Anda di halaman 1dari 47

Bakteri Saluran Pencernaan

(Disusun una memenuhi tugas mata kuliah Dasar Biomedik 2 kelas D )

Dosen pengampu:

Dr. Dwi Wahyuni M. Kes.

Disusun oleh:

Indra Oktafia 162110101078 Zuhrotun Nisa’ Al Ahmad 162110101106

Nur Fauziyah 162110101083 Tiara Nurfaradila 162110101136

Maudy Risma Slodia 162110101091 Ardhia Pramesti N. M 162110101133

Rifdatul Nurul Huwaidah 162110101092 Kiromin Baroroh 162110101138

Mahrus Ardiansyah 162110101093 Diya Susanti 162110101142

Eka Putra Bahari 162110101095 Roudhotul Jannah 162110101143

Sri Pramiraswati H.I 162110101097 Bella anggriani 162110101146

Jihan Hana Aziza 162110101098 Anita Damayanti 162110101157

Resty Ayu Permatasari 162110101099 Dewi Permata Sari Nur 162110101150

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu. Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Dwi Wahyuni, M.Kes. telah
memberikan kami ilmu pengetahuan dan motivasi sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan mudah.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi kepada pembaca.

Jember, 25 April 2017

1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


Daftar Isi .................................................................................................................. 2
Escherichia coli ....................................................................................................... 3
Shigella sp. .............................................................................................................. 8
Salmonella Sp. ....................................................................................................... 13
Helicobacter Pylori ............................................................................................... 17
Vibrio Cholera ....................................................................................................... 20
Vibrio Parahaemolyticus ....................................................................................... 24
Vibrio Vulnificus .................................................................................................... 32
Bakteriologi Clostridium perfringens.................................................................... 38
Bacillus Cereus ...................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 44

2
Escherichia coli

1. KARAKTERISTIK
Escherichia coli atau yang lebih dikenal dengan sebutan E. coli
merupakan jenis bakteri saluran pernapasan. Bakteri ini ditemukan oleh
Theodor Escherich. Ciri-ciri umum bakteri ini yaitu berbentuk batang,
merupakan bakteri gram negatif, tidak memiliki spora, memiliki pili,
respirasi secara anaerobik fakultatif , suhu optimum 370C, mempunyai
flagella peritrikus untuk bergerak, dapat memfermentasi karbohidrat dan
menghasilkan gas patogenik dan menyebabkan infeksi saluran kemih.
Bakteri gram negatif memiliki komposisi dinding sel yang lebih kompleks.
Struktur dinding sel terdari dari 2 lapisan yaitu 1) bagian luar :
lipopolisakarida dan protein, 2) bagian dalam : peptidoglikan (Harti,
2015). Pewarnaan bakteri gram negative menghasilkan warna merah muda
atau pink. Respirasi anaerobik fakultatif artinya bakteri E. coli dapat hidup
dengan baik bila ada oksigen untuk menghasilkan ATP secara aerobik dan
dapat hidup juga tanpa menggunakan oksigen dengan melakukan
fermentasi. Escherichia coli dibedakan atas sifat serologinya berdasarkan
antigen O (somatik), K (kapsul), dan H (flagella) (Irianto, 2013). Bakteri
ini termasuk heterotrof.
2. HABITAT
Escherichia coli berada dalam saluran pencernaan manusia
tepatnya di saluran gastrointestinal , kebanyakan berada di usus besar
manusia dan pada hewan berdarah hangat. Escherichia coli
menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2, atau dengan
mencegah bakteri lain di dalam usus.
3. FAMILI
Klasifikasi Escherchia coli :
Kingdom : Monera
Phylum : Proteobacterium
Classis : Gamma proteobacteria

3
Ordo : Enterobacteriales
Famili : enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
4. PENYAKIT
Sebagian besar E. Coli tidak menimbulkan bahaya bagi tubuh manusia,
tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan
keracunan makanan yang serius pada manusia (Wikipedia). Hal ini salah
satu penyebabnya adalah konsumsi makanan atau air yang tidak bersih.
Penyakit yang disebabkan E.coli yang melebihi batas normal misalnya :
a. Diare
b. Disentri
c. Gastroenteris (suatu peradangan akut pada saluran usus)
d. Pneumonia
e. Meningitis pada bayi baru lahir
f. Infeksi luka terutama luka di dalam abdomen
g. Hemorrhagic colitis merupakan nama penyakit akut yang
disebabkan oleh E. coli O157:H7
5. PATOGENESIS
a. Enteropathogenic E.coli (EPEC)
Terdapat pada usus halus, bakteri ini menyerang vili dan
membentuk koloni sehingga penyerapan terganggu. Bakteri ini
sering menyerang bayi dan anak-anak. Gejala-gejala yang timbul
seperti demam tidak tinggi, muntah dan diare. EPEC mempunyai
antigen spesifik tertentu, dan dapat menyebabkan gastroenteritis
aku atau enteritis seperti disentri pada manusia (Irianto, 2013).
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC dapat menembus sel-sel saluran pencernaan seperti
halnya Shigella, sedangkan ETEC memproduksi enterotoksin yang
sifat-sifatnya menyerupai toksin kolera (Irianto, 2013).
Penyerangan dengan menghasilkan toksin, ada yang memiliki LT

4
(labile toxin) saja, ST (stable toxin) saja ataupun memiliki
keduanya. Bakteri yang bersifat enterotoksigenik memproduksi
salah satu atau kedua macam toksin tersebut (Irianto, 2013).
Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyekresikan
toksin. Infeksi ETEC ditandai dengan gejala demam rendah dan
tinja encer.
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Bakteri ini memproduksi toksin shiga, sehingga disebut
juga shiga-toxin producing strain (STEC). Toksin merusak sel
endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk
ke dalam usus. Gejala-gejaka yang timbul adalah tinja encer berair
yang mengandung darah dan abdomen terasa sakit, serta demam
rendah atau tanpa demam.
d. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
Bakteri ini menembus sel mukosa usus besar dan
menimbulkan kerusakan jaringan mukosa sehingga lapisan mukosa
terlepas. Gejala-gejala yang timbul adalah tinja agak encer bahkan
seperti air, mengandung nanah, berlendir dan berdarah dengan
disertai gejala panas dan malaise.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksindan sitotoksin sehingga mukosa rusak
dan mukus keluar bersama diare. Gejala yang ditimbulkan adalah
tinja encer berair, muntah, dehidrasi dan sakit pada abdomen.
6. EPIDIOMOLOGI (PENYEBARAN)
Dalam air yang tidak bersih (kotor). Bakteri golongan koliform
terdapat dalam kepekaan yang secara kasar memberikan kesamaan pada
tingkat pencemaran tinja. Dengan kata lain, jika bakteri golongan koliform
ditemukan di dalam air, kemungkinan bakteri penyebab penyakit juga
terdapat di dalam air tersebut.

5
7. PENCEGAHAN
Untuk menghindari agar tidak tertular bakteri E. coli, dapat dilakukan
pencegahan sebagai berikut :
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sampai umur 4-6
bulan.
Pemberian ASI eksklusif sangat memiliki keuntungan bagi
bayi atau ibunya. Bayi yang mendapatkan ASI, lebih rendah
terkena resiko kematian dibandingkan bayi yang tidak
mendapatkan ASI. ASI tidak membutuhkan botol, dot dan air yang
mudah terkontaminasi dengan bakteri yang dapat menyebabkan
diare.
b. Menghindari penggunaan susu botol terlalu sering
Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung
habis sekali minum, sehingga memberikan kesempatan untuk
bakteri berkembang biak. Botol juga harus dicuci dan direbus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
c. Menggunakan air bersih setiap kegiatan
Volume air yang cukup, dapat membantu dan menunjang
perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan dengan benar,
mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan membersikan
kamar mandi.
d. Membuang tinja termasuk tinja bayi secara teratur
Tinja merupakan sumber infeks bagi orang lain. Keadaan
tersebut terjadi vaik pada yang diare maupun yang terinfeksi tanpa
gejala. Oleh karena itu, pembuangan tinja anak merupakan aspek
penting untuk pencegahan diare.
e. Mencuci tangan sesudah buang air besar ataupun buang air kecil
Seringkali seseorang melupakan untuk mencuci tangan
sesudah BAB/BAK, mereka menganggap mencuci dengan air saja
cukup. Padahal mencuci dengan benar harus menggunakan sabun.

6
8. PENGOBATAN
Bakteri E. coli yang diisolasi dari infeksi di dalam masyarakt
biasanya sensitive terhadap obat-obat anti mikroba yang digunakan untuk
organism gram negative. Meskipun juga terdapat strain-strain resisten
terutama pada pasien dengan riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya.
Pada pasien yang terkena diare, perlu dijaga keseimbangan cairan dan
elektrolitnya.
9. CARA MASUK
a. Saluran nafas
Selama mikroorganisme berada di saluran nafas, maka
dapat ditularkan melalui sputumllur dan cairan hidung, terutama
jika bersin ataupun batuk.
b. Saluran cerna
Tempat ini merupakan pintu masuk maupun keluar bagi
infeksi yang terjadi melalui: secara langsung dari manusia ke
manusia, tangan yang kotor, secara tidak langsung melalui kontak
tangan dengan benda yang telah terkontaminasi oleh feses.
c. Kulit dan mukosa
Gesekan yang sering baik disengaja maupun tidak
disengaja dapat menjadikan tempat masuknya bakteri. Meskipun
terlihat biasa, sering terdapat retak maupun luka kecil yang dapat
dijadikan tempat menetapnya mikroorganisme pathogen yang
berkembang dan menimbulkan reaksi jaringan atau cidera.

7
Shigella sp.

pada spesies S. Dysentriae

1. Karakteristik
Warna dinding : Merah
Gram : Bakteri gram negatif
Alat gerak : Tidak bergerak
Spora : Tidak berspora dan tidak berselubung
Cara dapat makanan : Heterotrof-bakteri parasit (Hidup dan memperoleh
makanan dari makhluk hidup lain . tidak membuat
makanan sendiri)
Bentuk : Batang pendek, berdiameter 0,4-0,6 mikron dan
panjangnya 1-3 mikron, bentuk cocoid atau
cocobasil terutama pada biakan muda
Kapsul : Tidak berkapsul
Cara dapat oksigen : Anaerob fakultatif dan aerob
Reproduksi : Konjugasi
Reproduksi bakteri secara konjugasi
a. sel bakteri Hfr bertemu dengan sel bakteri normal
b. terbentuk tabung konjugasi, lalu terjadi perpindahan DNA
dan sel Hfr ke sel normal
c. terjadi rekombinasi DNA pada sel normal
d. Kedua sel bakteri berpindah.
2. Habitat
Dalam saluran pencernaan manusia tepatnya di saluran
gastrointestinal dan pada hewan berdarah hangat. Habitat alami Shigella
dysenteriae terbatas pada usus besar manusia dan binatang menyusui,
dimana Shigella dysenteriae memproduksi eksitoksin yang tidak tahan
panas yang mempengaruhi usus dan susunan saraf pusat.

8
3. Famili
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Classis : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : S.boydi, S.dysenteriae, S.flexneri, S.sonnei
4. Penyakit yang ditimbulkan
Shigellosis (Disentri Basiler,diare akut),dan disentri amuba (disebabkan
oleh parasit)
5. Patogenitas
- Shigella mempenetrasi intraselular epitel usus besar
- Terjadi perbanyakan bakteri
- Menghasilkan endotoksin yang mempunyai kegiatan biologis
- S. dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang mempunyai sifat
neurotoksik dan enterotoksik

Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran


pencernaan,invasi dalam darah sangat jarang. Shigella menimbulkan
penyakit yang sangat menular. Kemasukan hanya 200 basil Shigella dapat
bertahan terhadap keasaman sekresi lambung selama 4 jam. Sesudah
masuk melalui mulut dan mencapai usus, bakteri ini didalam usus besar
memperbanyak diri. Shigella sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor
virulensi yaitu:

1. Dinding polisakarida sebagai antigen halus


2. Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi
3. Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri
dan eritrosit, sehingga merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan
fagositosit untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana

9
bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan
bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta menimbulkan kerusakan
mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari bakteri ini terletak
dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella. Invasi bakteri
ini mengakibatkan terjadinya infliltrasi sel-sel polimorfonuklear dan
menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak-
tukak kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah dan
plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya
keluar bersama tinja. Shigella juga mengeluarkan toksin yang bersifat
nefrotoksik, sitotoksik (mematikan sel dalam benih sel) dan enterotoksik
(merangsang sekresi usus ) sehingga menyebabkan sel epitelium mukosa
usus nekrosis.
6. Pencegahan
Pencegahan penyakit disentri yang disebabkan oleh Shigella
dapatdilakukan dengan langkah-langkah yang meliputi :
a. Mencuci tangan dengan sabun dan air panas setelah dari toilet atau
selesai mengganti popok, dan sebelum makan atau menyiapkan
makanan
b. Gunakan tissue dispoble untuk mengeringkan tangan. Jangan
menggunakan handuk/kain karena bakteri shigella dapat bertahan
hidup selama beberapa waktu pada kain.
c. Pastikian makanan telah dimasak dengan matang
d. Cuci bersih sayuran mentah sebelum dimakan
e. Panaskan makanan sampai suhu internalnya mencapai setidaknya 75
derajat celcius
f. Bersihkan toilet dan kamar mandi secara teratur, termasuk toilet
duduk, gagang pintu, dan kran dengan menggunakan produk
pembersih yang mampu membunuh bakteri, seperti produk pembersih
yang mengandung klorin.
g. Bersihkan meja/ tempat tidur bayi secara teratur

10
h. Air dari sungai dan danau mungkin terkontaminasi oleh kotoran
manusia. Rebus air dari sumber-sumber ini sebelum diminum
7. Penyebaran (Epidemiologi) dan Penularan
Tersebar di seluruh dunia. S. dysentriae di Asia Timur dan
Amerika, S. sonnei di Amerika serikat, dan di Indonesia penyakit
berjangkit endemi. Shigella tersebar oleh kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi, Shigellosis sangat menular, seseorang dapat terinfeksi
melalui kontak dengan sesuatu yang terkontaminasi oleh tinja dari orang
yang terinfeksi. Ini termasuk mainan, permukaan di toilet, dan makanan
yang disiapkan oleh orang yang terinfeksi misalnya, anak-anak yang
menyentuh permukaan yang terkontaminasi oleh Shigella seperti toilet
atau mainan dan kemudian memasukkan jari-jari mereka di mulut maka
mereka bisa terinfeksi. Shigella bahkan dapat dibawa dan disebarkan oleh
lalat yang kontak dengan tinja yang terinfeksi. Karena tidak membutuhkan
banyak bakteri Shigella untuk menyebabkan infeksi maka penyakit dapat
menyebar dengan mudah dalam keluarga dan penampungan anak. Bakteri
juga tersebar di sumber air di daerah dengan sanitasi yang buruk.
Shigellamasih daoat disebarkan dalam 4 minggu setelah gejala penyakit
selesai (walaupun pengobatan antibiotik dapat mengurangi pengeluaran
bakteri Shigella di tinja).
8. Pengobatan
Pengobatan untuk shigellosis yaitu :
a. Antibiotik yang tepat untuk membunuh bakteri dalam hitungan hari,
antibiotik nya antara lain ampisilin, kloramfenikol,sulfametoxazol-
trimetoprim.
b. Pederita diberi banyak cairan
c. Minum rehidrasi oral
d. Untuk kasus yang berat, cairan intravena (infus) akan diperlukan
e. Makan makanan padat
f. Menghindari obat anti diare atau anti muntah kecuali bila
direkomendasikan oleh dokter.

11
9. Diagnosis

Diagnosis laboratoris Shigelosis

- Darah dan lendir dalam tinja penderita diare yang mendadak.

- Uji biokimiawi dan aglutinasi

12
Salmonella Sp.

1. Karakteristik
Ciri-ciri umum:
1. Batang gram negatif
2. Bentuk bakteri batang lurus
3. Tidak berkapsul
4. Tidak membentuk spora
5. Bergerak dengan flagel Peritrik
6. Ukuran 2-4 µm x 0,5-0,8 µm
7. Aerobik, anaerobik fakultatif
8. Patogenik, menyebabkan gastroenteritis

2. Habitat
Habitat utama kuman Salmonella pada tubuh penderita adalah di
dalam saluran pencernaan. Selain itu Salmonella dapat ditemukan pada
bagian tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfa, limpa, hati,
empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum
(Duguid, 1991).
Habitat dari salmonella yaitu terdapat pada kolam renang yang
belum diklorin, tumbuh dan berkembang pada saluran cerna manusia.
3. Filum
1. Kingdom: Bacteria
2. Filum: Proteobacteria
3. Class: Gamma proteobacteria
4. Ordo: Enterobactriales
5. Family: Enterobacteriaceae
6. Genus: Salmonella
7. Spesies: Salmonella thyposae, Salmonella parathyposa A, Salmonella
parathyposa B

4. Penyakit

13
Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada
organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut
salmonellosis.

Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah

 Diare.
 Keram perut.
 Demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang
terkontaminasi oleh Salmonella.
Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-
muntah. Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S.
typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam
tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah
dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan
makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual,
muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang
manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat
fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang
lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang
menurun.
5. Patogenesis
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui
makanan(foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan
oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang
mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam
waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh
Salmonella. Banyak peneliti telah berhasil memebuktikan bahwa
Salmonella ternyata menghasilkan toksin. Sebanyak 7% S.typhi dan S.
typhimurium menyekresikan toksin yang bersifat neurotoksik, larut dalam
air dan labil terhadap pemanasan serta oksigen. Sandefur dan Peterson

14
(1976) pernah mengisolasi 2 macam enterotoksin dari filtrat biakan S.
typhimurium. kedua toksin ini mengubah permeabilitas kapiler kulit
kelinci. Salah satu toksin menunjukkan aktivitas segera, tahan panas
(dalam autoklaf) sampai 121 derajat C selama 5 menit. Toksin lainnya
menimbulkan reaksi lambat (menyebabkan eritema dan indurasi). Selain
itu, salmonella juga dapat menginduksi akumulasi cairan di dalam saluran
cernaan.
6. Cara masuk
Cara masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri tersebut. Makanan dan minuman yang membawa bakteri tersebut
masuk kedalam mulut kemudian akan melewati saluran pencernaan dan
akan sampai ke usus. Setelah memasuki dinding usus kecil, salmonella
parathy mulai melakukan penyerangan melalui sistem lymfa ke limfa yang
menyebabkan pembengkakan pada urat dan setelah satu periode
perkembangbiakan tersebut kemudian menyerang aliran darah yang
membawa bakteri ini juga akan menyerang liver, kantong empedu, limfa,
ginjal, dan sumsung tulang dimana bakteri ini akan berkembangbiak dan
menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah
terinfeksi inilah bakteri menyerang aliran darah yang menyebabkan
bacteremia skunder. Bacteremia sekunder ini bertanggungjawab sebagai
penyebab terjadinya demam dan penyakit klinis.
7. Penyebaran
Keracunan makanan yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella di
perkirakan lebih dari 50% dari seluruh kasus keracunan makanan yang
dilaporkan di Amerika Serikat (CDC, 1969-1975). Salmonella tetap
merupakan masalah dunia, tidak hanya terjadi (meskipun lebih sering) di
rumah tangga, tetapi juga di rumah sakit, kapal pesiar, penerbangan,
restoran dan lain-lain (CDC, 1969-1977). Besarnya KLB dapat dimengerti
karena bvakteri ini merupakan penghuni saluran cerna hewan bertulang
belakang, tidak terkecuali manusia. Banyak orang yang telah terinfeksi,
tetapi tidak menampakkan gejala (carrier).

15
8. Pencegahan

Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan


sabun dan air panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan
daging mentah kemungkinan besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-
infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri telah direkomendasikan oleh
beberapa penyelidik-penyelidik. Dengan menggunakan air minum yang
dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan
makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau
makanan-makanan lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari
paparan pada Salmonella. Menghindari kontak langsung dengan carriers
hewan dari Salmonella (contohnya, kura-kura, ular-ular, babi-babi) juga
mungkin mencegah penyakit.

9. Pengobatan

Pengobatan untuk demam paratifoid yang disebabkan oleh Salmonella


paratyphi biasanya menggunakan obat antibiotic namun ada juga pengobatan
dengan cara memberikan Vaksin. Obat yang sering digunakan adalah
Ofloxacin (Ofloxacin oral), chloramphenicol, Trimethoprim -
Sulfamethoxazole, Cefotaxime, Ciprofloxacin, Gentamicin, Ampicillin dan
Amikacin. Namun tidak semua obat-obat antibiotic ini dapat membunuh atau
mematikan bakteri Salmonella paratyphi. Hal ini disebabkan karena bakteri
resisten terhadap obat-obat antibiotic tersebut. Jadi bakteri mampu
menunjukkan ketahanannya atau mampu untuk mempertahankan diri sehingga
obat-obat antibiotic tersebut mengalami penurunan kepekaan terhadap bakteri
Salmonella paratyphi. Sehingga obat-obat antibiotic tersebut tidak dapat
bekerja secara maksimal dan tidak dapat membunuh bakteri
Salmonellaparatyphi karena aktivitas obat antibiotic tersebut dihambat
terlebih dahulu oleh bakteri.

16
Helicobacter Pylori

1. Karakteristik
Helicobacter pylori merupakan bakteri batang yang melengkung,
termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini memiliki banyak flagel (4-6)
pada satu kutub dan bergerak aktif. Bersifat microaerophilic, tumbuh baik
dalam suasana lingkungan yang mengandung 02 5%, CO2 5 – 10% pada
temperatur 37ºC selama 16 – 19 hari dalam media agar basa dengan
kandungan 7% eritrosit kuda dan dengan pH 6,7 – 8 serta tahan beberapa
saat dalam suasana sitotoksin seperti ph 1,5. Helicobacter pylori
dapatmengoksidasi hydrogen serta menghasilkanoksidase, katalase, dan
urease . Helicobacter pylori membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.
Bakteri ini mendapat makanan dari organisme lain (heterotrof).
2. Habitat
Habitat Helicobacter pylori dapat ditemukan di saluran pencernaan atas
terutama di lambung
3. Family
Domain : bacteria
Filum : protobacteria
Kelas : epsilonproteobacteria
Ordo : campylobacterales
Famili : Helicobacteraceae
Genus : helicobacter
Spesies : Helicobacter pylori
4. Penyakit
Infeksi Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastritis, ulkus
peptik, dan juga berkontribusi terjadinya adenokarsinoma lambung serta
limfoma sel-B primer pada lambung serta pada kasus tertentu
menyebabkan kanker lambung. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
infeksi H. pylori tidak hanya menjadi faktor risiko bagi kelainan-kelainan
lokal di lambung, namun juga dihubungkan dengan berbagai kelainan

17
sistemik (ekstragaster). Infeksi H. pylori dihubungkan dengan kelainan
pada berbagai sistem organ, antara lain pada sistem kardiovaskular
(penyakit jantung aterosklerotik, penyakit pembuluh darah serebral),
sistem saraf pusat (parkinson, migren, Alzheimer), hematologi (immune
trombocytopenic purpura, anemia defisiensi besi dan vitamin B12),
autoimun (fenomena Reynaud dan sindrom Sjogren), kulit (urtikaria
kronik, angioedema, 8 alopesia areata), mulut (ulkus mulut, halitosis),
sistem traktus urinarius (uretritis), mata (kelainan sirkulasi pada pembuluh
darah mata, central serous chorioretinopathy, ocular adnexal MALT
lymphoma, glukoma), hiperemesis gravidarum, sarkopenia dan
sebagainya. Selain pada sistem organ di atas, infeksi H. pylori juga
dihubungkan dengan perubahan pada sistem endokrin khususnya
perubahan kadar hormonal di dalam tubuh. Infeksi H. pylori berpengaruh
pada kadar beberapa hormon saluran cerna, antara lain menyebabkan
penurunan kadar somatostatin, hipergastrinemia, perubahan kadar leptin,
ghrelin, IGF-1, insulin, glicentin, dan kolesistokinin. Selain itu, beberapa
kelainan hormon di luar saluran cerna juga dihubungkan dengan infeksi H.
pylori, antara lain menyebabkan penurunan kadar estrogen,
hiperparatiroid, dan dikaitkan dengan penyakit tiroid autoimun .
5. Patogenitas
Infeksi Helicobacter pylori dapat melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi bakteri. Setelah Helicobacter pylori tertelan, bakteri
memasuki lumen lambung, ataurongga. Karenamemilikiflagela
Helicobacter pylori dapat menahan kontraksi otot perut.Setelah tiba di
lapisan lendir, bakteri kemudian melubang lapisan tersebut menggunakan
flagella dan bentuk heliks untuk membuat gerakan seperti sekrup.
6. Epidemiologi
Helicobacter pylori terdapat di mukosa lambung pada kurang dari
20% orang berusia kurang dari 30 tahun, tetapi bertambah prevalensinya
hingga 40-605% pada orang berusia 60 tahun, termasuk orang

18
asimtomatik. Di negara berkembang, prevalensi infeksi mungkin 80% atau
lebih pada orang dewasa. Penularan Helicobacter pylori
Dari orang ke orang mungkin terjadi, karena ditemukannya infeksi
dalam kelompok-kelompok keluarga.
7. Pencegahan
Infeksi Helicobacter pylori dapat terjadi karena beberapa faktor
antara lain, sistem imu, lingkungan serta keadaan penjamu. Oleh karena
itu, upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya infeksi oleh Helicobacter pylori, antara lain :
a) Tidak merokok
b) Makan dan minum dengan gizi cukup dan seimbang
c) Hindari makanan yang mengandung kadar garam tinggi
d) Hindari stress
8. Pengobatan
Pengobatan dengan terapi tripel yaitu metronidazol dan salah satu
di antara bismuth subsalisilat atau bismuth subsitrat ditambah salah satu di
antara amoksilin atau tetrasiklin selama 14 hari. Terapi ini dapat
mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori pada 70-75%. Selain itu, obat
penekan asam yang diberikan selama 4-6 minggu memacu penyembuhan
ulkus. Penghambat pompa proton (protont pamp inhibitor) secara
langsung menghambat Helicobacter pylori dan tampaknya merupakan
inhibitor urase yang poten. Pemberian penghambat proton ditambah
amoksisilin dan klaritomisin ataupun amoksisilin ditambah metronidazol
selama satu minggu juga sangat efektif.
Lansoprazoleomeprazole, dan pantoprazole adalah jenis penghambat
pompa proton yang sering digunakan.

19
Vibrio Cholera

1. Klasifikasi
Filum : proteobacteria
Ordo : vibrionales
Famili : vibrionaceae
Genus : vibrio
2. Karakteristik
Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif yang tidak memiliki
membran inti sel. Bakteri ini berbentuk basil / batang bengkok dan
memiliki alat gerak berupa flagella di salah satu kutubnya. Bakteri ini
bersifat heterotrof dan bisa berespirasi secara aerob maupun anaerob
3. Habitat
Vibrio Cholera menyerang usus.
4. Penyakit
Nama penyakit yang disebabkan oleh bacteri Vibrio cholera ini
adalah penyakit Kolera.
5. Patogenesis
Dalam keadaan alamiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap
manusia. Seseorang yang memiliki asam lambung yang normal
memerlukan menelan sebanyak 1010 atau lebih V. cholerae dalam air
agar dapat menginfeksi, sebab kuman ini sangat sensitive pada suasana
asam. Jika mediatornya makanan, sebanyak 102 – 104 organisme yang
diperlukan, karena kapasitas buffer yang cukup dari makanan. Beberapa
pengobatan dan keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam
lambung membuat seseorang lebih sensitive terhadap infeksi Vibrio
cholerae.
- Entecotoksin
V. cholerae ini menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam
dan panas, dengan berat molekul sekitar 90.000 yang mengandung 98%
protein, 1% lipid dan 1% karbohidrat.

20
Pada tiap molekul enterotoksin Vibrio cholerae terdiri dari 5 sub
unit B (binding) dan 1 sub unit A (active). Sub unit A ini mempunyai 2
komponen A1 dan A2. Enterotoksin berikatan dengan reseptor ganglion
pada permukaan enterocytes melalui 5 sub unit B. Sedangkan komponen
A2 sub unit mempercepat masuknya enterotoksin ke sel dan komponen
A1 sub unit bertugas meningkatkan aktivitas Adenil siklase, akibatnya
produksi cyclic AMP meningkat yang menyebabkan meningkatnya
sekresi cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan diare massif dengan
kehilangan cairan mencapai 20 liter perhari “watery diarrhea”, pada kasus
berat dengan gejala dehidrasi, syok, gangguan elektrolit dan kematian.
- Perlekatan (adheren)
V. cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk ke
dalam aliran darah tetapi tetap berada di saluran usus. V. cholerae yang
virulen harus menempel pada mikrovili permukaan sel epitelial usus baru
menimbulkan keadaan patogen. Disana mereka melepaskan
toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan
gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan
menghambat absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, secara histology, usus tetap normal.
6. Famili
Vibrionaceae
7. Epidemiologi
Tujuh pandemic (epidemic yang mendunia) kolera terjadi sejak
awal tahun 1800-an. Di antara tahun 1832 - 1836 lebih dari 200.000
penduduk Amerika Utara meninggal pada pandemic kedua dan keempat.
Pada pandemic ketujuh awal tahun 1961 bermula di Indonesia, kemudian
menyebar ke Asia Selatan, Timur Tengah, sebagian Eropah dan Afrika.
Pandemic ini disebabkan biotype El Tor.
Mulai tahun 1991 pandemic ketujuh menyebar ke Peru dan
menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Ini kemungkinan
terjadi karena tergenangnya air kotor di dasar kapal yang berlabuh di

21
pelabuhan Lima, mengingat penyakit ini menyebar melalui air dan tidak
adanya pemberian chlorine pada air yang dikonsumsi. Penyakit menular
dengan cepat, dalam 2 tahun lebih 700.000 kasus dan 6.323 kasus
meninggal dilaporkan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyakit
ini mulai jarang di Amerika Utara sejak pertengahan 1800-an, tetapi focus
endemic masih tetap ada di Pantai Gulf Louisiana dan Texas.
8. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi khususnya
makanan dan air melalui pendidikan. Pasien kolera seharusnya diisolasi,
ekskresinya didisinfeksi dan orang-orang kontak diawasi.
Khemoprofilaksis dengan obat antimikroba mungkin diperlukan.
Bagi wisatawan yang memasuki daerah endemic kolera, sebaiknya
memasak makanan sampai matang sebelum mengkonsumsinya, kepiting
harus dimasak lebih kurang 10 menit, memakan buah harus dikupas
kulitnya dan dicuci, memakan es harus dihindari kecuali kita tahu bahwa
es terbuat dari air mendidih.
Pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung ekstrak
lipopolisakarida dari vibrio atau suspensi pekat vibrio dapat memberikan
perlindungan yang terbatas pada orang-orang yang rentan (misal kontak
antar anggota keluarga) tetapi tidak efektif sebagai alat kontrol epidemic.
Vaksin ini memberikan proteksi 60 - 80% untuk masa 3 - 6 bulan. Di
beberapa Negara meminta kepada pelancong yang datang dari daerah
endemik untuk memberikan bukti bahwa mereka telah divaksinasi.
Sertifikasi vaksin untuk kolera dari WHO hanya berlaku selama 6 bulan.
Imunisasi toksoid kolera pada manusia tidak lebih baik daripada
vaksin standard yang dijelaskan diatas tadi. Hingga saat ini perbaikan
hygiene / sanitasi saja yang memberikan pencegahan yang mantap
terhadap kolera.
9. Pengobatan
Prinsip dalam pengobatan kolera ini adalah mengganti air dan
elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan

22
memasukkan secara intravena cairan yang mengandung Natrium, Kalium,
Chloride dan Bicarbonate.
Antibiotika yang sering digunakan untuk melawan kuman ini
adalah Tetrasiklin. Tetrasiklin yang diberikan peroral dapat mengurangi
keluarnya tinja yang mengandung kuman kolera dan memperpendek masa
ekskresi Vibrio cholerae.
Tetrasiklin juga memperpendek waktu timbulnya gejala klinis pada
penderita kolera. Pada beberapa daerah endemic, V. cholerae yang
resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang
mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab
konsentrasinya pada empedu.
10. Cara Masuk
Vibrio cholerae banyak ditemui di permukaan air yang
terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman tersebut, oleh
karena itu penularan penyakit kolera ini dapat melalui air, makanan dan
sanitasi yang buruk

23
Vibrio Parahaemolyticus

1. Klasifikasi
Kalsifikasi ilmiah
Kingdom : Bakteri
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Vibrionales
Famili : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : V.parahaemolyticus
Nama Binomial : Vibrio parahaemolyticus
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 3- 5 mm,
dipusat koloni berwarna hijau tua. Karak-teristik biokimia adalah
mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa,
galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, methyl red
dan H2S bersifat negatif. Vibrio parahaemolyticus(Vp) merupakan bakteri
halofilik Gram negatif. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%,
kisaran suhu 5 – 43°C,pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99.Pertumbuhan
berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu
generasi hanya 9–10 menit
2. Habitat
Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atau
estuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open
sea). Bakteri Vp terutama hidup di perairan Asia Timur. Bakteri ini
tumbuh pada air laut dengan kadar NaCl optimum 3%, ( berkembang
baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %) pada kisaran suhu 5 - 43 OC, pH 4,8
–11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99. Pertumbuhan berlangsung cepat
pada suhu optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11 menit.
Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada

24
suhu 10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan) (Adams and
Moss 2008). Selama musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur
laut, sedangkan selama musim panas mereka ditemukan di perairan
pantai. Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan,
udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Sudheesh and Xu 2002).
Vp adalah bakteri halofilik didistribusikan di perairan pantai di
seluruh dunia. Bakteri ini ditemukan di lingkungan muara sungai dan
menunjukkan variasi musiman, yang hadir dalam jumlah tertinggi selama
musim panas. Selama musim dingin, bakteri ini tetap berada di bawah
muara pada bahan chitinous plankton (Ray 2004).
Bakteri ini biasanya menyerang sistem pencernaan, dari mulai
lambung hingga kolon. Sehingga gejala penyakit yang ditimbulkan berupa
diare akut serta menyebabakan dehidrasi.
3. Family
Vibrionaceae
4. Penyakit
V. parahaemolyticus bila masuk ke dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan infeksi gastrointestinal, yang ditandai dengan muntah-
muntah, diare, dan rusaknya pembuluh darah (Volk dan Wheeler, 1990).
Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang
berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala
lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin.
Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menggambarkan pasien
yang mengalami perkembangan diare dan/atau muntah akut (Lee et al
2008). Istilah ini menjadi acuan bahwa terjadi proses inflamasi dalam
lambung dan usus. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah
tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja),
dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat
pula disertai frekuensi yang meningka. Diare adalah defekasi yang tidak
normal baik frekuensi maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4
kali sehari.

25
Diare akut akibat bakteri Vp disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare
yang disertai lendir dan darah sehingga disebut diare inflamasi.
Akibatnya terjadi kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.
Masa inkubasi bakteri Vp biasanya antara 12 sampai 24 jam, tetapi dapat
juga berkisar antara 4 sampai 30 jam. Gejala yang muncul adalah kejang
perut yang tiba-tiba dan berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa
inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan
agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus juga menyebabkan
septisemia (Lee et al 2008).
5. Patogenesis
a. Masa Inkubasi : 8-72 jam
b. Gejala Utama : sakit perut, diare, mual dan muntah
c. Disertai sedikit demam dan rasa kedinginan
d. Sembuh dalam 2-5 hari
e. Tidak disebakan toksin
6. Cara masuk
Bakteri V. parahaemolyticus masuk melalui Hand to Mouth
dimana bakteri ini berasal dari makanan yang berasal dari (terutama) laut
yg kemudian di masak tidak terlalu matang dan mengakibatkan bakteri
masuk dalam tubuh dengan mudah.
7. Penyebaran
Vibrio parahaemolyticus pertama kali menunjukkan gejala
enteropatogenik pada tahun 1951, yang menyebabkan wabah foodborne
diseasedan menjadi penyebab 50-70% penyakit gastroenteritis di
Jepang (Adams and Moss 2008). Kasus sporadis dan beberapa kejadian
luar biasa (KLB) dengancommon source dilaporkan dari berbagai bagian
dunia, terutama dari Jepang, Asia Tenggara dan AS. Beberapa KLB
dengan korban yang banyak terjadi di AS yang disebabkan karena
mengkonsumsi seafood yang tidak dimasak dengan sempurna. Kasus-
kasus ini terjadi terutama pada musim panas. Beberapa KLB yang akhir-

26
akhir ini terjadi disebabkan oleh strain Kanagawa negatif, dan strain
urease positif.
Vp teridentifikasi sebagai patogen pangan pertama kali di Jepang,
pada tahun 1950. Infeksi disebabkan oleh konsumsi sarden, dengan 272
orang sakit dan 20 meninggal. Sejak itu, Vp dikenal sebagai penyebab
penyakit karena seafood mentah atau setengah matang di Jepang dan
beberapa negara Asia lainnya (Daniels et al 2000). Kejadian luar biasa
keracunan pangan karena Vp (KLB Vp) didefinisikan sebagai kejadian
dua atau lebih kasus penyakit dengan gejala klinis yang mirip, yang
terjadi setelah mengkonsumsi suatu jenis seafood. Pada kasus infeksi Vp
1988 – 1997 di Florida, Alabama, Louisiana dan Texas, 59%-nya
merupakan penyakit gastroenteritis, 8% dengan septisemia dan 34%
dengan infeksi kulit. Sebanyak 88% dari penderita gastroenteritis tercatat
mengkonsumsi tiram mentah sebelum sakit, sementara 91% penderita
septisemia juga mengkonsumsi makanan yang sama sebelum sakit. Dari
total 345 kasus, 45% di antaranya dirawat dan 4% meninggal dunia
(Daniels et al 2000).

Bakteri ini adalah jenis bakteri yang hidupnya di laut, memiliki


daya tahan terhadap salinitas cukup tinggi. Oleh sebab itu bakteri patogen
ini dapat mencemari pangan hasil laut (Liston, 1989). V.
parahaemolyticus sering ditemukan pada udang mentah, ikan mentah,
serta kerang, ikan dan pangan hasil laut lainnya yang kurang sempurna

27
memasaknya (Volk dan Wheeler, 1990). Seafood yang merupakan produk
hasil laut, memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk
tumbuh dan berkembang biak: keberadaan garam, nutrien yang baik serta
pH dan aw yang cocok sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal
di dalam seafood. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan
moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan
makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut.

8. Pencegahan
Untuk pengendalian tingkat kontaminasi didalam seafood,
diperlukan pemilihan metode analisis yang lebih sensitifitas dengan waktu
deteksi yang lebih cepat. Teknik analisis berdasarkan deteksi gen (tlh, tdh
dan/atau trh) memberikan hasil yang lebih akurat untuk mendeteksi strain

28
patogen dibandingkan dengan teknik MPN-konvensional yang
berdasarkan pada reaksi biokimiawi.
a. Pendidikan kesehatan (health education)
b. Perbaikkan sanitasi khususnya control terhadap vector lalat
c. Vaksinasi dapat melindungi orang-orang yang kontak langsung dengan
penderita. Berapa lama efek proteksinya belum diketahui. Untuk
mengatasi epidemic, efeknya belum jelas. Yang penting adalah efek
psikologisnya.
d. Diadakan perhatian khusus kepada pekerja-pekerja kapal, perenang,
dan juru masak seafood karena habitat dari bakteri ii adalah di laut.
e. Pengolahan dan penyimpanan makanan laut harus cermat
9. Pengobatan
a. Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga
hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut.
Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada
semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium
bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan
seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat
dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda,
dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir
jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum
cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama
kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti
cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,

29
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.
Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang diberikan, hendaknya sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada
pasien dengan gejala dan tanda diare, tanda infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, untuk mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, diare pada pelaku perjalanan (travellers), dan
pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris
dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan
kultur dan resistensi kuman.obat antibiotic yang dapat digunakan
meliputi Antibiotika kloramfenikol, kanamisin, tetrasiklin, dan
sefalotin.
c. Obat anti diare
1) Kelompok antisekresi selektif .
Terobosan terbaru dalam abad ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai
penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan
cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis
obat baru anti diare dan dapat digunakan pada anak-anak.
2) Kelompok opiate
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid
HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari, loperamid 2 – 4
mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5 mg 3 – 4 x sehari. Efek

30
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
3) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar bahwa zat ini dapat
menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek
tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan
mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-
10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk
kapsul atau tablet

31
Vibrio Vulnificus

Vibrio vulnificus merupakan bakteri yang relatif baru dalam


identifikasinya sebagai bakteri yang patogen bagi manusia. Bakteri ini ditemukan
sebagai patogen di tiram pada tahun1976 dan kasus infeksi pertama pada manusia
oleh Vibrio vulnificus didokumentasikan pada tahun1979. Bakteri ini hidup
dengan memfermentasi laktosa baik dalam keadaan aerobik maupun anaerobik
dan tergolong jenis parasit oportunistik. Walaupun infeksi Vibrio vulnificus
tergolong cukup berbahaya, namun infeksi oleh bakteri ini tidak pernah terjadi
secara meluas. Kasus-kasus inveksi oleh Vibrio vulnificus ditemukan secara
sporadik di daerah-daerah pantai Amerika Serikat, New Zealand, dan Jepang.
Infeksi Vibrio vulnificus di Amerika Serikat 95% terjadi saat laut hangat antara
Bulan Mei dan Oktober. Vibrio vulnificus merupakan kerabat dekat Vibrio
cholerae penyebab kolera dan Vibrio parahaemolytic penyebab diare akut. Jenis-
jenis bakteri Vibrio ini dicirikan dengan penyakit yang berhubungan dengan
saluran gastrointestinal.

1. Klasifikasi
Filum : Bacteria
Classis : Proteobacteria
Divisio : Gammaproteobacteria
Ordo : Vibrionales
Familia : Vibrionaceace
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio vulnificus

32
Vibrio vulnificus. Bakteri gram negatif yang motil dengan sebuah flagella polar

2. Habitat

Vibrio vulnificus adalah bakteri yang ditemukan secara alami di daerah


perairan hangat yang bergaram (halofilik) seperti teluk-teluk dan muara sungai di
dekat laut. Vibrio vulnificus umumnya hidup membentuk koloni di tiram, remis,
plakton, maupun kepiting yang hidup di perairan asin. Vibrio vulnificus dapat
juga ditemukan hidup bebas di air laut dan endapan lumpur di dasar laut.

Lingkungan pertumbuhan bagi Vibrio vulnificus: oTemperatur :


temperatur optimum berkisar 37ºC. Dalam tubuh tiram, suhu
optimal pertumbuhan adalah 30ºC.

o pH : pH optimum adalah 7,8. Range pH untuk hidup 5-10.

o Salinitas : konsentrasi NaCl optimum 2,5 %. Range konsentrasi


NaCl untuk hidup 0,5-5,0 %.
3. Famili
Vibrionaceae
4. Distribusi Geografik (Penyebaran)
Kasus infeksi Vibrio vulnificus banyak ditemukan pada perairan-
perairan dangkal pantai Amerika Serikat ( pantai Florida, Teluk Meksiko,
sepanjang pantai barat Amerika serikat), perairan New Zealand, dan

33
perairan Jepang. Namun, dilihat dari habitatnya, Vibrio vulnificus dapat
hidup di perairan hangat di mana pun di dunia
5. Morfologi
Vibrio vulnificus merupakan bakteri basillus gram negatif, motil,
memiliki fimbria dan kapsul.
Kapsul pada Vibrio vulnificus memegang peranan penting dalam
penentuan sifat patogeniknya. Bakteri Vibrio vulnificus yang tidak
berkapsul ditemukan tidak bersifat patogen. Munculnya galur Vibrio
vulnificus yang berkapsul dan tidak berkapsul tidak diketahui
mekanismenya.
Adanya fimbria (pilli tipe IV) juga menentukan virulensi Vibrio
vulnificus. Pilli tipe IV yaitu N-metilfenilalanin, yang merupakan
karakteristik genus Vibrio, diperlukan bakteri untuk melekat pada sel
tubuh.

Citraan mikroskop elektron dari Vibrio vulnificus.


Tanda panah menunjukkan fimbria bakteri.
Sebagai bakteri Gram negatif, lipopolisakarida Vibrio vulnificus
(endotoksin) memegang peranan penting, terutama dalam mekanisme
demam dan shock yang timbul pada infeksi.

34
6. Patologi dan Gejala Klinis (Patogenesis)
Gejala yang sering timbul pada infeksi Vibrio vulnificus adalah infeksi
pada luka terbuka, nekrosis, gastroenteritis (muntah, diare, dan masalah
pada perut dan usus), dan septisemia primer ( akibat infeksi Vibrio
vulnificus pada aliran darah).
Septisema primer umumnya terjadi pada penderita gangguan
hati.Gejala yang timbul antara lain demam dan badan terasa dingin,
penurunan tekanan darah secara mendadak (septic shock), muncul bercak
merah bengkak lunak yang meluas pada kulit, dan kematian. Septisima
primer adalah gejala paling berbahaya pada infeksi Vibrio vulnificus.
Kemungkinan sembuh penderita yang terkena septisema adalah 55%,
sedangkan pada kasus infeksi luka terbuka 24%.

A.
Karakteristik luka yang muncul pada infeksi Vibrio vulnificus di kaki pasien
dengan gangguan hati. B.
Munculnya gejala infeksi Vibrio vulnificus satu hari setelah luka terjadi karena
goresan tulang ikan. C. Bakteri yang diisolasi dari sampel darah penderita
Munculnya gejala awal infeksi Vibrio vulnificus dapat berkisar antara
beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa gastroenteritis umumnya
muncul berkisar antara 16 jam sesudah Vibrio vulnificus terkonsumsi. Gejala

35
berupa septisema muncul kira-kira 36 jam sesudah reaksi pertama muncul. Gejala
infeksi yang relatif cepat kemunculannya adalah bengkak dan merahnya kulit
pada infeksi pada luka terbuka, yaitu sekitar 4 jam setelah infeksi.
Serangan oleh baketeri Vibrio vulnificus pada orang sehat tergolong infeksi
akut dan gejala akan muncul tiba-tiba dan segera sesudah infeksi. Pada penderita
yang sembuh dari infeksi tidak diperlukan penanganan jangka panjang.
7. Cara Masuk
Infeksi Vibrio vulnificus pada manusia disebabkan oleh termakannya
makanan laut (seafood) yang terinfeksi Vibrio vulnificus dan tidak
termasak sempurna atau mentah.
infeksi yang lain dapat terjadi oleh kontak Vibrio vulnificus di air laut
pada luka terbuka. Vibrio vulnificus bertanggung jawab terhadap 95%
kasus kematian akibat konsumsi makanan laut. Sumber bakteri Vibrio
vulnificus pada kasus infeksi yang terdokumentasi kebanyakan berasal
dari tiram (88%).
Pada tiram yang terinfeksi Vibrio vulnificus tidak ditemukan
perubahan bentuk dan penampilan, rasa, maupun bau. Hal ini menjadi
sesuatu yang menyulitkan dalam identifikasi infeksi dan penyebaran
Vibrio vulnificus. Organisasi Amerika Serikat, FDA ( Food and Drug
Administration), mempublikasikan bahwa 5 – 10% tiram di daerah pantai
Amerika Serikat terinfeksi Vibrio vulnificus.
Orang yang beresiko tinggi mendapat sakit yang serius dan kematian
pada infeksi Vibrio vulnificus adalah yang memiliki gangguan hati,
hemokromatosis (kelainan zat besi tubuh), diabetes, gangguan ginjal,
gangguan sistem imun (termasuk HIV), dan penggunaan steroid jangka
panjang untuk asma atau arthritis, dan kanker. Tidak ditemukan
kecenderungan infeksi Vibrio vulnificus yang berkitan dengan umur, ras,
atau jenis kelamin.
8. Diagnosis
Penegakan diagnosis infeksi Vibrio vulnificus ditentukan
ditemukannya Vibrio vulnificus pada isolasi kultur cairan pada luka, feses

36
diare, maupun darah. Untuk penelitian yang lebih luas, dapat digunakan
media khusus untuk sampel-sampel tersebut sehingga dapat diyakinkan
adanya pertumbuhan Vibrio vulnificus.
9. Pengobatan
Penanganan utama pada infeksi Vibrio vulnificus adalah menggunakan
antibotik. Pada gejala nekrosis akibat infeksi luka terbuka, diperlukan
amputasi bagian tubuh.
Penggunaan antibiotk untuk penanganan antara lain:
o Doxycycline (100 mg PO/IV dua kali sehari untuk 7-14 hari)
dan generasi ketiga cephalosporin ( Misal: ceftazidime 1-2 g
IV/IM setiap delapan jam), maupun tetrasiklin.
o Pada anak-anak, dimana tidak dapat digunakan doxycycline,
dapat digunakan trimethoprim-sulfamethoxazole ditambah
aminoglycoside.
10. Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi Vibrio vulnificus dilakuakan antara lain dengan:

o Mengkonsumsi makanan laut yang telah dimasak dengan sempurna,


jangan makan makanan laut yang mentah
o Untuk kerang yang dimasak : a) kerang direbus sampai cangkang
membuka dan lanjutkan perebusan selama lima menit, b) kerang
diuapkan sampai cangkang membuka dan lanjutkan penguapan selama
sembilan menit
o Bagi orang yang beresiko tinggi terhadap munculnya gejala serius oleh
infeksi Vibrio vulnificus, sebaiknya menghindari makanan laut,
terutama tiram, walupun telah dimasak dengan baik
o Tidak membiarkan luka terbuka terpapar air laut

o Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan atau sepatu bot


saat mengerjakan kegiatan di daerah perairan asin

37
Bakteriologi Clostridium perfringens

1. Klasifikasi
Clostridium perfringens.

2. Habitat bakteri Clostridium Perfringens di dalam tubuh manusia


Clostridium perfringens terdapat dan menyerang saluran usus
manusia, hewanpeliharaandanhewan liar.
3. Famili dari bakteri Clostridium Perfringens
Clostridiaceae.
4. Patogenesis
Sumber makanan yang tedapat Clostridium perfringens adalah
daging sapi, unggas yang dikeringkan atau dimasak jauh sebelum segera
dimakan. Makanan yang seperti inilah yang menyebabkan infeksi akibat
bakteri Clostridium perfringens. Infeksi sering terjadi saat makanan
disiapkan dalam jumlah banyak dan tetap hangat untuk waktu yang lama
sebelum disajikan. Wabah sering terjadi pada makanan-makanan di
institusi seperti rumah sakit, kafetaria sekolah dan acara makan-makan
yang besar. Infeksi penyakit ini terjadi bila memakan makanan yang
terkontaminasi oleh Clostridium perfringens dalam jumlah banyak.
Selama pendinginan, makanan pada suhu mulai dari 12 ° C sampai 60 ° C
berpotensi menyebabkan spora makanan berkecambah dan bakteri
tumbuh. Bakteri tumbuh sangat cepat antara 43 ° C sampai 47 ° C. Jika
makanannya disajikan tanpa pemanasan ulang untuk membunuh bakteri,

38
bakteri hidup tersebut bisa termakan oleh manusia dan hidup di dalam
ususnya (oral-route).
5. Penyakit
Bakteri Clostridium perfringens dapat menghasilkan toksik dan
enzim yang dapat mengakibatkan penyebaran infeksi. Keracunan makanan
´perfringens´ merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan
yang disebabkan oleh C. perfringens . Penyakit yang lebih serius, tetapi
sangat jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang
terkontaminasi strain Type C. Penyakit yang ditimbulkan strain type C ini
dikenal sebagai enteritis necroticans atau penyakit pig-bel .
Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan
diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan
makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada
beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2
minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan
komplikasi-komplikasi lain.
Necrotic enteritis (penyakit pig-bel) yang disebabkan oleh C.
perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga disebabkan karena
korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan yang
terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel syndrome )
disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia (infeksi
bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya.
Kilimayuh juga dapat diakibatkan oleh bakteri Clostridium perfringens.
6. Penyebaran (demografi)
Tersebar luas di lingkungan, spora organism ini dapat bertahan di
tanah, endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau
hewan.
7. Pencegahan
Cara melakukan pencegahan penyakit/infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Clostridium Perfringens adalah memasak makanan dengan

39
benar-benar memperhatikan suhu yang direkomendasikan. Kemudian
menyimpan makanan pada suhu yang lebih hangat dari 60 ° C atau lebih
dingin dari 5 ° C. Hal ini untuk mencegah pertumbuhan Clostridium
Perfringens yang mungkin bisa bertahan pada proses memasak yang awal.
Makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri ini mungkin tidak terasa
aneh baik bau maupun rasanya karena ia terlihat tidak berbeda dengan
makanan yang baik pada umumnya padahal ia berbahaya.
8. Pengobatan
Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada
pengobatan lain yang khusus. Perawatan pendukung (cairan infus,
obat untuk mengendalikan demam dan rasa sakit) adalah pengobatan
standar. Tidak, tidak ada vaksin yang tersedia bagi manusia.

40
Bacillus Cereus

1. Karakteristik
a. Bentuk Sel Bakteri Bacillus cereus adalah sel Batang atau basil
b. Gram positif (mempertahankan zat warna kristal violet)
c. Tidak memiliki flagel
d. Termasuk bakteri yang heterotrof
e. Aerob fakultatif (mumnya tumbuh pada medium yang mengandung
oksigen)
2. Habitat
Habitat umumnya bakteri ini di temukan di tanah dan tumbuhan
tumbuhan, namun pada manusia bisa berada di usus kecil.
3. Famili
Klasifikasi dari Bakteri Bacillus cereus adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisio : Fimicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : B. Cereus
4. Penyakit
Makanan yang terkontaminasi biasanya akan menimbulkan reaksi
emetik (muntah) dan diare. Ini diakibatkan emetic toxin dan enterotoxins
yang dihasilkan oleh bakteri dan sporanya selama pengolahan.

1. Emetic type atau Short Incubation


Pada keracunan makanan dengan tipe emetic disebabkan karena
adanya pre-formed –oksin yang disebut cereulide pada makanan. Pada
B. cereus tidak perlu ikut termakan untuk menyebabkan keracunan,
karena bakteri ini mampu menghasilkan toksin yang dapat
mengkontaminasi makanan. Sehingga walaupun tidak terdapat bakteri

41
pada makanan, namun apabila terdapat toksin yang dihasilkan oleh
B.cereus keracunan makanan tetap dapat terjadi. Jenis intoksikasi ini
dapat terjadi dengan cepat sekitar 0,5 hingga 6 jam, ditandai dengan
gejala mual, muntah-muntah, kram pada perut, dan diare.

2. Diarrhoeal type atau Long Incubation


Pada keracunan makanan tipe ini disebabkan karena pembentukan
dan pelepasan dari enterotoksin pada usus halus, walaupun
enterotoksin dapat terbentuk juga sebelum masuk ke dalam tubuh
(dihasilkan oleh bakteri ketika ada di makanan). Keracunan jenis ini
dapat terjadi dengan waktu inkubasi 6 hingga 24 jam. Gejala yang
timbul antara lain diare (berair) , kram dan nyeri pada perut, mual dan
muntah sesekali [2].

5. Patogenitas
Bacillus cereus bertanggung jawab untuk sebagian kecil penyakit
bawaan makanan (2-5%), menyebabkan mual, muntah parah dan diare.
Memasak suhu kurang dari atau sama dengan 100 ° C (212 ° F)
memungkinkan beberapa spora Bacillus cereus untuk bertahan hidup.
Makanan dimasak tidak dimaksudkan untuk dipakai sendiri atau
pendinginan yang cepat dan pendinginan harus disimpan pada suhu di
atas 60 ° C (140° F).
Perkecambahan dan pertumbuhan umumnya terjadi antara 10-50 ° C
(50-122 ° F), meskipun beberapa strain psychrotrophic hasil pertumbuhan
bakteri dalam produksi enterotoksin, salah satunya sangat tahan terhadap
panas dan pH antara 2 dan 11; konsumsi menyebabkan dua jenis penyakit,
diare dan muntah (muntah) sindrom.

42
6. Penyebaran
Bakteri Bacillus cereus ini dulunya di temukan di Negara Amerika
serikat, namun seiring berjalannya waktu bakteri ini menyebar luas ke
seluruh wilayah di dunia.
7. Pencegahan
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan. Namun
demikian, makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan
benar umumnya aman dari racun yang menyebabkan muntah Cara
menghindari atau mengurangi resiko pencemaran oleh Bacillus sp. adalah
dengan menjaga peraltan yang digunakan tetap besih. Kemudian proses
pengolahan yang digunakan lebih efektif menghambat pertumbuhan
bakteri apabila digunakan suhu tinggi (suhu sterilisisasi). Sterilisasi dapat
merusak spora pada Bacillus sp. Untuk produk yang direfrigerasi, proses
pemanasan haruslah direncanakan sehingga produk pangan akan mencapai
suhu pengolahan dengan cepat dan dapat didinginkan dengan cepat.
8. Pengobatan
Pengobatan untuk menangani bakteri Bacillus cereus dapat
dilakukan dengan pengobatan simtomatik dan pengobatan kausatif dengan
zat antibakteria.
9. Cara Masuknya Bakteri Ke Dalam Tubuh
Seseorang menelan makanan atau minuman yang mengandung
bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan
yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang
dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare
(disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan toksin
yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan
panas dengan berat molekul rendah)

43
DAFTAR PUSTAKA

Adams MR and Moss MO. 2008. Food Microbiology. Third Edition.University of


Surrey, Guildford, UK. The Royal Society of Chemistry.

Amelia, S. (2005). Vibrio Cholerae. Departemen Mikrobiologi Fakultas


Kedokteran USU .

Anonim.1989.Bakteriologi Klinik.Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan


Departemen Kesehatan RI.

Arisman. (2008). Keracunan Makanan. Jakarta: Buku Kedokteran BGC.

Bahan Ajar Parasitologi. Marjiyo, Mardhiyah F. 2004. Yogyakarta : s.n., 2004.

Brooks, G. F., et al.2010.Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology,


25th Ed. New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Terjemahan oleh
Nugroho, A. W., dkk. 2014. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg, Ed. 25. Jakarta : EGC
Daniels NA, MacKinnon L, Bishop R, Altekruse S, Ray B, Hammond RM,
Thompson S, Wilson S, Bean NH, Griffin PM and Slutsker L. 2000.
Vibrio parahaemolyticus Infections in the United States, 1973–1998. The
Journal of Infectious Diseases 181 (2000) :1661–1666.

Dewi, Fajar Kusuma. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
Etjang dan Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akper.Bandung :
Citra Adityabakti.
F. Brooks dkk. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Gibson. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat . Jakarta : EGC.
Harti, A. S. (2015). Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.

Irianto, K. (2013). Mikrobiologi Medis. Bandung: Penerbit ALFABETA.

Lee JK, Jung DW, Eom SY, Oh SW, Kim Y, Kwak HY and Kim YH. 2008.
Occurrence of Vibrio parahaemolyticus in oysters from Korean retail
outlets. Journal of Food Control 19 (2008) : 990–994.

Michael. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia (VI-


press)

44
(Morinda Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar.
Skripsi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Pengajar, Staff. 2008.PARASITOLOGI KEDOKTERAN. Jakarta : Balai Penerbit


FKUI, 2008.

Prawn Penaeus monodon Fabricius: possible role of extracellular proteases.


Journal Aquaculture 196 (2001) : 37–46

Pudjiatmoko. 2014.Manual Penyakit Mamalia. Jakarta : Direktorat Kesehatan


Hewan, 2014.

Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Third Edition. published in the


Taylor & Francis e-Library

Samiadi, L. A. (2016, Desember Rabu). Hallo Sehat. Retrieved April Senin, 2017,
from Hallo Sehat Web site: https://hellosehat.com/penyakit/salmonellosis/

Sears, H. M., L. Spear dan R. Saenz.2007.Hardcore Microbiology and


Immunology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Terjemahan oleh Hartono, A. 2016. Intisari Mikrobiologi dan
Imunologi. Jakarta :EGC.

Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI. Keracunan Pangan Akibat
Bakteri Patogen.
Siska hidayat, a. y. (2014, 11 4). Bacillus sp. Retrieved 04 24, 2017, from
https://www.scribd.com/doc/245536599/Makalah-Identifikasi-Bacillus-sp

Sudheesh PS and Xu HS. 2001. Pathogenicity of Vibrio parahaemolyticus in tiger

Wahyuni,Dwi.2017.Power Point Bakteri Saluran Cerna dan Saluran


Nafas.Jember.

Widowati, R. 2008. Keberadaan Bakteri Vibrio Parahaemolyticus Pada Udang


Yang Dijual Di Rumah Makan Kawasan Pantai Pangandaran. Vis Vitalis.
1(1): 2

http://www.food-info.net/id/bact/colio157.htm

http://www.medkes.com. Diakses pada tanggal 24 April 2017 Pukul 15.00.

https://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli

45
https://www.google.co.id/amp/s/nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/06/25/esch
erichia-coli/amp/

http://www.world-of-food.net/ Diakses pada tanggal 24 April 2017 Pukul 19:35

http://mustikaartajaya.blogspot.co.id/2015/09/clostridium-perfringens.html
Diakses pada tanggal 24 April 2017 Pukul 21:23

46

Anda mungkin juga menyukai