TINJAUAN PUSTAKA
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam
dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada
operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang
khusus.
4. Cepat menghasilkan efek hypnosis.
5. Mempunyai efek analgesi.
6. Disertai amnesia pasca anestesi.
7. Cepat dieliminasi oleh tubuh.
1
8. Dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya.
B. CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
- Induksi anestesi
- Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
- Sesuai kebutuhan : colonoscopy
3. Diteteskan lewat infus :
- Menambah kekuatan anestesi.
2
C. OBAT OBATAN YANG DIPAKAI
PROPOFOL
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena
dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam
praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
3
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan
katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.
Pengaruh pada jantung tergantung dari :
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.
Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem
pernafasan adalah seperti berikut:
4
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari
6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 1,2
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini
bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol
dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin
dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian
proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala
mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak
seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat
menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau
methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi
propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis
jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.3
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari
3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis
metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
TIOPENTON
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal,
Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi
umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan
memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah
mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun
di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan
menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
5
Efek pada sistem saraf pusat
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam
plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga
curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau
hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam
beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat
terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah
karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat
terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
6
menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks
laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan
laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan
efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal
ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat
juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan
menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu
terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan
nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
KETAMIN
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh
Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat
menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
7
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika
diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
8
Efek pada sistem pernafasan
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan
mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan
intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang
telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja.
Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus
9
dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada
trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler
meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat
simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dl1,2
OPIOID
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil
merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek
utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan
dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek
samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi
dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg)
dan dewasa (200-800 μg).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang
rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset
kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan
sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. 6
10
frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2 meningkat
dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan
bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat
depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang
refleks batuk pada dosis tertentu.
11
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif
morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea
karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 5
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari
sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis,
hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot,
pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan
12
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja
& efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg
parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera
kepala, tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 4
Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat
sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu
tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif
terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi
dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya
diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam.
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca
pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
13
• Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk
meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg
setelah selang waktu 4 – 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita
gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 –
100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12
jam.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis, berkeringat,
kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.
BENZODIAZEPIN
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan
muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu
paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan
terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan
tampak lambat pada pasien tua.
14
Efek pada sistem kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac
out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik
mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid
15
adalah perkiraan dari percobaan besar yang menghubungkan dosis infus
dengan konsentrasi darah. 3,7
16
Tabel 1. Dosis induksi TIVA7
17
Tabel 3. Properti ringkasan dari obat-obat intravena anestesi3
D. Cairan Tubuh
1. Kompartemen Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia
dewasa distribusi zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah
terdiri dari zat cair. Zat cair (60% BB), terdiri dari:
18
3. cairan transeluler (1-3%BB) : LCS, sinovial, gastrointestinal dan
intraorbital
19
Volume CES dikontrol dengan manipulasi ion natrium sebagai kation
utama. Sensor regulasi volume CES berada di baroreseptor karotis, reseptor
regang atrial, dan di aparatus juxtaglomerular ginjal. Penurunan volume
CES mengakibatkan pelepasan ADH, stimulasi sistem simpatis selanjutnya
menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan peptida natriuretik dan aktivasi
SRAA. Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3%BB)
menjadi darah. Jadi volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah
bila dihitung berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah :
2. Jenis Cairan
Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi :
1. Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang
lewat urine, tinja, paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang
diberikan adalah cairan hipotonik, seperti D5 NaCl 0,45 atau D5W.
2. Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh
akibat sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi
pleura asites, drainase lambung. Cairan yang diberikan bersifat
isotonik, seperti RL, NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl.
3. Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis.
Cairan yang dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.
20
Cairan juga dibagi menjadi :
1. Kristaloid
2. Koloid
Koloid mengandung molekul-molekul besar (BM > 8000
dalton) berfungsi seperti albumin dalam plasma tinggal dalam
intravaskular cukup lama (waktu paruh koloid intravaskuler 3-6
jam), sehingga volume yang diberikan sama dengan volume
darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain dekstran,
haemacel, albumin, plasma dan darah. Secara umum koloid
dipergunakan untuk : 1. Resusitasi cairan pada penderita
dengan defisit cairan berat (shock hemoragik) sebelum transfusi
tersedia 2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat,
misalnya pada luka bakar.
21
Tabel : Perbandingan kristaloid dan koloid
Kristaloid Koloid
Elektrolit
22
Cairan
10 160 35 2 8 160 140 55
intraselular
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel,
terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.
Tabel : Zat-zat yang menimbulkan tekanan osmotik di dalam cairan ekstrasel dan
intrasel
K+ 5 4,7 141
Cl 107 112,7 4
HCO3 27 28,3 10
HPO4, H2PO4 2 2 11
Fosfokreatin 45
Karnosin 14
Asam amino 2 2 8
23
Adenosin tripospat 5
Ureum 4 4 4
Pada orang dewasa kebutuhan air setiap hari adalah 30-35 ml/kg;
elektrolit : Na+ 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g), K+ 1 mEq/kb/BB
(60 mEq/hari = 4,5 g). Kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%. Pada anak
sesuai berat badan :
Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan dalam tabel
berikut :
24
Infants 125 1000-1200 120 125
Adult
25
1. Regulasi osmotik
Aktivitasnya dipicu oleh tinggi-rendahnya osmolalitas plasma, sensor
regulasi ini terletak di hipotalamus (supra optic neuron / SON, nukleus
paraventrikuler dan organum vasculosum laminae terminalis / OVLT).
Hasil akhir regulasi terjadi / tidaknya reabsorpsi air (free electrolyte water)
di duktus koligentes
2. Regulasi volume
Aktivitasnya dipengaruhi oleh volume arteri efektif / tekanan arteri. Sensor
terletak di otot atrium dan ventrikel, sinus karotis, dan arteri aferen
glomerulus. Hasil akhir regulasi terjadi / tidaknya ekskresi / retensi
natrium di duktus koligentes
Sel-sel tubuh hanya dapat hidup dan berfungsi bila berada dalam cairan
ektrasel yang sesuai. CES biasa juga disebut lingkungan dalam tubuh (milleu
interieur). Lingkungan dalam tubuh ini boleh dikatakan selalu konstan dan hanya
dapat berdeviasi dalam kisaran sempit, contoh pH darah 7,38-7,42.
26
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda
obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan,
kulit, abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius.
Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi
pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan
elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau
lebih.
27
cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai
pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma
pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg
BB/jam. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
1. EBV
2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
28
3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
4. Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop – RBVC
30%)
5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
29
3. Cairan paska bedah
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
Dewasa = kebutuhan cairan (air) post operasi : 50cc/ kgBB/ 24jam, kebutuhan
elektrolit : Na 2-4 mEq/kgBB, K 1-2 mEq/kgBB
30
Pada pasien post op yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa cairan
maintenance selama di ruang pulih (RR). Apabila keluhan mual, muntah dan
bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-sedikit.
2.3 Darah
Komponen Darah
Seluler :
1. Eritrosit
Memiliki fungsi mengangkut O2 ke jaringan tubuh dan membantu
pembuangan CO2 dan proton hasil metabolisme jaringan tubuh. Bentuk
bulat pipih (cakram bikonkaf), tidak memiliki inti sel. Melakukan
metabolisme aktif, tetapi tidak tergantung insulin untuk memasukkan
glukosa ke dalam sel. Masa hidup 120 hari. Nilai normal pada perempuan
dewasa 4.2-5.4 juta eritrosit, hematokrit 36,1-44.3%.
2. Leukosit
Berperan dalam sistem kekebalan. Terdapat 3 jenis leukosit : limfosit (baik
B maupun T), granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil), monosit. Masa
hidup 13-20 hari. Nilai normal pada dewasa 4500-10000 per mcL
3. Trombosit
Nilai normal 150000-450000 per mcL
Perdarahan
31
ruangannya. Misalnya : hemoperikardium, hemotoraks, hemoperitoneum,
hematosalping.
Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya
integritas dinding pembuluh darah yang memungkinkan darah keluar, dan hal ini
sering disebabkan oleh trauma eksternal contohnya cedara yang disertai memar.
Dinding pembuluh bisa pecah akibat penyakit maupun trauma. Penyebab lainnya
adalah adanya gangguan faktor pembekuan darah. Selain itu bercak perdarahan
yang lebih besar disebut ekimosis dan keadaan yang tandai dengan bercak –
bercak perdarahan yang tersebar luas disebut purpura.
Hemorhagi dapat terjadi pada kapiler, vena, arteri, atau jantung.
Hemorhagi dapat terjadi karena darah keluar dari susunan kardiovaskuler atau
karena diapedesis (artinya eritrosit keluar dari pembuluh darah yang tampak
utuh).
1. Tempat terjadinya perdarahan.
- Kulit, dapat berupa :
a. Petechiae, yaitu perdarahan kecil-kecil bidawah kulit yang terjadi secara
spontan,biasanya pada kapiler-kapiler.
b. Echymosis, yaitu perdarahan yang lebih besar dari petechiae, yang terjadi
secara Spontan.
c. Purpura, yaitu perdarahan yang berbentuk bercak, basarnya bercak antara
petechiae dan echymosis.
- Mukosa
- Serosa
- Selaput rongga sendi
2. Perdarahan mempunyai nama tersendiri tergantung lokasi
a. Hematoma, yaitu penimbunan darah setempat, diluar pembuluh
darah, biasanya telah membeku, sering menonjol seperti suatu
tumor pada suatu jaringan.
b. Apopleksi, yaitu penimbunan darah yang dihubungkan dengan
perdarahan otak.
32
c. Hemoptysis, yaitu perdarahan pada paru-paru atau salurannya
kemudian dibatukkan keluar.
d. Hematemesis, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan
melalui muntah (muntah darah).
e. Melena, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui
anus sehingga feces berwarna hitam
3. Etiologi perdarahan
a. Kerusakan pembuluh darah
b. Trauma
c. Proses patoloogik
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan pembekuan darah.
e. Kelainan pembuluh darah.
4. Perdarahan dapat bersifat local atau sistemik
a. Perdarahan local
Tergantung lokasi perdarahan, bila lokasinya tidak vital maka
tidak tampak gejala (tidak penting), sedangkan bila lokasinya vital,
seperti pada : Medulla oblongata, akan timbul kematian. Otak,
mengganggu fungsi otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan. Rongga
pleura, mengakibatkan volume paru mengecil
b. Perdarahan sistemik
Tergantung dari cepat dan banyaknya perdarahan. Bila akut dan
banyak maka dapat menyebabkan kollaps sehingga semua organ tubuh
akan iskhemi dan tampak pucat. Bila kronis, sedikit-sedikit dan
berulang atau terus menerus akan timbul kekurangan zat besi sehingga
mengakibatkan anemia hipokhrom dan tejadi pula kelainan sum-sum
tulang.
EFEK :
Efek lokal perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari
pembulu di dalam jaringan, dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang ringan
33
hingga yang mematikan. Barangkali pengaruh lokal yang paling ringan adalah
memar, yang mungkin anya mempunyai arti kosmetik.
Perubahan warna memar yang kebiru – biruan yang secara langsung
berkaitan dengan adanya eritrosit yang keluar dan berkumpul dengan jaringan.
Eritrosit yang dikeluarkan oleh pembulu ini dikeluarkan dengan cepat dan di
fagosit oleh makrofag yang ada sebagai bagian kesatuan dari respon peradangan.
Makrofag ini memperoses hemoglobin dengan cara yang sama seperti yang
digunakan pada resiklus normal eritrosit tua, namun dengan cara yang lebih cepat
dan pusat.
Pengaruh sistemik akibat kehilangan darah berkaitan langsung dengan
volum darah yang dikeluarkan dari pembuluh darah. Ketika sebagian besar
volume darah sirkulasi hilang, seperti pada trauma masif penderita masih dapat
sangat cepat meniggal karena perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan,
tanpa ada petunjuk perdarahan eksternal sama sekali ini terjadi jika darah yang
keluar dari pembuluh terkumpul dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga
pleura atau paritoneum.
Transfusi Darah
34
Transfusi darah harus dilihat dari :
35
Teknik transfusi : needle 18, darahnya harus hangat, harus dibilas dengan NS
(normal saline) cara bilasnya : berikan 1 cc NS transfusi berikan NS 1 cc
lagi. Awasi 15 menit pertama per unit. Jangan bilas menggunakan dextrose karena
akan mempercepat kematian RBC, atau RL (ringer laktat) akan terjadi clotting.
Darah diambil dari donor yang berusia 18-65 tahun, sehat dan mempunyai
kadar Hb minimal 12,5 gr%. Darah diberikan antikoagulan yaitu : Acid-Citrate-
dextrosa (ACD) atau Citrate Phosphate Dextrose (CPD). Komposisi darah simpan
dalam 1 unit (500ml) adalah 450 mL darah + 63 mL antikoagulan. Pemakaian
CPD lebih baik dari ACD, sebagai perbandingannya :
CPD ACD
pH 6,9 6,7
Kalium (meq/L) 20 29
2.3 DPG (ug/g%Hb) 7 3,5
36
setelah darah dicampur ACD (pH 5,0), pH darah menjadi 7,0. Pada hari
ke-21 penyimpanan pH darah menjadi 6,5. Hal ini karena proses glikolisis
dan terbentuknya asam laktat serta piruvat oleh metabolisme eritrosit. Juga
disebabkan oleh penumpukan CO2 akibat proses metabolisme eritrosit
yang tidak dapat keluar dari kantong darah.
perubahan keseimbangan elektrolit
pergeseran kalium ke dalam sel dan natrium keluar sel akibat penurunan
pH darah/asidosis. Kalium plasma meningkat secara progresif selama
penyimpanan dalam larutan ACD. Untuk penyimpanan 7 hari kalium
mencapai 12 mEq/L, menjadi 32 mEq/L dalam 21 hari.
perubahan faktor-faktor pembekuan
trombosit hanya bertahan sampai beberapa jam dalam darah simpan,
fibrinogen mengalami denaturasi selama penyimpanan.
Jenis transfusi
37
PRC (Packed Red Cell)
Diberikan pada pasien yang menderita anemia kronik, dan anemia yang disertai
penyakit jantung, hati dan ginjal, bila keadaannya pasien tidak perlu plasma atau
trombosit, pada kasus emergency biasanya high output failure
Darahnya dicuci, lama (kira – kira 4 jam) biasanya diberikan pada pasien
dengan hipersensitivitas terutama yang terhadap plasma (kasusnya jarang).
Washed PRC ini paling bagus, tetapi mahal. Washed packed red cell ini harus
langsung digunakan setelah pemrosesan.
Trombosit concentrate
38
FFP (Fresh Frozen Plasma)
Gamma globulin
Fibrinogen
39
Cryopresipitat
Mengandung factor VIII, fibrinogen, factor von willebrand, dan factor XII.
Digunakan untuk orang dengan perdarahan dengan hipofibrinogenemia berat, von
willebrand disease, hemophilia A (jika tidak ada factor VIII). Dosisnya 1 unit
cryopresipitat / 10 kgBB bisa menaikkan konsentrasi fibrinogen 50%
Aplikasi trasnfusi
Indikasinya bila terjadi perdarahan, syok, anemia pada kondisi kritis, anemia kronik
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah (ml) < 750 750-1500 1500-2000 ≥ 2000
Kehilangan darah (% <15% 15-30% 30-40% ≥ 40%
volume darah)
Frekuensi nadi <100 >100 >120 ≥ 140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
meningkat
Test pucat kapiler Normal Positif Positif Positif
Frekuensi nafas 14-20 20-30 30-40 >35
Urine yang keluar (ml/jam) 30 atau lebih 20-30 5-15 Dapat
diabaikan
Status mental Sedikit Cemas Cemas dan Bingung dan
Cemas ringan bingung letargik
Penggantian cairan (aturan Kristaloid/kol Kristaloid/k Kristaloid/ Kristaloid/
3:1) oid oloid koloid + darah koloid + darah
Terapi perdarahan
Respon cepat Respon peralihan Tidak Respon
Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan peralihan : Tetap abnormal
tekanan darah kembali
turun, dan denyut jantung
kembali meningkat
Perkiraan kehilangan Minimal (10%-20%) Sedang dan sedang Berat (> 40%)
darah berlangsung (20%-40%
Kebutuhan untuk Rendah Tinggi Tinggi
kristaloid lagi
40
41
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.
(Rekomendasi C)
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen
lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit
jantung iskemik berat).
(Rekomendasi A)
Banyak transfusi sel darah merah dilakukan pada kehilangan darah ringan atau
sedang, padahal kehilangan darah itu sendiri tidak menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas perioperatif. Meniadakan transfusi tidak menyebabkan
keluaran (outcome) perioperatif yang lebih buruk.
42
Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi
pada batas kadar Hb yang lebih tinggi.
Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat
maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi dengan
penggantian volume yang tepat.
Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien
akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya
gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh
anemia.
Kehilangan darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan
penggantian volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan
kadar Hb. Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan
pengembang plasma (plasma expander) dapat mengembalikan volume sirkulasi
sehingga mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi.
43
memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek
dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah.
44
Penggunaan FFP seringkali tidak tepat baik dari segi indikasi maupun jumlah
FFP yang diberikan. Penggunaan FFP dianjurkan pada beberapa kondisi klinis, tetapi
belum menunjukkan adanya keuntungan atau dianggap sebagai terapi alternatif yang
aman dan memuaskan.
FFP diperlukan hanya bila tidak tersedia konsentrat faktor koagulasi kombinasi
atau spesifik. Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan oral mengalami defisiensi
protein yang bergantung pada vitamin K, yang secara normal dapat dikoreksi dengan
pemberian vitamin K parenteral. Pada pasien overdosis atau mengalami perdarahan
serius yang mengancam nyawa, segera dapat dikoreksi dengan penggunaan
konsentrat faktor yang bergantung pada vitamin K, dengan atau tanpa kombinasi
dengan FFP. Konsentrat ini diindikasikan untuk manifestasi overdosis warfarin yang
agak berat, yaitu bila volume FFP yang tinggi merupakan indikasi kontra relatif
(seperti kardiomiopati, gagal jantung kiri berat).
Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih
banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70 ml/kg,
anak/bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada
45
beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah yang
ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan organ akibat
perdarahan dan hipovolemia. Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan
mayor yang menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri.
Namun, transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.
Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi darah
lengkap masif. Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia dan asidosis
dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output), bradikardia dan
disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi bikarbonat biasanya berlangsung
cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan asam. Tubuh memiliki
kemampuan yang besar untuk metabolisme sitrat, kecuali pada keadaan shock,
penyakit hati, dan lanjut usia. Pada kasus ini dapat diberikan Calcium Glukonas 10%
1 gram IV pelan-pelan setiap telah masuk 4 unit darah.
46
transfusi masif. Dapat diatasi dengan pemberian 1 unit FFP setiap transfusi 5 unit
WB/PRC.
DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih disebabkan
alasan dasar dilakukannya transfusi (syok hipovolemik, trauma, komplikasi
obstetrik). Terapi ditujukan untuk penyebab dasarnya.
Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang
disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi masif,
mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress pernapasan.
Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan kejadian sindrom
tersebut.
47
dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko
transfusi masif.
Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-
berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan
timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh
hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah,
lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia,
kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-
berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada,
nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala,
dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun
≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan
perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut,
kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut
akibat transfusi.
48
tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan
darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem
Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien
tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol
mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan
pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan
anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi
yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam
sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada
terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
49
Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan
tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang
berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi.
Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah
dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang
akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai
dengan gagal organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk
menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan
50
untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin
<2.000 mg/l.
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara,
dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka
rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan
bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya
respons imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.
Penularan Infeksi
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun
1982 dan awal 1983. Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank
darah mulai menggunakan tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1
tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (keduanya positif terhadap
antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi HIV).
51
penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang
terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronik.
52