Idrus dan Faisal

(2016) adalah sebagai beriut :

1) Gangguan memori sementara

2) Sakit kepala

3) Nyeri otot

4) Peningkatan permeabilitas sawar otak (blood brain barrier)

5) Apnea

6) Cardiac Arrythmia

7) Gigi patah

8) Fratur pada tulang panjang dan tulang belakang

d. TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)

Terapi aktifitas kelompok untuk pasien dengan harga diri rendah

dengan menggunakan terapi stimulasi persepsi yang terdiri dari :

1) Sesi I : identifikasi hal positif

2) Sesi II : melatih aspek positif pada diri

11
B. Asuhan Keperawatan

1. Fokus Pengkajian

Berdasarkan Muhith (2015), ada beberapa fokus pengkajian

keperawatan pasien dengan harga diri rendah, antara lain :

a. Konsep diri

1) Citra tubuh (body image)

a) Dapatkah anda menjelaskan keadaan tubuh anda kepada

saya?

b) Apa yang anda sukai dari tubuh anda?

c) Apakah ada bagian dari tubuh anda yang ingin anda ubah?

2) Ideal diri (self care)

a) Apa yang membuat keinginan anda terlalu tinggi?

3) Harga diri (self-esteem)

a) Dapatkah anda katakan apa yang membuat anda puas?

b) Ingin jadi siapakah ada?

c) siapa dan apa yang menjadi harapan anda?

d) Apakah harapan itu harus realistis?

e) Siapakah yang palng peting bagi anda?

4) Penampilan peran (role performance)

a) Apa yang anda rasaan mengenai kemampuan anda untuk

melakuan segala sesuatu sesuai peran anda? Apakah peran

saat ini membuat anda puas?

12
5) Identitas diri (self identity)

a) Dapatah diri anda menjelasan siapa diri anda pada orang

lain : karakteristik dan kekuatan?

b. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhu harga diri, termasuk penolakan

orang tua yang tidak realistis.

2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang

sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran

yang sesuai dengan kebudayaan.

3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang

tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur sosial

berubah.

c. Faktor presipitasi

1) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau

faktor dari luar individu yang dibagi 5 kategori, antara lain :

a) Ketegangan peran : stres yang berhubungan dengan frustasi

yang dialami individu dalam peran atau posisi yang

diharapkan.

b) Konflik peran : adalah ketidaksesuaian peran yang

dijalankan dengan peran yang diinginkan.

c) Peran yang tidak jelas : adalah kurangnya pengetahuan

individu tentang peran yang dilakukannya.

13
d) Peran berlebihan : adalah kurang sumber yang adekuat

untuk menampilkan seperangkat peran kompleks.

e) Perkembangan transisi : perubahan norma yang berkaitan

dengan nilai untuk menyesuaikan diri.

2) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang

penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau

kematian orang yang berarti

3) Transisi peran sehat sakit adalah peran yang diakibatkan oleh

keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan karena kehilangan

bagian tubuh, perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau

fungsi tubuh, perubahan fisik yang berkaitan dengan

pertumbuhan dan perkembangan, dan prosedur pengobatan dan

perawatan.

4) Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan,

ketidakseimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan obat,

alkohol dan zat.

d. Status mental

Status mental dari harga diri rendah menurut Muhith (2015), yaitu :

1) Persaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit ataupun

bukan penyakit.

2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri

3) Merendahkan martabat atau rendah diri

4) Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri

14
e. Mekanisme koping

Mekanisme koping menurut Sutejo (2019) yaitu :

1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari kritis :

pemakaian obat-obatan, kerja keras, menonton televisi terus

menerus.

2) Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikuta

kelompok sosial, keagamaan, atau politik.

3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti

suatu kompetisi suatu kompetisi atau kontes.

4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara

seperti penyalahgunaan obat-obatan.

Apabila mekanisme koping tidak memberi hasil pada individu,

maka individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka

panjang. Dalam mekanisme koping jangka panjang ini individu

menutup identitas yaitu keadaan ketika individu terlalu cepat

mengadopsi identitas yang disenangi oleh orang-orang yang berarti

tanpa memperhatikan hasrat atau potensi diri sendiri. Selain

penutupan identitas, mekanisme koping jangka panjang yang

dilakukan adalah identitas negatif yaitu asumsi identitas yang tidak

sesuai dengan perasaan ansietas, bermusuhan, dan rasa bersalah.

Mekanisme pertahanan ego yang juga dilakukan adalah fantasi,

regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengakihkan marah berbalik

pada diri sendiri dan orang lain.

15
2. Intervensi Harga Diri Rendah

Rencana tindakan harga diri rendah dengan menggunakan tujuan umum

dan tujuan khusu menurut Damaiyanti (2012), yaitu :

a. Tujuan umum

Klien dapat memiliki konsep diri yang positif.

b. Tujuan khusus (TUK)

1) TUK 1 : klien dapat memiliki konsep diri yang positif

a) Kriteria hasil

(1) Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat

(2) Menunjukkan rasa senang

(3) Ada kontak mata

(4) Mau berjabat tangan

(5) Mau menjawab salam

(6) Klien mau duduk berdampingan dengan perawat

(7) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

b) Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi terapeutik.

c) Rasional

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk

kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

2) TUK II : klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki.

16
a) Kriteria hasil

(1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif

yang dimiliki : kemampuan yang dimiliki klien

(2) Aspek positif keluarga

(3) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien

b) Intervensi

(1) Diskusikan kemampuan da aspek positif yang dimiliki

klien

(2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai

negatif

(3) Utamakan memberi pujian yang realistis

c) Rasional

Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai

aktivitas

(1) Kontrol diri

(2) Integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan

(3) Reinforcement positif atau meningkatkan harga diri

(4) Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan

kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.

3) TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

a) Kriteria hasil

Klien mampu memiliki kemampuan yang dapat digunakan

17
b) Intervensi

(1) Diskusikan dengan klien kemamouan yang masih dapat

digunakan sama sekali

(2) Diskusikan yang dapat dilanjutkan

c) Rasional

(1) Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang

dimiliki adalah prasarat untuk berubah

(2) Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki dari

motivasi untuk tetap mempertahankan penggunanya.

4) TUK IV : Klien dapat menentukan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

a) Kriteria hasil

Klien dapat membuat rencana kegiatan harian

b) Intervensi

Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan

setiap hari sesuai kemampuan, seperti :

(1) Kegiatan mandiri

(2) Kegiatan dengan bantuan sebagian

(3) Kegiatan yang menimbulkan bantuan total

(4) Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi

kondisi klien

(5) Beri conton cara pelaksanaan yang boleh klien lakukan

18
c) Rasional

Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap

dirinya sendiri, klien perlu bertindak secara realistis dalam

kehidupannya, contoh peran yang dilihat klien akan

memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.

5) TUK V : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit

a) Kriteria hasil

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

b) Intervensi

(1) Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan

yang telah direncanakan

(2) Beri pujian atas keberhasilan klien

(3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah

c) Rasional

(1) Beri kesempatan pada klien untuk mandiri dirumah

(2) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri

(3) memberi kesempatan pada klien untuk tetap melakukan

kegiatan yang bisa dilakukan

19
6) TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang

ada di keluarga

a) Kriteria hasil

Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di

keluarga

b) Intervensi

(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tantang cara

merawat klien dengan masalah harga diri rendah

(2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien

dirawat

(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkunga rumah

c) Rasional

(1) Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien di

rumah

(2) Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat

klien di rumah

C. SP (Strategi Pelaksanaan) Harga Diri Rendah

Menurut Muhith (2015), strategi pelaksanaan harga diri rendah yaitu :

1. SP Pasien (P)

a. Strategi Pelaksanaan (SP I)

1) Identifiksi kemampuan melakukan aspek kegiatan positif klien

20
2) Bantu klien memilih kegiatan yang dapat dilakukan saat ini

(pilih dari daftar kegiatan) buat daftar kegiatan yang dilakukan

saat ini

3) Bantu klien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan

saat ini untuk dilatih

4) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan)

5) Masukkan dalam jadwal kegiatan untuk dilakukan dua kali

sehari

b. Strategi Pelaksanaan (SP II)

1) Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian

2) Bantu klien memilih kegiatan kedua yang akan di latih

3) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)

4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan

(masing-masing dua kali perhari)

c. Strategi Pelaksanaan (SP III)

1) Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan

berikan pujian

2) Bantu klien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih

3) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)

4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan

(masing-masing dua kali perhari)

21
d. Strategi Pelaksanaan (SP IV)

1) Evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih

dan berikan pujian

2) Bantu klien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih

3) Latih kegiatan keempat (alat dan cara)

4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan

(masing-masing dua kali perhari)

e. Strategi Pelaksanaan (SP V)

1) Evaluasi semua kegiatan latihan dan berikan pujian

2) Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga

3) Nilai kemampuan yang telah dilakukan mandiri

4) Nilai apakah harga diri klien meningkat

2. SP Keluarga (K)

a. SP 1K

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang

dialami oleh pasien dan bagaimana proses terjadinya masalah

3) Menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah

b. SP 2K

1) Melatih keluarga mempraktekkan bagaimana cara merawat

pasien dengan harga diri rendah

22
2) Melatih keluarga mempraktekkan bagaimana cara merawat pada

pasien

c. SP 3K

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas kegiatan dirumah

termasuk jadwal kegiatan minum obat (discarge planning)

2) Memperjelas follow up pasien setelah pulang

3. Narasi SP 1P

a. Fase orientasi

“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat X yang bertugas dari jam 7

sampai jam 2 siang nanti. Nama Tn/Ny siapa? Tn/Ny lebih senang

dipanggil siapa? Bagaimana keadaan Tn/Ny hari ini? Terlihat segar

yaa”

“coba bisa ibu ceritakan apa yang ibu keluhkan sehingga ibu dibawa

ke RSJ?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kegiatan yang

disukai dan yang pernah dilakukan Tn/Ny?”

“Dimana kita akan bercakap-cakap? Bagaimana kalau di taman?

Berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”

b. Fase kerja

“kegiatan apa yang sering Tn/Ny lakukan dirumah? Mencuci piring,

menyapu, mengepel, menjahit, membuat rejutan, merapikan tempat

tidur, mencuci baju”

23
“wahh bagus sekali itu Ny/Tn ada 7 kegiatan yang disukai. Dari 7

kegiatan ini yang mana yang masih dapat dilakukan di rumah sakit?

Yaa bagus sekali ada 4 kegiatan yang bisa dilakukan di rumah sakit”

“nah sekarang coba Tn/Ny pilih kegiatan apa yang cocok untuk

dilakukan di rumah sakit saat ini. Ohh iya menyapu lantai,

bagaimana kalau kita sekarang latihan menyapu lantai?”

“wahh Tn/Ny sudah bisa menyapu lantai dengan baik sekali dan

bersih”

c. Fase terminasi

“bagaimana perasaan Tn/Ny selama kita bercakap-cakap dan latihan

menyapu lantai?”

“Tn/Ny sudah bisa melakukan kegiatan menyapu lantai dengan baik

sekali dan bersih ya tentunya”

“Sekarang mari kita masukkan kedalam jadwal harian. Mau berapa

kali sehari Tn/Ny menyapu lantai? Baiklah 2 kali sehari yaa, pagi

jam 8 dan sore jam 4”

“Besok kita latihan lagi latihan kemampuan yang kedua. Apakah

Tn/Ny masih ingat kagiatan apa yang bisa dilakukan dirumah selain

menyapu lantai? Yaa benar merapikan tempat tidur. Besok kita

latihan merapikan tempat tidur ya. Tn/Ny bisanya jam berapa? Jam 9

pagi di ruangan Tn/Ny yaa”

“terimakasih Tn/Ny atas kerja samanya, sampai jumpa ya”

24

Anda mungkin juga menyukai