PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Sila keempat tersebut seharusnya menjadi sumber bagi suatu lembaga yang
berasaskan Pancasila dalam pengambilan keputusan baik memilih pemimpin atau
lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya saat ini seringkali dilakukan voting (pemungutan
suara) dengan suara terbanyak tanpa dilakukan musyawarah terlebih dahulu untuk
mendapatkan mufakat. Namun, melaksanakan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
dalam melakukan pengambilan keputusan seringkali mengalami kesulitan dalam
menemukan titik temu penyelesaian masalah, misalnya adalah kesulitan untuk semua
orang sepakat dalam suatu masalah, karena setiap individu atau kelompok atau golongan
memiliki kepentingan yang tidak sama, sehingga kemungkinan besar penghambat
mendapatkan mufakat dalam suatu musyawarah adalah karena sekelompok kecil yang
menyatakan tidak setuju. Dikarenakan tidak tercapainya mufakat, maka diusahakan untuk
mengadakan kembali musyawarah hingga mendapatkan titik temu atau menemukan kata
mufakat. Dengan kemungkinan akan mengalami kesukaran dalam mempraktikkan
musyawarah mufakat ini Undang – Undang Dasar 1945 memberikan alternatif lain dalam
mengambil keputusan. Hal ini tertuang pada UU pasal 2 ayat 3, pasal 6a, dan pasal 37
yang berbunyi:
(Pasal 6a Ayat 3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan
suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden
(Pasal 6a Ayat 4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalm pemilihan umum dipilih oleh
rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara
rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden
(Pasal 37 Ayat 4) Putusan untuk mengubah pasal – pasal Undang – Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang – kurangnya lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Dengan demikian secara tidak langsung HMTG ITS mengenal dua macam
cara mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan demokrasi yaitu musyawarah
untuk mufakat dan dengan pemungutan suara (suara terbanyak). Pemilihan dengan suara
terbanyak lebih sering digunakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat praktikal
(Budiana 2009; Fahmi, 2010). Untuk lebih memudahkan dalam memilih bentuk
Pemilihan Umum Ketua HMTG ITS dapat dilakukan analisa mengenai kelebihan dan
keterbatasan antara dua bentuk Pemilihan Umum tersebut dan dicocokkan dengan kondisi
Anggota HMTG ITS sendiri.
a. Musyawarah Mufakat
Lafaz al – Syura dan al – Musyawarah secara etimologi merupakan
bentuk kata kerja dari kata sy𝑎̂wara - yusy𝑎̂wiru yakni dengan akar kata syin, waw,
dan ra’ dalam pola fa’ala. Struktur akar kata ini memiliki makna pokok
“menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu”. Musyawarah
mufakat sendiri merupakan asas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia karena
ideologi yang dianut oleh Indonesia adalah Pancasila. Poin yang dicapai dalam
pengadaan musyawarah ini adalah mufakat (pendapat atau keputusan yang disetujui
oleh semua pihak yang terlibat dalam musyawarah) untuk mendapatkan Ketua
HMTG ITS yang baru, tetapi mufakat disini harus didasarkan pada kepentingan
bersama untuk mewujudkan tujuan HMTG ITS yang tertuang pada Anggaran Dasar
(AD) HMTG ITS Bab IV (Tujuan, Usaha, dan Manfaat) Pasal 8 (Tujuan) yang
berbunyi :
Mufakat dalam suatu keputusan dapat terjadi jika semua anggota yang
mengikuti musyawarah menyetujui, sehingga tidak dilakukan perhitungan suara
sama sekali untuk mendapatkan suara yang setuju dan yang tidak setuju. Alasan
dari usulan anggota HMTG ITS mengenai bentuk pemilihan umum Musyawarah
Mufakat yang didapatkan dari Musyawarah Anggota (Musang) tanggal 09 Oktober
2019 , 18 Oktober 2019, dan formulir online (Gform)/offline adalah:
1. Pada Pemilihan Umum sebelumnya masih banyak anggota yang tidak
menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon Ketua HMTG ITS sehingga
dirasa tidak merepresentasikan keinginan anggota.
2. Jika Pemilihan Umum dilaksanakan dalam bentuk Musyawarah Mufakat
membuat anggota HMTG ITS lebih aktif berdiskusi dan merupakan
pengaplikasian langsung dari Pancasila keempat.
3. Bentuk Pemilihan Umum Musyawarah Mufakat dapat menumbuhkan budaya
diskusi Anggota HMTG ITS.
4. Mencoba bentuk Pemilihan Umum yang berbeda atau belum pernah
digunakan dapat menjadi salah satu metode trial and error dalam menentukan
bentuk Pemilihan Umum yang tepat untuk dijalankan di HMTG ITS.
BENTUK PEMILIHAN
UMUM
12%
Pemungutan
Suara
Musyawarah
88%
Mufakat
Berdasarkan dari data diatas dapat dilihat bahwa lebih dari 50% Anggota
HMTG ITS lebih memilih bentuk Pemilihan Umum yaitu Pemungutan Suara (Suara
Terbanyak) dengan rincian sebanyak 84 suara sah yang masuk melalui formulir
online/offline sebanyak 88% (74 suara) memilih Pemungutan Suara (suara terbanyak)
dan 125 (10 suara) sisanya memilih bentuk Pemilihan Umum berupa Musyawarah
Mufakat.
BAB III
KESIMPULAN
Sekretariat Jenderal DPR RI. 2016. “Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945”. http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945. (Dipetik 28 Oktober 2019).
Cahyo, dan Dessi. 2014. “Musyawarah Mufakat atau Pemiliha Lewat Suara Mayoritas?
Diskursus Pola Demokrasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Demokrasi.
https://www.researchgate.net/publication/313394137_Musyawarah_Mufakat_at
au_Pemilihan_Lewat_Suara_Mayoritas_Diskursus_Pola_Demokrasi_di_Indone
sia?enrichId=rgreq-6fe89297008ef0457546283218b7d78f-
XXX&enrichSource=Y292ZXJQYWdlOzMxMzM5NDEzNztBUzo0NTg5NjE
yNDY3ODk2MzJAMTQ4NjQzNjI5NjQ5Nw%3D%3D&el=1_x_2&_esc=publ
icationCoverPdf.
Rohim, dkk. 2013. “Jurnal Cita Hukum”. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN). Http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum.