PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi (Balentine, 2005). Kuman Salmonella Typhi
ini terdapat di dalam kotoran, urine manusia dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat (Prabu, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya penderita demam typhoid
adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang
pencegahan penyakit tersebut dan masih rendahnya status sosial ekonomi
masyarakat serta masih banyaknya pembawa kuman (carier) di masyarakat
(Sabdoadi, 1991). Hasil penelitian sebelumnya di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2009, terdapat 300 kasus demam
typhoid. Antibiotik yang sering digunakan adalah cefotaxim sebanyak 47
peresepan (49,47%). Persentase penggunaan antibiotik golongan
sefalosporin sebanyak 67,79%, Fluoroquinolon (Ciprofloxasin) sebesar
11,8%, Penisilin dan Kloramfenikol sebanyak 6,78%, aminoglikosida
4,23%, dan golongan lain-lain sebanyak 1,63%. Kajian penggunaan
antibiotik terdapat 100% tepat indikasi, pasien sebanyak 98,95%, yang
mengalami tepat obat sebanyak 96,84%, dan yang mengalami tepat dosis
sebanyak 82,10%. (Rakhma, 2010). Pengobatan demam typhoid sampai
saat ini masih dianut tiga penatalaksanaan, salah satunya yaitu didominasi
oleh berbagai jenis antibiotik seperti kloramfenikol, amoksisilin,
kotrimoksazol, ampicillin dan tiamfenikol.
(Widodo, 1996). Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang farmasi, maka banyak obat-obat baru yang diproduksi, khususnya
antibiotik. Penggunaan antibiotika secara benar dan rasional memang
harus diberikan. Rasional di sini maksudnya adalah harus sesuai dengan
indikasi penyakitnya, sesuai dosisnya, sesuai cara pemberiannya dan tetap
memperhatikan efek sampingnya. Sehingga diharapkan masyarakat
menjadi rasional dan tidak berlebihan dalam menggunakan antibiotika
sesuai dengan badan kesehatan dunia (WHO, 2003). Lebih dari 50% obat-
obatan antibiotik demam typhoid di Sukoharjo diresepkan dan diberikan
tidak sesuai terapi (Rudi, 2010). Demam typhoid merupakan penyakit
yang memerlukan pengobatan serius sehingga penderita demam typhoid
lebih memilih untuk berobat kerumah sakit. Melihat gambaran yang telah
diuraikan di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui
berbagai macam antibiotik yang digunakan dan bagaimana pola
pengobatan yang diberikan pada penderita demam typhoid yang berobat
ke rumah sakit, serta kesesuaiannya dengan standar terapi yang digunakan.
Penelitian ini diadakan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
karena berdasarkan data rekam medik pada tahun 2010, kasus demam
typhoid di rumah sakit tersebut angka kejadiannya nomor satu dalam
sebelas besar penyakit infeksi yaitu sekitar 517 pasien dengan diagnosis
demam typhoid dari 2.876 pasien.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dari Demam Thypoid ?
2. Apa Penyebab Demam Thypoid ?
3. Bagaimana Patologi Demam Thypoid ?
4. Bagaiman Gambaran Klasik Demam Thypoid ?
5. Bagaimana Epidemiologi dan Pencegahan ?
6. Bagaimana Pengobatan dari Demam Thypoid ?
7. Contoh Asuhan Keperawatan Demam Thypoid ?
C. TUJUAN
1. Memahami Pengertian dari Demam Thypoid.
2. Memahami Penyebab Demam Thypoid.
3. Memahami Patologi Demam Thypoid.
4. Memahami Gambaran Klasik Demam Thypoid.
5. Memahami Epidemiologi dan Pencegahannya.
6. Memahami Pengobatan dari Demam Thypoid.
7. Memahami Contoh dari Asuhan Keperawatan Demam Thypoid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demam Thypoid
Demam typhoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan
manifestasi klinik yang sama atau menyebabkan enteritis akut (Juwono dan
Prayitno, 2004). Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat
juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia
(tidak menyerang usus) (Rasmilah, 2001). Proses timbulnya demam typhoid
berawal dari kuman yang masuk lewat rongga mulut menuju ke lambung,
suatu tempat dimana terdapat mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi
mematikan kuman. Sekalipun lambung mampu mematikan kuman tapi
ternyata masih ada sebagian kuman yang lolos, kuman yang lolos inilah
yang kemudian masuk dan menempel di usus halus. Didalam usus biasanya
disebut sebagai ileum terminalis, kemampuan berkembang biak, lalu
menyebar kemana-mana diantaranya menuju sel-sel usus, kelenjar dan
saluran getah bening, pembuluh darah bahkan bisa mencapai otak (Juwono
dan Prayitno, 2004). Salmonella typhi dapat hidup baik sekali pada suhu
tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu
70°C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini
hanya menyerang manusia (Rampengan dan Laurentz, 1993). Pada demam
typhoid suhu tubuh semakin lama kian meninggi, diikuti penurunan
kesadaran, bibir dan lidah kering serta menurunnya tekanan darah. Pada
penurunannya terjadi secara cepat dan mendadak perlu diwaspadai sebagai
penanda terjadinya pendarahan atau perforasi (usus berlubang). Bila tidak
ada komplikasi, umumnya di minggu ketiga mulai terjadi proses
penyembuhan (Ganiswara,1995).
B. Penyebab
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang
dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal.
Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal
(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang
yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier
jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
C. Patologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella
spp masuk bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran HCL yang
mengurangi daya hambat terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang
masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi
pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus
penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya memasuki
folikel-folikellimfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa
usus, bereplikasi dengancepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella
spp. Setelah itu, Salmonella sppmemasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada
penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam
dindingkandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler
hati dan kanalikuliempedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang
larut disana. Melalui empedu yanginfektif terjadilah invasi kedalam usus
untuk kedua kalinya yang lebih berat daripadainvasi tahap pertama. Invasi
tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringanlimfe usus kecil
sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakansalah
satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam.Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yangmembentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil,
kelenjar limfe abdomen, limpadan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi
pada usus kecil, hanya kadang-kadang padakolon bagian atas, maka
Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon
dan lambung.Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi
nekrosis superfisial yangdisebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih
utama disebabkan oleh pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil
oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosayang nekrotik
kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepassehingga
terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan
sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus
tidak dalam meskipuntidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus
dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran
serosa.Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahanyang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari
usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi
merupakan penyebab yang paling sering menimbulkankematian pada
penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit
demamtifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia
yang hebat akanmenimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan
terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi
ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahanusus dan perforasi menunjukkan
bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangandemam tifoid yang
ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.Pada stadium akhir
dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandungkuman
Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan
urinarykarier penyakit tersebut.Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot
jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis
tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitisdan nekrosis
tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat
terjadi pada demam tifoid.
D. Gambaran Klasik Demam Thypoid
Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa
langsung ditegakkan.Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah
sebagai berikut.
1. Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya samadengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti
demam tinggi yang berpanjangan yaitusetinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit
kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin
cepatdengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa
tak enak,sedangkan diaredan sembelit silih berganti. Pada akhir
minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khaslidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atautremor.
Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa
kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut,
akan menemukan demamdengan gejala-gejala di atas yang bisa saja
terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruamkulit (rash) umumnya
terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satusisi
dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari,
kemudian hilangdengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada
penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran
2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan
atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada
infeksiyang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa
menjadi teraba dan abdomenmengalami distensi.
2. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari
kemudian meningkat pada sore atau malam hari.Karena itu, pada
minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit
pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersamadengan peningkatan suhu,
saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatansuhu tubuh.
Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan
penderita yangmengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya
terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat
sedangkan tekanan darah menurun,sedangkan diare menjadi lebih
sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.
Gangguankesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain.
3. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di
akhir minggu. Hal itu jikaterjadi tanpa komplikasi atau berhasil
diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
inikomplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,
akibat lepasnya kerak dariulkus. Sebaliknya jika keadaan makin
memburuk, dimana toksemia memberat denganterjadinya tanda-tanda
khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,inkontinensia
alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi,
jugatekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.
Penderita kemudianmengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokalmaupun umum, maka hal ini
menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkankeringat
dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba
denyutnyamemberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya
kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
4. Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu
ini dapat dijumpaiadanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.
a. Relaps
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan
demikia juga hanya menghasilkankekebalan yang
lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu
yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan
primer tetapi dapat menimbulkangejala lebih berat
daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam
tifoid yangtidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
b. Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel
najis atau darah bagi mengesankehadiran bakteri Salmonella spp
dalam darah penderita, dengan membiakkan darah padahari 14
yang pertama dari penyakit.Selain itu tes widal (O dah H
agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer
akansemakin meningkat sampai berakhirnya penyakit.
Pengulangan tes widal selang 2 harimenunjukkan peningkatan
progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)
menunjukkkandiagnosis positif dari infeksi aktif demam
tifoid.Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga
serta biakan urin pada mingguketiga dan keempat dapat
mendukung diagnosis dengan ditemukannya
Salmonella.Gambaran darah juga dapat membantu menentukan
diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan
limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,
makaarah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi
lekositosis polimorfonuklear,maka berarti terdapat infeksi
sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepatdari
lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada
akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu
mudah mendiagnosis karena gejala yangditimbulkan oleh
penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan
gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar
dengan kuman S typhi, hanyamengalami demam sedikit
kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi
karenatidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan
kuman ini langsung menjadisakit. Tergantung banyaknya jumlah
kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan dayatahannya,
termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman
hanya sedikit yangmasuk ke saluran cerna, bisa saja langsung
dimatikan oleh sistem pelindung tubuhmanusia. Namun
demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya
nanti jugasembuh sendiri.
F. Pengobatan
Pengobatan demam typhoid yang secara garis besar ada 3 bagian,
yaitu perawatan, diet dan obat.
1. Perawatan Penderita demam typhoid perlu dirawat di rumah sakit
untuk isolasi, obsevasi serta pengobatan (Rempengan dan Laurenz,
1993). Lama perawatan (Length of stay) demam typhoid sangat
tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya, ketaatan dan
kedisiplinan pasien pada minum obat serta diet makanan. Pada
umumnya lama perawatan demam typhoid adalah 7 hari, pasien
dipulangkan setelah 10 hari bebas panas. Lama perawatan yang terlalu
cepat dikhawatirkan dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
dan kekambuhan kembali (Hadisapoetro,1990).
2. Diet Dengan diet optimal keadaan umum dapat membantu
mempercepat penyembuhan atau meniadakan kemungkinan terjadinya
penyakit (Sabdoadi, 1991). Beberapa peneliti menganjurkan makanan
padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan
memperhatikan segi kualitas dan kuantitas. Kualitas makanan
disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun
mineralnya serta diusahakan makan yang rendah atau bebas selulose,
menghindari makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan
gangguan kesadaran maka pemasukan makanan lebih diperhatikan
perawatan. Pemberian makanan padat dini banyak memberikan
keuntungan seperti dapat menekan turunnya berat badan selama
perawatan, masa dirumah sakit dapat diperpendek, dapat menekan
penurunan kadar albumin dalam serum, dapat mengurangi
kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan (Rampengan dan
Laurentz, 1993).
3. Obat Demam typhoid merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian yang tinggi sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-
15%), tetapi sejak adanya obat antimikroba terutama kloramfenikol
maka angka kematian menurun secara drastis (1-4%) (Rampengan dan
Laurent, 1993). Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara
lain ialah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampiclin dan
amoksisilin, flouroquinolon (Juwono dan Prayitno, 2004). Golongan
fluoroquinolon (ofloxasin dan ciprofloxasin) adalah antibiotik pilihan
pertama untuk pengobatan demam typhoid untuk orang dewasa,
karena relatif murah, lebih toleran dan lebih cepat menyembuhkan.
Golongan flouroquinolon seperti (fleroxacin, perfloxacin) efektif
untuk pengobatan demam typhoid, tetapi tidak pada nofloxacin karena
bioaviabilitas oral rendah sehingga tidak cocok untuk demam typhoid.
Golongan fluroquinolon secara umum digunakan, beberapa negara
terjadi kontraindikasi bila diberikan pada anak-anak karena dapat
mengganggu pertumbuhan tulang rawan anak (WHO, 2003).
Pemberian antibiotik untuk memusnahkan dan menghentikan
penyebaran kuman. Antibiotik yang digunakan yaitu:
a. Flouroquinolon Flouroquinolon (Ofloxasin, Ciprofloxasin) efektif
untuk demam typhoid (Juwono, 2004). Indikasi ciprofloxasin yaitu
sebagai infeksi Gram positif (Streptococus pneumoniae dan
Enterococcus faccalis) dan Gram negatif (salmonella, shigella,
kompilobakter, neisseria dan psoudomonas). Ciprofloxasin dapat
digunakan untuk mengatasi sistem saluran cerna (termasuk demam
typhoid). Dosis siprofloxasin 500-750 mg peroral dan IV 200-400mg
2x sehari dengan lama pemberian selama 5-7 hari. Efek samping dari
ciprofloxasin yaitu nausea vomiting, diare, hyperglikemia dan
abdominal pain. Dosis ofloxasin 200- 400mg peroral dan IV 2x sehari
(BNF, 2007).
b. Kloramfenikol Kloramfenikol dicadangkan untuk penanganan infeksi
yang mengancam jiwa, terutama demam typhoid. Kloramfenikol
kontraindikasi untuk wanita hamil, menyusui dan porfiria (WHO,
2003). Kloramfenikol dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan ampicilin dan amoksisilin. Dosis untuk orang dewasa
50-75 mg/kgbb sehari oral sampai 14-21 hari, dengan efek samping
reaksi hipersensitivitas, mual muntah, diare dan sakit kepala (BNF,
2007). Dengan penggunaan kloramfenikol, demam pada demam
typhoid turun rata-rata setelah 5 hari (Juwono dan Prayitno, 2004).
c. Ko-trimoksazol (kombinasi Trimetroprim dan sulfametoksazol)
Kotrimoksazol efektif untuk carrier S. typhi dan Salmonela spesies
lain. Dosis untuk orang dewasa 480-960 mg iv dan peroral tiap 12
jam. Ko-trimoksazol mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetroprim). Efek sampingnya yaitu mual, diare, sakit kepala dan
hyperkalemia (BNF, 2007).
d. Ampicilin dan Amoksisilin Dalam hal kemampuannya untuk
menurunkan demam, efektivitas ampicilin dan amoksisilin lebih kecil
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk ampicilin 0,25-1g
4x sehari sehari secara oral dan iv 500mg 4-6 jam sehari. Dosis utuk
amoksisilin 250 mg setiap 8 jam peroral dan 500mg setiap 8jam untuk
iv. Digunakan sampai 14 hari bebas demam. Efek sampingnya yaitu
diare, nausea dan vomiting (BNF, 2007). Dengan ampicilin dan
amoksisilin demam pada demam typhoid turun rata-rata setelah 7-9
hari (Juwono dan Prayitno, 2004).
e. Sefalosporin generasi ke-3 Sefalosporin generasi ketiga (misalnya,
ceftriaxone, cefixime, cefotaxime, dan sefoperazone) dan azitromisin
juga efektif untuk pengobatan typhoid (Martin and Rose, 2005). Dosis
ceftriaxone 1g perhari, cefixim dosis dewasa yang dianjurkan adalah
15-20 mg/KgBB secara oral, dosis injeksi 200-400mg/hari. Dosis
cefotaxim 1g 2x sehari iv (BNF, 2007). Kontraindikasi jaundice,
acidosis, hipoalbuminemia dan hipersensitifitas sefalosporin.
A. Latar Belakang
Demam tifoid atau typhoid fever adalah suatu sindrom sistemik
berat yang secara klasik disebabkan oleh Salmonella Typhi.
Salmonella Typhi termasuk dalam genus Salmonella (Garna,2012).
Tujuan Khusus:
Tanda Gejala
Patofisiologi
Kuman Salmonella Typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal
akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa.
Sebagian dari Salmonella Typhi ada yang dapat masuk melalui usus
halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus.
Kemudian Salmonella Typhi, masuk melalui folikel limpa ke saluran
limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.
Bakterimia pertama-tama menyerang system retikulo endothelial
(RES) selanjutnya akan di kolonisasi melalui saluran limfe. Limfe
yang mengalir duktus torasikus menghantarkan organisme masuk
melalui aliran darah, dari sini terjadi desminasi ke seluruh organ jauh.
Sel retikulo di sumsum tulang, hati, dan limpa meamakan bakteri yang
menyebar secara hematogen, yang kadang menimbulkan fokus
infeksi. Organisme yang menyebar melalui darah kemudian
selanjutnya mengenai seluruh organ didalam tubuh seperti di sitem
saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa. (Rudholph, 2014).
D. ASUHAN KEPERAWATAN
Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tempel, Banyuanyar
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Bp. T
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tempel, Banyuanyar
Hubungan dengan pasien : Ayah
Catatan Masuk Rumah Sakit
Tanggal Masuk : 15-04-2015
Jam Masuk : 07.30 WIB
Tanggal pengkajian : 15-04-2015
Jam pengkajian : 08.30 WIB
No CM : 02xxxx
Bangsal : Anggrek
Diagnosa Masuk : Demam Tifoid
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan anaknya panas kurang lebih 5 hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan anaknya panas 5 hari sejak tanggal
10-04-2015 dan diare, kemudian di bawa ke puskesmas akan tetapi
tidak kunjung sembuh. Pada tanggal 15-04-2015 pasien di bawa ke
IGD RSUD Surakarta pukul 07.00 WIB pasien mendapat therapy
RL 10 tpm lalu mendapatkan injeksi ceftriaxone 1gr, ondansentron
4mg, lalu di bawa ke bangsal anggrek pukul 08.00 WIB.
Data fokus
DS:
a. Keluarga pasien mengatakan an. A panas 5 hari tidak turun.
b. Keluarga mengatakan an. A tidak nafsu makan.
c. Keluarga mengatakan an. A tidak dapat tidur dengan pulas karena an. A
merasa tidak nyaman.
d. An. A mengatakan ingin cepat pulang.
DO:
a. BB:20kg Tb:100cm.
4o
b. Ttv: Rr: 20x/m T:38 C N: 105x/m.
c. Rl 10tpm 24jam = 960 cc.
d. Minum 2x sehari menggunakan gelas 200cc = 400cc.
e. BAK warna kuning pekat 500ml/hari.
f. Iwl = 300cc/24jam.
g. Kebutuhan cairan 1500cc/hari.
h. Input: 960 + 400 = 1360cc/hari.
i. Output: 300 + 500 = 800cc/hari.
j. Balance cairan = 560cc.
k. A= Bb:20kg Tb:100cm B=hematokrit 36%vol C= pasien tampak lemah
D= makan tidak di habiskan hanya habis 3 sendok.
l. Hasil lab widal (+).
m. Pasien tampak lemah.
n. Pasien tampak gelisah.
o. Pasien takut ketika di datangi perawat.
Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d inflamasi penyakit.
b. Kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kehilangan nafsu
makan.
d. Cemas b.d faktor perubahan lingkungan.
Intervensi
22
2. balance komplikasi.
cairan 4.agar anak
seimbang. tertarik untuk
minum.
5. memberikan
program therapy
selanjutnya.
23
kebutuhan
nutrisi.
5.pemberian
makanan yang
tepat.
E. PEMBAHASAN
Penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada An. A
dengan Demam tifoid di ruang anggrek RSUD Surakarta. Pembahasan
ini akan membandingkan kesenjangan antara teori dan kenyataan yang
diperoleh.
Pengkajian
24
1. Data fokus yang terdapat pada teori dan terdapat di dalam
kasus, yaitu: Demam
Pada saat di lakukan pengkajian yang dilakukan kepada pasien
4o
ditemukan suhu tubuh 38 C dan keluarga pasien mengatakan
anaknya sudah panas sejak 5 hari.
Anoreksia
Pemberian Antipiretik
Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa yang muncul pada kasus dan teori :
Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi penyakit
(Wilkinson,2013). Setelah dilakukan pengkajian penulis
mendapatkan data-data pendukung yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosa yaitu data subyektif ibu pasien mengatakan
40
anaknya panas kurang lebih 5 hari, data obyektif suhu 38, C
diukur dengan termometer melalui aksila, nadi 105 x/menit.
Penulis memprioritaskan masalah ini sebagai diagnosa pertama
karena penulis beranggapan bahwa kebutuhan pasien pada
masalah ini untuk menurunkan suhu tubuh ke dalam batas
25
normal . Karena jika tidak di atasi dengan segera akan
mengakibatkan komplikasi kejang berkelanjutan , epilepsi,
dehidrasi dan kematian (Sodikin, 2012).
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat (Wilkinson, 2013). Penulis menyadari
kesalahan penulis dalam menegakan diagnosa, penulis harusnya
menegakan diagnosa resiko kekurangan volume cairan dan
penulis juga melakukan kesalahan dalam penghitungan cairan.
Resiko kekurangan volume cairan adalah kondisi dimana individu
yang beresiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau
intraselular. Dalam hal ini penulis seharusnya menegakan
diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat, kesalahan penulis terhadap
penghitungan balance cairan, selama di rumah sakit an. A
mendapatkan infuse 720cc/hari cara menghitung infuse adalah
jumlah tpm / factor tetesan x60x24. Jumlah Tpm 10/20 x 60 x 24
=720. lalu minum 400cc/hari dan dari makanan 50cc dalam sehari
pasien mendapat asupan cairan 1170cc/hari sedangankan
kebutuhan cairan pasien 1500cc/hari bisa di artikan bahwa bahwa
kebutuhan cairan pasien sudah terpenuhi. Setelah di lakukan
pengkajian di dapatkan data-data yang dapat menegakan diagnosa
antara lain.
subjektif: ibu pasien mengatakan pasien hanya minum 2 gelas tiap
hari gelas berukuran 200ml. Objektif: input= 1170cc/hari output=
800cc/hari, balance cairan -370cc/hari, mukosa bibir kering,
4o
suhu=38 C, pasien tampak lemah.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (Wilkinson, 2013).
Setelah dilakukan pengkajian penulis mendapatkan data-data
pendukung yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa
26
yaitu data subyektifnya ibu pasien mengatakan nafsu makan anak
menurun, sedangkan data obyektif: anak tampak lemah, makan
tidak di habiskan hanya habis 3 sendok tiap makan,hematokrit
36%vol, berat badan 20kg, tinggi badan 100 cm. Penulis
mengangkat masalah ini sebagai diagnosa keperawatan yang ke
tiga karena diagnosa ini mencerminkan kebutuhan jangka panjang
pasien.
Diagnosa yang muncul pada kasus tapi tidak ada dalam teori
Simpulan
Demam tifoid atau Typhoid Faver adalah suatu sindrom sistemik berat
yang secara klasik di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Salmonella
Syphi termasuk dalam genus Salmonella (Garna, 2012).
27
Dalam memberi asuhan keperawatan pada An. A yang penulis lakukan
dari pengkajian sampai evaluasi dari tanggal 15-17 april 2015, penulis
menemukan data bahawa an. A demam, tidak nafsu makan dan
minum, badan lemas, mukosa bibir kering,makan tidak di habiskan,
pasien gelisah dan takut ketika di hampiri perawat.
Saran
1. Penulis
28
Diharapkan penulisdapat menggunakan atau memanfaatkan waktu
sefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien secara optimal.
3. Perawat
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella
spp masuk bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran HCL yang
mengurangi daya hambat terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang
masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi
pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalamusus
penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya memasuki
folikel-folikellimfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa
usus, bereplikasi dengancepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella
spp.Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran
cerna (mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar,
dstnya). S typhi masuk ke tubuhmanusia bersama bahan makanan atau
minuman yang tercemar.
B. Saran
1. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada
iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari
penyakit ini meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik.
2. Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman
mengenai bagian-bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat
mengetahui cara pencegahan yang benar.
30
31