Disusun Oleh :
IPAH SYARIFAH
NPM: 08180100054
i
HALAMAN PERSETUJUAN
TAHUN 2019
Telah mendapat persetujuan untuk dilaksanakan uji karya ilmiah akhir ners pada:
Menyetujui:
Pembimbing
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Januari 2020
iii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkatNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul : “Asuhan
Tujuan penyusunan penelitian ini untuk memenuhi syarat kelulusan program studi
Dalam setiap proses yang telah saya jalani sebagai mahasiswa profeis Ners
pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan
4. Bapak Ns. Bambang Suryadi, S.kep., M.Kes selaku koordinator mata ajar
KIN
iv
5. Untuk bapak dan ibuku yang tercinta, tersayang, tersabar, terkuat, sepanjang
sisa hidupku dan keluarga besar yang selalu mendukung setiap langkah dalam
8. Sahabat – sahabat tercinta atas semua doa, cinta dan dukungan kalian.
10. Semua pihak yang yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya
yang telah ikut berpartisipasi dan selalu memberkati setiap langkah dan rencana
baik kita. Saya berharap karya tulis ilmiah ini memberikan dampak positif dalam
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
NPM : 18180100054
Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif
ini Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesi Maju berhak menyimpan,
mengalih media atau formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta
dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal Januari 2020
Yang Menyatakan
( Ipah Syarifah )
v
Nama : Ipah Syarifah
NPM : 18180100054
Judul :Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Pemberian Terapi
Kompres Terhadap Pemasangan Infus Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Di Ruang
Amarilis RSUD Depok Tahun 2019
vi
Name : Ipah Syarifah
NIM : 18180100054
Title :
ABSTRAC
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
A. Nyeri ................................................................................................ 8
viii
2. Teori Nyeri ............................................................................... 9
1. Pengertian TB Paru................................................................... 39
2. Etiologi ..................................................................................... 40
3. Klasifikasi ................................................................................. 41
4. Patofisiologi .............................................................................. 43
6. Komplikasi ............................................................................... 46
7. Penatalaksanaan ........................................................................ 48
8. Pengkajian ................................................................................ 52
D. Evaluasi ........................................................................................... 83
ix
BAB IV ANALISIS KASUS
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 92
B. Saran ................................................................................................ 93
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR SKEMA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
jumlah kasus TBC pada anak pertahun adalah 5-6% dari kasus total TB,
WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TBC
anak dan 450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TBC. Salah
satu masalah yang terkait dengan TBC adalah masalah gizi yang dalam hal ini
2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
1
2
TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga
yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-
laki lebih terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya
partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan
100.000 penduduk berumur diatas 15 tahun keatas dan prevelensi TBC BTA
anak didunia menjalani rawat inap setiap tahunnya. Proses anak sakit dan
2004).
3
menimbulkan stress pada anak. Hal ini seringkali menjadi krisis pertama yang
stressor utama hospitalisasi pada anak adalah nyeri yang akan berdampak
terhadap perasaan trauma pada anak. Oleh karena itu, anak perlu
terapi. Prosedur yang paling sering ditemui anak saat awal masuk rumah
sakit adalah tindakan infus untuk pemberian terapi cairan pada anak.
Oleh karena itu, diperlukan upaya menurunkan nyeri akibat prosedur yang
diberikan pada anak dan tindakan pengkajian nyeri pada anak yang mendapat
cedera dan nyeri. Berbagai teknik dapat dilakukan perawat, baik secara non-
stimulasi kulit dan pemberian terapi topikal (Hockenberry & Wilson, 2009).
Teknik mengurangi nyeri pada anak saat prosedur infus yang sudah banyak
perawat untuk saat prosedur infus adalah kompres dingin atau kirbat es.
nyeri tanpa efek samping dan berbiaya ringan (Movahedi, Rostami, Salsali,
aliran impuls nyeri, dan meningkatkan ambang nyeri. Kompres dingin dapat
digunakan pada berbagai kondisi nyeri, termasuk nyeri akut karena trauma
atau pembedahan, artritis, spasme otot dan sakit kepala (Lewis, Dirksen,
mengalami sakit yang paling sakit 44,4%. Tingkat nyeri pada kelompok
tingkat nyeri diketahui tingkat nyeri kelompok intervensi lebih rendah 2,17
0,000.
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
B. Rumusan Masalah
memberikan efek traumatik yang fatal bagi anak sehingga diperlukan terapi
lain untuk mencegah atau mengurangi nyeri pada saat pemasangan infus yaitu
E. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu untuk
2. Tujuan Khusus
Tuberculosis.
masalah Tuberculosis.
F. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Aplikatif
Tuberculosis.
d. Bagi perawat
dengan Tuberculosis.
2. Manfaat Teoritis
3. Manfaat Metodologis
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri
1. Definisi Nyeri
mengatakkannya.
mual dan mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang
sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan
diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan
8
9
2. Teori Nyeri
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa
di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari
2015). Teori pola adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion
bahwa terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi selama alami didalam
3. Fisiologi Nyeri
dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002).
saraf perifer aferen yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A- delta
perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon
nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang
Medula Spinalis
Persepsi
Otak (Kortek Somatosensorik)
Nyeri
Nyeri
a. Nyeri Akut
detik hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah
satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala &
Suryamiharja, 2007).
b. Nyeri Kronik
dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
2002). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan sebagai nyeri yang
1. Nyeri Ferifer
b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang
2. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak
dan talamus.
3. Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan
Deskriptif
2007).
yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2006).
a. Usia
b. Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara
jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak
18
Andari, 2015)
c. Kebudayaan
Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh
d. Perhatian
e. Ansietas
(Wijarnoko, 2012).
19
f. Kelemahan
g. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama
maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu
h. Gaya koping
(suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa
(Widjanarko, 2012)
20
j. Makna nyeri
2006).
8. Manajemen Nyeri
1. Pendekatan farmakologi
Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga
pernafasan.
b) Efflurage Massage
c) Distraksi
infus.
d) Terapi Musik
Wahyuni
26
Negeri 1
j) Aromaterapi
k) Kompres Dingin
terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik (Potter & Perry, 2005).
2007).
l) Kompres Hangat
m) Tehnik Akuplesur
dilakukan siapa saja bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.
tepat, yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat yang berupa rasa
n) Dzikir Khafi
2. Tasbih (Sbhanallah)
5. Basmalah ( Bismillahirohmannirrohim)
6. Istiqhfar (Astaghfirullah)
8. Tahmid (Al-hamdulillah)
o) Terapi Al-Qur’an
B. Peran Perawat
dialami pasien
nyeri
kenyamanan pasien
pengetahuan)
masase dll).
1. Pengertian TB Paru
salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah (Alsagaff & Abdul
Mukty, 2010).
berhenti bila jumlah kuman yang masuk dan telah terbentuk daya tahan
tubuh yang spesifik terhadap basil tuberculosis. Tetapi bila jumlah basil
2. Etiologi
maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
HIV).
etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan
3. Klasifikasi
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari
paru.
sebagai berikut:
kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif
1 kali.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
4. Patofisiologi
diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel T)
(lambat).
inhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil
yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus
bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus
difagosit atau berkembang biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar
yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah
kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut Fokus Ghon
dan gabungan terserangnya kelenjr getah bening regional dan lesi primer
radiografi. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan
berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan
rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penu
dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama
pembuluh darah.
46
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
5. Pemeriksaan Penunjang
1 Uji Tuberkulin
2 Pemeriksaan Radiologi
3 Pemeriksaan Bakteriologis
6. Komplikasi
1 Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan kearah saluran
getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vertebralis.
47
2 Efusi Pleura
protein.
3 Empiema
4 Laringitis
laringitis tuberkulosis.
yang daya tahan tubuhnya lemah dan dapat menyebar melalui pembuluh
7. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru
finding).
kemoprofilaksis.
tahanan.
49
anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi
yakni:
a. Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif
harus diawasi.
dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila tetap negatif maka
menular
Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid.
(Z).
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap
hari.
8. Pengkajian
1. Pengkajian
(Somantri,
2009).
a. Data Pasien
rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia
(menghasilkan sputum).
4) Keringat malam.
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
keatas.
sakitnya
penyakitnya
Sosial Ekonomi
jumlah penghasilan.
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
4) Pemeriksaan Fisik
56
istirahat)
(normal : 16
- 20x / mnt)
hari. Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak
ada demam
1) Kepala
2) Thorak
inspirasi
3) Abdomen
1) Kultur sputum
2) Tes Tuberkulin
jam).
3) Poto torak
Infiltnasi lesi awal pada area paru atas, pada tahap dini tampak
4) Bronchografi
paru.
58
hari. Obyektif:
Obyektif
sub kutan.
3) Respirasi Subyektif :
pleuritis.
tersinggung.
9. Diagnosa Keperawatan
yang berlebih
informasi
60
10. Intervensi
RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA
bersihan jalan napas - Jalan napas yang paten - Posisikan pasien untuk
(mampu suction
frekuensi pernapasan
dalam rentang
suara napas
abnormal)
- Mampu
mengidentifikasikan
yang dapat
62
menghambat jalan
napas
63
Kalori
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
- Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkn
- Indentifikasi
kemungkinan
yang tepat
- Sediakan informasi
yang tepat
66
Intervensi Keperawatan
Mengatasi Masalah
Camera, 2011).
TINJAUAN KASUS
Kasus 1
Anak I ( usia 12 tahun 2 bulan) masuk ke ruang rawat inap anak pada
merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara dari Bpk S ( 47 tahun) dan
Ibu S (33 tahun) saudara klien dinyatakan sehat dan belum pernah dirawat di
rumah sakit. Orang tua klien merupakan lulus SMA dimana ayah klien
bekerja sebagai wiraswasta dan ibu klien seorang ibu rumah tangga.
mual-mual saja pada saat kehamilan usia 4 minggu. Ibu I mengatakan selama
hamil mencoba menjaga pola makan dan makan makanan yang sehat seperti
sayur, buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin dan zat besi yang diberikan
oleh bidan. Untuk sumber air minum klien mengkonsumsi air tanah yang
dimasak.
Klien lahir secara normal dibantu oleh bidan puskesmas dengan usia
gestasi 39 minggu bbl 3800 gr, pb 50 cm bayi langsung menangis kuat, air
ketuban jernih vit k1 inj telah diberikan oleh bidan. Klien tidak mempunyai
68
69
puskesmas dan posyandu, klien tidak pernah dioperasi dan dirawat dirumah
Sejak lahir sampai saat ini, klien diasuh oleh ibunya dan dibantu
suaminya, klien sangat disayang oleh keluarganya. Saat ini klien sebagai
tinggal dikamar yang luas dengan 20 penghuni melakukan aktifitas dan tidur
sama seperti yang klien alami sekarang. Klien termasuk anak dengan kategori
gizi baik sebelum masuk pesantren dengan bb 44 kg dan tb 150 cm dan saat
mengeluh batuk berdahak sudah lebih dari 1 minggu nyeri dada sebelah kanan
bila batuk, demam sudah lebih dari 2 minggu naik turun menjelang sore
demam naik, demam akan reda bila klien minum obat, klien tidak nafsu
makan dan mengalami penurunan berat badan selama berada didalam asrama,
kompos mentis, tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi 88x/menit, suhu 39
C frekuensi nafas 20x/menit nch tidak ada, konjungtiva anemis, sclera ikterik,
pergerakan dada simetris, bunyi jantung I dan II normal, tidak ada mur-mur
dan gallop. Suara nafas vesikuler kana kiri, tidak ada retraksi,tidak ada
ronkhi, ada whezing. Abdomen datar dan supel bising usus 12x/menit. Akral
hangat, CRT < 2 dtik, gerak motoris ektremitas atas dan bawah baik. Klien
terpasang infus pada tangan kanan cairan RL 2000 CC/hari. Ibu I mengatakan
bahwa anaknya kurang minum dalam 1 hari 1 malam hanya minum 300 cc ml
. klien tidak nafsu makan karena ada sariawan. Klien tampak cemas saat
perawat mendekat dan klien tampak tegang saat perawat mengganti set infus
yang bengkak dan perawat mengatakan sebelum dipasang infus kembali akan
/ui, LED 39, SGOT 40, SGPT 17, HbsaG negatif. Hasil radiologi di dapatkan
ada hasil.
Tabel 3.1
Analisis Data Kasus 1
Menempel di
jalan nafas
Proses inflamasi
Merangsang
hipotalamus
Hipertermi
2(11) + 8 = 30
(BB ideal)
B:
Hb : 13,9 g/dl
Ht : 41%
C:
72
Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
D:
Makan ½ porsi
nyeri 4
hilang timbu
DO :
Klien tampak batuk
Klien tampak memegang
dadanya saat batuk
Klien tampak meringis
73
Kasus 2
An. F (5 tahun 8 bulan ) merupakan anak dari bapak R (30 tahun) dan ibu
perusahaan sebagai tekhnisi dan ibu seorang lulusan SMA dan bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Klien masuk di ruaang Amarilis pada tanggal 17 september
sakit usia cukup bulan, berrat badan lahir 3250 gram dengan panjang 50 cm.
Klien diasuh oleh kedua orang tuanya. Klien dan keluarganya tinggal di
daerah parung Bogor. Disekitar tempat tinggal klien memiliki teman sebaya
untuk bermain dan berinteraksi sehari-hari. Klien makan 3 kali sehari dan
memakan masakan yang dimasak oleh ny W. Menurut ibu W klien sangat sulit
untuk makan. Klien tidak suka makan ikan dan telur, namun seenag akan
semua jenis buah. Klien minum susu formula dari usia 2 tahun sampai saat ini
masih minum susu SGM setiap pagi dan saat ingin tidur. Pada saat klien
masuk rumah sakit klien terlihat tidur kurang nyaman akibat batuk dan
panasnya naik turun. Pemenuhan kebutuhan sehari- hari di bantu oleh orang
74
tua dan juga nenek dari pihak ibu W. Klien mengatakan anaknya hanya bisa
minum 600 ml dalam sehari semalam. Dan klien tidak bisa melakukan
aktifitas fisik di karenakan klien sangat lemas. Klien mual dan muntah lebih
dari 100 cc. Klien mengatakan takut bila di pasang infus dan takut untuk
disuntik. Berat badan klien saat ini 15 kg dengan tinggi badan 105 cm, ibu
klien mengatakan sebelum klien masuk rumah sakit berat badan klien 18 kg.
Status gizi klien kurva pertumbuhan WHO masuk dalam orientasi gizi baik
makro.
darah 90/60 mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekuensi nafas 26x/menit, suhu
badan 39,5 C, keadaan umum baik, tampak gelisah dan ketakutan pada saat
baik, mukosa bibir kering, muka terlihat pucat. Tidak ada kaku kuduk,
pergerakan dasa simetris kiri dan kanan, klien mengeluh sakit dada bila batuk,
tidak ada retraksi, bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan gallop.
Suara nafas vesikuler, abdomen datar dan supel, bising usus 10x/menit. Akral
Tingkat perkembangan klien sesuai dengan anak usia 5 tahun. Menurut ibu
9,3 g/dl, leukosit 13.000 ribu/ul, trombosit 234 ribu/ul, hematokrit 35%., LED 30,
SGOT 40, SGPT 17, HbsaG negatif. Hasil radiologi di dapatkan gambaran
fibroinfiltrat di lapangan tengah paru. Hasil sputum BTA belum ada hasil.
Tabel 3.1
Analisis Data Kasus 2
Proses inflamasi
Merangsang
hipotalamus
Hipertermi
DO :
Terlihat makan klien tidak Perasaan mual
76
Nyeri dada
C. Masalah Keperawatan
1. Kasus Pertama an I
a. Hipertermia
2. Kasus Kedua an F
a. Hipertermia
B. Intervensi Keperawatan
Melaporkan
kenyamana
n suhu
Ket :
1. Berat
2. Cukup berat
78
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
episode frekuensi,
3. nyeri 3 5 kualitas,
Menggosok intensitas
area yang atau beratnya
4. terkena 3 5 nyeri dan
dampak faktor
5. Mengerang 3 5 pencetus
dan 3. Observasi
6. menangis 3 5 adanya
Ekspresi petunjuk non
7. nyeri wajah 3 5 verbal
Kehilangan mengenai
nafsu ketidaknyama
makan nan
Mual 4. Pilih dan
implementasi
Ket : kan tindakan
1. Berat yang beragam
2. Cukup berat (misalnya,
3. Sedang farmakologi,
4. Ringan non
5. Tidak ada farmakologi)
untuk
memfasilitasi
penurunan
nyeri
5. Berikan
informasi
mengenai
nyeri, seperti
penyebab
81
nyeri, berapa
lama nyeri
akan
dirasakan,
dan antisipasi
dari
ketidaknyama
nan akibat
prosedur
6. Pastikan
pemberian
analgesik dan
atau strategi
non
farmakologi
sebelum
dilakukan
prosedur
yang
menimbulkan
nyeri
7. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan
lainnya untuk
pemberian
penurun nyeri
yang optimal
dengan
peresepan
analgesik
82
C. Implementasi Keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan Hipertermi pada An. I dan An. F yaitu
menjaaga intake / asupan yang akurat dan mencatat output, memonitor status
dari kamar mandi pada An. I dan pada An. F Mengalami bengkak di tangan.
kebutuhan tubuh yaitu menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
gizi untuk mengatur diet yang diperlukan (An. I dan An. F mendapat diet
makan lunak), memastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
tapi sering.
nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
D. Evaluasi
Kasus 1
An. I klien tampak tenang, klien masih malas minum ± 300 ml/24 jam,
mukosa bibir kerring, sariawan masih ada, TTV: Suhu: 37,5°C Nadi 118
memakai pakaian tipis dan menyerap keringat, bantu surface cooling bila
demam tinggi.
klien masih mengeluh mual dan tidak nafsu makan, klien makan masih ½
makan sedikit tapi sering dan tidak disertai muntah. Muntah hilang di hari
84
pada hari pertama dan kedua perawatan bila batuk dengan skala nyeri 4. Nyeri
skala nyeri menjadi 2 namun nyeri masih dirasakan hilang timbul. Nyeri pada
pemasangan infus dirasakan lebih ringan (skala nyeri 2) saat diberi kompres
nyeri 6). Nyeri dinyatakan berkurang oleh klien di hari perawatan kedua dan
Kasus 2
pada An. F klien tampak tenang, klien masih malas minum ± 300 ml/24 jam,
mukosa bibir kering, TTV: Suhu: 38,1°C Nadi 118 x/menit, RR: 24 x/menit,
mual dan tidak nafsu makan, klien makan masih ½ porsi di hari perawatan
perawatan. Klien mengatakan mau makan sedikit tapi sering dan tidak disertai
perawatan.
85
pada hari pertama dan kedua perawatan dengan skala nyeri 4. Nyeri
skala nyeri menjadi 2 namun nyeri masih dirasakan hilang timbul. Nyeri pada
pemasangan infus dirasakan lebih ringan (skala nyeri 2) saat diberi kompres
saat diinfus dengan skala nyeri 5. Nyeri dinyatakan berkurang oleh klien di
hari perawatan kedua dan nyeri sudah tidak dirasakan pada hari perawatan
ketiga.
BAB IV
ANALISIS KASUS
tepatnya di Jalan Raya Muchtar No. 99 Sawangan Lama, Kota Depok, Jawa
Barat 16511 dilahan seluas 29.378 m2 dan mulai beroperasi pada 17 April
2008.
manajemen RSUD Kota Depok yang efektif dan mandiri. Motto memberikan
86
87
primer dan perazqqq wat pelaksana. Keduanya memiliki tugas yang berbeda
adalah ruang Amarilis. Ruang amarilis merupakan salah satu fasilitas RSUD
Kota Depok y. Ruangan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu ruangan anak,
penyakit dalam dewasa dan ruangan bedah dengan fasilitas penunjang medis
yang lengkap. Pemisahan ruang dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi
Salah satu stressor utama hospitalisasi anak adalah nyeri yang akan
serangkaian prosedur akan dilalui anak sebagai terapi. Prosedur yang paling
sering ditemui anak saat awal masuk rumah sakit adalah tindakan
pemasangan infus untuk pemberian terapi cairan pada anak begitu pula pada
agar cairan atau obat dapat masuk secara langsung melalui pembuluh darah.
pada anak. Untuk itu, sebagai pencegahan trauma dan menguranghi nyeri
pada saat pemasangan infus pada anak, kompres dingin menjadi salah satu
impuls nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C. Tindakan
menurunkan aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2007). Teknik ini
berkaitan dengan teori gate control dimana stimulasi kulit berupa kompres
dingin dapat mengaktivasi transmisi serabut saraf sensorik A-Beta yang lebih
besar dan lebih cepat. Hal ini menutup “gerbang” sehingga menurunkan
transmisi nyeri melalui serabut C dengan diameter yang kecil (Potter & Perry,
2010).
merupakan salah satu masalah yang dikeluhkan oleh anak. Pada anak, rasa
nyeri merupakan hal yang menakutkan dan dapat menimbulkan rasa trauma
kedua dari nyeri yang paling dirasakan anak setelah penyakit yang
masalah tersebut.
pemasangan infus. Dingin akan menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri
timbul. Kompres dingin dapat menimbulkan efek anastesi lokal pada luka
dapat menurunkan intensitas nyeri. Salah satu penelitian yang medukung hal
Rawat Inap Rsud Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2017. Hasil
Berdasarkan 2 kasus di atas baik An. I maupun An. F baru pertama kali
dirawat di rumah sakit dan saat itu pula baru pernah dilakukan pemasangan
91
infus dan saat itu pula tindakan pemasangan infus harus diulang dikarenakan
infus terlepas (pada An. F ) dan bengkak (pada An. I). Berdasarkan
UGD sedangkan An. I tidak namun keduanya mengalami rasa nyeri yang
dituntut untuk berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan
diperbolehkan menangis dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2013).
diabaikan agar anak tidak mengalami trauma. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan kedua anak mengatakan hanya merasakan sedikit nyeri dan tidak
merasa terganggu.
keluhan anak dengan menunjukan sikap peduli salah satunya dengan tidak
mengabaikan rasa nyeri pemasangan infus atau pada prosedur lain yang
mengakibatkan nyeri pada anak dimana hal ini menjadi salah satu intervensi
PENUTUP
A. Kesimpulan
maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
keadaan gizi, dll. Penyakit infeksi ini menyerang baik dewasa maupun anak-
khusus di rumah sakit. Salah satu tindakan yang biasa dilakukan di rumah
sakit adalah pemasangan infus dimana hal tersebut perlu untuk memenuhi
92
93
berinteraksi dengan orang lain karena anak terfokus pada nyeri yang
B. Saran
antara tim kesehatan lain maupun dengan klien sehingga dapat meningkatkan
anak agar anak terhindar baik dari rasa nyeri, stress ataupun trauma terutama
pada anak dengan masalah gastroenteritis dimana perlu untuk diberikan terapi
cairan.
Penulis juga berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi institusi
WHO, UNICEF. (2013). Ending Preventable Child Deaths from Pneumonia and
Diarrhoea by 2025 The integrated Global Action Plan for Pneumonia and
Diarrhoea (GAPPD). WHO. France. Septi wardani