Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemimpin adalah orang yang memimpin keompok dua orang atau lebih, baik
organisasi maupun keluarga. (Suradinata, 1997). Pemimpin sangat dibutuhkan pada
berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas sehari – hari baik berorganisasi, berkumpul,
ataupun bekerja. Begitu pula dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (HMTG ITS) yang memerlukan seorang
pemimpin untuk memimpin Anggota HMTG dan dapat mencapai tujuan dari HMTG ITS
yang tertuang di AD/ART. Pemilihan Ketua HMTG ITS sesuai dengan Anggaran Rumah
Tangga (ART) HMTG ITS BAB V tentang Ketua Himpunan Pasal 14 Ayat 1 yang
berbunyi:

(1) Ketua himpunan dipilih melalui Pemilu

Berdasarkan pasal tersebut Dewan Perwakilan Anggota (DPA) HMTG ITS


melakukan Musyawarah Anggota (Musang) yang membahas mengenai Pemilihan Umum
yang nantinya akan dilaksanakan agar mendapatkan pemimpin baru yang akan
melanjutkan kepengurusan HMTG ITS. Namun, pada saat Musyawarah Anggota
berlangsung, beberapa Anggota HMTG mengusulkan bentuk Pemilihan Umum yang
belum pernah dilaksanakan di HMTG ITS yaitu Musyawarah Mufakat dengan berbagai
alasan yang dimunculkan seperti mengaplikasikan sila keempat pada Pancasila,
menumbuhkan budaya diskusi, sebagai upaya untuk mendegradasi jumlah anggota yang
tidak memilh pada Pemilu HMTG ITS. Dari musyawarah tersebut kemudian secara tidak
langsung Anggota dibagi menjadi dua kubu dengan pendapat yang berbeda yaitu anggota
yang menginginkan bentuk Pemilihan Umum secara Musyawarah Mufakat dan
Pemungutan Suara (suara terbanyak) sehingga sukar menemukan titik temu untuk bentuk
Pemilihan Umum yang disepkati bersama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam kajian ini adalah bentuk
Pemilihan Umum (Pemilu) yang tepat untuk dilaksanakan di HMTG ITS.
1.3 Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan bentuk Pemilihan Umum (Pemilu) yang
tepat untuk dilaksanakan di HMTG ITS.

1.4 Batasan Masalah


Mengenai bentuk Pemilihan Umum yang nantinya akan dilaksanakan oleh HMTG ITS
untuk mendapatkan ketua baru yang melanjutkan kepengurusan. Karena tujuan utama
dari dilaksakan kajian atau Musyawarah Anggota adalah untuk mendapatkan bentuk
Pemilihan Umum (Pemilu) yang tepat dilaksanakan di HMTG ITS.
BAB II

PEMBAHASAN

Berdasarkan AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga)


Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
(HMTG ITS) pada Bab II tentang asas dan landasan pasal empat menyebutkan bahwa
HMTG ITS berasaskan Pancasila, sedangkan pada pasal lima menyebutkan bahwa
HMTG ITS berlandaskan Undang – Undang Dasar 1945. Lima sila (dasar) yang
tercantum pada Pancasila telah mencakup nilai – nilai luhur yang juga diperjelas di
seluruh undang – undang dan peraturan perundang – undangan lainnya. Salah satu poin
yang ada pada Pancasila yaitu sila keempat yang berbunyi:

(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

Sila keempat tersebut seharusnya menjadi sumber bagi suatu lembaga yang
berasaskan Pancasila dalam pengambilan keputusan baik memilih pemimpin atau
lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya saat ini seringkali dilakukan voting (pemungutan
suara) dengan suara terbanyak tanpa dilakukan musyawarah terlebih dahulu untuk
mendapatkan mufakat. Namun, melaksanakan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
dalam melakukan pengambilan keputusan seringkali mengalami kesulitan dalam
menemukan titik temu penyelesaian masalah, misalnya adalah kesulitan untuk semua
orang sepakat dalam suatu masalah, karena setiap individu atau kelompok atau golongan
memiliki kepentingan yang tidak sama, sehingga kemungkinan besar penghambat
mendapatkan mufakat dalam suatu musyawarah adalah karena sekelompok kecil yang
menyatakan tidak setuju. Dikarenakan tidak tercapainya mufakat, maka diusahakan untuk
mengadakan kembali musyawarah hingga mendapatkan titik temu atau menemukan kata
mufakat. Dengan kemungkinan akan mengalami kesukaran dalam mempraktikkan
musyawarah mufakat ini Undang – Undang Dasar 1945 memberikan alternatif lain dalam
mengambil keputusan. Hal ini tertuang pada UU pasal 2 ayat 3, pasal 6a, dan pasal 37
yang berbunyi:

(Pasal 2 Ayat 3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan


dengan suara yang tebanyak
(Pasal 6a Ayat 1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat

(Pasal 6a Ayat 3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan
suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden

(Pasal 6a Ayat 4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalm pemilihan umum dipilih oleh
rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara
rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden

(Pasal 37 Ayat 4) Putusan untuk mengubah pasal – pasal Undang – Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang – kurangnya lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat

Dengan demikian secara tidak langsung HMTG ITS mengenal dua macam
cara mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan demokrasi yaitu musyawarah
untuk mufakat dan dengan pemungutan suara (suara terbanyak). Pemilihan dengan suara
terbanyak lebih sering digunakan dalam pengambilan keputusan yang bersifat praktikal
(Budiana 2009; Fahmi, 2010). Untuk lebih memudahkan dalam memilih bentuk
Pemilihan Umum Ketua HMTG ITS dapat dilakukan analisa mengenai kelebihan dan
keterbatasan antara dua bentuk Pemilihan Umum tersebut dan dicocokkan dengan kondisi
Anggota HMTG ITS sendiri.

a. Musyawarah Mufakat
Lafaz al – Syura dan al – Musyawarah secara etimologi merupakan
bentuk kata kerja dari kata sy𝑎̂wara - yusy𝑎̂wiru yakni dengan akar kata syin, waw,
dan ra’ dalam pola fa’ala. Struktur akar kata ini memiliki makna pokok
“menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu”. Musyawarah
mufakat sendiri merupakan asas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia karena
ideologi yang dianut oleh Indonesia adalah Pancasila. Poin yang dicapai dalam
pengadaan musyawarah ini adalah mufakat (pendapat atau keputusan yang disetujui
oleh semua pihak yang terlibat dalam musyawarah) untuk mendapatkan Ketua
HMTG ITS yang baru, tetapi mufakat disini harus didasarkan pada kepentingan
bersama untuk mewujudkan tujuan HMTG ITS yang tertuang pada Anggaran Dasar
(AD) HMTG ITS Bab IV (Tujuan, Usaha, dan Manfaat) Pasal 8 (Tujuan) yang
berbunyi :

(8) HMTG ITS sebagai organisasi mahasiswa yang menanungi mahasiswa


Teknik Geofisika ITS demi terbentuknya integritas dan profesionalitas

Mufakat dalam suatu keputusan dapat terjadi jika semua anggota yang
mengikuti musyawarah menyetujui, sehingga tidak dilakukan perhitungan suara
sama sekali untuk mendapatkan suara yang setuju dan yang tidak setuju. Alasan
dari usulan anggota HMTG ITS mengenai bentuk pemilihan umum Musyawarah
Mufakat yang didapatkan dari Musyawarah Anggota (Musang) tanggal 09 Oktober
2019 , 18 Oktober 2019, dan formulir online (Gform)/offline adalah:
1. Pada Pemilihan Umum sebelumnya masih banyak anggota yang tidak
menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon Ketua HMTG ITS sehingga
dirasa tidak merepresentasikan keinginan anggota.
2. Jika Pemilihan Umum dilaksanakan dalam bentuk Musyawarah Mufakat
membuat anggota HMTG ITS lebih aktif berdiskusi dan merupakan
pengaplikasian langsung dari Pancasila keempat.
3. Bentuk Pemilihan Umum Musyawarah Mufakat dapat menumbuhkan budaya
diskusi Anggota HMTG ITS.
4. Mencoba bentuk Pemilihan Umum yang berbeda atau belum pernah
digunakan dapat menjadi salah satu metode trial and error dalam menentukan
bentuk Pemilihan Umum yang tepat untuk dijalankan di HMTG ITS.

Alasan – alasan yang dikemukakan diatas dapat di break down kembali


satu persatu sehingga didapatkan satu alasan kuat untuk membuat Musyawarah
Mufakat menjadi bentuk Pemilihan Umum yang baik dijalankan di HMTG ITS.
Pertama, banyak anggota yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat
Pemungutan Suara pada tahun sebelumnya tidak bisa menjadi dasaran yang kuat
untuk membuat Musyawarah Mufakat menjadi bentuk yang lebih baik dari
Pemungutan Suara karena hal ini dapat terjadi karena berbagai macam hal,
misalnya adalah karena memang anggota tidak mempercayai kandidat calon Ketua
HMTG ITS yang maju dalam Pemilihan Umum atau anggota tidak memahami visi
dan misi kandidat dengan baik, atau bisa juga karena kandidat yang ada tidak
memenuhi ekspektasi anggota. Selain itu, tidak dapat dipastikan jug ajika dilakukan
Musyawarah Mufakat jumlah Anggota HMTG ITS yang berpatisipasi pada
serangkaian proses Pemilihan Umum atau pada saat pemilihan kandidat lebih
banyak atau lebih merepresentasikan keinginan anggota. Kedua, Musyawarah
Mufakat sebagai bentuk pengaplikasian budaya berdiskusi atau menumbuhkan
budaya diskusi pada Anggota HMTG tidak dapat menjadi alasan yang kuat karena
dalam melakukan diskusi peserta diskusi harus memahami benar etika dalam
berdiskusi dan menumbuhkan budaya diskusi dapat dilakukan dengan berbagai cara
selain dalam konteks Pemilihan Umum. Ketiga, sebagai metode trial and error
dalam menentukan bentuk Pemilihan Umum yang tepat bagi HMTG ITS
merupakan sebuah pendapat yang baik, hanya saja dalam pengaplikasian sistem ini
memiliki kelemahan yaitu dapat berakibat suatu masalah akan dipecahkan dalam
waktu yang lama sehingga akan berlarut dan dapat mempengaruhi timeline kegiatan
HMTG ITS. Dan apabila pihak minoritas tetap bersikap tidak setuju akan
mengakibatkan keputusan tidak pernah dapat diambil. Dengan demikian pihak
minoritas dapat memaksa untuk tidak tercapainya keputusan. Hal seperti ini dapat
menimbulkan dictatorial minoritas dalam arti kekuasaan dari sekelompok kecil
yang menentukan segala sesuatunya. Dan yang terakhir, jika sistem ini diterapkan
akan banyak celah bagi ‘oknum’ pada politik kampus setingkat himpunan dalam
melakukan pengaluran pada saat melakukan musyawara untk mencapai mufakat.
Sehingga peserta forum yang hadir dapat dengan tidak sadar mengikuti alur yang
dibuat oleh ‘oknum’ sehingga keputusan yang didapat tidak murni dari hasil
pemikiran dan keinginan Anggota HMTG ITS.

Namun sebaliknya, Musyawarah Mufakat memiliki kelebihan yaitu


semua pihak dapat merasa diikutsertakan dan dihargai pendapatnya, sehingga tidak
menimbulkan oposisi tetapi sekedar koreksi untuk kepentingan bersama HMTG
ITS.

b. Pemungutan Suara (Suara Terbanyak)


Kondisi saat ini sulit untuk dilaksanakan Musyawarah Mufakat, hal ini
berkaca pada saat dilakukan Musyawarah Anggota HMTG ITS. Pada saat
musyawarah dilaksanakan sangat sulit menemukan titik temu untuk mencapai
keputusan bersama tanpa dilakukan voting (pemungutan suara terbanyak) seperti
halnya menentukan kuorum untuk Musyawarah Anggota, menentukan tata tertib
berjalannya Musyawarah Anggota dan lainnya. Kelebihan dari diterapkannya
sistem ini adalah keputusan dapat diakhiri dalam waktu yang relatif lebih cepat
(efisiensi waktu), teknis pelaksaan lebih jelas, dan menjaga asas Pemilihan Umum
yang berlaku di Indonesia, yaitu LuBer dan JurDil. Sebagaimana yang dituliskan
pada UU No. 10 tahun 2008, tentang Pemilihan Umum yang meliputi:
1. Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.
2. Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih dengan
tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
3. Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa
adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
4. Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui
oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau
kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).
5. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu,
termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung,
harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
6. Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.
Namun jika sistem ini dilaksanakan akan timbul kelemahan yaitu
apabila keputusan diambil dari suara terbanyak, dapat memunculkan kemungkinan
kelompok minoritas kurang memiliki kesempatan untuk menetapkan pendapat dan
kehendaknya karena kelompok mayoritas yang memaksakan kehendak atau
pendapat minoritas tidak disetujui oleh mayoritas.

Dari pemaparan Musyawarah Mufakat dan Pemungutan Suara (suara


terbanyak) diatas, yang menjadi faktor terbesar dalam menentukan bentuk Pemilihan
Umum yang akan dijalankan oleh HMTG ITS saat ini adalah keinginan Anggota HMTG
ITS. Berdasarkan data yang didapatkan dari Formulir online/offline didapatkan 84 suara
untuk Bentuk Pemilihan Umum dengan rincian seperti berikut ini:

Tabel 1. Jumlah Suara Pemilih Bentuk Pemilihan Umum


Pemungutan Suara Musyawarah Mufakat

Jumlah Suara 74 Suara 10 Suara

Presentase 88% 12%

BENTUK PEMILIHAN
UMUM
12%
Pemungutan
Suara
Musyawarah
88%
Mufakat

Gambar 1. Presentase Jumlah Suara Pemilih Bentuk Pemilihan Umum

Berdasarkan dari data diatas dapat dilihat bahwa lebih dari 50% Anggota
HMTG ITS lebih memilih bentuk Pemilihan Umum yaitu Pemungutan Suara (Suara
Terbanyak) dengan rincian sebanyak 84 suara sah yang masuk melalui formulir
online/offline sebanyak 88% (74 suara) memilih Pemungutan Suara (suara terbanyak)
dan 125 (10 suara) sisanya memilih bentuk Pemilihan Umum berupa Musyawarah
Mufakat.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan mengenai bentuk Pemilihan Umum


yang tepat untuk diterapkan di HMTG ITS adalah Pemungutan Suara dengan suara terbanyak
yang memenangkan Pemilu dan menjadi Ketua HMTG ITS terpilih.
DAFTAR PUSTAKA

Sekretariat Jenderal DPR RI. 2016. “Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945”. http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945. (Dipetik 28 Oktober 2019).

Rochimudi. 2015. “Pasal 6 dan 6a UUD 1945”.


http://edukasiyana.blogspot.com/2015/04/pasal-6-dan-6a-uud-1945.html.
(Dipetik 28 Oktober 2019).

Cahyo, dan Dessi. 2014. “Musyawarah Mufakat atau Pemiliha Lewat Suara Mayoritas?
Diskursus Pola Demokrasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Demokrasi.
https://www.researchgate.net/publication/313394137_Musyawarah_Mufakat_at
au_Pemilihan_Lewat_Suara_Mayoritas_Diskursus_Pola_Demokrasi_di_Indone
sia?enrichId=rgreq-6fe89297008ef0457546283218b7d78f-
XXX&enrichSource=Y292ZXJQYWdlOzMxMzM5NDEzNztBUzo0NTg5NjE
yNDY3ODk2MzJAMTQ4NjQzNjI5NjQ5Nw%3D%3D&el=1_x_2&_esc=publ
icationCoverPdf.

Hanafi, Muhammad. 2013. “Kedudukan Musyawarah dan Demokrasi di Indonesia”. Pusat


Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas).

Rohim, dkk. 2013. “Jurnal Cita Hukum”. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN). Http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum.

Undang – Undang Presiden Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai