PENDAHULUAN
2
2.2.2 Klasifikasi Gangguan Psikotik
1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
a. Skizofrenia Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya
gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non psikotik prodromal).
b. Gangguan Skizotipal Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan
serta perjalanannya biasanya menyerupai gangguan kepribadian.
c. Gangguan Waham Menetap Kelompok ini meliputi gangguan dengan
waham-waham yang berlangsung lama (paling sedikit selama 3 bulan)
sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan
tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau
gangguan efektif.
d. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Memiliki onset yang akut (dalam
masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanya terjadi dalam 2-3
bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya
sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi
keadaan yang menetap dan berhendaya.
e. Gangguan Waham Induksi
Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang sama,
dan saling mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang menderita waham
orisinil (gangguan psikotik) hanya satu orang, waham tersebut terinduksi
(mempengaruhi) lainnya, dan biasanya menghilang apabila orang-oarang
tersebut dipisahkan. Hampir selalu orang-orang yang terlibat mempunyai
hubungan yang sangat dekat. Jika ada alasan untuk percaya bahwa duaorang
yang tinggal bersama mempunyai gangguan psikotik yang terpisah, maka
tidak satupun diantaranya boleh dimasukkan dalam kode diagnosis ini.
f. Gangguan Skizoafektif Merupakan gangguan yang bersifat episodic dengan
gejala afektif dan skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara
bersamaan ada dalam episode yang sama.
g. Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya Gangguan psikotik yang tidak
memenuhi criteria untuk skizofrenia atau untuk gangguan afektif yang
bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan yang psikotik yang tidak
memenuhi kriteria gejala untuk gangguan waham menetap.
3
2. Gangguan Suasana Perasaan (Mood Afektif)
a. Episode Manik Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam
berbagai derajat keparahan.
b. Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini bersifat episode berulang
(sekurang-kurangnya 2 episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada wktu tertentu terdiri dari peningkatan
afek disertai penembahan energy dan aktivitas (mania atau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan
aktivitas (depresi).
c. Episode Depresi Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Pada episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
d. Gangguan Depresif Berulang Terbagi atas episode depresi ringan, episode
depresi sedang dan episode depresi berat. Masing-masing episode tersebut
rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang
dibandingkan dengan gangguan bipolar.
e. Gangguan Suasana Perasaan Menetap Terbagi atas
1) Skilotimia :ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan menetap dari
afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan
hipomania ringan,diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup
lama untuk memenuhi criteria gangguan afektif bipolar.
2) Distimia: cirri esensialnya ialah afek depresif yang berlangsung sangat
lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk
memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang.
f. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya Kategori sisa untuk gangguan suasana
perasaan menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlangsung lama
untuk memenuhi criteria skilotimia dan distimia.
4
2.2.3 Gejala- gejala psikotik
Gangguan/ gejala Psikotik Akut
Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :
a. Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
b. Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
c. Kebingungan atau disorientasi
d. Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan
berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa
serta marah-marah atau memukul tanpa alasan.
Pedoman Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik
akut adalah sebagai berikut :
Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan misalnya,
mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada
bendanya)
Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh
kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh
tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain).
Menurut chaplin (2002) neurotic merupakan suatu penyakit mental yang lunak,
dicirikan dengan tanda-tanda
a. Wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat-sifat kesukarannya
b. Konflik-konflik batin
c. Reaksi-reaksi kecemasan
5
d. Kerusakan parsial atau sebagian pada struktur kepribadiannya
e. Seringkali, tetapi tidak selalu ada, disertai phobia, gangguan perncernaan, dan
tingkah laku obsesif kompulsif
6
Gangguan psikosomatik merupakan gangguan psikis dan emosional yang
melibatkan pikiran dan tubuh, sehingga menyebabkan gangguan fisik. Gangguan ini
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak pun bisa mengalaminya.
Beberapa keluhan fisik yang umumnya dirasakan penderita psikosomatik, di
antaranya, sakit kepala, merasa lemah, banyak berkeringat, jantung berdebar, sesak
napas, adanya gangguan pada lambung, diare, mual, dan lain sebagainya. Gejala
tersebut dirasakan dengan frekuensi yang berulang, bahkan seringkali bisa kambuh
dalam kurun waktu tertentu.
Penderita gangguan ini mengira ada kelainan pada fisiknya. Padahal, setelah
melalui konsultasi medis, tidak ditemukan kelainan apa pun, karena pada dasarnya,
para penderita psikosomatik ini sehat-sehat saja. Gejala yang dirasakan fisik tersebut
ternyata hanya pengaruh dari faktor-faktor mental, seperti pikiran, stres, dan
kecemasan
a. Kaitan Gangguan Psikosomatik Dan Kepribadian
Beberapa penelitian menunjukkan ternyata gangguan psikosomatik
berkaitan dengan kepribadian seseorang. Beberapa temuan menunjukkan
hubungan antara bentu k-bentuk gangguan psikosomatik tertentu dengan
gangguan-gangguan kepribadian tertentu pula, seperti dipaparkan berikut.
Sebagian besar ahli sependapat bahwa kepribadian alexithymia
berhubungan dengan meningkatnya factor resiko terkena gangguan psikosomatik.
Alexithymia merupakan suatu konsep untuk menggambarkan kesulitan-kesulitan
dalam mengidentifikasi dan mengomunikasikan perasaan, kehidupan fantasi yang
miskin dan suatu gaya kognitif yang berorientasi keluar (Taylor, dkk, 1993). Fava
dkk. (1995) menyatakan bahwa telah ditemukan kepribadian alexithymia dalam
jangka waktu yang lama daripada subjek-subjek yang lain.
Sakit kepala merupakan salah satu gangguan yang berhubungan dan dekat
dengan simtom-simtom psikosomatik dan yang paling umum ditemukan oleh
beberapa penelitian (attanasio, dkk, 1984;Biondi, dkk;1994;Tamminen dkk;
1990). Sakit kepala diketahui disebabkan oleh masalah-masalah kepribadian.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecemasan, depresei, sifat obsesif
komplusif dan neurotik memiliki hubungan dengan serangan sakit kepala. Lebih
jauh lagi dalam penelitian yang dilakukan oleh Schaefer pada tahun 1994
menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian “tipe melankolik” berhubungan dengan
7
pasien yang terkena gangguan migraine. Migraine merupakan merupakan salah
satu bentuk gangguan sakit kepala. Tipe melankolik adalah struktur kepribadian
yang berhubungan dengan “tipe melankolis” dari Tellenbach yang sering
ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan depresi unipolar. Orang
dengan kepribadian tipe melankolis mempunyai kesadaran yang terlalu sensitive
yang bertujuan untuk menghindari bahkan perasaaan bersalah yang paling kecil
sekalipun. Dalam hubungan yang lebih bersifat personal, tipe melankolis ini juga
dicirikan oleh penghindaran perasaan bersalah dan dengan bersamaan membuat
bentuk persahabatan yang menghindari semua argument dengan menjaga norma-
norma dan konveksi yang dianggap sebagai kebenaran.
8
lainnya menyatakan bahwa sekitar 20% pasien yang datang kebagian urologi
mungkin mempunyai gangguan ini.
Sindroma Nyeri Kronik/Chronic Pain Syndrome. Keefe (1982) menyatakan
bahwa nyeri kronik merupakan prevalensi yang paling banyak dan merupakan
masalah paling sulit ditangani oleh dokter.
Sindroma Kelelahan Kronik. Mmerupakan gangguan yang heterogen yang
lebih sering muncul pada wanita, sering sampai berlarut-larut tetapi biasanya jarang
yang sampai fatal. Kelelahan adlah keluhan yang umum pada pasien-pasien
primary care dan kelelahan kronik dihubungkan dengan banyak keadaan keadaan
yang sakit secara medis dan gangguan gangguan psikiatrik, khususnya kecemasan
dan depresi. Menurut Keefe prevalensi sindroma kelelahan kronik berkisar antara
20% sampai lebih dari 40%.
Penanganan berbagai gangguan psikosomatik tersebut secara umu di
negara-negara barat menggunakan dua pendekatan utama. Pendekatan yang
pertama berdasarkan pada pengggunaan obat-obatan dan yang lainnya
menggunakan metode yang tidak menggunakan obat-obatan. Namun banyak juga
yang menggunakan kombinasi dari keduanya, karena biasanya menunjukkan hasil
yang lebih memuaskan.
Jhonston (1991) menyebutkan bahwa secara umum ada tiga macam terapi
behavioral yang secara umum diaplikasikan pada kesehatan fisik, yaitu:
biofeedback, relaksasi, dan intervensi kognitif behavioral. Didasarkan pada
beberapa penelitian, disimpulkan bahwa biofeedback secara umum kurang efektif
digunakan untuk menangani kesehatan fisik. Latihan relaksasi biasanya efektif
untuk hipertensi primer dan sakit kepala.
Ada baiknya mulai dilakuakn uoaya-upaya pemberian terapi behavioral
kepada pasien-pasien yang diketahui mengalami gangguan psikosomatik. Beberapa
bentuk terapi behavioral ini telah terbukti relative sama efektifnya dengan terapi
obat dan bahkan dalam jangka panjang memebrikan efek samping yang justru
positif pada pasien yang bersangkutan. Untuk itu kerja sama antara dokter dan
psikologis (klinis) dalam bidang penanganan gangguan psikosomatik ini perlu
segera diwujudkan.
9
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan) menawarkan
dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama periode penyakit,
kekacauan atau dekompensasi sementara. Pendekatan ini juga memiliki tujuan untuk
memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang
telah terganggu. Cara ini memberikan suatu periode penerimaan dan ketergantungan
bagi pasien yang membutuhkan bantuan untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan
kecemasan dan dalam menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin
terlalu kuat untuk dihadapi.
Terapi suporttif menggunakan sejumlah metoda, baik sendiri-sendiri atau
konbinasi, termasuk :
kepemimpinan yang kuat, hangat, dan ramah
pemuasan kebutuhan tergantungan
Psikoterapi suportif cocok untuk berbagai penyakit psokogenik. Terapi ini dapat
dipilih jika penilaian diagnostic menyatakan bahwa proses kematangan yang bertahap
didasarkan pada perluasan sasaran baru untuk identifikasi, adalah jalan yang paling
menjanjikan untuk perbaikan.
Semua dokter kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis : katarsis,
persusi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan (konseling). Oleh
karena itu, hal ini akan dibicarakan secara singkat di bawah ini.
10
Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya.
Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang penyakitnya)
berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya.
Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh pengertian (empati) dan dengan
anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya (menginterupsi). Yang
dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan, masalah keluarga,
perasaan salah atau berdosa.
Persuasi ialah penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta
baik-baiknya atau fungsinya gejala-gejala itu. Kritik diri sendiri oleh pasien penting
untuk dilakukan. Dengan demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan,
diubah atau diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta
pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien pelan-pelan
menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang.
Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien
atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang. Dokter
sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas profesional serta
menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya berkurang dan
emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharap-harapkan
sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang
mendalam, maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan
dengan konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
Sugesti dengan aliran listrik (faradisasi) atau dengan masasi kadang-kadang juga
menolong, tetapi perbaikan itu cenderung untuk tidak menjadi tetap, karena pasien
menganggap pengobatan itu datang dari luar dirinya. Jadi sugesti harus diikuti dengan
reeduksi. Anak-anak dan orang dengan inteligensi yang sedikit kurang serta pasien
yang berkepribadian tak matang atau histerik lebih mudah disugesti. Jangan memaksa-
maksa pasien dan jangan memberikan kesan bahwa dokter menganggap ia membesar-
besarkan gejalanya. Jangan menganggu rasa harga diri pasien. Pasien harus percaya
bahwa gejala-gejalanya akan hilang dan bahwa tidak terdapat kerusakan organik
sebagai penyebab gejala-gejala itu. Ia harus diyakinkan bahwa bila gejala-gejala itu
hilang, hal itu terjadi karena ia sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa
timbulnya gejala itu tidak logis.
11
Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus
atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi secara
adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau
dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik)
yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih sanggup
mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar manusia, cara
berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan sebagainya.
Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk
membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi suatu
masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan
sekitar masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.
Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan sebagai
suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau social worker)
kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan sosial khusus.
Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan tidak (seperti pada
psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha untuk
mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya hendak menangani masalah
situasi pada tingkat realistik (nyata).
Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun
berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan berguna baginya untuk
mencari nafkah kelak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Depkes RI (2000) gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau atau aneh.
Neurotic merupakan jenis gangguan mental yang paling ringan, individu sadar
kalau bermasalah namun tidak tahu bagaimana mengatasinya. Gangguan neurotic
12
dalam Pedoman Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) adalah gangguan mental yang
tidak mempunyai insight dan hubungan dengan realitanya tidak terganggu.
Gangguan psikosomatik merupakan gangguan psikis dan emosional yang
melibatkan pikiran dan tubuh, sehingga menyebabkan gangguan fisik. Gangguan ini
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak pun bisa mengalaminya.
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan) menawarkan
dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama periode penyakit,
kekacauan atau dekompensasi sementara.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat mudah – mudahan apa yang saya paparkan
bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk lebih mengenal dunia
kewirausahaaan. Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini
tentu masih belum sesuai apa yang di harapkan,untuk itu kami berharap masukan
yang lebih banyak lagi dari dosen dan teman – teman semua.
DAFTAR PUSTAKA
Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam,
Mandar Maju, Bandung, 1989