Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI

Dengue Haemorrhagik fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari

genus Falvivirus, virus RNA dari Keluarga Falviviridae (Soedarto 2012).

Dengue Haemorhage fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti yang disertai

manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan syok dan kematian

(Misnadiarly 2009). Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

menular mendadak yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Kementrian Kesehatan RI

2010).

Demam Berdarah Dengue ad alah penyakit yang disebabkan oleh virus

Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini

sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga

menyerang orang dewasa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2013).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus,

genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan

nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes

albopictus.(Kementrian Keeharan

Republik Indonesia 2015)


Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri otot dan sendi, syok serta dapat menimbulkan

kematian.

FAKTOR RISIKO DEMAM BERDARAH DENGUE


Banyak Faktor penyebab demam berdarah dengue yang berhubungan dengan peningkatan kejadian
DBD dan KLB yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/ pemukiman,
urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat , laut dan udara), serta keganasan
(virulensi) virus Dengue.

Faktor demam berdarah dengue antara lain :

1. Faktor resiko demam berdarah dengue merupakan elemen dasar yang wajib dipahami mengingat
banyak faktor yanng menentukan keberhasilan upaya penanggulangan DBD, adapaun faktor- faktor
risiko demam berdarah dengue adalah :

a. Peningkatan populasi nyamuk,

b. Penurunan ABJ <95%,

c. Adanya perubahan cuaca, dan

d. Peningkatan tempat-tempat perindukan

PERLU :

Kewaspadaan dini adanya peningkatan populasi nyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan
cuaca, dan peningkatan tempat-tempat perindukan Kewaspadaan dini DBD adanya peningkatan kasus
dan peningkatan faktor resiko DBD juga penting untuk kegiatan proaktif surveilans

2. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue

Beberapa faktor penularan

1. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu,

2. Urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi
sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah,

3. Sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya
penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya system pengendalian nyamuk yang efektif, serta
melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status
imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetic juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit.
4. Pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans. Perubahan iklim (climate
change) yang cenderung menambah jum lah habitat vektor DBD menambah risiko penularan

Solusi :

a. Pengendalian vektor, meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan


umur vektor, mengurangi kontak antara vector dengan manusia serta memutus rantai penularan
penyakit

b. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat
mengurangi risiko penularan DBD

3. Faktor Resiko kejadian DBD Secara umum seluruh wilayah Indonesia, propinsi dan kabupaten/ kota
mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab dan
nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di Tempat Umum,
kecuali yangketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu untuk
mengendalikan penyakit ini diperlukan gerakan untuk memberdayakan masyarakat dengan gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ) DBD.

Resiko lebih tinggi pada Desa/kelurahan rawan yaitu desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir
kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, atau yang karena keadaan lingkungannya (antara lain
karena penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain),
sehingga mempunyai risiko untuk kejadian luar biasa.

Faktor yang mempengaruhi demam berdarah dengue atau Prognosis DBD terletak pada :

1. pengenalan tanda-tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan Larutan garam isotonik atau
kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit.

2. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan
jumlah trombosit yang cepat.

3. Perdarahan pada pasien DBD akibat gangguan pada pembuluh darah, trombosit, dan faktor
pembekuan. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif,
petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.

Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah


Dengue Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat,
mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau
melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah
kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang
layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga
bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian. Dari penelitian di
Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan
dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan
tanaman hias dan pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
jentik tidak menjadi faktor risiko.

Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang merupakan reaksi infesksi
primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan,
dan migrasi. Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis
kelamin lakilaki, riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah
perkotaan.

(Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan.
Semarang. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119)

Faktor Risiko yang berhubungan dengan DBD


1. Umur

Menurut Sumarmo S.P.9 pada awal terjadinya wabah di suatu negara distribusi umur
memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun
(8695%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam
golongan umur dewasa muda meningkat. di Indonesia penderita DBD terbanyak adalah anak dengan
umur 5-11 tahun. Hubungan umur dengan kejadian DBD dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan
tabel 4 terlihat bahwa untuk kelompok kasus jumlah responden yang umurnya < 12 tahun 14
responden (28%), sedangkan untuk kelompok kontrol sebanyak 1 responden (2%). Dari analisis
statistik didapatkan nilai OR sebesar 19,056 dan (95% 01:2,395-151,598). Hal ini berarti bahwa
besarnya risiko kejadian DBD pada kelompok umur < 12 tahun adalah 19,056 kali lebih besar
dibandingkan responden yang umurnya > 12 tahun. Dari hasil uji Chi Square untuk mengetahui
hubungan antara umur dengan kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur diperoleh p value
sebesar 0,000. Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian DBD di
Kecamatan Purwokerto Timur. Dari kejadian kasus DBD di Purwokerto Timur rata-rata umur < 12
tahun lebih banyak di bandingkan dengan umur > 12 tahun, ini didukung oleh kebiasaan masyarakat
bahwa anak-anak kebanyakan aktivitasnya berada di dalam rumah, sehingga kemungkinan kontak
dengan nyamuk

Aedes aegypti lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa muda maupun orang tua kebanyakan
aktivitasnya di luar rumah.

2. Pengurasan tempat penampungan air Hubungan pengurasan tempat penampungan air dengan
kejadian DBD

3. Tanaman hias
Salah satu jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Aedes aegypti yaitu tempat penampungan air
bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minuman burimg, vas bunga tanaman bias, dan
barang-barang bekas, seperti ban, kaleng, botol dan Iain-lain. Hubungan tanaman bias dengan kejadian
DBD

4. Pelihara burung Salah satu jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Aedes aegypti yaitu
tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minuman burung,
vas bunga tanaman bias, dan barang-barang bekas, seperti ban, kaleng, botol dan Iain-lain
5. Membersihkan halaman rumah secara rutin Salah satu cara mencegah perkembangbiakkan
nyamuk Aedes aegypti adalah kebersihan halaman rumah dari sisa sampah barang-barang bekas
yang dapat menjadi tempat perindukkan nyamuk Aedes aegyp
6. Tanaman sekitar rumah Salah satu jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Aedes aegypti
yaitu tempat penampungan air alamiah seperti, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, potongan bambu dan Iain-lain
7. Membersihkan halaman rumah secara rutin Salah satu cara mencegah perkembangbiakkan
nyamuk Aedes aegypti adalah kebersihan halaman rumah dari sisa sampah barang-barang bekas
yang dapat menjadi tempat perindukkan nyamuk Aedes aegyp
8. Kebiasaan tidur siang Waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada siang hari
daripada malam hari, yaitu antara jam 08.00 - 12.00 dan jam 15.0017.00 dan banyak menggigit
di dalam rumah dari pada di luar rumah
9. Kebiasaan gantung pakaian Menurut penelitian Widyana kebiasaan menggantung pakaian di
dalam rumah mempunyai risiko terkena penyakit DBD 4,8 kali daripada yang mempunyai
kebiasaan tidak menggantung pakaian
10. Kebiasaan menggunakan obat nyamuk Metode perlindungan diri digunakan oleh individu atau
kelompok kecil pada masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dari gigitan nyamuk
dengan cara mencegah antara tubuh manusia dengan nyamuk, dimana peralatan kecil, mudah
dibawa dan sederhana dalam penggunaannya. Salah satunya yaitu obat nyamuk
11. Kebiasaan menggunakan obat nyamuk Metode perlindungan diri digunakan oleh individu atau
kelompok kecil pada masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dari gigitan nyamuk
dengan cara mencegah antara tubuh manusia dengan nyamuk, dimana peralatan kecil, mudah
dibawa dan sederhana dalam penggunaannya. Salah satunya yaitu obat nyamuk

(Dardjito, Endo. 2008. Beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap ke jadian penyakit demam
berdarah dengue (dbd) dikabupaten banyumas. Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 3 Tahun
2008)

Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan penderita DBD adalah pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari
kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan
kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan, 2007).
Secara umum Demam Berdarah Dengue (DBD) dibagi 4 derajat, terapi yang biasa dilakukan, yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) Tanpa Syok

1. Penggantian volume cairan pada DBD Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma yang terjadi
pada fase penurunan suhu sehingga dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Penggantian cairan awal dihitung untuk 2–3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok lebih
sering sekitar 30–60 menit. Tetesan 24–48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital,
kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih
maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan dehidrasi untuk diare ringan sampai sedang yaitu cairan rumatan
ditambah defisit 6% (5-8%)

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta
derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.

Oleh karena kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada
saat suhu turun), volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma,
yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit (Rampengan, 2007).

2. Antipiretika. Antipiretikum yang diberikan ialah parasetamol, tidak disarankan diberikan golongan
salisilat karena dapat menyebabkan bertambahnya pendarahan (Rampengan, 2007).

3. Antikonvulsan Apabila timbul kejang – kejang diatasi dengan pemberian antikonvulsan.

a. Diazepam: diberikan dengan dosis 0,5 mg/KgBB/kali secara intravena dan dapat diulang
apabila diperlukan.

b. Phenobarbital: diberikan dengan dosis, pada anak berumur lebih dari satu tahun diberikan
luminal 75 mg dan dibawah satu tahun 50 mg secara intramuscular. Bila dalam waktu 15 menit kejang
tidak berhenti dapat diulangi dengan dosis 3mg/Kg BB secara intramuskular (Anonim, 1985).

4. Pengamatan Penderita Pengamatan penderita dilakukan terhadap tanda–tanda dini syok.


Pengamatan ini meliputi: keadaan umum, denyut nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan
monitoring Hb, Hct dan trombosit (Anonim, 1985).

(Rampengan, 2007)

Anda mungkin juga menyukai