Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol

yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat

dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.

Alkohol merupakan zat psikoaktif yang bersifat adiksi atau adiktif.

Zat psikoaktif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama

pada otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi,

kognitif, persepsi dan kesadaran seseorang. Sedangkan adiksi atau adiktif

adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan

kecanduan atau ketergantungan. Jadi alkohol adalah suatu zat yang bekerja

secara selektif, terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan

perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran

seseorang yang apabila digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau

ketergantungan.

Dalam jumlah yang sedikit alkohol dapat memengaruhi otak

sehingga dapat mengubah perasaan menjadi sedikit lebih baik, tetapi

dalam jumlah yang besar pengaruh alkohol akan menjadikan bahaya.

Dalam jangka waktu pemakaian yang lama alkohol akan merusak lever

karena alkohol dianggap sebagai bahan racun yang harus dinetralkan oleh

lever sehingga kerja lever menjadi berat.

1
Perlu diatur dalam pemakaian kadar alkohol yang masuk ke dalam

tubuh manusia, aturan pemakaian alkohol harus berdasarakan medis. Hal

ini karena jika terjadi penyalahgunaan alkohol dan konsumsi secara

berlebihan dan terus-menerus dapat merugikan dan membahayakan

jasmani, rohani maupun bagi kepentingan perilaku dan cara berfikir

kejiwaan sehingga akibat lebih lanjut akan mempengaruhi kehidupan

keluarga dan hubungan dengan masyarakat sekitar.

Guna mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan menuju kemandirian daerah dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab maka

perlu digali sumber-sumber pendapatan asli daerah. Berdasarkan hal

tersebut Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) membuat

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 01 Tahun 2013 tentang Retribusi

Perizinan Tertentu, termasuk di dalamnya perizinan penjualan minuman

beralkohol.

Meskipun minuman beralkohol diberikan izin penjualannya, ada

komitmen dari pemerintah untuk mengendalikan dan mengawasi penjualan

minuman beralkohol. Pemerintah Pusat melalui Menteri Perdagangan telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Agar terjadinya sinergitas aturan Pemerintah Pusat dan Daerah

maka Pemerintah Kabupaten TTS menetapkan Peraturan Bupati Timor

2
Tengah Selatan No. 22 Tahun 2016 tentang Izin Tempat Penjualan

Minuman Beralkohol dan Pemungutan Retribusi Izin Penjualan Minuman

Beralkohol. Pada pasal 15 ayat 1 dan 2 secara jelas menyatakan bahwa

pengawasan dan penertiban tempat penjualan minuman beralkohol

dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PMTSP) dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Lahirnya Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati TTS tersebut

karena adanya peningkatan peredaran minuman beralkohol di Kota Soe

berpengaruh pada ketentraman, ketertiban masyarakat dan keamanan serta

kontribusi bagi pendapatan asli daerah di Kabupaten TTS.

Penyalahgunaan dan peredaran minuman beralkohol yang tidak

terkendali telah menimbulkan berbagai macam masalah sosial di Kota Soe.

Berdasarkan berita dalam media online ada beberapa masalah yang timbul

dari peyalahgunaan minuman beralkohol yaitu 1) Ketua DPRD Kabupaten

Timor Tengah Selatan, Jean Neonufa digebuk saat terjadi keributan pada

pesta, keributan dipicu minuman beralkohol yang dikonsumsi oleh Jean

Neonufa, 2) seorang warga kota Soe, Risto Nenobais tewas di

kediamannya, setelah pesta minuman beralkohol bersama rekan-rekannya.

Korban diduga keracunan karena jasadnya membiru. 3) Terjadinya

kecelakaan maut yang melibatkan dua sepeda motor di jalan raya

Nonohonis. Akibat kecelakaan ini, 2 orang tewas seketika usai tabrakan.

Tabrakan maut ini dipicu aksi ugal-ugalan yang dilakukan oleh korban,

karena dalam keadaan mabuk berat. Masalah yang terjadi di atas

3
merupakan beberapa contoh kasus yang diakibatkan oleh penyalahgunaan

minuman beralkohol dan kurangnya pengawasan pihak terkait terhadap

penjualan minuman beralkohol yang beredar di masyarakat, sehingga

masyarakat begitu mudah untuk mendapat minuman beralkohol. Selain itu,

berdasarkan wawancara awal pada tanggal (tgl, bln, tahun) kepada pihak

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

TTS, (nama org yg diwawancara) dan telaah dokumen yang diperoleh

penulis, terdapat 8 tempat usaha yang telah memiliki izin penjualan

minuman beralkohol golongan C dengan kadar ethanol 20-55% antara lain

Whiskey, Vodka, dan Johnny Walker dan B kadar ethanol 5-20% yaitu

anggur orang tua, di Kota Soe. Tempat penjualannya berupa kios besar dan

toko, akan tetapi masih 5 kios yang menjual minuman beralkohol dan

tidak memiliki izin. Hal ini disebabkan karena mereka tidak ingin

membayar retribusi dan beranggapan pembayaran retribusi telah melalui

pengecer besar.

“Di Kota Soe memang banyak kios-kios kecil yang berjualan


minuman beralkohol tapi mereka tidak mempunyai izin, mereka
menganggap pajaknya terlalu besar dan kalau sudah mengambil
dari pengecer besar, itu berarti sudah membayar pajak dari
pengecer tersebut.”
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya pengawasan

yang lebih baik terhadap perizinan penjualan minuman beralkohol di Kota

Soe, Kabupaten TTS, agar peredaran minuman beralkohol dapat diawasi

serta diminimalisir secara baik sehingga dapat menekan masalah yang

terjadi karena beredarnya minuman beralkohol yang tidak terkendali.

4
Pengawasan dari Dinas PMPTSP dan Satpol PP sangat diperlukan

agar peredaran dan penjualan minuman beralkohol dapat terkendali.

Pembatasan atas beredarnya minuman beralkohol harus dilakukan oleh

aparat yang berwenang.

Pengawasan adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan

organisasi dapat tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat

kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan yaitu keseluruhan sistem,

teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh atasan untuk menjamin

agar segala aktivitas yang dilakukan dalam organisasi benar-benar

menerapkan prinsip efisiensi. Menurut Siagian (2005), pengawasan dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu pengawasan langsung dan pengawasan

tidak langsung.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengawasan Perizinan

Penjualan Minuman Beralkohol di Kota Soe Kabupaten TTS.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah

dalam penelitian ini yaitu: Bagaimanakah pengawasan perizinan penjualan

minuman beralkohol di Kota Soe Kabupaten TTS?

5
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di

atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengawasan

perizinan penjualan minuman beralkohol di Kota Soe Kabupaten TTS.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritik yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah

untuk memberikan konstribusi pada teori administrasi publik, khususnya

teori yang berkaitan dengan pengawasan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi

bagi pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam meningkatkan

Pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol di Kota Soe dan

sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Kajian ilmiah mengenai pengawasan telah banyak dilakukan oleh

para akademisi. Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan kajian penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian oleh Ori Rinaldi tahun 2018 dengan judul Pengawasan

Perizinan Reklame di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini

mengguanakan metode penelitan deskriptif kualitatif dan fokus

penelitiannya pada pengawasan perizinan reklame di kota

Pematangsiantar. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengawasan

perizinan reklame di Kota Pematangsiantar belum sinergis satu sama

lain. Ini terlihat dari pihak BPKD yang masih mengeluhkan kurang

sinergisnya koordinasi antar pihak terkait, serta Pihak DPMPTSP

mengeluhkan tidak semua tempat atau lokasi bisa ditertibkan izin

reklame, karena ada peraturan dan ketentuan yang melarang. Namun

Pengawasan perizinan reklame di Kota Pematangsiantar sangat

objektif dengan tidak memperlakukan keberpihakan terhadap siapapun

dan tidak membedakan wajib pajak satu dengan wajib pajak lainnya.

Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Ori Rinaldi dengan

penelitian saat ini adalah sama-sama melihat tentang bagaimana

pengawasan perizinan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

7
berwenang, perbedaannya yaitu peneliti Ori Rinaldi berfokus pada

pengawasan perizinan reklame dan menggunakan metode Pengawasan

yang efektif menurut Siagian 2007 sedangkan peneliti saat ini berfokus

pada pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol dan

menggunakan metode pengawasan langsung dan tidak langsung

menurut Siagian 2005.

2. Penelitian oleh Cahyono tahun 2012 tentang Efektivitas Peraturan

Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 4 Tahun 2011 Tentang

Pengendalian Dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol Di

Desa Sobontoro. Penelitian ini mengguanakan metode penelitan

deskriptif kualitatif dan fokus penelitiannya pada Efektivitas Peraturan

Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 4 Tahun 2011 tentang

Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol . Hasil

penelitian menunjukan bahwa Peraturan Daerah No 4 tahun 2011

tentang Pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol

belum efektif dikarenakan PERDA ini hanya sekedar di sahkan dan

dengan sosialisasi yang minim, pengadaan poster dan baliho hanya

berada di beberapa titik ramai di Tulungagung dan tidak sampai ke

Desa-desa. Begitu pula halnya dengan pelatihan, pelatihan hanya di

adakan di lingkungan sekolah padahal kebanyakan konsumen dan

penjual minuman beralkohol tidak berkecimpung di dunia pendidikan.

Kemudian dilihat dari kebiasaan sebagian masyarakat di Desa

Sobontoro, sebelum dan sesudah adanya PERDA mereka tetap

8
menggantungkan mata pencahariaannya dengan menjual minuman

beralkohol. Terdapat persamaan pada penelitian sebelumnya dengan

penelitian saat ini yaitu pada metode penulisan yang sama-sama

menggunakan metode kualitatif untuk mengkaji permasalahan yang

berkaitan dengan mnuman beralkohol. Sedangkan yang menjadi

perbedaan dalam penelitian ini adalah pada fokus penelitian. Penelitian

sebelumnya meneliti tentang efektivitas Perda tentang pengawasan dan

pengendalian minuman beralkohol sedangkan penelitian saat ini

berfokus pada pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol.

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Manajemen

a) Pengertian Manajemen

Secara etimologi kata manajemen diambil dari bahasa

Perancis kuno, yaitu menagement, yang artinya adalah seni dalam

mengatur dan melaksanakan. Griffin (2012) mendefinisikan

manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai

sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa

tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien

berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,

terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

9
b) Fungsi- Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen menurut Griffin (2012) :

1. Planning

Planning atau perencanaan adalah penentuan serangkaian

tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.

Pembatasan yang agak kompleks merumuskan perencanan

sebagai penetapan apa yang harus dicapai, bila hal itu dicapai,

dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai,

siapa yang bertanggung jawab, dan penetapan mengapa hal itu

harus dicapai.

2. Organizing

Organizing dimaksud mengelompokan kegiatan yang

diperlukan, yakni penetapan susunan organisasi serta tugas dan

fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi, serta

menetapkan kedudukan dan sifat hubungan antara masing-

masing unit tersebut.

3. Actuating

Actuating adalah menggerakan semua anggota kelompok

untuk bekerjasama mencapai tujuan perusahaan. Tahapan ini

terdir dari kepemimpinan dan koordinasi, yaitu pemimpin

perusahaan memimpin setiap sumber daya yang ada untuk

bekrja sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan

10
sebelumnya dan mengkoordinasi agar kerjasama ini dapat

dilakukan dengan harmonis. Hal ini dapat menghindari

persaingan yang ada antar sumber daya yang bisa

mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perusahaan.

4. Controlling

Controlling atau pengawasan, sering juga disebut

pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa

mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga

apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang

benar dengan maksud mencapai tujuan yang sudah yang sudah

digariskan semula. Dalam melaksanakan kegiatan controling,

atasan mengadakan pemeriksaan, mencocokan, serta

mengusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta tujuan yang

ingin dicapai.

2.2.2 Pengawasan

a) Pengertian Pengawasan

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai cara suatu

organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efesien, serta lebih

jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi.

Pengawasan adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa

tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan

dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang

11
direncanakan. Suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar

pelaksanaan untuk dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang

sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata

dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan

mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil

tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua

sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dan

efesien dalam mencapai tujuan perusahaan.

Manullang (1977), memberikan suatu definisi pengawasan

yakni suatu proses untuk menetapkan pekerjaan sesuai dengan

rencana semula. Pengawasan adalah proses untuk mengamati

secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana

kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi

suatu masalah. Pengawasan adalah fungsi manajemen dimana

peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan

menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar

supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan.

Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah

pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi manajemen yang

lain, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.

Sementara itu, Mocker sebagaimana disampaikan oleh

Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di

dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa:

12
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk

menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan

perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah

ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-

penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan

untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan

dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam

pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”

Definisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang

direncanakan, tetapi mencakup dan melingkupi tujuan organisasi.

Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara, sistem, dan ruang

lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang manajer.

Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan

dalam kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan

terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan melakukan

tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya.

Menurut Harahap (2001: 14), Pengawasan adalah

keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan

oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala aktivitas yang

dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan

prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan

13
tujuan organisasi. Selain itu menurut Dessler (2009: 2),

menyatakan bahwa pengawasan (Controlling) merupakan

penyusunan standar, pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja

aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan,

mengadakan tindakan korektif yang diperlukan.

Pengawasan juga merupakan kegiatan penilaian terhadap

organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut

melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuan

yang telah ditetapkan. Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu

proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,

menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar

apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat

merealisasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf

pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan

instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui

kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi

dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan

tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada

waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang.

Dua prinsip pokok yang merupakan suatu condition sine

quanon bagi suatu sistem pengawasan yang efektif ialah adanya

14
rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi serta

wewenang kepada bawahan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan

adalah suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk

membandingkan, memastikan dan menjamin baahwa tujuan dan

sasaran serta kegiatan organisasi yang akan dan telah terlaksana

dengan baik dan sesuai dengan standar, rencana, intruksi dan

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan, serta untuk

mengambil tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan

sumber daya yang paling efektif dan efesien dalam mencapai

tujuan perusahaan.

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan, diantranya

yaitu:

1. Perubahan lingkungan

Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus

menerus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi

produk dan pesaing baru, dan sebagainya. Melalui fungsi

pengawasan manajer mendeteksi perubahan perubahan yang

berpengaruh pada barang dan organisasi, sehingga mampu

menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang

diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.

15
2. Peningkatan kolektifitas organisasi

Semakin besar organisasi semakin memerlukan

pengawasan yang lebih formal dan hati-hati.

3. Kesalahan-kesalahan

Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan,

manajer dapat secara sederhana melakukan pengawasan. Tetapi

kebanyakan anggota organisasi-organisasi sering melakukan

kesalahan.

4. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang

Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada karyawan,

kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak

berkurang.

c) Teknik Pengawasan

Teknik Pengawasan menurut Siagian (2005: 134) antara

lain sebagai berikut :

1. Pengawasan langsung

Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan

oleh seorang manajer atau pimpinan pada saat kegiatan sedang

dilaksanakan. Pengawasan dapat berbentuk seperti :

a) Inspeksi Langsung

Inspeksi Langsung adalah pengawasan yang

dilakukan secara langsung oleh atasan terhadap bawahan

pada saat kegiatan, dilakukan.

16
b) Laporan di tempat

Laporan di tempat adalah laporan yang disampaikan

bawahan secara langsung pada saat atasan mengadakan

inpeksi langsung kegiatan dilaksanakan.

2. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang

dilakukan dari jarak jauh melalui telepon yang disampaikan

oleh bawahan yang berbentuk seperti :

a) Laporan Lisan

Laporan lisan adalah laporan yang disampaikan

bawahan secara langsung kepada atasan mengenai kendala

yang dihadapi pada saat melaksanakan kegiatan, baik

berupa penyimpangan maupun sasaran-sasaran.

b) Laporan Tertulis

Laporan tertulis adalah laporan yang disampaikan

oleh bawahan kepada atasan dalam bentuk laporan kegiatan

yang dibukukan, dilaporkan secara berkala

Menurut Hanafi (1998) pengawasan langsung adalah

inspeksi teratur yang dilakukan secara periodic dengan mengamati

kegiatan yang dapat diobservasi. Kemudian Situmorang (1998)

mengemukakan pengawasan yang dilakukan secara pribadi dengan

mengamati dan menerima laporan secara langsung, hal ini

dilakukan dengan cara inspeksi. Sedangkan menurut Terry (2003)

17
pengawasan langsung dapat memberikan gambaran langsung yang

sesungguhnya dari suatu kegiatan.

Pengawasan tidak langsung menurut Siagian (2005) adalah

pengawasan yang di lakukan dari jarak jauh, pengawasan ini

dilakukan melalui laporan yang di terima dari bawahana dan juga

masyarakat sekitar tempat kegiatan.

d) Indikator Pengawasan

Yang menjadi indikator pengawasan adalah:

1. Akurat

Informasi tentang pelaksanaan harus akurat, data yang tidak

akurat dari sistem pengawsan dapat menyebabkan organisasi

mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan

menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

2. Tepat waktu

Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi,

secepatnya bila kegiatan perbaikan dilakukan segera.

3. Objektif dan menyeluruh

Informasi harus mudah dipahami dan bersifat objektif serta

lengkap.

4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategi

Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian bidang

dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling

sering terjadi atau yang mengakibatkan kerusakan paling patal.

18
5. Realistik secara ekonomis

Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah

atau paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari

sistem tersebut.

6. Realistik secara organisasional

Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan

kenyataan-kenyataan organisasi.

7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi

Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran

kerja organisasi.

8. Fleksible

Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk

memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun

kesempatan dari lingkungan.

9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan baik deteksi

ataupun deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang

seharusnya diambil.

10. Diterima para anggota

Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan

pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong

prasarana otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.

19
2.2.3 Izin

Izin merupakan suatu persetujuan dari seseorang atau badan yang

bersifat memperbolehkan untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan

peraturan yang berlaku dan mempunyai sanksi jika ketentuan yang

terdapat dalam izin yang dilanggar (Sjachran : 1995).

N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge mengatakan izin merupakan

suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau

peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari

ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit)

berdasarkan apa yang dikatakan oleh Spelt dan ten Berge, dalam izin dapat

dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali

diizinkan. Artinya, kemungkinan untuk seseorang atau suatu pihak tetutup

kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah

mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau

pihak yang bersangkutan. (Hadjon : 2005)

Van der Pot mengatakan bahwa izin merupakan keputusan yang

memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak

dilarang oleh pembuat peraturan. Ahli hukum Indonesia Prajudi

Atmosudirdjo mengatakanizin (vergunning) adalah suatu penetapan yang

merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Larangan

tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria dan sebagainya

yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dan

20
larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan

kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha

negara yang berwenang, yang isi substansinya mempunyai sifat sebagai

berikut:

a) Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai Keputusan Tata Usaha

Negara yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum

tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kebebasan

yang besar dalam memutuskan pemberian izin.

b) Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha

negara yang penerbitannya terikat pada aturan dan hukum tertulis

dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar

kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar

sejauhmana peraturan perundang – undangan mengaturnya. Izin

yang bersifat terikat antara lain, yaitu IMB, izin HO, izin usaha

industri dan lain-lain.Perbedaan antara izin yang bersifat bebas dan

terikat adalah penting dalam hal apakah izin dapat ditarik

kembali/dicabut atau tidak. Pada dasarnya izin yang merupakan

keputusan tata usaha negara yang bebas dapat ditarik

kembali/dicabut, hal ini karena tidak ada persyaratan yang bersifat

mengikat bahwa izin tidak dapat ditarik kembali/ dicabut.

Pada izin yang bersifat terikat, pembuat undang-undang

memformulasikan syarat-syarat izin dapat diberikan dan izin dapat

21
ditarik kembali/dicabut. Hal yang penting dalam pembedaan di atas

adalah dalam hal menentukan kadar luasnya dasar pengujian oleh

hakim tata usaha negara apabila izin tersebut sebagai Keputusan

Tata Usaha Negara apabila digugat.

c) Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya

mempunyai sifat menguntungkan bagi yang bersangkutan. Izin

yang bersifat menguntungkan isi nyata keputusan yang

memberikan anugerah kepada yang bersangkutan. Dalam arti, yang

bersangkutan diberikan hak-hak tertentu atau pemenuhan tuntutan

yang tidak akan ada tanpa keputusan tersebut. Izin yang bersifat

menguntungkan, antara lain SIM, SIUP, SITU dan lain-lain.

d) Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya

mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-

ketentuan yang berkaitan kepadanya. Di samping itu, izin yang

bersifat memberatkan juga merupakan izin yang memberi beban

kepada orang lain atau masyarakat sekitarnya. Izin yang bersifat

memberatkan, antara lain pemberian izin kepada perusahaan

tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, secara umum izin adalah

keputusan pejabat administrasi yang berwenang yang memperbolehkan

untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang peraturan perundang-

undangan setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan oleh

perundang-undangan, sehingga terlibat hubungan hukum. Dapat diketahui

22
bahwa izin merupakan persetujuan yang dikeluarkan dari penguasa yang

berfungsi sebagai alat perlengkapan administrasi Negara yang

pemberiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pada umunya

sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar

pengecualian dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.

Di dalam perspektif Sudirjo, mengenai fungsi-fungsi hukum

modern, izin dapat juga diletakkan pada fungsi menertibkan masyarakat,

ketetapan yang berupa izin diberikan kewajiban-kewajiban dan larangan-

larangan bagi para warga. Tentu saja tidak ada gunaya apa yang telah

tertuang dalam ketetapan tersebut, apabila tidak dipaksaan izin tersebut.

(Sudirjo : 2008)

Perizinan menurut perundang-undangan yang telah ditetapkan,

selalu memuat ketentuan-ketentuan penting yang melarang warga

masyarakat yang bertindak tanpa izin. Sehubungan dengan ketentuan

tersebut sebagai konsejuensinya, maka dalam rangka penegakan hukum

yang bersangkutan, dilengkapi pula dengan adanya ketentuan sanksi.

Sanksi ini merupakan bagian penutup yang terpenting adil dalam hukum

termasuk hukum admnistrasi, karena setiap peraturan perundang-undangan

yang memuat perintah atau larangan, apabila tidak disertai sanksi, maka

efektifitas dari peraturan tersebut tidak lagi mempunyai daya paksa.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sebagaimana ditegaskan

oleh Basah 1998, bahwa sanksi merupakan bagian terpenting dalam setiap

undang – undang adanya perintah dan larangan yang dimuat dalam setiap

23
undang-undang, tidak mempunyai arti apabila tidak mempunyai daya

paksa untuk dilaksanakan. Hal ini lebih jelas bahwa mengatur itu bersifat

jenis peraturan perundang-undangan yang dikategorikan memaksa.

Apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

harus dikenai sanksi.

Izin juga sebagai bukti legalitas untuk menjalankan usaha

khususnya perdagangan barang yang dijual bebas ataupun barang yang

perdagangannya dalam pengawasan pemerintah. Barang dagang yang

perdagangannya diawasi oleh pemerintah salah satunya adalah minuman

beralkohol. Minuman beralkohol termasuk dalam barang perdagangan

dalam pengawasan karena efek dari mengkonsumsi minuman beralkohol

ini dapat menurunkan atau menghilangkan kesadaran orang dan

menyebabkan penyakit pada tubuh manusia serta menimbulkan berbagai

masalah sosial.

Oleh karena itu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, merupakan

dasar bagi Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan membuat

Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Nomor 01 Tahun

2013 tentang Retribusi Perizinan Tertentu serta Peraturan Bupati Timor

Tengah Selatan No. 22 Tahun 2016 tentang Izin Tempat Penjualan

Minuman Beralkohol dan Pemungutan Retribusi Izin Penjualan Minuman

24
Beralkohol, agar setiap penjualan minuman beralkohol dapat terorganisir

dengan baik.

2.2.4 Minuman beralkohol

Minuman beralkohol adalah Minuman yang mengandung ethanol

yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat

dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik

dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah

bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur

konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman.

a) Penggolongan dan Jenis Minuman Beralkohol

Jenis-jenis minuman yang mengandung alkohol yang

dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut:

1. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan

kadar sampai dengan 5% (lima persen);

2. Minuman beralkohol golongan B adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan

kadar lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua

puluh persen);

3. Minuman beralkohol golongan C adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan

kadar lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan

55% (lima puluh lima persen).

25
e) Dampak Negatif Dari Minuman Beralkohol

Dampak negatif dari minuman beralkohol dari segi kesehatan

anatar lain sebagai berikut:

1. Gangguan Fisik: dapat menimbulkan kerusakan hati,

jantung, pangkreas dan peradangan lambung, otot saraf,

mengganggu metabolisme tubuh, impoten serta gangguan

seks lainnya;

2. Gangguan Jiwa: dapat merusak secara permanen jaringan

otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan,

kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan

jiwa tertentu;

3. Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

(Kamtibmas) : perasaan seseorang tersebut mudah

tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan juga

terganggu, menekan pusat pengendalian diri sehingga yang

bersangkutan menjadi berani dan agresif dan bila tidak

terkontrol akan menimbulkan tindakan-tindakan yang

melanggar norma dan sikap moral serta dapat menimbulkan

tindakan pidana atau kriminal;

4. Menimbulkan gangguan kesehatan jasmani dan rohani,

merusak fungsi organ vital tubuh: otak, jantung, ginjal,

sumsum tulang belakang, menghambat pembentukan

26
trombosit, anemia dan leukimia, hati, dan paru-paru serta

menjauhkan diri dari Tuhan Yang Maha Esa.

2.3 Kerangka Berpikir

Pengawasan terhadap penjualan minuman beralkohol harus di

lakukan secara baik, dengan adanya perizinan penjualan beralkohol,

penjual tidak seenaknya melakukan perdagangan, dan juga akan menekan

peningkatan konsumsi minuman beralkohol yang mempunyai dampak

yang sangat serius bagi masyarakat. Namum pada kenyataannya banyak

masalah terjadi yang disebabkan oleh minuman beralkohol di Soe, dari

perkelahian, kecelakaan sampai pada kematian, selain itu masih

banyaknya penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki izin

penjualan minuman beralkohol. Untuk mengetahui itu peneliti harus

mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan terkait dengan

perizinan penjualan minuman beralkohol di Soe, diperlukan analisis yang

mendalam. Berdasarkan alasan tersebut calon peneliti mengunakan teknik

pengawasan menurut Siagian 2005 :134 antara lain sebagai berikut :

1. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan

oleh pihak berwenang terhadap penjualan minuman beralkohol.

Pengawasan langsung dapat berbentuk seperti :

27
a. Inspeksi langsung

Inspeksi langsung adalah pengawasan yang

dilakukan secara langsung oleh pihak berwenang terhadap

para penjual minuman beralkohol pada saat penjualan.

b. Laporan di tempat

Laporan di tempat adalah laporan yang disampaikan

bawahan secara langsung pada saat atasan mengadakan

inspeksi langsung kegiatan dilaksanakan.

2. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang di

lakukan oleh pihak berwenang berdasarkan laporan atau

dokumen yang berkaitan dengan perizinan penjualan minuman

beralkohol yang berbentuk seperti :

a. Laporan lisan

Laporan lisan adalah laporan yang disampaikan

bawahan secara langsung kepada atasan mengenai kendala

yang dihadapi pada saat melaksanakan kegiatan, baik

berupa penyimpangan maupun sasaran-sasaran juga laporan

dari masyarakat kepada pihak yang berwenang dalam

menangani peredaran minuman beralkohol.

28
b. Laporan Tertulis

Laporan tertulis adalah laporan yang disampaikan

oleh bawahan kepada atasan dalam bentuk laporan kegiatan

yang dibukukan, dilaporkan secara berkala.

Bagan 2.2 Skema Kerangka Berpikir

Pengawasan Perizinan
Penjualan Minuman
Beralkohol

Pengawasan Pengawasan
Langsung Tidak Langsung
Sumber : Siagian (2005: 134)

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan memberikan fokus penelitian pada langkah – langkah

pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol. Jenis penelitian

yang digunakan yaitu dengan menggunakan penelitian Deskriptif

Kualitatif, dengan mengkaji berbagai informasi dari berbagai data yang

diperoleh pada saat penelitian dan data yang diambil dari sumber lain

seperti jurnal dan media masa. Data tersebut diinterpretasi berdasarkan

pembahasan persoalan dalam rangka menjawab permasalahan penelitian.

(Sugiyono, 2009)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kota SoE Kabupaten TTS,

khususnya di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu

Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Soe.

3.3 Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada:

1. Pengawasan langsung, yaitu pemeriksaan perizinan minuman

beralkohol yang dilakukan secara langsung oleh Dinas

PMP2TSP, serta Satuan Polisi Pamong Praja, yang dikaji dari

sub fokus:

30
1) Pemeriksaan langsung

2) Standar opersional prosedur pengawasan

3) Laporan di tempat.

2. Pengawasan tidak langsung, yaitu Dinas PMP2TSP, serta

Satuan Polisi Pamong Praja, yang dikaji dari sub fokus:

1) Pengaduan masyarakat

2) Laporan lisan

3) Laporan pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala

maupun insidentil

3.4 Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari

data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono (2009), sumber data

terdiri atas:

a) Data primer adalah sumber data (Informan) yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data atau peneliti.

b) Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

dokumen.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

yaitu:

31
a) Pengamatan (Observasi):

Observasi dalam penelitian ini adalah peneliti dengan saksama

mengamati secara langsung terhadap data penelitian pada

pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol.

b) Wawancara

Wawancara dilakukan melalui komunikasi atau kontak pribadi

antara peneliti dengan sumber data (informan) serta pihak-

pihak terkait dengan menggunakan teknik purposive. Pihak –

pihak yang terkait antara lain, kepala bagian pelayanan di dinas

penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu, kepala

satuan pamong praja kota Soe, beberapa orang pengusaha

penjual minuman beralkohol dan beberapa masyarakat Soe.

Dengan demikian para informan akan ditanya berdasarkan

panduan wawancara atau pedoman wawancara yang disiapkan

oleh peneliti.

c) Studi Literatur

Data yang diperlukan dalam menjawab penelitian dicari dalam

bahan pustaka atau literature seperti koran, berita online dan

juga dokumentasi.

3.6 Informan

32
Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan

dua teknik yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling dan

accidental sampling.

Menurut Sugiyono (2005:53) menjelaskan yang dimaksud dengan

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu, sedangkan accidental sampling adalah

teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja atau secara acak. Dalam

menentukan informan kunci, peneliti menggunakan teknik purposive

sampling, sedangkan menentukan informan biasa dengan teknik accidental

sampling.

Tabel 3.1 Jumlah Informan


Jumlah
No. Informan
Informan
Kepala Bagian Pelayanan Dinas Penanaman Modal
1 Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten TTS. 1 orang
Bagian Pelayanan Perizinan
Kepala Seksi Operasional Dan Penertiban Polisi
2 1 orang
Pamong Praja kota Soe
4 Penjual minuman beralkohol 5 orang
5 Konsumen minuman beralkohol 5 orang
6 Masyarakat sekitar penjual minuman beralkohol 5 orang
Total 17 orang
Sumber: Olahan Peneliti, 2019

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data mengunakan teknik deskriptif kualitatif

melalui proses mencari, menyusun data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit

33
melakukan sintesa, menyusun kerangka ke dalam pola, memilih data mana

yang penting/relevan, dipelajari dan membuat keputusan yang mudah

untuk dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2009).

Dalam teknik analisis data menggunakan tiga cara yaitu:

1) Kategorisasi adalah proses analisis data, di mana data-data yang telah

dikumpulkan kemudian dikategorikan secara sistematis, setelah itu

data-data tersebut kemudian diinterpretasikan.

2) Interpretasi data adalah proses pemberian makna terhadap pola – pola

atau keteraturan – keteraturan yang ditemukan dalam proses penelitian.

3) Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan

umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus.

34
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

Kota Soe merupakan salah satu kecamatan Kabupaten Timor

Tengah Selatan dan sekaligus adalah Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah

Selatan. Kota Soe berjarak 110 km dari Kota Kupang, Ibu Kota Provinsi

NTT dengan dengan luas 28,08 Km2.

4.1.2 Jumlah Penduduk

Berdasarkan data BPS TTS, Kota Soe dalam angka 2019,

penduduk Kota Soe berjumlah 41.254 jiwa dengan kepadatan penduduk

yang tersebar pada 13 kelurahan/desa sebanyak 1.470 jiwa/Km2. Untuk

selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Jumlah Penduduk Kepadatan


No. Kelurahan/Desa Total penduduk
Laki-laki Perempuan
(jiwa/Km2)
1 Cendana 1.909 1.890 3.799 803
2 Soe 2.024 2.031 4.055 3.720
3 Oebesa 1.679 1.648 3.327 1.631
4 Kobekamusa 854 868 1.722 1.625
5 Nunumeu 2.402 2.373 4.775 2.760
6 Oekefan 1.961 1.716 3.677 2.828
7 Taubneno 1.591 1.552 3.143 5.715
35
8 Kampung baru 821 776 1.597 3.993
9 Karang siri 2.689 2.629 5.318 1.023
10 Nonohonis 2.382 2.309 4.691 996
11 Kota baru 1.067 1.021 2.088 5.495
12 Kuatae 667 652 1.319 571
13 Noemeto 886 857 1.743 678
Jumlah 20.932 20.322 41.254 1.470
Sumber: BPS TTS, Kota Soe dalam angka 2019

4.1.3 Profil Instansi Pemerintah Dalam Pengawasan Perizinan Minuman

Beralkohol

a) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Timor Tengah Selatan

Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP) Kabupaten TTS

merupakan aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Dalam membantu Kepala Daerah TTS dalam menegakkan Perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,

adapun tugas dan fungsi SatPol PP kabupaten TTS adalah sebagai

berikut:

1. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat;

2. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala

daerah;

3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah;

4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

36
5. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala

daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur

lainnya;

6. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum

agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah;

dan

7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

Jumlah Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten TTS 69

Orang yang apabila dikatagorikan berdasarkan golongan ruang

kepangkatan, pendidikan dan gender, sebagaimana ditunjuk dalam

tabel di bawah ini:

Tabel VI.1 Jumlah SDM Berdasarkan Golongan

Klasifikasi Golongan Laki-laki Perempuan Jumlah


IV 2 - 2
III 26 20 46
II 9 - 9
Pegawai Tidak Tetap 6 6 11
Total 43 26 69

Tabel VI.2 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah


S-2 / S-3 3
D4 / S-1 27
D1 - D3 6
SMP - SMA 23
Total 69

37
Gambar 1. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten TTS

KEPALA
SATUAN

SEKRETARIAT
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN


PROGRAM KEUANGAN UMUM DAN
KEPEGAWAI
AN

BIDANG BIDANG KETERTIBAN BIDANG SUMBER DAYA BIDANG PERLINDUNGAN


PENEGAKAN UMUM DAN APARATUR MASYARAKAT
PERUNDANG- KETENTRAMAN
UNDANGAN MASYARAKAKAT
DAERAH

SEKSI PEMBINAAN, SEKSI OPERASI DAN


PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SEKSI SEKSI SATUAN
PENYULUHAN PELATIHAN LINMAS
DASAR

SEKSI PENYELIDIKAN DAN


SEKSI
PENYIDIKAN (PPNS) SEKSI TEKNIS SEKSI BINA POTENSI
KERJASAMA
FUNGSIONAL MASYARAKAT
0

SATPOL PP
KABUPATEN

38
b) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Timor Tengah Selatan

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PMPTSP) merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan di

bidang penanaman modal dan perizinan terpadu satu pintu yang

berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui

sekretari daerah. Dinas PMPTSP mempunyai tugas dan fungsi sebagai

berikut:

1. Tugas Pokok

Tugas Pokok Dinas PMPTSP adalah membantu Bupati dalam

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah

di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu.

2. Fungsi

Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten TTS adalah :

1) Perumusan kebijakan teknis dibidang penanaman modal

dan pelayanan terpadu satu pintu;

39
2) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan

daerah dibidang penanaman modal dan pelayanan terpadu

satu pintu;

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang penanaman

modal dan pelayanan terpadu satu pintu;

4) Penyelenggaraan administrasi dibidang penanaman modal

dan pelayanan terpadu satu pintu;

5) Pemantauan dan evaluasi dibidang penanaman modal dan

pelayanan terpadu satu pintu;

6) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

Penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu adalah kegiatan

penyelenggaraan perizinan penanaman modal, perizinan dan non

perizinan, usaha dan non usaha yang proses pengelolaanya mulai dari

tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen dilakukan secara

terpadu dalam satu pintu dan satu tempat.

Jumlah Pegawai Dinas PMPTSP yaitu 66 orang yang apabila

dikatagorikan berdasarkan golongan ruang kepangkatan, pendidikan

dan gender, sebagaimana ditunjuk dalam tabel di bawah ini:

Tabel VI.3 Jumlah SDM Berdasarkan Golongan

Klasifikasi Golongan Laki-laki Perempuan Jumlah


IV 3 - 3
III 26 20 46
II 6 - 6
Pegawai Tidak Tetap 6 5 11
40
Total 41 25 66

Tabel VI.4 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah


S-2 / S-3 3
D4 / S-1 27
D1 - D3 6
SMP - SMA 20
Total 66
Gambar 2. Struktur Organisasi Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kabupaten Timor Tengah Selatan

KEPALA
DINAS

SEKRETARIAT
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SUB BAGIAN TATA SUB BAGIAN
USAHA, PROGRAM DAN KEUANGAN
PELAPORAN DAN
PERLENGKAPA
N

BIDANG KOORDINASI BIDANG PROMOSI DAN BIDANG PELAYANAN


DAN PENANAMAN KERJASAMA PERIZINAN TERPADU
MODAL

SEKSI KOORDINASI DAN SEKSI PELAYANAN


SEKSI
PEMBINAAN PENANAMAN PERIZINAN USAHA DAN
MODAL PROMOSI NON USAHA

SEKSI MONITORING DAN


SEKSI SEKSI PELAYANAN
EVALUASI PENANAMAN
KERJASAMA PENGADUAN DAN
MODAL
INFORMASI

UPTD

41
4.2 Pengawasan Perizinan Penjualan Minuman Beralkohol

Pengawasan Perizinan Penjualan Minuman Beralkohol adalah

kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang berkaitan dengan

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun Dasar Hukum

Perizinan Penjualan Minuman Beralkohol di kota Soe yaitu:

1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan

Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman

Beralkohol.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Nomor 01

Tahun 2013 tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan No. 1

Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat.

4. Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 22 Tahun 2016

tentang Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dan

Pemungutan Retribusi Izin Penjualan Minuman Beralkohol.


42
Pengawasan minuman beralkohol merupakan upaya untuk

memastikan apakah perdagangan minuman beralkohol di lapangan sesuai

dengan izin yang diberikan dan menemukan adanya penyimpangan berupa

adanya penjualan minuman beralkohol tanpa izin yang mengakibatkan

masyarakat dapat membelinya dengan lebih gampang, murah dan dapat

membahayakan kesehatan masyarakat karna tidak mengetahui campuran

dari minuman beralkohol tersebut, untuk dilakukan tindakan korektif

berupa pengamanan terhadap minuman beralkohol yang tidak memiliki

izin oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Soe. Minuman beralhokol yang

tidak memiliki izin seperti itu tidak dibenarkan karena melanggar

Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 22 Tahun 2016 tentang Izin

Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dan Pemungutan Retribusi Izin

Penjualan Minuman Beralkohol serta Peraturan Daerah Kabupaten Timor

Tengah Selatan No. 1 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban

Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Pada penelitian ini, pengawasan perizinan penjualan minuman

beralkohol yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Soe,

DPMDPTST Kabupaten TTS, dikaji berdasarkan langkah-langkah

pengawasan yang dikemukakan oleh Siagian 2005 yaitu :

4.2.1 Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan langsung

ke lapangan oleh pihak berwenang. Dalam pengawasan langsung

43
minuman beralkohol di Kota Soe melibatkan beberapa instansi terkait

yakni Dinas PMPTSP Kabupaten TTS dan SATPOL PP Kabupaten TTS.

Dalam pengawasan perizinan minuman beralkohol di kota soe,

Dinas PMPTSP mempunyai tugas untuk mengevaluasi izin dari

penjualan minuman beralkohol, sedangkan Satpol PP akan

menindaklanjuti setiap penjualan minuman beralkohol yang telah habis

masa berlakunya dan yang tidak mempunyai izin sesuai perda yang

berlaku.

a) Standar Operasional Prosedur (SOP)

Dalam melaksanakan kegiatan kerja khususnya dalam

pengawasan minuman beralkohol dalam SATPOL PP mengacu

pada Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan No. 1

Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan

Ketentraman Masyarakat. sedangkan Dinas PMPTSP mengacu

pada Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 22 Tahun 2016

tentang Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dan

Pemungutan Retribusi Izin Penjualan Minuman Beralkohol.

Masing-masing organisasi perangkat daerah memiliki

perannya dalam melakukan pengawasan administrasi dan

pengawasan lapangan minuman beralkohol di Kota Soe. Peran

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yakni

mengeluarkan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol

kepada pemohon. Sementara itu, SATPOL PP yang melakukan

44
pengamanan jika menemukan minuman beralkohol yang tidak

mempunyai izin penjualan di kota Soe.

Pengawasan yang dilakukan oleh organisasi berwenang

mempunyai tugas untuk mengamati setiap penjualan minuman

beralkohol di lapangan dengan inspeksi secara langsung artinya

pegawai dari Dinas PMPTSP dan personil SATPOL PP yang

ditugaskan oleh masing-masing pimpinan untuk turun langsung ke

para penjual minuman beralkohol guna melakukan pengawasan

terkait dengan penjualan minuman beralkohol sesuai dengan

jadwal yang di tetapkan dan pelaksanaan kegiatan inspeksi sesuai

dengan rencana kerja yang sudah disusun dan ketika terjadi

masalah di lapangan dapat dilaporkan keatasan untuk mengambil

suatu tindakan.

Kedua organisasi perangkat daerah ini merupakan tim

gabungan pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol.

Berdasarkan telaah penulis pada dokumen SOP, kegiatan

pengawasan perizinan penjualan minuman beralkohol di Kota Soe

dilakukan setiap 3 bulan (triwulan) diluar sidak dan laporan dari

masyarakat. Hal ini juga diperkuat penuturan dari Kepala Seksi

Operasional dan Penertiban Satpol PP, (namanya sapa) pada saat

diwawancarai oleh penulis pada tanggal (tgl, bln, tahun):

Kita di Soe sini kalo turun awasi langsung selalu


bekerjasama dengan dinas penanaman modal dan pelayanan
terpadu satu pintu, kadang-kadang dengan dinas kesehatan
juga tentara kalau mereka bersedia sama-sama dengan kami.
45
Dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran

minuman beralkohol, tidak terlepas dari pemeriksaan SIUP-MB,

yang merupakan dokumen legalitas para penjual minuman

beralkohol dalam melakukan perdagangan minuman beralkohol.

Surat izin ini dapat dikeluarkan oleh Dinas PMDPTSP dan

mempunyai SOP yang di keluarkan oleh peraturan Bupati TTS No

62 Tahun 2009 tentang Standar operasional prosedur Pelayanan

Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu pintu yakni sebagai

berikut :

1) Persyaratan dan Penerbitan Izin Penjualan Minuman

Beralkohol

Sasaran atau objek dari perizinan penjualan minuman

beralkohol adalah pribadi dan pelaku usaha/badan usaha

penjualan minuman beralkohol, masa berlaku perizinan 3 (tiga)

tahun. Adapun persyaratan dalam mengurus izin penjualan

minuman beralkohol adalah sebagai berikut:

1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih

berlaku

2. Foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

3. Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

4. Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU)

5. Foto copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

6. Foto copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

46
2) Prosedur Pengurusan perizinan penjualan minuman beralkohol

adalah sebagai berikut:

a) Hari Pertama :

1. Pemohon memasukkan surat permohonan

2. Pemohon menerima penjelasan dari petugas tentang

persyaratan administrasi

3. Pemohon melengkapi persyaratan administrasi

4. Petugas meneliti kelengkapan administrasi

b) Hari kedua :

a. Petugas turun kelapangan untuk memeriksa

b. Bila persyaratan lengkap dan benar dapat diproses

selanjutnya

c) Hari ketiga :

1. Pengetikan surat izin usaha perdagangan minuman

beralkohol (SIUP-MB)

2. Penandatanganan Surat Izin usaha perdagangan

minuman beralkohol (SIUP-MB)

d) Hari keempat :

1. Penyetoran biaya sumbangan pihak ketiga

2. Penyerahan surat izin usaha perdagangan minuman

beralkohol (SIUP-MB) kepada pemohon

Izin penjualan minuman beralkohol yang dikeluarkan oleh

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu TTS

47
kepada penjual minuman beralkohol yang mengajukan

permohonan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol ini

dapat di gunakan dalam kurun waktu 3 tahun dan harus di

perpanjang sesuai dengan kebutuhan penjual minuman beralkohol.

Dalam pelaksanaan pembuatan surat IP-MB masih terdapat

kendala dalam proses administrasi, seperti dalam kenyataannya

berbeda dengan SOP yang dikeluarkan oleh PerBub, informasi ini

diperoleh penulis dari wawancara dengan penjual minuman

beralkohol Semuel Nappu yaitu pemilik kios Elisabeth pada

tanggal (Tgl, bln, thn):

“Kami kalau urus surat izin terlalu lama bisa sampai 2


minggu suruh kami pergi sana pergi sini padahal semua
dokumen kami sudah lengkap sesuai dengan persyaratan
yang ada.”
Hal ini juga diperkuat dari pernyataan Dominikus Usfunan,

salah satu pemilik kios Maya Sari, penjual minuman beralkohol.

Menurut penuturannya pada saat diwawancarai oleh penulis pada

tanggal (tgl, bln thn), kendala yang dialami surat izin yang di

keluarkan tidak sesuai dengan SOP yang ada.

“Untuk pengeluaran izin kami biasa tunggu bisa sampai 1


atau 2 minggu nanti mereka telpon baru kita pergi ambil.”
Kendala selanjutnya juga pada biaya retribusi yang cukup

besar, yang menjadi salah satu alasan para penjual dalam pembuat

izin penjualan minuman berlkohol. Yang dikemukakan oleh

48
pemilik kios Ivan Indah, Welmintje Ratuedo pada saat

diwawancarai penulis pada tanggal (tgl, bln thn):

Retribusi penjualan minuman beralkohol mahal yaah, tapi

untuk kita pung daerah dan buat kita pung usaha juga jadi mau

bikin apa lagi kita bayar, saja sesuai kita pung kewajiban.

Kendala-kendala tersebut juga diperkuat oleh para penjual

yang tidak memiliki izin, ini menjadi alasan bagi mereka penjual

minuman beralkohol untuk tidak mengurus izin penjualan

minuman beralkohol, berikut penuturan seseorang penjual yang

tidak mau sebutkan namanya pada saat diwawancarai penulis pada

tanggal (tgl, bln thn):

“Saya ini mau buat izin tetapi yang saya tanya terlalu ribet
dan mahal retribusinya, kita mau usaha juga izin sana sini
jadi susah, jadi biar dulu saya jual sembunyi-sembunyi
nanti baru saya buat.”
Disatu sisi penulis mewawancarai kepala bidang pelayanan

Dinas PMPTSP, (Nama) pada tanggal (tgl, bln thn), baginya

pelayanan publik yang dijalankan sudah memenuhi setiap SOP

yang ditetapkan, juga untuk retribusi sudah disetujui oleh berbagai

pihak jadi baginya tidak ada masalah dalam pelayanan yang di

jalankan, berikut penuturannya:

“Pelayanan yang diberikan oleh staf saya, sudah cukup


baik. Para pemohon yang kadang-kadang lupa bawa salah
satu dokumen dan belum bawa uang retribusi itu yang
mengakibatkan keterlambatan pengeluaran izin.”

49
Masalah di atas menunjukan bahwa adanya saling

menyalahkan antara para pihak penjual dan juga pihak Dinas

PMPTSP, pengawasan dari pimpinan harus dilakukan secara

berkala agar masyarakat pemohon izin dapat terlayani dengan baik,

agar kendala-kendala di atas tidak lagi di jadikan alasan untuk para

pemohon tidak membuat surat IP-MB.

Perizinan minuman beralkohol dilaksanakan secara optimal

karena perzinan tersebut bukan hanya sebagai bentuk legalitas

dalam pengusahaan penjualan minuman beralkohol saja tetapi juga

sebagai bentuk pengendalian terhadap penjualan minuman

beralkohol itu sendiri. Mengingat peredaran minuman yang tidak

terkadali dapat mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat kota

Soe Kab. TTS.

Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas PMPTSP dan

satpol PP pada para penjual minuman beralkohol haruslah sesuai

dengan standar pemeriksaan, sehingga kedua organisasi daerah ini

harus saling berkoordinasi agar bisa melakukan pengawasan

dengan efektif dan efisien.

b) Inspeksi langsung

Inspeksi langsung adalah pemeriksaan secara langsung ke

lapangan yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang berwenang

dalam peredaran minuman beralkohol yang ada di kota soe.

50
Pada pemeriksaan penjualan minuman beralkohol di

lapangan melibatkan Dinas Perindustrian Perdagangan dan

Koperasi (Disperindagkop), hal ini sesuai hasil wawancara penulis

kepada Kepala Bidang Penegakan Perda Sat Pol PP, (nama) pada

tanggal (tgl, bln, thn):

“Kami turun di toko pertama kita minta surat izinnya,


kalau ada kita langsung periksa minuman apa sesuai
dengan jenis izinnya atau tidak, kemudian Disperindagkop
memeriksa kemasannya. Kalau tidak ada masalah kita
pergi periksa di tempat wajib pajak selanjutnya, dan
biasanya kalau kita lakukan pengawasan sesuai jadwal itu
kemungkinan kecil untuk para penjual melakukan
pelanggaran.”
Lain halnya dengan pemeriksaan mendadak atau sidak yang

dikemukakan oleh sekretaris satpol PP, (nama) pada tanggal (tgl,

bln, thn):

“Kalau kami sidak itu, kami sementara patroli lihat ada


orang yang mabuk pinggir jalan dan buat keributan kami
langsung turun dan tanya, itu beli minum dimana, dan
karna dalam keadaan mabuk pasti dia kasih tau dan kita
langsung pergi sidak itu tempat dan kita bisa dapat
minuman tanpa izin biasanya mereka (penjual) campur
minuman bermerek dengan sopi. Dan pasti minuman
bermerek itu tidak ada izin”
Untuk pelanggaran penjualan minuman beralkohol yang

tidak mempunyai izin, mereka akan diberi sanksi berupa penyitaan

minuman beralkohol yang mereka jual, dan penjualnya dibawa ke

kantor Satpol PP untuk di mintai keterangan, berikut penulis yang

mewawancarai Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP, Sophia

Makandolu pada tanggal (tgl, bln, thn):

51
“Untuk penjual yang tidak memiliki izin itu, kalau terbukti
salah kami langsung amankan minuman yang mereka jual,
dan penjual kami bawa ke kantor untuk di lakukan
pembinaan dan di BAP, dan kalau sudah di BAP mereka
sudah mendapat efek jera.”
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa informan

dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pada perizinan penjualan

minuman beralkohol hanya dilakukan kepada penjual yang telah

memiliki izin sedangkan yang tidak memiliki izin akan diperiksa

apabila telah terjadi keributan oleh pengonsumsi minuman

beralkohol.

c) Laporan di Tempat

4.2.2 Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak jauh.

Pengawasan ini dilakukan melalui laporan-laporan yang disampaikan

oleh para bawahan maupun masyarakat.

a) Pengaduan Masyarakat

Dalam pengawasan tidak langsung pada penjualan minuman

beralkohol di Kota Soe juga melibatkan masyarakat dalam pelaporan.

Laporan dari masyarakat tersebut sebagian besar sangat bermanfaat

bagi pengawasan minuman beralkohol, seperti yang dikemukakan

oleh Sekretaris Satpol PP Kabupaten TTS:

52
“Biasanya laporan dari masyarakat itu bisa mereka datang
langsung di kantor dan juga menggunakan telepon untuk
melapor, dan mereka lapor itu kebanyakan minuman yang
tidak ada izin, karna mereka lihat penjual sembunyikan
minuman beralkohol.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kepala Bagian Penegak

Perda Satpol PP:

“Laporan dari masyarakat itu bagi kami sangat penting


karena bisa dikatakan mereka yang awasi langsung para
penjual itu sehingga kalau ada gerik-gerik dilakukan oleh
penjual yang mencurigakan mereka bisa lapor.”
Terdapat kendala dalam pengawasan tidak langsung bahwa

kadang pelaporan masyarakat itu tidak didasari dengan suatu bukti

yang kuat, sehingga ketika laporan dari masyarakat ke Satpol PP

masuk, waktu untuk pemeriksaan langsung minuman yang di

laporkan itu tidak ada lagi di tempat, berikut penuturan kepala bidang

Kepala Bagian Penegak Perda Satpol PP:

“Laporan masyarakat kalau untuk penjual yang tidak ada


izin itu banyak, biasa kita dapat tapi biasanya kita dapat
kendala masyarakat kasi tau, tapi pas kita pergi itu
minuman tidak ada lagi, tidak tau masyarakat yang
berbicara salah, atau penjual yang sudah tau dia di
laporkan jadi sembunyi.”
Pengawasan tidak langsung menurut Siagian (2005)

mempunyai kelemahan dibandingakan dengan pengawasan langsung

yaitu, dalam pengawasan tidak langsung ini tidak dapat langsung

dipercaya. Oleh karena itu perlu adanya penyelidikan lebih lanjut

terkait dengan pengaduan masyarakat tersebut agar laporan yang

diterima oleh Satpol PP dapat diproses dengan SOP yang ada, agar

pengawasan dapat dilakukan dengan efektif.


53
b) Laporan Lisan

Laporan lisan adalah laporan yang disampaikan bawahan

secara langsung kepada atasan mengenai kendala yang dihadapi pada

saat melaksanakan kegiatan.

Berdasarkan wawancara penulis kepada salah satu personil

satpol PP, (karang nama sa) pada tanggal (tgl, bln, thn), ada beberapa

penjual yang tidak memiliki izin menolak untuk disita minuman

beralkoholnya saat pemeriksaan mendadak atau sidak pada patroli

rutin.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Bidang Penegakan

Perda Satpol PP, menurutnya hal itu diperlukan agar dapat dicarikan

solusi yang terbaik sehingga personil satpol PP dapat mengambil

tindakan lebih lanjut tanpa terjadinya konflik antara personil satpol

PP dan penjual.

c) Laporan Pelaksanaan Pekerjaan, baik Laporan Berkala maupun

Insidentil

Berdasarkan hasil wawancara dengan penulis dengan Kepala

Bidang Penegakan Perda Satpol PP, semua bentuk pengawasan yang

telah dilaksanakan oleh personil satpol PP akan dibuat laporan untuk

berikan kepala satuan satpol PP. Lebih lanjut menurut Kepala Bidang

Penegakan Perda Satpol PP, setiap personil akan memberikan laporan

kinerja harian kepadanya termasuk laporan insedentil berupa kendala-

54
kendala yang terjadi di lapangan seperti penjual yang menolak untuk

disita minumannya.

Laporan-laporan pengawasan penjualan minuman beralkoh

tersebut jika dihubungkan dengan pendapat Dessler (2009: 2), yang

menyatakan bahwa pengawasan (Controlling) merupakan

penyusunan standar, pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja

aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan,

mengadakan tindakan korektif yang diperlukan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa laporan tersebut sebagai pengukuran kinerja

pemerintah dan evaluasi untuk menyusun SOP dalam melakukan

pengawasan penjualan minuman beralkohol.

55
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai data yang diperoleh serta

fakta-fakta yang terjadi di lapangan, maka penulis menyimpulkan bahwa :

1. Perizinan penjualan minuman beralkohol adalah aspek legalitas bagi

pengusaha penjual minuman beralkohol sebagai dokumen acuan dalam

pelaksanaan pengawasan penjualan minuman beralkohol oleh dinas

PMDPTSP dan SATPOL Kota Soe kab. TTS. Dalam proses

pembuatan izin dan pelaksanaan pengawasan penjualan minuman

beralkohol melibatkan banyak pihak sehingga diperlukaan koordinasi

agar dapat memudahkan pengusaha penjual minuman beralkohol

dalam mengurus SIUP-MB.

2. Pelayanan pembuatan surat izin penjualan minuman beralkohol yang

kurang efektif sehingga menimbulkan berbagai spekulasi pemohon

untuk tidak membuat izin penjualan minuman beralkohol.

3. Pengawasan penjualan minuman beralkohol dilakukan dengan dua cara

yaitu pengawasan langsung artinya para petugas langsung ke penjual

dan langsung awasi, pengawasan tidak langsung artinya penerimaan

laporan dari masyarakat dalam pengawasan minuman beralkohol.

Pengawasan dengan turun langsung ke penjual dirasakan sudah efektif

karna SATPOL PP melakukan pengawasan sesuai jadwal. Untuk

56
pengawasan tidak langsung dirasakan belum efektif karna masih

banyak laporan yang tidak dapat di proses karena kurang alat bukti

pelanggaran.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin

mengemukakan dan menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Peningkatan koordinasi antar instansi dalam pengawasan penjualan

minuman beralkohol, sehingga dapat melakukan pengawasan dengan

efektif dan efisien. Agar masyarakat kota Soe Kab. TTS. Mempunyai

rasa aman dari berbagai macam masalah social yang di timbulkan oleh

pengkonsumsi minuman beralkohol.

2. Peningkatan pelayanan pembuatan surat izin penjualan minuman

beralkohol sehingga para penjual dapat melakukan kewajibannya

dengan baik.

3. Peningkatan pengawasan oleh SATPOL PP, DPMDPTSP, serta secara

langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara langasung

dilakukan minimal 3 kali dalam setahun dan kesadaran para penjual

minuman beralkohol dalam membayar pajak minuman beralkohol.

4. Kedua organisasi perangkat daerah SATPOL PP, DPMDPTSP, harus

tetap mempertahankan dalam membimbing setiap bawahannya dengan

terus memotivasi, memberikan dorongan, dukungan dan tanggung

jawab, dalam melakukan pengawasan terhadap perizinan penjualan

minuman beralkohol.

57
DAFTAR PUSTAKA

Buku Rujukan:

Adrian, Sutedi, 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar
Grafika, Jakarta.

Dessler, Gary, 2009. Manajemen SDM: buku 1, Indeks, Jakarta.

Griffin, Ricky, W. 2012. Management, Eleventh Edition, South-Western,


Natorp Boulevard: Cengage Learning.

Hadjon, Phillipus M, 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Hanafi, M Mahdun, 1998. Manajemen. Unit Penerbit, dan Percetakan Akademi


Manajemen Perusahaan YKPN.

Handoko, T. Hani, 1995. Manajemen. BPFE – Yogyakarta.

Handoko, T. Hani, 2012. Manajemen Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.Harahap,


2001, Sistem Pengawasan Manajemen, Pustaka Kuantum. Makasar.

Juniarso, Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2009. Hukum Administrasi


Negara Dan Kebijakan Pelayanan Public. Nuansa. Bandung

M. Manullang, 1977. Dasar-dasar Management, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Maleong, Lexy J, 2007. Metode Penelitian Kualitatif, CV. ALFABETA,


Makasar.

Pedoman penulisan Skripsi, Jurusan Administrasi Negara 2017, Universitas Nusa


Cendana, Kupang.

Sarwoto, 1998, Dasar-Dasar Organisasi dan Managemen, Cetakan Pertama.


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Siagian, P. Sondang, 2005. Fungsi-fungsi Manajemen, Penerbit Bumi Aksara,


Jakarta.

Sjachran, Basah, 1998. Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum
Administrasi Negara, FH UNAIR, Surabaya.

58
Sudirjo, A. Prajudi, 2008. Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif, ALFABETA, Bandung.

Terry, George R, 2003. Prinsip-prinsip Management, Bumi Aksara, Jakarta.

Terry, George R, 1979. Asas-asas Manajemen.

Situmorang, Victor M, 1998. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam


Lingkungan Aparatur Pemerintah, Rineka Cipta, Jakarta.

Dokumen:

Peraturan Menteri Perdagangan RI No 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang


Pegendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan
Penjualan Minuman Beralkohol.

Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Nomor 01 Tahun 2013


tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 22 Thun 2016 tentang Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol.

Rujukan Internet

https://www.victorynews.id/ketua-dprd-tts-digebuk-usai-miras/,

http://kupang.tribunnews.com/2014/06/21/nenobais-tewas-pasca-pesta-miras,

http://kupang.tribunnews.com/2019/01/13/breaking-news-dipicu-mabuk-miras-
dua-pengendara-sepeda-motor-tewas-usai-tabrakan-maut.

http://ttskab.go.id

https://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_beralkohol

Skripsi/Tesis/Disertasi:

Cahyono 2012 : “Efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 4


Tahun 2011 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Peredaran Minuman
Beralkohol Di Desa Sobontoro” Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Tulungagung.

59
Ori Rinaldi 2018 : “Pengawasan Perizinan Reklame di Kota Pematangsiantar”
Universitas Sumatra Utara.

60

Anda mungkin juga menyukai