Setiap persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Kelahiran
seseorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9
bulan. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau
hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri).Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong ke luar
melalui jalan lahir,persalinan juga dikatakan multifasat atau komplek, karena kejadian psikologis
dan fisikologis saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan (Abdul Bari, 2002; Vicky
Chapman, 2006; Hanafiah, 2008).
a. UTERATONIKA
Uterotonika atau oksitosik ialah obat yang merangsang kontaraksi uterus. Banyak obat
yang memperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif
dan dapat berguna dalam praktek Kebidanan. Obat yang bermanfaat itu ialah oksitosin dan
derivatnya, alkaloid ergot dan derivatnya dan beberapa Prostaglandin semisintetik. Obat-obat
tersebutmemperlihatkan respon bertingkat (graded-response) pada kehamilan, mulai dari
kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetanidan efek samping lainnya. Meskipun obat
ini mempunyai efek farmakodinamik lain, tetapi manfaat dan bahayanya terutama terhadap
uterus. Oksitosik merupakan obat yang penting tetapi berbahaya. Jikalau dipergunakan secara
salah, obat ini dapat menimbulkan kematian ibu atau bayinya di dalam kandungan. Jikalau
dipergunakan secara benar, kadangkala obat ini dapat menyelamatkan kehidupan.
Tidak ada obat yang aman untuk memberikan kekuatan kepada ibu atau untuk
mempercepat atau mempermudah persalinan. Jika anda ingin agar ibu memiliki kekuatan yang
cukup selama persalinan, anjurkan kepadanya untuk makan makanan pelindung dan pembentuk
tubuh selama 9 bulan kehamilannya. Juga anjurkan agar ibu lebih jarang melahirkan anak.
Sarankan supaya ia tidak hamil lagi sebelum ia mempunyai cukup waktu untuk memperoleh
kembali kekuatan sepenuhnya
Respon terhadap uterus bertingkat → mulai kontraksi uterus , ritmis sampai tetani
Anatomi Fisiologi Uterus
Uterus disarafi oleh: saraf kolinergik dari saraf pelvik dan saraf adrenegik dari ganglion
hipogastrik
Respon uterus berbeda tergantung: spesies, pubertas (makin dewasa makin nyata), hamil
(makin aterm makin nyata)
Mineral yang berpengaruh adalah: Na dan Ca
OBAT-OBAT UTEROTONIKA
1. ALKALOIT ERGOT
Alkaloid asam amino, yaitu ergotamin diabsorpsi secara lambat dan tidak sempurna
melalui saluran cerna. Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga kadarnya
dalam darah sangat rendah. Kadar puncak plasma dicapai dalam darah 2 jam. Pemberian 1 mg
ergotamin bersama 100 mg kafein akan meningkatkan kecepatan absorpsi dan kadar puncak
plasma ergotamin sebesar dua kali, namun bioavailibilitasnya tetap di bawah 1%. (Syarif A &
Muchtar A. 2009)
Dosis ergotamin yang efektif untuk pemberian intramuscular adalah sepersepuluh dosis
oral, tetapi absorsinya dari tempat suntikan lambat, sehingga untuk memperoleh respons uterus
diperlukan waktu 20 menit. Dosis yang diperlukan untuk pemberian IV adalah setengah dosis
IM, dan efek perangsangan uterus diperoleh dalam waktu 5 menit. (Syarif A & Muchtar A.
2009)
Bersihan ergotamin hati kira-kira sama dengan alir darah hati, ini menjelaskan rendahya
bioavailabilitas oral. 90% metabolit dieksresi melalui empedu. Sebagian kecil obat yang tidak
dimetabolisme, ditemukan di urin dan tinja. Keadaan ini yang menyebabkan ergotamin
memperlihatkan efek terapeutik dan efek toksik yang lebih lama meskipun waktu paruhnya di
plasma kira-kira 2 jam. (Syarif A & Muchtar A. 2009)
Berdasarkan efek dan struktur kimia alkaloid ergot dibagi menjadi 3, yaitu:
FARMAKOKINETIK
Semua alkaloid ergot alam meningkatkan kontraksi uterus dengan nyata. Efeknya
sebanding dengan besarnya dosis yang diberikan. Dosis kecil menyebabkan peninggian
amplitude dan frekuensi, kemudian diikuti relaksasi. Dosis besar menimbulkan kontraksi
tetanik, dan peninggian tonus otot dalam keadaan istirahat. Dosis yang sangat besar
menimbulkan kontraksi yang berlangsung lama. Kepekaan uterus terhadap alkaloid ergot
sangat bervariasi, tergantung pada maturitas dan umur kehamilan. Sungguhpun demikian,
uterus yang belum matur dapat juga bereaksi terhadap alkaloid ergot. (Syarif A &
Muchtar A. 2009)
FARMAKOKINETIK
Ergot efektik menghilangkan gejala migren. Efek ini tidak berdasarkan efek
sedatif atau analgetik.
EFEK SAMPING
1. Indikasi oksitoksik :
Induksi partus aterm
Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan.
Merangsang konstraksi setelah operasi Caesar/operasi uterus lainnya
Induksi abortus terapeutik
Uji oksitoksin
Menghilangkan pembengkakan payudara
2. Uterotonika dan pengobatan Migren
Dosis: 0,25-0,5 mg SK atau IM
SEDIAAN ERGOT
1. Ergotamin tatrat (merupakan kristal yang larut dalam air dan alkohol) :
Tablet oral 1 mg
Tablet sublingual 2 mg
Injeksi 0,5 mg/ml dalam ampul 1ml
2. Ergonovin maleat (merupakan kristal berwarna putih atau kuning, tidak berbau,
sensitif terhadap cahaya dan mudah larut dalam air) :
Tablet oral 0,2 mg
Injeksi 0,2 mg/ml
3. Metilergonovin maleat (Methergin) :
Tablet oral 0,2 mg
Injeksi 0,2 mg/ml
4. Metisergid maleat
Tablet oral 2 mg
5. Ergotarmin tartrat
2. OKSITOSIN
Oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot polos uterus dan
kelenjar mamae. Efek ini tergabtung dari kadar estrogen. Reseptor oksitosin terletak
pada mimometrium dalam membrane plasma sel otot polos.
Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior
melepaskan oksitosin
Farmakokinetik
Farmakodinamik
Oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot polos uterus. Efek ini
tergantung pada konsentrasi estrogen. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin
terhadap uterus juga berkurang. Uterus imatur kurang peka terhadap oksitosin. Respons uterus
terhdap oksitosin sejalan dengan peningkatan aktivitas motoriknya. Oksitosin dapat memulai
atau meningkatkan ritme kontraksi uterus pada setiap saat, namun pada kehamilan muda
diperlukan dosis yang tinggi. Pemberian infus oksitosin, perlu disertai pengamatan yang
sungguh-sungguh terhadap frekuensi, lama dan kekuatan kontraksi uterus. (Syarif A &
Muchtar A. 2009)
Efek Kardiovaskuler:
EFEK SAMPING
INDIKASI OKSITOSIN
1. Indikasi oksitosik.
2. Induksi partus aterm
3. Mengontrol perdarahan dan atuni uteri pasca persalinan
4. Merangsang konstraksi uterus setelah operasi Caesar
5. Uji oksitoksik
6. Menghilangkan pembengkakan payudara.
KONTRAINDIKASI OKSITOSIN
Kontraindikasi: toksemia, disproporsi sefalofelfik, distres janin, hipersensitivitas,
persalianan non vaginal yg telah diantisipasi, kehamilan (intranasal)
SEDIAAN OKSITOSIN
3. PROSTAGLANDIN
FARMAKOKINETIK
FARMAKODINAMIK
Otot rahim berkontraksi dengan adanya PGF2 alfa, TXA2 , dan sejumlah konsentrasi PGE2;
PGE1dan PGE2 berkonsentrasi tinggi menyebabkan relaksasi. PGE2 alfa , bersama-sama dengan
oksitosin, sangat penting untuk onset kelahiran. (Smyth E & FitzGerald G.2012)
INDIKASI PROSTAGLANDIN
Indikasi oksitosik
Induksi partus aterm
Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan
Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya
Induksi abortus terapeutik
Uji oksitosin
Menghilangkan pembengkakan mamae
Farmakokinetik
Absorpsi. Pada pemberian oral, epi tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada
penyuntikan SK, absorpsi lambat karena vasokontriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat
tempat suntikan. Absorpsi lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian lokal
secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi,
terutama bila digunakan dosis besar. (Setiawati A & Gan S. 2009)
Biotransformasi dan ekskresi. Epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epi terutama
terjadi dalam hati yang banyakmengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga
dapat merusak ini. Sebagian besar epi mengalami biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan
MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan/atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-
metoksi-4-hidroksimandelat, 3 metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi
glukoronat dan sulfat. Metabolit-metabolit ini bersama epi yang tidak diubah dikeluarkan
dalam urin. Pada orang normal, jumlah epi yang utuh dalam urin hanya sedikit. (Setiawati A &
Gan S. 2009)
Farmakodinamik
Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor alfa1 dan beta2. Responsnya terhadap epi
berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang diberikan. Selama kehamilan
bulan terakhir dan diwaktu partus, epi menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor
beta2. Beta2 agonis selektif, misalnya ritrodin atau terbutalin telah digunakan untuk menunda
kelahiran prematur, meskipun efikasinya terbatas. (Setiawati A & Gan S.2009)
Farmakokinetik
Penyekat kanal kalsium merupakan obat yang aktif secara oral dan memiliki beberapa
cirri, seperti sangat dimetabolisasi dalam proses metabolisme lintas pertama, sangat terikat
kepada protein plasma, dan sangat dimetabolisasi. (Katzung B & Chatterjee K.2012)
Farmakodinamik
Kebanakan jenis otot polos bergantung pada influks kalsium transmembran untuk
menghasilkan tonus istirahat dan respons-respons kontraksi yang normal. Otot polos vaskular
tampaknya merupakan otot polos yang paling sensitif, tetapi relaksasi yang serupa juga terlihat
pada otot polosbronkioli, gastrointestinal dan uterus. (Katzung B & Chatterjee K.2012)
Farmakokinetik
Setelah administrasi IV, waktu paruh atosiban adalah 2,4 – 16,2 menit dengan
konsentrasi serum puncak 73 – 442 ug. Konsentrasi puncak dicapai 2 – 8 menit setelah infuse.
Distribusi volume 6,8 – 18,3 L. Klirens plasma 8,2 – 41,8 L/h. Atosiban mempunyai 97%
bioavailabilitas. Terdapat sedikit bagian transplasental dari obat. (Briggs G & Nageotte M.
2009).
Farmakodinamik
Atosiban adalah reseptor antagonis oksitosin peptide yang berkompetisi dengan oksitosin
untuk tempat pengikatan pada membran plasma miometrium. Ikatan atosiban menghambat
proses “second messenger”, keadaan dibawah normal, menyebabkan peningkatan kalsium
bebas dan kontraksi. (Briggs G & Nageotte M.2009)
Skema cara kerja :
Berkompetisi dengan oksitosin untuk berikatan pada membrane miometrium > menghambat
“second messenger” > mengurangi kalsium intraselular > relaksasi otot polos ( Briggs G &
Nageotte M. 2009)