Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Regulasi Emosi
yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi
fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan
Sementara itu, Gross (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi
memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu
pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat
maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik
Sedangkan menurut Gottman dan Katz (dalam Wilson, 1999) regulasi emosi
merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya
intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari
pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat
perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Walden dan Smith (dalam
Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000) menjelaskan bahwa regulasi emosi
berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat diobservasi.
bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung
khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi
emosi yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai
kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu
singkat merasakan emosi yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali
pikiran, tingkah laku, respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat
emosi yang berlebihan (Sukhodolsky, Golub & Cromwell dalam Gratz & Roemer,
2004).
suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta menyesuaikan
emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu
berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan nada
suara) serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan kontrol atas
yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Kemampuan regulasi emosi dapat
dilihat dalam lima kecakapan yang dikemukakan oleh Goleman (2004), yaitu :
a. Kendali diri, dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak
dengan efektif.
tantangan.
ialah :
untuk berkembang.
pandangan yang positif, peka terhadap perasaan orang lain, melakukan introspeksi
dan relaksasi, lebih sering merasakan emosi positif daripada emosi negatif serta
yaitu :
a. Usia.
terkontrol (Maider dalam Coon, 2005). Dari penjelasan di atas dapat diambil
semakin baik.
b. Jenis Kelamin.
marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan cemas
c. Religiusitas.
d. Kepribadian.
moody, suka gelisah, sering merasa cemas, panik, harga diri rendah, kurang
dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan coping yang efektif
terhadap stres akan menunjukkan tingkat regulasi emosi yang rendah (Cohen
e.Pola Asuh.
Beberapa cara yang dilakukan orang tua dalam mengasuh anak dapat
tidak langsung dalam interaksi keluarga (antara anak dengan orang tua);
lingkungan.
f. Budaya.
Norma atau belief yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat
regulasi emosi apa yang dianggap sesuai atau culturally permissible dapat
ekspresi emosi dan respon fisiologis yang sesuai dengan situasi yang dialami
(Gross, 1999).
berbagai cara yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan (Gross, 1999).
Jika trait kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang dapat
Menurut Gross (2007) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan
menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat
berlebihan.
Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi.
Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan banyak
cara, yaitu:
a. Situation selection
memilih nonton dengan temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian
b. Situation modification
c. Attention deployment
Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi yang
d. Cognitive change
B 1. Pengertian
mempunyai interaksi satu sama lain dan mempunyai hubungan sebab akibat.
Asumsi dasar dari REBT adalah setiap orang mempunyai kontribusi terhadap
masalah psikologis mereka sendiri yang merupakan hasil dari intepretasi mereka
terhadap situasi dan kejadian. Menurut Gonzalez & Nelson (2004) REBT
merupakan suatu pendekatan kognitif dan perilaku yang dihasilkan bukan berasal
dari kejadian yang dialami namun dari keyakinan – keyakinan yang tidak rasional.
Keyakinan yang tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku
Terapi REBT menggunakan konsep ABC yaitu Activiting event (A), Belief
produktif.
Ellis (dalam Corey, 2006) juga menambahkan bahwa setelah konsep A-B-
C maka menyusul desputing (D) yang merupakan penerapan metode ilmiah untuk
menantang keyakinan irasional. Desputing (D) merupakan dari proses terapi yang
dijalankan m1oleh konselor dan klien melalui proses edukatif, dimana konselor
akan muncul filisofi rasional yang baru dan efektif (E). bila berhasil melakukan
proses tersebut akan muncul perasaan atau emosi yang baru (F).
pikiran yang irasioanal. Ada beberapa bentuk pikiran yang irasioanl dalam REBT
diantaranya:
1. Demands
2. Awfulizing/catastrophizing
dirinya.
Menurut Dryden & Branch (2008) ada tiga tahapan yang harus
a. Fase awal
Tugas dasar terapis dalam fase ini adalah menajalin hubungan yang
b. Tahap pertengahan
Pada tahapan ini proses disputting dimulai dan pada tahapan ini terapis
proses terapi
c. Tahap penutup
terapi.
beberapa teknik yang bervariasi baik dengan teknik kognitif, behavioral, maupun
afektif. Berikut beberapa teknik yang bisa dipakai di dalam pelaksanaan REBT
(Corey, 2006):
a. Teknik kognitif
Metode kognitif yang palin umum adalah disputing iraional belief dari
terjadi?
2. Tugas Rumah
4. Menggunakan humor.
dengan klien.
b. Teknik emotif
1. Rational-emotive imagery
2. Role Playing
yang akan menimbulkan masalah terhadap dirinya dan apa yang bisa
3. Shame-attacking exercise
yang irasional. Kita bisa menolak rasa malu dengan kuat dengan cara
mengatakan pada diri kita sendiri Poin utama dari latihan ini adalah
klien berlatih untuk tidak mau ketika yang lain tidak menyetujui
mereka
c. Teknik Behavioristik
Sexual abuse adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual
yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak
negatif, seperti rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri,
kehilangan kesucian, dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban
(Tricket, Noll & Putnam, 2011). Sedangkan menurut Wahid da Irfan (dalam Abu
Huraiah, 2007) istilah ini menunjuk pada perilaku seksual deviatif atau hubungan
Kilgore (dalam Murphy, 2001) mengatakan sexual abuse pada anak adalah
kekerasan seksual yang dapat mencakup kontinum perilaku seksual dari paparan
alat kelamin melalui kontak fisik invasif seperti penetrasi pada anus atau vagina.
Kekerasan seksual pada anak dan remaja biasanya melibatkan orang dewasa,
dimana pelaku umumnya memiliki kedekatan atau keterikatan dengan anak yang
bujukan kepada korbannya agar tidak buka mulut kepada siapapun (Malchiodi,
segala bentuk aktivitas aktivitas seksual yang dilakukan oleh lain dimana perilaku
dapat dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest dan eksploitasi. Untuk lebih
a. Perkosaan
diawali terlebih dahulu dengan ancaman. Jika korban diperiksa dengan segera
setelah pemerkosaan, maka akan ditemukan bukti fisik seperti air mani, darah dan
luka memar. Apabila kasus perkosaan dengan kekerasan terjadi kepada anak, akan
b. Inces
dilarang oleh hukum maupun kultur. Inces biasanya terjadi dalam kurun waktu
c. Eksploitasi
ibu, ayah dan anak-anaknya. Hal inimerupakan situasi patologi dimana kedua
Dampak lain yang biasa muncul pada anak yang mengalami kekerasan seksual
dapat menimbulkan kecemasan, depresi, citra diri yang buruk, isolasi, ledakan
kemarahan dan permusuhan kepada orang lain. Rini ( dalam Zahra, 2007)
Kekerasan seksual juga akan mengakibatkan gejala khas dari PTSD (Finkelhor et
bahwa dampak lain dari kekerasan seksual pada anak-anak adalah adanya
peningkatan dorongan untuk melakukan bunuh diri dan melakukan upaya merusak
diri sendiri. Selain itu, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual juga
regulasi emosi yang tidak efektif seperti dalam mengeskpresikan emosi yang tidak
seksual ada yang menunjukkan karakteristik: a). Memiliki masalah dalam regulasi
perasaan dan emosinya seperti pikiran bunuh diri, mengontrol marah, b) Dalam
hal hal kesadaran, c) Bermasalah dalam persepsi diri seperti merasa malu,
bersalah dan tidak berdaya, d) Masalah hubungan dengan orang lain seperti
diantaranya berupa emosi, prilaku dan kognitif. Gangguan emosi seperti pada
regulasi emosi, kecemasan. Malu, marah. Gangguan perilaku seperti menarik diri
dari lingkungan, agresi sedangkan gangguan kognitif seperti merasa rendah diri,
tidak berdaya.
banyaknya perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun luar individu itu
emosional, perilaku dan sosial. Sangat disayangkan ada remaja yang menjadi
yang dialami remaja dan akan memberikan dampak yang serius bagi remaja.
emosi yang tidak tepat (Boden, 2013). Kesulitan dalam regulasi emosi bisa
dalam meregulasi emosi adalah adanya kesalahan dalam proses kognitif, adanya
kesalahan dalam menilai situasi. Berdasarkan konsep dasar dari REBT emosi dan
perilaku merupakan hasil dari proses kognitif. Gangguan emosi berasal dari
Paradigma Penelitian
Irational Belief:
- Awfulizing
- Low frustration tolerance
- Demands
- Self, other and life-depreciation beliefs
-
Keterangan:
: menyebabkan
: pengaruhnya
F. Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh terapi REBT untuk