PERILAKU KEKERASAN ( PK )
Perilaku Kekerasaan
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Neurologi faktor, beragam komponen dari sistem syaraf mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengahuri sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
a. Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif.
b. Cyrcardian Rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam
tertentu manusia mengalami peningkatan cortsiol terutama pada jam-jam sibuk seperti
menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan jam
13.00. pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
c. Biochemistry ,faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak ( epinephrine,
norephinephrine , asetikolin dan serotonin) sangat berperan dalam menyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh.
d. Brain Area Disorder , gangguan pada sistem limbik dan lobus
e. temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi di
temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindakan kekerasan.
2) Faktor Psikologis
a. Teori psikonalisa ,Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
konpensansi ketidakpuasannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
b. Mitatio, modeling and information processing theory, menurut teori ini perilaku kekerasan bisa
berkembang dalam lingkungan yang menolerir kekerasan.
c. Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil belajar dari individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ibu saat marah.
3) Faktor Sosial Budaya
a. Latar belakang budaya
Budaya permissive : Kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b. Agama dan keyakinan
1) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan praktek, serta tidak kuat terhadap
nilai-nilai baru yang rusak.
2) Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah dalam kehidupan.
Misal Yakin bahwa penyakit merupakan hukuman dari Tuhan.
c. Keikutsertaan dalam politik
1) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
2) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
d. Pengalaman sosial
1) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan.
2) Kehilangan sesuatu yang dicintai ( orang atau pekerjaan ).
3) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
4) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
5) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal
e. Peran sosial
1) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
2) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
3) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
4) Praduga negatif.
f. Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi marah.
b. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi dapat bersum ber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yanglain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflikdapat pula
memicu perilaku kekerasan.
3. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertiian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilakukekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat
perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan
sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui
pengkajian meliputi :
1. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan
oleh klien.
2. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering
pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Tanda dan gejala:
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku
kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi : muka
merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, memaksakan kehendak, memukul
dan mengamuk.
b. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan sosial
5) Percaya diri kurang
6) Mencederai diri
c. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,
orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar
rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui
pengkajian meliputi :
1) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan
oleh klien.
2) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering
pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
d. Penatalaksanaan
1) Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin
b. Obat anti depresi : Amitripilin
c. Obat anti ansietas : Diasepam , bromozepam , clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2) Terapi Modalitas
a. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
5) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialaminya
b. Terapi Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi Musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran klien
4. Pohon Masalah
Masalah Keperawatan
5. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
6. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa 1: perilaku kekerasan
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksinya
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I.
b. Pertemuan Kedua ( SP II )
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik II (evaluasi
latihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan
bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua).
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/ verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat
jadwal latihan ibadah/ berdoa).
e. Pertemuan Kelima ( SP V )
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat (bantu pasien minum
obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama pasien/ pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat] disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur).
Strategi Pertemuan Pada Pasien Perilaku Kekerasan
NO Kemampuan/Kompetensi
Kemampuan Merawat Pasien
1 1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
(SP I ) 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan pasien
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
7. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
8. Harian
2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
( SP II ) 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II
Pertemuan 1 ( SP 1 )
P : Selamat pagi pak , perkenalkan nama saya fuji yasha hikmawati yang bertugas hari ini dari jam 2-7
malam , kalau boleh tahu nama bapak siapa ? suka nya di panggil apa pak ?
Px :
Px :
P: Boleh tidak kita berbincang-bincang sebentar tentang apa yang membuat bapak bisa berada di siini ?
Waktunya sekitar 10 mnt pak di sini ya pak ?
Px :
DAFTAR PUSTAKA
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.Jakarta: Trans Info MEdia.