Anda di halaman 1dari 9

INSTALASI GAWAT DARURAT

Triase di Intalasi Gawat Darurat

Nyeri dada merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada sebagian besar fasilitas
kesehatan. Dengan banyaknya variasi penyebab nyeri dada, yang bervariasi dari keluhan yang
mengacam jiwa sampai dengan nyeri karena otot, dokter di fasilitas kesehatan harus dapat
mentriase pasien nyeri dada dengan akurat sehingga jika ditemukan kecurigaan SKA dapat
dievaluasi dengan cepat dan pengobatan definitif segera dilakukan.

Pada sebagian besar pasien tanpa riwayat PJK sebelumnya, nyeri dada bukan merupakan
suatu kegawatan. Oleh sebab itu, triase yang efektif dapat dilakukan dengan anamnesa sesuai target
untuk menyingkirkan gejala yang berkaitan dengan SKA. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan pertanyaan seperti berikut ini :

a. Apakah ada riwayat PJKA sebelumnya?


b. Singkirkan faktor risiko komorbid, seperti merokok, diabetes, hipertensi, dislipidemia
atau riwayat PJK di keluarga
c. Apakah nyeri dada dirasakan seperti menusuk atau menekan (curiga angina) ?
d. Apakah nyeri (kearah angina) menjalar ke bagian tubuh lain?
e. Adakah nyeri saat istirahat dan apakah terus menerus (> 20 menit)?
f. Pada pasien PJK, apakah nyeri menghilang dengan pemakian nitrat sublingual?

Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan ini, jika dicurigai adanya diagnosis SKA, harus
dilakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan dalam waktu 10 menit. Jika Tabel 6. Kriteria Risiko
Tinggi dan Rendah Terhadap Kematian atau Infark Miokard Akut (IMA) belum ada fasilitasnya
maka pasien harus segera dirujuk ke fasilitas terdekat yang memungkinkan. EKG 12 sadapan
merupakan hal utama dalam triase pasien dengan menentukan stratifikasinya pada salah satu dari
kelompok di bawah ini:

a. Elevasi segment ST atau onset baru LBBB Spesifitas tinggi terhadap adanya STEMI
b. Depresi segment ST Indikasi kuat adanya iskemia
c. Non diagnostik atau EKG normal
Pada pasien dengan faktor risiko positif, penilaian ulang EKG dan petanda biokimia
merupakan indikasi. Petanda jantung saat ini merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
elevasi dan stratifikasi pasien dengan APTS/NSTEMI. Pemilihan petanda biokimia tersebut
tergantung pada onset dan lamanya nyeri dada. Penyelenggara kesehatan harus merujuk setiap
pasiennya yang dicurigai SKA dengan keluhan dada tidak enak dan petanda biokimia positif ke
fasilitas kesehatan lainnya dimana terapi definitif dapat segera dimulai.

Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu
dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan
fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:

a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,


b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,
e. pemberian obat:
nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik
< 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau
klopidogrel, mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena.

Hasil penilaian EKG, bila:

a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >
0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan
anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi
dengan :
- terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun
dan tidak ada kontraindikasi.
- angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA
primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada
kontraindikasi terapi trombolitik
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-
iskemia, maka segera dirawat di ICCU
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan
monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim
jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test
atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU).
- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal 17 Maret 2011, Seorang pasien Tn D usia 41 tahun datang ke UGD RSHS pukul
12.00 WIB dengan keluhan rasa tidak nyaman di dada kiri.

Hasil anamnesa didapatkan :

Penderita mengeluh rasa tidak nyaman di dada kiri sejak ± 11 jam SMRS., hilang timbul,
selama ±30 menit, hilang dengan istirahat. Tidak ada keringat dingin atau pun perasaan seperti
ditekan, tidak ada mual-muntah atau nyeri ulu hati. Tidak ada penjalaran rasa nyeri ke punggung,
lengan maupun leher, Penderita masih bisa bermain voli dan badminton diantara rasa tidak nyaman
di dada. Tidak ada sesak nafas, panas badan atau dada berdebar.
Keluhan serupa juga dirasakan 2 minggu SMRS, berobat ke RS di Purwakarta dikatakan ada
penyakit jantung, dan mendapat terapi tromboaspilet, clopidogrel, ranitidin, dan fasorbid.
Kemudian pasien berinisiatif sendiri memeriksakan diri ke RS Harapan Kita dan dikatakan tidak
ada penyakit jantung. Penderita kemudian dikonsulkan ke bagian psikiatri dan mendapat obat
Alprazolam.
Riwayat darah tinggi diketahui 2 tahun yang lalu, TD tertinggi 190/… pasien minum obat
noperten, amlodipin, tromboaspilet, fasorbid, tapi tidak minum obat teratur. Riwayat kencing
manis tidak ada, Riwayat kolesterol tinggi tidak ada. Didapatkan riwayat merokok sejak muda
sudah berhenti 4 tahun ini. Tidak ada riwayat sakit jantung pada keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah 150/100 mmHg
Heat Rate : 82 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 35,50 𝐶

Kepala Konjungtiva anemis, sclera tak ikterik, PCH (-) SPO (-)
Leher JVP 5+2 cm H2O, HJP (-), kelenjar getah bening tak teraba

Thorax Bentuk & gerakan simetris, tidak ada jejas

Cor Ictus cordis tak tampak, teraba di intercostal space V LMCS, Batas
kanan LSD atas ICS III, kiri ICS V LMCS
Bunyi jantung S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmus (-)
Pulmo VF kiri=kanan, sonor kiri=kanan VBS kiri=kanan, VR kiri=kanan,
ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen Tidak ada memar, perut datar, distensi abdomen (-), hepar tidak
teraba, bising usus (+)

Ekstremitas Akral hangat, clubbing -/-, sianosis -/-, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 13,2 Natrium 138 Trop T I -

Hematokrit 38,1 Kalium 4,4 CKMB I 91

Laboratorium Leukosit 7.900 Calsium 4,51 Trop T II -

Trombosit 277.000 Magneisum 2,40 CKMB II 61

GDS 106 Ureum 20

Kreatinin 1,27

Rontgen CRT 50%, segmen aorta tidak melebar, segmen pulmonal tidak menonjol,
apex tertanam, pinggang jantung (+), kranialisasi (-), corakan brankovaskular
normal, infiltrate (-)
Kesan : tidak didapatkan kardiomegali, tidak didapatkan bendungan paru

Diagnose -CAD NSTEMI undetermined wall DD/UAP atypical chest pain


-Hipertensi stage II
-Faktor resiko : hipertensi dan perokok

EKG

Hasil : Irama sinus, axis Normal, QRS rate 78 x/mnt, gel P 0,03”, 0,1 mv , PR interval 0,14’’ QRS
duration 0.08”, ST segmen isoelektrik. Q pathologis (+) di lead III, T inverted (-)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus di atas


Oklusi total yang terjadi lebih dari 4–6 jam pada arteri koroner akan menyebabkan nekrosis
miokard yang irreversibel, dengan gambaran Q-MCI Namun, dengan terapi reperfusi yang cepat
dan adekuat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas .(Harrisons, 2000; Raymond J. Gibbons
& Valentin Fuster, april 6, 2006)
Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi:
1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa komplikasi
atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.
2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
dengan tujuan terapi untuk: pencegahan terjadinya IMA, pembatasan luasnya infark, dan
pemeliharaan fungsi jantung (miokard).
3. pencegahan terjadinya IMA, pembatasan luasnya infark, dan pemeliharaan fungsi jantung
(miokard). Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (RIK),
dengan lebih lanjut memperhatikan sasaran terapi berupa:
a. Pencapaian secara komplit dan cepat reperfusi aliran darah daerah infark
b. Menurunkan risiko berulangnya IMA dengan berbagai terapi medikamentosa
(Raymond J. Gibbons & Valentin Fuster, april 6, 2006). 1. Berat – ringannya
SKA
Tahap Awal dan Cepat Pengobatan Pasien SKA
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard
yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai
dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/menit secara kanul hidung. (Raymond
J. Gibbons & Valentin Fuster, april 6, 2006)
2. Nitrogliserin (NTG)
Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6
mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen
ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal
(preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan).
3. Morphine atau Diazepam
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit
akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after
load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan
mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial .
Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan “The Antiplatelet Trialists
Colaboration” melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari
14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30% 1,5,6
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik “chewable”
dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat
diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau
setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam
menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.
Penanganan SKA Lebih Lanjut
1. Heparin
Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman
(tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT).
Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun
dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60
ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg,
dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg 1,5,6
2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH). Diberikan pada APTS atau NSTEMI
dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu
mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose – independent clearance;
mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi
platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah;
tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak
menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan
trombi dan aktivitasnya. (Nawawi et al., 2006; Raymond J. Gibbons & Valentin Fuster,
april 6, 2006). Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin.
Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin
(maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari : 2 x tiap 12 jam
(Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo).
3. Warfarin
Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang
dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian
Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak
dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin
4. Direct Trombin Inhibitors. Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino
polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap
12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap mortalitas (Kyuhyun Wang, Richard W. Asinger, & Henry J.L.
Marriott, 2003)

Anda mungkin juga menyukai