Anda di halaman 1dari 112

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2018

Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Keluhan Subjektif Akibat
Tekanan Panas pada Pekerja Laundry
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Triami, Ria
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6107
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA
LAUNDRY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(RSUD) DR PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2018

SKRIPSI

OLEH :

RIA TRIAMI
NIM. 141000653

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA
LAUNDRY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(RSUD) DR PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2018

Skripsi ini diajukan sebagai


Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

RIA TRIAMI
NIM. 141000653

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR

YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT

TEKANAN PANAS PADA PEKERJA LAUNDRY DI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH (RSUD) DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2018 ” ini

beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, April 2018

Ria Triami

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Tekanan panas merupakan salah satu kondisi kerja dari faktor fisik di
lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan bagi pekerja. Dalam keadaan
tertentu tekanan panas berpengaruh terhadap produktivitas, performa kerja dan
juga berpotensi menimbulkan berbagai keluhan kesehatan bagi pekerja. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr Pirngadi Medan Tahun 2018.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode survei analitik dengan
rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 20 pekerja
laundry. Sampel adalah total populasi sebanyak 20 pekerja laundry. Lokasi
penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan sebagai
tempat bekerja bagi pekerja laundry. Analisis data yang digunakan adalah analisis
univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 16 pekerja (80%)
mengalami keluhan subjektif dan 4 pekerja (20%) tidak mengalami keluhan
subjektif. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
tekanan panas dan konsumsi air minum dengan keluhan subjektif. Sedangkan
umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan dengan keluhan subjektif.
Disarankan agar perusahaan melakukan perbaikan dan perawatan terhadap
fasilitas pendingin temperatur ruangan yang tersedia agar dapat dimanfaatkan
secara optimal, menambah jumlah fasilitas penyediaan air minum yang mudah
dijangkau oleh pekerja dan sebaiknya pekerja meningkatkan mengonsumsi air
minum.

Kata kunci : Keluhan Subjektif, Pekerja Laundry, Tekanan Panas

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Heat stress is one of working conditions of physical factors in the working


environment which is an extra burden for workers. In certain circumstances heat
stress that effect on productivity, the performance of the work and also potentially
cause a variety of health complaints for workers. This research aims to know the
factors that are associated with subjective complaints due to heat stress on the
laundry workers in the Regional General Hospital Dr Pirngadi Medan at 2018.
This type of research method used was analitytic survey with cross
sectional design. The population in this study as many as 20 laundry workers. The
sample is a total population of as many as 20 laundry workers. The location of
research carried out at the Regional General Hospital Dr Pirngadi Medan as a
place of work for laundry workers. Data analysis was univariate and bivariate
analysis using chi square test.
The results of this research show that there were 16 workers (80%)
experienced the subjective complaints and 4 workers (20%) do not experience
subjective complaints. Chi square test results showed a significant relationship
among heat stress and consumptions of drinking water with subjective complaints.
While the age, working period, gender and nutrional status showed no significant
relationship with subjective complaints
It is recommended that companies to do the repair and maintenance of
cooling facilities available so that the room temperature can be utilized optimally,
increase the number of facilities taking drinking water that is easily accessible by
workers and workers should increase the intake of drinking water

Keywords : Subjective complaints, laundry workers, heat stress

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ria Triami dilahirkan pada tanggal 30 April 1996 di

Medan. Beragama Islam, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan

Ayahanda H. Agusman Gafri dan Ibunda Hj. Muliani. Penulis bertempat tinggal

di alamat Bromo Ujung/Selamat No. 244, Medan.

Pendidikan Formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di SD Swasta

Islam An-Nizam Medan pada Tahun 2002-2008, pendidikan menengah pertama di

SMP Swasta Islam An-Nizam Medan pada Tahun 2009-2011, kemudian

pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Medan pada Tahun 2012-2014.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada peminatan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subjektif Akibat

Tekanan Panas pada Pekerja Laundry di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Dr Pirngadi Medan Tahun 2018”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

moril maupun materil, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS dan dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku

Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II yang memberikan bimbingan

dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dra. Lina Tarigan, Apt., MS dan Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku

Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktunya

untuk memberi masukan tehadap skripsi ini.

6. Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan akademik selama penulis menjalani perkuliahan.

7. Para Dosen dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara, khususnya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

8. Dr. Suryadi Panjaitan, M.Kes, Sp.PDFINASIM, selaku Direktur Rumah Sakit

Umum Daerah Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian.

9. Yang teristimewa untuk kedua orang tua tercinta ibunda Hj. Muliani dan

ayahanda H. Agusman Gafri serta saudara-saudariku Siti Ramadhani, SE,

Lisa Zahara, SH, dan Fitri Agusli dan Rizky Pratama Ramadhan yang telah

mendoakan, memberikan kasih sayang dan selalu mendukung penulis.

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis masih menyadari bahwa tugas skripsi ini masih belum sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi

siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2018

Ria Triami

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..............................................................................v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ...vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ ...xiiI
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................6
1.3 Tujuan penelitian ...................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus ...........................................................................7
1.4 Hipotesis Penelitian ...............................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................9


2.1 Tekanan Panas .......................................................................................9
2.1.1 Definisi Tekanan Panas .............................................................9
2.1.2 Sumber Panas ..........................................................................10
2.1.3 Keseimbangan Panas dan Mekanisme Pertukaran Panas ........12
2.1.4 Respon Tubuh Terhadap Panas ...............................................15
2.1.5 Akibat Tekanan Panas .............................................................15
2.1.6 Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas ...............................19
2.1.7 Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subjektif Akibat
Tekanan Panas ........................................................................20
2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas .....................................................24
2.1.9 Standar Iklim Kerja Panas .......................................................27
2.1.10 Pengendalian Tekanan Panas ...................................................28
2.2 Laundri (laundry) ................................................................................30
2.2.1 Pengertian dan Persyaratan .....................................................30
2.2.2 Tata Laksana............................................................................31
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................34

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................35
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................35
3.2.1 Lokasi Penelitian .....................................................................35
3.2.2 Waktu Penelitian .....................................................................35

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Populasi dan Sampel ...........................................................................35
3.3.1 Populasi ...................................................................................35
3.3.2 Sampel .....................................................................................36
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................36
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ......................................................36
3.5.1 Variabel ...................................................................................36
3.5.2 Definisi Operasional ................................................................37
3.6 Teknik Pengukuran .............................................................................38
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................42
3.7.1 Teknik Pengolahan ..................................................................42
3.7.2 Analisis Data ...........................................................................42

BAB IV HASIL PENELITIAN ..........................................................................44


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................44
4.1.1 Sejarah Ringkas RSUD Dr Pingadi Medan .............................44
4.1.2 Struktur Organisasi RSUD Dr Pirngadi Medan ......................45
4.2 Proses Pengelolaan Linen di Instalasi Laundry RSUD Dr Pirngadi
Medan ..................................................................................................46
4.3 Gambaran lingkungan kerja di Instalasi Laundry RSUD Dr Pirngadi
Medan ..................................................................................................48
4.4 Deskripsi Hasil Penelitian ..................................................................50
4.4.1 Gambaran Tekanan Panas di Instalasi laundry RSUD Dr
Pirngadi Medan Tahun 2018 ...................................................50
4.4.2 Variabel Independen dan Keluhan Subjektif Pada Pekerja
Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ...............52
4.4.3 Hubungan Variabel Independen dengan Keluhan Subjektif
Pada Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun
2018 .........................................................................................53

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................55


5.1 Hubungan Tekanan Panas dengan Keluhan Subjektif Pada Pekerja
Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ...........................55
5.2 Hubungan Umur dengan Keluhan Subjektif Pada Pekerja Laundry di
RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ..............................................57
5.3 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Subjektif Pada Pekerja
Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ...........................59
5.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Subjektif Pada Pekerja
Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ...........................61
5.5 Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Subjektif Pada Pekerja
Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ...........................63

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.6 Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subjektif Pada
Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ..............65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................68


6.1 Kesimpulan..........................................................................................68
6.2 Saran ....................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................69


DAFTAR LAMPIRAN

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Kegiatan dan Kalori yang Dihasilkan .................................11


Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja .......27
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Instalasi laundry RSUD Dr
Pirngadi Medan Tahun 2018.............................................................51
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dan
Keluhan Subjektif Pada Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi
Medan Tahun 2018 ...........................................................................52
Tabel 4.3 Hubungan Variabel Independen dengan Keluhan Subjektif Pada
Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ............53

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ..........................................................................34


Gambar 4.1 Struktur Organisasi Instalasi laundry dan Sandang.......................45

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH

Singkatan Singkatan dari


ACGIH American Counsel of Government Industrial Hygienists
BTU British Thermal Unit
CCOHS Canadian Centre for Occupational Health and Safety
NIOSH National Institute for Occupational Safety and Health
OSHA Occupational Safety and Health Administration
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
ISBB Indeks Suhu Basah dan Bola
NAB Nilai Ambang Batas

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian
Lampiran 4. Struktur Organisasi RSUD Dr Pirngadi Medan
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Tekanan Panas
Lampiran 6. Denah Lokasi Penelitian
Lampiran 7. Master Data
Lampiran 8. Output
Lampiran 9. Dokumentasi

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja

untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Lingkungan kerja harus ditangani

dan didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk

melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman (Tarwaka dkk, 2004).

Suhu yang nyaman bagi pekerja sekitar 20oC sampai 27oC dan dalam situasi

humiditas berkisar 35% sampai 60%. Apabila temperatur dan humiditas lebih tinggi,

pekerja akan merasa tidak nyaman, terganggunya mekanisme penyesuaian tubuh dan

berlanjut pada kondisi serius bahkan fatal (CCOHS, 2016).

Kesehatan adalah faktor sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan

produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik

merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula (Suma’mur,

2009). Di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan

lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut berasal dari faktor kimiawi, fisika, biologis

dan psikis. Dari berbagai faktor yang ada, temperatur ekstrem merupakan salah satu

tekanan lingkungan dari golongan faktor fisika (Salami dkk, 2015).

Temperatur lingkungan kerja adalah salah satu faktor fisik yang berpengaruh

terhadap produktivitas dan peforma kerja. Temperatur lingkungan kerja juga

berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja apabila berada

dalam kondisi temperatur yang ektsrem. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

ekstrem meliputi kondisi panas dan dingin yang berada diluar batas kemampuan

manusia untuk beradaptasi (Hendra, 2009). Tekanan panas (heat stress) di suatu

lingkungan kerja merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban, radiasi,

kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai aktivitas dari seseorang

(Salami dkk, 2015). Selanjutnya, apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus

berlanjut maka resiko terjadi gangguan kesehatan akan meningkat (Tarwaka dkk,

2004).

Menurut Grantham dan Bernard yang dikutip oleh Tarwaka dkk (2004),

reaksi fisiologis akibat tekanan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan

fisiologis yang sangat sederhana sampai terjadi penyakit yang serius berupa dehidrasi,

heat syncope, heat rashes, heat cramp, heat exhaustion dan heat stroke. Menurut

NIOSH (2016), respon fisiologis akibat tekanan panas yang terjadi pada masing-

masing individu tidak sama, munculnya respon fisiologis tersebut disebabkan oleh

berbagai faktor. Faktor yang berhubungan dengan respon fisiologis akibat tekanan

panas meliputi status hidrasi dan faktor individu seperti aklimatisasi, umur, jenis

kelamin, konsumsi alkohol dan status gizi.

Tekanan panas mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai

permasalahan kesehatan hingga kematian. Berdasarkan laporan Centers for Disease

Control and Prevention (2008) yang dikutip oleh NIOSH (2016), hasil penelitian di

Amerika menunjukkan terjadi 423 kematian pekerja selama tahun 1992-2006 yang

diakibatkan oleh terpajan panas pada tubuh. Menurut Bureau of Labor Statistics

(2011) yang dikutip oleh NIOSH (2016) menunjukkan terjadi 4.190 kasus cedera atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

penyakit yang disebabkan oleh paparan panas di lingkungan kerja yang panas dan

mengakibatkan pekerja kehilangan waktu kerja selama beberapa hari. Kehilangan

waktu kerja dapat menurunkan produktivitas kerja.

Tingginya potensi bahaya pada lingkungan kerja panas tersebut perlu

diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap

terjaga. Pemerintah telah membuat Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja khususnya pada Permenaker No : Per 13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang

Batas (NAB) faktor fisika di lingkungan kerja. Dalam peraturan tersebut berisi

tentang standar suhu lingkungan berdasarkan kategori beban kerja dan pola istirahat

kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau

40 jam seminggu (Depnakertrans, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2013) mengenai faktor

dominan yang berpengaruh terhadap munculnya keluhan subjektif akibat tekanan

panas pada tenaga kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik bahwa keluhan subjektif yang

paling sering dirasakan pekerja adalah rasa sangat haus (73%) dari 52 pekerja sebagai

sampel. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan shift kerja (p value =

0,001) dan ukuran tubuh (p value = 0,005) terhadap munculnya keluhan subjektif

akibat tekanan panas.

Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit disebabkan oleh berbagai faktor.

Salah satunya faktor fisik seperti suhu panas yang dapat mengakibatkan penyakit

akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja (Sucipto, 2014). Lingkungan kerja di Rumah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Sakit yang berpotensi menimbulkan dampak bahaya suhu panas adalah Instalasi

laundry. Hal ini sejalan dengan penelitian Fajrin (2014) tentang faktor yang

berhubungan dengan keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja instalansi

laundry di Rumah Sakit Kota Makassar menunjukkan suhu ruangan berkisar antara

27,2-30,3oC dan sebanyak 60 pekerja sebagai sampel, 100% diantaranya mengalami

banyak berkeringat sebagai keluhan yang paling banyak dirasakan akibat tekanan

panas. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna keluhan

kesehatan akibat tekanan panas dengan suhu (p value = 0,000), umur (p value =

0,004), lama kerja (p value = 0,000), masa kerja (p value = 0,000), waktu istirahat (p

value = 0,000) dan konsumsi air minum (p value = 0,000).

RSUD Dr Pirngadi Medan adalah salah satu unit pelayanan kesehatan yang

berstatus milik pemerintah Kota Medan dengan tipe kelas B dan memiliki unit

pengelolaan linen sendiri yang diatur dalam instalasi laundry. Diketahui bahwa

pekerja sebanyak 20 orang. Jam kerja masuk hari Senin sampai dengan Sabtu mulai

dari pukul 08:00 WIB sampai pukul 14:30 WIB dan 60 menit waktu istirahat. Waktu

kerja yang terlalu lama yaitu lebih dari 40 jam seminggu dalam 6 hari kerja dengan

tekanan panas yang besar berisiko bagi pekerja untuk mengalami penyakit akibat

tekanan panas. Pekerja laundry termasuk kategori beban kerja sedang seperti berdiri,

kerja sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.

Proses pengelolaan linen di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan,

dimulai dari proses penerimaan linen kotor, pencucian, pengeringan, penyetrikaan,

pelipatan, penyimpanan dan pendistribusian. Tidak ada petugas khusus yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

menangani linen pada setiap tahapan proses, tetapi setiap pekerja menangani

pekerjaan sejak dari penerimaan sampai pencucian terdiri dari 7 orang di area linen

kotor dan proses pengeringan sampai pendistribusian terdiri dari 13 orang di area

linen bersih namun pekerja laki-laki memiliki tanggung jawab langsung dalam

mengoperasikan mesin. Setelah dilakukan pengamatan di Instalasi laundry bahwa

tekanan panas terjadi saat proses pencucian, pengeringan dan penyetrikaan yang

dihasilkan dari mesin dan iklim kerja paling panas adalah proses penyetrikaan

menggunakan 2 unit mesin setrika rol yaitu flat work ironer dengan temperatur inlet

80-100oC. Mesin ini tidak tertutup dan memiliki silinder yang panas. Lokasi kerja

berada disatu tempat yang sama sehingga semua pekerja terkena dampak dari paparan

panas yang mempengaruhi produktivitas kerja, kesehatan pekerja dan gangguan

kenyamanan dalam melakukan pekerjaan.

Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan mengelola linen sebanyak ± 500

kg per hari. Dalam menunjang aktivitasnya, instalasi laundry dilengkapi dengan

beberapa sarana, yaitu 4 unit mesin cuci memiliki temperatur inlet 60-70 oC, 2 unit

mesin pengering memiliki temperatur inlet 60-70 oC, 2 unit mesin setrika rol dengan

temperatur inlet 80-100 oC, 2 unit mesin cuci selimut, 4 unit meja berbentuk persegi

untuk pelipatan linen dan 12 unit troli. Luas tempat kerja kira-kira 12 x 8 meter

persegi berbentuk persegi panjang, terdiri dari area linen kotor yang terdapat proses

penerimaan dan pencucian linen dengan luas kira-kira 12 x 4 meter persegi dan area

linen bersih terdapat proses pengeringan sampai pendistribusian dengan luas kira-kira

12 x 4 meter persegi. Lantai terbuat dari keramik dan atap terbuat dari asbes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Terdapat 12 ventilasi yang dilapisi kain kasa dan 5 kipas angin, tetapi yang berfungsi

hanya 3. Ketersedian kipas angin tidak mengurangi efek panas pada beberapa pekerja.

Hasil wawancara singkat peneliti dengan 3 pekerja saat proses penyetrikaan, 3

pekerja tersebut mengaku tetap merasa panas meskipun kipas angin telah dihidupkan.

Berdasarkan hasil wawancara singkat peneliti dengan 6 pekerja mengenai

keluhan-keluhan yang dirasakan saat bekerja, seluruh pekerja mengaku merasakan

panas, tidak nyaman saat bekerja, merasa lemas, merasa haus dan banyak

mengeluarkan keringat dan keluhan yang dirasakan pekerja sebagai bentuk keluhan

subjektif akibat tekanan panas. Oleh karena itu, peneliti berkeinginan untuk

melakukan suatu penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan

Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Laundry di RSUD Dr

Pirngadi Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr

Pirngadi Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr

Pirngadi Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan keluhan subjektif pada

pekerja laundry.

2. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry.

3. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada

pekerja laundry.

4. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada

pekerja laundry.

5. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada

pekerja laundry.

6. Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi air minum dengan keluhan

subjektif pada pekerja laundry.

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis penelitian

ini sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry.

2. Ada hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.

3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.

4. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

5. Ada hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.

6. Ada hubungan antara konsumsi air minum dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak :

1. Memberikan informasi kepada tenaga kerja khususnya di Instalasi laundry

RSUD Dr Pirngadi Medan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

keluhan subjektif akibat tekanan panas sehingga pekerja sadar dan tahu tindakan

yang sebaiknya dilakukan.

2. Memberikan masukan bagi rumah sakit agar dapat melakukan tindakan preventif

terhadap pekerja laundry RSUD Dr Pirngadi Medan dalam hal pengendalian

terjadinya penyakit akibat kerja dan perbaikan lingkungan kerja dalam rangka

meminimalisasi risiko pajanan tekanan panas.

3. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas

2.1.1 Definisi Tekanan Panas

Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang

diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan

pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara, kelembaban, pergerakan

udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat

stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan

menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

Iklim (cuaca) kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,

kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi. Kombinasi dari keempat faktor

tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri disebut

tekanan panas (heat stress). Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24-

26°C (Suma’mur, 2009). Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas

ataupun terlalu dingin berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan

suhu yang terlalu panas disebut heat stress (Harrianto, 2010).

Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja dan mendapat perhatian

khusus adalah tekanan panas. Tekanan panas adalah beban panas keseluruhan

pada tubuh, temasuk panas lingkungan dan produksi panas tubuh bagian dalam

karena bekerja keras. Ringan atau sedang tekanan panas, mungkin tidak nyaman

dan dapat mempengaruhi kinerja dan keamanan, tetapi biasanya tidak berbahaya

bagi kesehatan (Kuswana, 2016).

9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Menurut Salami dkk (2015), Tekanan panas (heat stress) di suatu

lingkungan kerja merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban, radiasi,

kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai aktivitas dari seseorang.

Tekanan panas juga diartikan suatu mikro metereologi dari lingkungan kerja.

Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus

diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan dapat

menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah.

Tekanan panas yang berlebihan juga dapat mengakibatkan perubahan fungsional

pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia serta dapat mengakibatkan rasa

letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka

kesalahan kerja sehingga menurunkan efisiensi kerja.

2.1.2 Sumber Panas

Tubuh dapat menerima panas dengan dua cara, yaitu mendapatkan panas

dari tubuh itu sendiri melalui aktivitas dan juga dapat menyerap panas dari

lingkungan.

1. Panas dari aktivitas

Panas dari aktivitas merupakan jumlah panas yang berasal dari tubuh

pekerja itu sendiri (Worksafe BC, 2007). Panas yang diakibatkan metabolisme

sangat tergantung kepada aktivitas tubuh. Berikut ini adalah tabel yang

menyajikan hubungan antara panas yang dihasilkan oleh metabolisme dan tingkat

kegiatan tubuh (Suma’mur, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Tabel 2.1 Tingkat Kegiatan dan Kalori yang Dihasilkan


Tingkat Kegiatan BTU/jam

Ringan Tidur 250

Duduk Tenang 400

Duduk, dengan gerakan lengan ringan 450-500


misalnya mengetik

Duduk, dengan gerakan tangan dan kaki 550-650


ringan misalnya main piano atau menyetir
mobil

Berdiri, kerja ringan pada mesin atau 550-650


membongkar sesuatu dengan tangan dan
kaki

Berdiri, kerja ringan dengan mesin atau 650-800


membongkar barang, kadang-kadang jalan

Sedang Berdiri, kerja sedang pada mesin atau 750-1000


membongkar barang dan kadang-kadang
jalan

Berjalan dengan mengangkat atau 1000-1400


mendorong beban yang beratnya sedang

Mengangkat, mendorong, dan menaikkan 1500-2000


benda berat secara terputus-putus misalnya
pekerjaan menyekop

Berat Mengangkat, mendorong, dan menaikkan 2000-2400


benda berat terus-menerus

Sumber: Suma’mur (2009)

2. Panas dari lingkungan

Selain tergantung kepada tingkat kegiatan, metabolisme, panas juga sangat

dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan sekitar. Iklim (cuaca) kerja adalah

kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan

panas radiasi (Suma’mur, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Operasi yang melibatkan udara suhu tinggi, sumber panas radiasi,

kelembaban tinggi, kontak fisik langsung dengan benda panas, atau kegiatan fisik

yang berat memiliki potensi untuk menginduksi tekanan panas pada pekerja yang

terlibat dalam operasi tersebut. Tempat tersebut meliputi peleburan besi dan baja,

pabrik roti, dapur komersial, binatu (laundry), pabrik kimia, pengalengan

makanan, lokasi pertambangan, peleburan dan terowongan uap. Operasi terbuka

yang dilakukan dalam cuaca panas, seperti konstruksi, penyulingan, pemindahan

asbes dan kegiatan situs limbah berbahaya (Kuswana, 2016).

Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat

bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26°C bagi orang

Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis

yang suhunya sekitar 29-30°C dengan kelembaban 85-95%. Aklimatisasi terhadap

panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu

minggu pertama berada di tempat kerja (Suma’mur, 2009).

2.1.3 Keseimbangan Panas dan Mekanisme Pertukaran Panas

1. Keseimbangan Panas

Salah satu konsep penting dalam pengaturan temperatur manusia adalah

kesetimbangan suhu tubuh. Panas yang keluar ataupun yang diperoleh tubuh dapat

dinyatakan sebagai (Bernard dalam Iriadisti, 2016) :

S=M+C+R+K+E

Dengan,

S = Jumlah total panas yang diperoleh atau keluar dari tubuh; idealnya, nilai ini

mendekati nol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

M = Panas yang diperoleh dari proses metabolisme kerja

C = Panas yang diperoleh atau hilang melalui mekanisme konveksi

R = Panas yang diperoleh atau hilang melalui mekanisme radiasi

K = Panas yang diperoleh atau hilang melalui mekanisme konduksi

E = Panas yang hilang melalui proses berkeringat (evaporasi)

2. Mekanisme Pertukaran Panas

Panas dari lingkungan dapat berpindah dari satu objek ke objek lain setiap

waktu. Pertukaran panas pada tubuh pekerja dalam lingkungan yang dihadapi

dapat terjadi melalui cara-cara berikut ini.

a. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas langsung kulit di sekitar tubuh dengan

benda-benda kerja yang dihadapi (Kuswana, 2016). Konduktivitas panas sangat

penting didalam pemilihan material untuk keperluan suatu perancangan, misalnya

lantai, mebel, dan bagian-bagian peralatan yang dipegang (handle) yang berada

pada stasiun kerja (Nurmianto, 2008).

b. Konveksi

Pertukaran panas oleh proses konveksi bergantung pada pergerakan udara

dari hembusan angin dan ventilasi (Harrianto, 2010). Konveksi adalah

perpindahan panas melalui perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan.

Konveksi bergantung pada aliran fluida untuk mengangkut panas dari objek yang

didinginkan ke lingkungan sekitarnya. Dalam konveksi bebas, gerak fluida adalah

hasil dari daya apung fluida hangat dalam pendingin cairan sekitarnya. Jika ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

aliran eksternal yang dipaksakan, seperti angin maka tingkat konvektif akan

ditingkatkan (Kuswana, 2016).

c. Radiasi

Menurut Nurmianto (2008), proses pertukaran melalui radiasi terjadi

diantara tubuh manusia dan sekelilingnya (dinding, benda mati, manusia) dalam

kedua arah dan sepanjang waktu. Sebagai kebalikan dari proses konduksi atau

konveksi, radiasi panas banyak dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, dan

aliran udara. Hal itu bergantung sekali pada perbedaan temperatur diantara kulit

dan medium yang berdekatan dengan kulit.

Pertukaran panas tubuh oleh proses radiasi bergantung pada suhu benda-

benda yang berada di sekeliling permukaan tubuh (Harrianto, 2010). Jumlah panas

radiant yang hilang dalam sehari oleh seseorang (pakaian lengkap/sempurna)

sangat bervariasi sekali tergantung dari kasusnya. Rata – rata panas yang hilang

adalah sebesar 1000-1500 kkal dalam sehari, terhitung untuk 40-60% total panas

yang hilang dari tubuh manusia (Nurmianto, 2008).

d. Evaporasi

Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat

difusi molekul air secara terus-menerus melalui kulit dan sistem pernapasan

(Kuswana, 2016). Salah satu respon tubuh yang bersifat otomatis untuk mengatasi

kenaikan suhu adalah dengan berkeringat. Jumlah keringat yang dikeluarkan

manusia cukup besar, sekitar 500 gram/m2 permukaan kulit per jam bahkan dapat

mencapai 1-2 kilogram per jam (Iriadisti, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Pertukaran panas tubuh oleh proses evaporasi bergantung pada suhu

benda-benda yang berada di sekeliling permukaan tubuh (Harrianto, 2010). Pada

temperatur sekeliling diatas 25oC, kulit manusia mampu untuk kehilangan panas

melalui proses konveksi, radiasi dan keluarnya keringat merupakan satu-satunya

mekanisme yang ada. Dari sini hilangnya panas karena proses penguapan keringat

akan meningkat secara drastis setelah dicapai temperatur kritis tertentu

(Nurmianto, 2008).

2.1.4 Respon Tubuh Terhadap Panas

Manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan panas tubuh dengan

lingkungan melalui mekanisme pengaturan panas tubuh. Apabila mekanisme

pengaturan panas di dalam tubuh manusia gagal, dapat terjadi penyimpangan

dalam tubuh atau biasa dikenal dengan heat strain (Puspita, 2012). Heat strain

adalah keseluruhan respon fisiologis hasil dari tekanan panas (heat stress).

Respon fisiologis tersebut didedikasikan atau ditujukan untuk menghilangkan

panas dari tubuh (ACGIH, 2005).

Reaksi fisiologis (heat strain) yang berlebihan dapat dimulai dari

gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai terjadi penyakit yang serius.

Penyakit serius tersebut berupa dehidrasi, heat syncope, heat rashes, heat cramp,

heat exhaustion dan heat stroke (Tarwaka dkk, 2004).

2.1.5 Akibat Tekanan Panas

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk

memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa reaksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara diluar

comfort zone adalah sebagai berikut :

a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat

c. Temperatur kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain

Kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-

27oC dan kelembaban 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman,

penampilan kerja akan menurun, bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Penyakit akibat pajanan lingkungan sebagai berikut (Harrianto, 2010) :

1. Kelainan Kulit :

a. Heat edema biasanya terjadi pada pekerja yang berada pada lingkungan

panas. Paling sering terlihat di pergelangan kaki.

b. Heat rash (miliaria) adalah obstruksi saluran kelenjar keringat yang

mengakibatkan timbulnya warna kemerahan dan papel-papel kecil di

permukaan kulit (biang keringat).

2. Heat cramps, yaitu timbul rasa nyeri tajam di otot paling sering terjadi pada

otot-otot fleksor tangan dan kaki untuk beberapa menit atau jam.

3. Heat exhaustion diakibatkan kegagalan tubuh untuk beradaptasi. Gejala yang

timbul pengeluaran keringat yang berlebihan, rasa lemas, lelah, pusing,

penglihatan gelap, rasa sangat haus, mual, muntah, diare, kesemutan dan

kram otot.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

4. Heat syncope, yaitu kesadaran menurun secara mendadak. Biasanya terjadi

pada pekerja tidak beraklimatisasi.

5. Heat stroke, yaitu gangguan kesehatan yang paling serius ditandai dengan

gejala kulit memerah, kering, suhu tubuh lebih dari 41 oC, lemas, sakit kepala,

rasa berputar, nadi cepat, kesadaran menurun sampai koma.

Menurut Suma’mur dan Soedirman (2014), Tenaga kerja yang bekerja

dengan beban kerja tertentu di lingkungan kerja dengan panas yang tinggi dapat

menderita gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan suhu udara panas

(heat- related disease). Dengan demikian, sangat penting untuk mengetahui dan

mampu mengenali tanda-tanda serta gejala dari heat- related disease, berkisar dari

yang menyebabkan ketidaknyamanan sementara (temporary discomfort), sampai

yang biasanya berupa kondisi fatal, antara lain heat stroke. Berikut ini adalah

beberapa dari heat- related disease dan gejala-gejalanya :

1. Heat rash adalah iritasi kulit yang disebabkan oleh keringat yang terlalu

banyak atau biang keringat karena panas dan lembab. Pada kulit tampak

seperti cluster merah dan kulit melenting (pimples) atau blister kecil.

2. Heat cramp ditandai dengan banyak keluar keringat dan mengakibatkan

hilangnya garam Na dari tubuh. Heat cramp terasa sebagai otot lengan, kaki,

atau perut menjadi nyeri akibat kontraksi mendadak (muscle spasms). Suhu

badan biasanya normal, kulit lembab dan dingin, tetapi berkeringat.

3. Heat syncope adalah tiba-tiba terserang pusing atau fainting yaitu keadaan

tidak sadar secara sementara atau lemas sesudah bekerja atau mengeluarkan

tenaga dalam lingkungan yang panas atau terpapar suhu yang tinggi dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

tanda-tanda kulit pucat dan berkeringat tetapi tetap dingin, denyut nadi cepat

tapi lemah, dan suhu tubuh normal.

4. Kelelahan akibat panas (heat exhaustion) adalah isyarat bahwa tubuh menjadi

terlalu panas. Penderita heat exhaustion akan mengalami haus, kepala

puyeng, lemah, mungkin pingsan, tidak terkoodinasi, mual, berkeringat

sangat banyak, suhu tubuh biasanya normal, denyut nadi normal atau

meningkat, kulit dingin, lembab, dan lengket. Heat exhaustion adalah bentuk

heat related-disease yang dapat berkembang beberapa hari setelah terpapar

suhu tinggi.

5. Heat stroke adalah kondisi serius yang mengancam nyawa apabila tubuh

kehilangan kemampuan mengontrol suhu sehingga perlu mengetahui gejala-

gejala awal muncul dalam heat stroke yaitu :

a) Demam yang meningkat cepat menjadi suhu yang berbahaya dalam

hitungan menit, suhu tubuh di atas 40oC bahkan, mungkin lebih tinggi

b) Kebingungan

c) Hasrat untuk berkelahi

d) Perilaku eksentrik

e) Merasa keadaan tidak sadar secara sementara atau lemah

f) Berdiri atau jalan tidak mantap, tidak percaya diri (staggering)

g) Denyut nadi kuat dan cepat

h) Kulit kering dan panas

i) Tidak berkeringat

j) Vertigo, tremor, dan konvulsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

k) Gangguan mental ditandai dengan percakapan membingungkan dan

halusinasi atau delirium, serta koma

6. Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh karena terlalu banyak keluar

keringat akibat terpapar panas tinggi dalam waktu relatif lama.

7. Hipertermia adalah penyakit akibat pemanasan berlebihan dari tubuh tenaga

kerja yang bekerja pada suhu tinggi.

Menurut Kuswana (2016), terjadi tiga tahap yang timbul jika terpapar

dengan suhu tinggi yang ekstrem. Tahapan ini dapat dimulai dari yang paling

ringan, lalu berlanjut ke tingkatan yang paling berat yang berpotensi

menimbulkan kematian. Tingkatan yang paling ringan dikenal dengan istilah heat

cramps. Gejalanya adalah kram otot yang amat menyakitkan akibat keringat yang

berlebihan. Biasanya terjadi pada otot lengan atau kaki. Tingkatan yang

berikutnya dikenal dengan istilah heat exhaustion, gejalanya adalah berkeringat

berat, merasa haus, lemas, pusing, mual, sakit kepala dan lelah. Jika heat

exhaustion tidak segera ditangani maka cepat berlanjut ke tingkatan yang terberat

yang dikenal dengan istilah heat stroke. Gejalanya antara lain berkeringat, suhu

tubuh lebih dari 41oC, kulit yang panas, memerah, sampai tidak berkeringat

(kering), penurunan kesadaran, denyut nadi yang cepat dan pernapasan yang cepat

dan dalam.

2.1.6 Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas

Keluhan subjektif akibat tekanan panas adalah gejala-gejala yang

dirasakan seseorang akibat tekanan panas. Menurut Harrianto (2010). Kebanyakan

individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-27oC dan kelembaban

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman. Apabila gejala-gejala

akibat tekanan panas tidak segera ditangani dengan baik dapat berujung pada

heat-related disease (Suma’mur dan Soedirman, 2014).

Munculnya gejala akibat tekanan panas melalui beberapa tahap dari gejala

tingkat ringan sampai dengan gejala tingkat berat (Kuswana, 2016). Adapun

keluhan subjektif yang paling sering muncul akibat tekanan panas berdasarkan

teori Harrianto (2010), Suma’mur dan Soedirman (2014) serta Kuswana (2016),

yaitu banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas. Maka dalam

penelitian ini, responden dikatakan mengalami keluhan subjektif akibat tekanan

panas apabila merasakan 3 keluhan subjektif tersebut.

2.1.7 Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subjektif Akibat Tekanan

Panas

Faktor individu yang berhubungan dengan akibat tekanan panas

berdasarkan beberapa teori, yaitu : aklimatisasi, umur, jenis kelamin, konsumsi

alkohol, status gizi dan masa kerja. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan

keluhan subjektif adalah tekanan panas (Suma’mur, 2009). Menurut NIOSH

(2016) dan Hunt (2011), respon fisiologis akibat tekanan panas dipengaruhi oleh

status hidrasi. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

subjektif akibat tekanan panas sebagai berikut :

1. Tekanan Panas

Tekanan panas akan mempengaruhi daya kerja, produktivitas, efisiensi dan

efektivitas kerja. Saat pekerja berada di tempat kerja dengan tekanan panas akan

mengalami pross aklimatisasi, yaitu suhu tubuh akan meningkat dan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi, tubuh akan

melepas panas melalui peningkatan aliran darah dan keluar keringat. Jika

pelepasan panas tidak seimbang dengan panas yang diproduksi tubuh akan terjadi

penyakit serius seperti heat syncope, heat exhaustion sampai heat stroke

(Suma’mur, 2009).

2. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih

tua. Pekerja dengan umur lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya kurang

mampu dalam mengatasi panas. Pada orang dewasa yang lebih tua, fungsi jantung

menjadi kurang efisien. Oleh karena itu, pengeluaran keringat terjadi lebih lambat

dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh

menjadi normal setelah terpajan panas (Worksafe BC, 2007). Semakin

bertambahnya umur seseorang akan menyebabkan respon kelenjar keringat

terhadap perubahan temperatur menjadi lebih lambat, sehingga proses

pengeluaran keringat menjadi kurang efektif dalam mengendalikan suhu tubuh

(NIOSH, 2016).

3. Jenis Kelamin

Menurut WHO (1969) mengemukakan adanya perbedaan dalam hal

aklimatisasi antara pria dan wanita. Wanita tidak dapat melakukan aklimatisasi

sebaik pria dikarenakan mereka memiliki kapasitas kardiovaskuler yang lebih

kecil (Salami dkk, 2015). Kapasitas rata-rata wanita mirip dengan seorang anak

laki-laki. Mereka cenderung tidak bisa melakukan pekerjaan yang sama dengan

pekerjaan rata-rata pria dewasa. Semua aspek toleransi panas pada wanita belum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

sepenuhnya diteliti, tetapi kapasitas termoregulatori mereka telah diteliti. Ketika

mereka bekerja pada proporsi yang sama, wanita melakukan pekerjaan tersebut

kurang baik daripada pria. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat sedikit

perbedaan dalam kapasitas termoregulatori antara pria dan wanita (NIOSH, 2016).

4. Status gizi

Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon yang

berlebihan terhadap tekanan panas yang disebabkan oleh sistem kardiovaskuler

yang tidak stabil (Salami dkk, 2015). Kelebihan lemak menyebabkan

meningkatnya insulasi terhadap tubuh yang dapat mengurangi kehilangan panas

dalam tubuh. Orang dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan panas

lebih banyak selama kegiatan (Worksafe BC, 2007).

5. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan

pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi, dan suhu tubuh

sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi

merupakan hasil penyesuian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi

panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu (Salami dkk, 2015).

Proses penyesuaian tersebut terutama penting saat-saat awal seseorang

berada pada tempat dengan iklim (cuaca) baru. Proses aklimatisasi memerlukan

perhatian khusus saat minggu-minggu pertama seseorang berada di iklim (cuaca)

baru. Pekerja baru yang mulai bekerja pada lingkungan kerja dengan tekanan

panas demikian akan mengalami proses aklimatisasi terhadap intensitas paparan

panas yang sebelumnya tidak pernah mengalaminya (Suma’mur, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

6. Konsumsi Alkohol

Alkohol akan mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan peripheral yang

bekerja sama dengan hipodehidrasi dengan menekan produksi ADH sehingga

produksi urine banyak menyebabkan dehidrasi. Konsumsi alkohol selama bekerja

seharusnya tidak diperbolehkan karena akan mengurangi toleransi panas dan

meningkatkan resiko terjadinya heat strain (NIOSH, 2016). Asupan alkohol dapat

meningkatkan kehilangan air dan bahkan dapat menyebabkan pekerja mengalami

dehidrasi, meskipun sudah teraklimatisasi (Worksafe BC, 2007).

7. Status Hidrasi

Air menjadi kebutuhan utama bagi tubuh manusia. Tubuh manusia

kehilangan air melalui urin, keringat, feses dan pernafasan. Terutama melalui

keringat saat bekerja di lingkungan kerja yang panas. Dengan kehilangan air

tubuh menyebabkan pengurangan volume plasma. Menjaga volume darah yang

beredar tetap besar sangat penting untuk keamanan termoregulasi tubuh saat

terjadi pajanan panas. Dehidrasi cepat terjadi jika tubuh kehilangan air dan tidak

segera digantikan melalui makanan dan konsumsi cairan. Secara umum, dehidrasi

karena pajanan panas menyebabkan berkurangnya kapasitas mengeluarkan

keringat dan aliran darah kulit sehingga perpindahan panas dari tubuh berkurang,

suhu tubuh meningkat dan resiko heat stress lebih tinggi (Hunt, 2011).

Keadaan dehidrasi akan mulai tampak bila individu kehilangan cairan

sekitar 2 liter air dalam tubuh. Lingkungan kerja yang panas ataupun jenis

pekerjaan yang berat membutuhkan air minum ≥ 2,8 Liter, sedangkan untuk jenis

pekerjaan sedang atau pekerjaan dengan suhu lingkungan tidak terlalu panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

membutuhkan air minum minimal 1,9-2 Liter. Memastikan bahwa pekerja dalam

lingkungan panas cukup terhidrasi dengan baik adalah salah satu cara yang paling

efektif untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Agar terhindar dari

dehidrasi, seseorang harus minum secara teratur yakni satu jam sekali. Umumnya,

manusia membutuhkan 2-2,5 liter air. Paling sederhana, jika kebutuhan air 2 liter

air maka seseorang membutuhkan 150-250 ml air atau setara 8-16 gelas

(Soemarko, 2014).

Menurut Harrianto (2010), hidrasi merupakan faktor penting yang dapat

mempengaruhi kemampuan pekerja dalam meneruskan pekerjaannya. Hidrasi

yang terbaik dicapai dengan meminum sejumlah air dengan interval waktu yang

pendek, misalnya 250-300 ml setiap 20-30 menit dan lebih baik bila juga

mengonsumsi minuman hipotonis dengan kandungan elektrolit untuk mengganti

NaCL yang hilang akibat pengeluaran keringat.

8. Masa Kerja

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak pula

dia akan terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Masa

kerja ini berkaitan dengan aspek durasi terhadap paparan tekanan panas. Semakin

lama durasi seseorang terkena paparan panas, maka kemungkinan orang tersebut

mengalami keluhan kesehatan akan semakin tinggi. Seseorang dapat mengalami

keluhan subjektif dimulai saat masa kerja mencapai satu tahun (Fajrin, 2014).

2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran tekanan panas dilakukan menggunakan termometer mencakup

termometer basah, termometer kering dan termometer bola (globe thermometer),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

dapat diukur menggunakan Area Heat Stress Monitor yaitu suatu alat digital

untuk mengukur tekanan panas dengan parameter indeks suhu bola basah (ISBB).

Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi.

Pengukuran temperatur lingkungan kerja dilakukan dengan

memperhatikan beberapa alasan sebagai berikut (Hendra, 2009) :

a. Kajian secara kualitatif mengindikasikan adanya kemungkinan terjadinya

tekanan panas karena adanya sumber panas atau terpajan panas.

b. Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.

c. Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan

berpotensi mengalami tekanan panas.

d. Apabila terdapat laporan mengenai ketidaknyamanan yang berkaitan dengan

tekanan panas di tempat kerja.

A. Indikator Tekanan Panas

Indikator digunakan sebagai metode pengukuran sederhana untuk

menyatakan besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh. Indikator tekanan

panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari :

1. Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami

oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,

kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif

ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk

penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi,

dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya

panas hasil metabolisme tubuh.

2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu

rumus-rumus sebagai berikut :

a) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu bola + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja

dengan sinar matahari)

b) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu bola (untuk pekerjaan tanpa sinar

matahari)

3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam

Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour

Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4

jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta

panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan

berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

4. Indeks Belding-Hacth

Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar

yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat

dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas.

B. Metode Pengukuran

Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress

Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu

basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah

5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

2.1.9 Standar Iklim Kerja Panas

Standar dan prosedur serta rekomendasi iklim kerja panas di Indonesia

ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.

PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di

tempat kerja. Nilai ambang batas ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko

terjadinya gangguan kesehatan akibat suhu lingkungan kerja yang terlalu panas.

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja
ISBB (°C)
Pengaturan waktu kerja
Setiap jam Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75%-100% 31,0 28,0 -

50%-75% 31,0 29,0 27,5


25%-50% 32,0 30,0 29,0
0%-25% 32,0 31,1 30,5
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per.13/MEN/X/2011
Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 200 kilokalori/jam

2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan

kurang 350 kilokalori/jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang

500 kilokalori/jam

2.1.10 Pengendalian Tekanan Panas

Risiko gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang

terlalu tinggi dapat dikurangi dengan cara (Harrianto, 2010) :

1. Pengendalian Administratif

a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang

penuh.

b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek

tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

c. Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan

efek pendingin pada pekerja waktu istirahat.

d. Penyediaan air minum yang cukup.

2. Pengendalian Teknik

Pengendalian teknik merupakan usaha yang paling efektif untuk

mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, yaitu dengan cara :

a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.

b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan

kerja fisik pekerja.

c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang

panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang

panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau

cat), perisai (bahan yang dapat memantulkan panas) dan remote control.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

d. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin

untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.

e. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain

untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di

lingkungan tempat kerja.

3. Alat Pelindung Diri

a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan

baju yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh

dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.

b. Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan

benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang

panas.

Beberapa teknik pengendalian panas yang disarankan OSHA yang dikutip

oleh Iriadiastadi (2016) sebagai berikut :

1. Aklimatisasi, adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas selama

beberapa hari.

2. Cairan, pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala,

misalnya satu gelas per 20 menit. Dorong pekerja untuk terus-menerus

melakukan kebiasaan ini. Minuman cukup beberapa air, tanpa harus

mengandung elektrolit tambahan.

3. Engineering, pengendalian dengan ventilasi yang cukup untuk membawa

udara segar dari luar ruangan, penggunaan sistem pembuangan udara lokal,

penggunaan AC atau Air treatment, penggunaan kipas angin bermanfaat saat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

dry bulb temperature tidak lebih dari 35oC, insulasi objek (mesin dan proses)

penghasil panas serta lapisan penangkal antara pekerja dan sumber panas.

4. Administratif, pendendalian dengan cara pelatihan kepada pekerja dengan

harapan meningkatkan kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan karena

paparan panas, pekerja diminta mengenali bahaya, pelatihan kepada pekerja

untuk fokus pada kebiasaan yang perlu dilakukan, menurunkan beban kerja

melalui modifikasi cara kerja, rotasi kerja, penambahan pekerja, pemberian

tempat istirahat yang nyaman dan teduh, pemberian istirahat yang berkala dan

terjadwal dan pekerjaan berat dilakukan saat pagi hari atau setelah sore hari.

2.2 Laundri (laundry)

2.2.1 Pengertian dan Persyaratan

Menurut Sabarguna dan Rubaya (2011), Laundry rumah sakit adalah

tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa

mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, serta meja

dan mesin setrika. Adapun persyaratan dalam pelaksanaan laundry yaitu :

a. Suhu air panas untuk pencucian 70oC dalam waktu 25 menit atau 95 oC dalam

waktu 10 menit.

b. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian harus

yang ramah lingkungan bertujuan agar limbah cair yang dihasilkan mudah

terurai oleh lingkungan.

c. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung

6×103 spora spesies Bacillus per inci persegi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2.2.2 Tata Laksana

Menurut Sabarguna dan Rubaya (2011), adapun tata laksana dalam

laundry adalah sebagai berikut :

1. Di tempat laundry tersedia kran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran

yang memadai, air panas untuk desinfeksi dan tersedia desinfektan.

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran

pembuangan air limbah, serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-

jenis linen yang berbeda.

3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non

infeksius.

4. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan

pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air

limbah.

5. Laundry harus disediakan dalam ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya

yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan

kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi, dan

ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.

6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya

dapat bekerja sama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus mengikuti

persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan.

7. Perlakuan terhadap linen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

1. Pengumpulan, dilakukan :

a) Pemilahan antara linen infeksius dan noninfeksius dimulai dari

sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastik sesuai

jenisnya, serta diberi label.

b) Menghitung dan mencatat linen di ruangan.

2. Penerimaan:

a) Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan

noninfeksius.

b) Linen dipilih berdasarkan tingkat kekotorannya.

3. Pencucian :

a) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin

cuci dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

b) Membersihkan linen kotor dari feses, urin, darah dan muntahan

kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.

c) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.

4. Pengeringan

5. Penyetrikaan

6. Penyimpanan

7. Distribusi, dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas

penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas

sesuai kartu tanda terima.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

8. Pengangkutan:

a) Kantong untuk membungkus linen harus dibedakan dengan kantong

yang digunakan untuk membungkus linen kotor.

b) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen

bersih dan linen kotor, kereta dorong harus dicuci dengan desinfektan

setelah digunakan mengangkut linen kotor.

c) Waktu pengangkutan linen bersih dan linen kotor tidak boleh

bersamaan.

d) Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.

e) Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri,


pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus menggunakan
mobil.
8. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan

pakaian kerja khusus, alat pelindung diri, dan dilakukan pemeriksaan

kesehatan secara berkala, serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen

1. Tekanan Panas

Faktor Individu
Variabel Dependen
1. Umur
2. Masa Kerja
3. Jenis Kelamin Keluhan Subjektif
4. Status Gizi

Faktor pendukung
1. Konsumsi Air Minum

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Keterangan :

Tidak semua faktor individu diteliti, peneliti hanya mengambil faktor

umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi. Faktor individu lainnya yang

tidak diteliti, yaitu :

1. Aklimatisasi, tidak diteliti karena semua pekerja sudah teraklimatisasi dengan

tekanan panas dalam masa kerja paling tidak dua minggu bekerja di Instalasi

laundry adalah pekerja yang memenuhi kriteria responden, sehingga tidak ada

variasi dalam kategori aklimatisasi.

2. Konsumsi alkohol, tidak diteliti karena sangat kecil kemungkinan pekerja di

Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan tetap bekerja dalam pengaruh

alkohol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional,

yaitu pengukuran variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen)

dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi laundry Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Dr Pirngadi Medan dan beralamat di Jalan Prof. H.M Yamin, SH No.47

Medan. Alasan dilakukan penelitian dengan pertimbangan instalasi laundry

berisiko menimbulkan gangguan kesehatan akibat tekanan panas dan belum

pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr

Pirngadi Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai April 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja laundry RSUD Dr

Pirngadi Medan yang berjumlah 20 orang.

35 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3.3.2 Sampel

Seluruh total populasi dijadikan sampel penelitian, yaitu sebanyak 20

orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran langsung

berupa tekanan panas menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp,

status gizi dengan menimbang berat badan pekerja menggunakan timbangan dan

mengukur tinggi badan pekerja menggunakan meteran serta wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada para pekerja laundry untuk mengetahui variabel

umur, masa kerja, jenis kelamin, konsumsi air minum dan keluhan subjektif.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak RSUD Dr Pirngadi Medan yang

berupa data mengenai pekerja di Instalasi laundry dan Profil RSUD Dr Pirngadi

Medan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi :

1. Variabel bebas (independen variable) adalah faktor yang diduga sebagai

faktor yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini

adalah tekanan panas, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi dan

konsumsi air minum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

2. Variabel terikat (dependen variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas. variabel terikat dari penelitian ini adalah keluhan subjektif.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan pada saat meneliti pekerja laundry di

RSUD Dr Medan sebagai berikut:

1. Tekanan panas adalah hasil pengukuran indeks suhu bola dan basah (ISBB)

dan diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp.

2. Umur adalah lama hidup (tahun) pekerja terhitung dari lahir sampai waktu

pengambilan data pekerja laundry.

3. Masa kerja adalah lamanya (tahun) pekerja laundry berkerja di Instalasi

laundry.

4. Jenis kelamin adalah status pertanda gender pekerja laundry yaitu laki-laki

atau perempuan.

5. Status gizi adalah keadaan gizi pekerja dihitung berdasarkan Indeks Massa

Tubuh (IMT) pekerja laundry saat dilakukan penelitian.

6. Konsumsi air minum adalah jumlah air minum putih yang dikonsumsi oleh

pekerja laundry selama jam kerja. Diukur dalam 1 gelas (250 ml).

7. Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan secara subjektif akibat

tekanan panas oleh pekerja laundry. Dalam hal ini tidak dilakukan

pemeriksaan kesehatan oleh pekerja laundry melainkan hanya gejala-gejala

yang dirasakan pekerja laundry akibat tekanan panas selama bekerja seperti

banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

3.6 Teknik Pengukuran

1. Tekanan Panas

Pengukuran iklim kerja (ISBB) dilakukan dengan menggunakan Area

Heat Stress Monitor merk Questtemp. Dimana alat ini dioperasikan secara digital

yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran

tekanan panas dilakukan oleh Asisten Laboratorium Teknik Industri yang sudah

pernah mengoperasikan alat tersebut sebelumnya. Instalasi laundry terdiri dari 2

area yaitu area linen kotor dan area linen bersih. Pengukuran tekanan panas

dilakukan di 2 area instalasi laundry dengan memenuhi alasan untuk dilakukan

pengukuran, yaitu adanya sumber panas dari mesin, proses kerja yang

menghasilkan tekanan panas, adanya keluhan subjektif pada pekerja dan laporan

ketidaknyamanan pekerja. Secara professional judgment menetapkan titik

pengukuran area dengan luas 5x5 meter diwakili oleh satu titik pengukuran dan

pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu awal, tengah dan

akhir shift kerja (Hendra, 2009). Luas instalasi laundry 12 x 8 m terdiri dari area

linen kotor dengan luas 12x4 m dan area linen bersih dengan luas 12x4. Maka

setiap area linen bersih dan area linen kotor diwakili oleh 2 titik pengukuran

kemudian 2 titik pengukuran dari area linen bersih dan area linen kotor diambil

rata-ratanya yang menunjukkan suhu setiap area kerja. Pengukuran dilakukan dari

pukul 07.30-15.00 WIB dengan tiga kali pengukuran, yaitu pada awal,

pertengahan dan akhir waktu kerja. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah

5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

Menurut analisa peneliti, pekerja laundry termasuk kedalam kategori

waktu kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang seperti berdiri, kerja

sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.

Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 28 oC.

Tekanan panas diukur dengan skala nominal dan dikategori sebagai berikut :

1. Tempat kerja memenuhi syarat, yaitu tempat kerja dengan suhu ≤ 28°C

2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu > 28°C

2. Umur

Umur diukur dengan skala ordinal dan dikategorikan berdasarkan

Worksafe BC (2007) sebagai berikut:

1. < 40 Tahun

2. ≥ 40 Tahun

3. Masa Kerja

Masa kerja diukur dengan skala ordinal berdasarkan Fajrin (2014) dan

dikategorikan menjadi :

1. ≤ 1 Tahun

2. > 1 Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diukur dengan skala nominal dan dikategorikan menjadi 2,

yaitu :

1. Perempuan

2. Laki-laki

5. Status Gizi

Status gizi diukur secara langsung oleh peneliti dengan menimbang berat

badan menggunakan timbangan dan mengukur tinggi badan menggunakan

meteran, hasil ukur status gizi dilihat berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

yang dihitung rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) pangkat dua

Berat Badan (Kg)


IMT =
Tinggi Badan (m)2

Status gizi diukur dengan skala ordinal dan dikategorikan sebagai berikut

(Suma’mur, 2009) :

1. Kurang : IMT < 18,5

2. Normal : IMT 18,5-24,9

3. Lebih : IMT ≥ 25,0

6. Konsumsi Air Minum

Konsumsi air minum diukur dengan skala ordinal berdasarkan nilai

median dan dikategorikan sebagai berikut :

1. ≤ 7 Gelas

2. > 7 Gelas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

7. Keluhan Subjektif

Untuk mengetahui keluhan subjektif maka diukur dengan kuesioner pada

bagian III berisi 10 pertanyaan terkait gejala-gejala yang dirasakan pekerja akibat

tekanan panas berdasarkan teori Harrianto (2010), Soedirman dan Suma’mur

(2014) serta Kuswana (2016) dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Ada, apabila pekerja mengalami banyak mengeluarkan keringat, merasa haus

dan merasa lemas atau apabila pekerja menjawab ya pada kuesioner bagian

III nomor 1-3.

2. Tidak ada, apabila pekerja tidak mengalami salah satu dari banyak

mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas atau apabila pekerja

menjawab tidak pada kuesioner bagian III diantara nomor 1-3.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang

mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :

1. Editing, penyuntingan data dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap

kuesioner untuk menghindari kesalahan serta memastikan bahwa data yang

diperoleh telah diisi semua dengan relevan dan dibaca dengan baik.

2. Coding, mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi kata data angka

atau bilangan. Koding atau pemberian kode sangat berguna dalam

memasukkan data (data entry).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

3. Processing, yaitu memproses data yang telah diisi dengan benar agar dapat

dianalisa. Proses data dilakukan dengan cara mengentry data hasil kuesioner

ke dalam program komputer.

4. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah dientry

apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu :

1. Analisis univariat, bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel yang diteliti dan pada umumnya dalam analisis

ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase.

2. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel

independen dan variabel dependen. Pada analisis bivariat ini, peneliti

menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji

statistik chi-square digunakan dengan alasan variabel independen dan

variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan data kategori dan

termasuk kedalam uji non parametrik sehingga tepat digunakan untuk

penelitian ini yang memiliki sampel sebanyak 20 responden. Syarat uji

statistik chi-square adalah jika pada tabel 2x2 dijumpai nilai expected kurang

dari 5 maka digunakan uji fisher’s exact dan jika pada tabel lebih dari 2x2

maka digunakan uji pearson chi square (Santoso, 2013). Hasil uji statistik

dengan p value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Ringkas RSUD Dr Pingadi Medan

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan beralamat di Jl. Prof. HM

Yamin SH No. 47 Medan dengan luas bangunan 73.12,90 m2 merupakan salah

satu unit pelayanan kesehatan di kota Medan yang berstatus milik pemerintah

Kota Medan. RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan unit organisasi di lingkungan

Departemen Kesehatan dengan salah satu rumah sakit tipe B yang didirikan oleh

pemerintah kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis pada tanggal 11

Agustus 1928. Peletakan batu pertamanya dilakukan seorang bocah berumur 10

tahun bernama Maria Constantia Macky, dimana sebagai pimpinan yang pertama

dipegang oleh Dr. W. BAYS.

Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini

diambil alih oleh Bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritsu Byusono

Ince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putra Indonesia yaitu Dr.

Raden Pirngadi Gonggo Putro. Setelah bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945 menyatakan kemerdekaannya, pada tahun 1947 rumah sakit ini diambil alih

oleh pemerintah Negara bagian Sumatera Timur Republik Indonesia Sementara

(RIS) dengan nama “Rumah Sakit Kota Medan”. Dengan berdirinya Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950 maka Negara

bagian (RIS) dihapuskan, rumah sakit kota Medan diambil alih oleh pemerintah

pusat/kementerian kesehatan di Jakarta dengan nama “Rumah Sakit Umum

43
43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44

Pusat”. Kemudian pada tahun 1971, rumah sakit ini diserahkan dari pusat ke

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan berganti nama menjadi Rumah Sakit

Umum Pusat Provinsi Medan. Pada tahun 1979, Rumah Sakit Umum Pusat

Provinsi Medan ditabalkan menjadi “Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan”.

Sejalan pelaksanaan otonomi daerah, Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi

pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan dan berganti nama

menjadi “Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan”. Pada tanggal 6

September 2002, status kelembagaan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi

ditetapkan menjadi Badan dan berganti nama menjadi “Badan Pelayanan

Kesehatan RSUD Dr Pirngadi Kota Medan”. Sebagai direktur, pada saat itu

dipercayakan kepada Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA.

Pada tahun 2004, Wali Kota Medan yang menjabat pada saat itu Drs. H.

Abdillah, Ak., MBA mencanangkan pengembangan Rumah Sakit Dr Pirngadi

menjadi delapan tingkat yang peletakan batu pertamanya tepatnya dilaksanakan

pada tanggal 4 Maret 2004. Kemudian pada tahun 2005, pemakaian gedung

Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi dengan delapan tingkat diresmikan oleh

beliau. Dengan adanya peresmian tersebut, maka gedung baru dengan delapan

tingkat siap untuk digunakan. Masa jabatan direktur yang dipegang oleh Dr. H.

Sjahrial R. Anas, MHA telah berakhir. Beliau telah menjabat sebagai direktur

selama tujuh tahun. Tepat pada tanggal 24 November 2017, pimpinan Badan

Pelayanan Kesehatan RSUD Dr Pirngadi Kota Medan secara resmi

dipindahtangankan kepada Dr. Suryadi Panjaitan, M.Kes, Sp.PDFINASIM.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4.1.2 Struktur Organisasi RSUD Dr Pirngadi Medan

Struktur organisasi RSUD Dr Pirngadi Medan adalah struktur organisasi

matriks (matrix of authority flows), dimana terdapat dua jenis wewenang, yaitu

wewenang yang mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang

yang mengalir secara vertikal pada pimpinan struktural atau manajerial. Struktur

organisasi matriks ini menyadari adanya ketergantungan antara berbagai fungsi.

Bentuk susunan organisasi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum

Daerah Dr Pirngadi Kota Medan sebagaimana ditunjukkan dalam lampiran 3.

RSUD Dr Pirngadi Medan memiliki 26 Instalasi salah satunya adalah

Instalasi Laundry dan sandang. Penelitian ini dilakukan di Instalasi laundry

merupakan penunjang pelayanan kesehatan di Rumah sakit. Adapun struktur

organisasi Instalasi laundry dan sandang sebagai berikut :

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Instalasi laundry dan Sandang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

4.2 Proses Pengelolaan Linen di Instalasi Laundry RSUD Dr Pirngadi Medan

Adapun proses pengelolaan linen di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi

Medan, yaitu :

1. Penerimaan

a) Penerimaan linen dimulai dari pukul 08.00 WIB - 10.00 WIB.

b) Pemilahan antara linen infeksius dan noninfeksius dimulai dari sumber

linen (ruangan) dan setelah itu, linen dimasukkan ke dalam kantong plastik

sesuai jenisnya, serta diberi label.

c) Menghitung dan mencatat linen kotor yang masuk kedalam form dan log

book.

d) Setelah terpilah antara linen infeksius dan nonifeksius maka linen dipilih

berdasarkan warna dan tingkat kekotorannya, yaitu noda berat, sedang dan

ringan selanjutnya linen dimasukkan ke dalam tong yang berbeda-beda.

2. Pencucian

a) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci

dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

b) Membersihkan linen kotor menggunakan detergen dari noda berat seperti

darah, noda sedang seperti feses, urin dan muntahan serta noda ringan

seperti keringat dan lainnya kemudian merendamnya dengan

menggunakan kadar desinfektan yang berbeda sesuai tingkat kekotoran.

c) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya, biasanya

pencucian dimulai dari noda ringan, sedang dan diakhiri noda berat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

d) Proses pencucian dilakukan dengan mesin cuci yang memiliki temperatur

inlet 60-70oC dan membutuhkan waktu yang berbeda dalam proses

pencucian sesuai tingkat kekotoran. Noda berat butuh waktu selama 1 jam,

noda sedang selama 30 menit dan noda ringan selama 20 menit.

3. Pengeringan, dilakukan dengan mesin pengering/dryng yang mempunyai

suhu 60-70oC dan butuh waktu selama 20 menit. Pada proses ini jika

mikroorganisme belum mati atau terjadi kontaminasi ulang diharapkan dapat

mati dalam proses ini.

4. Penyetrikaan

a) Proses penyetrikaan untuk linen lembaran digunakan mesin setrika rol (flat

work ironer) yang diatur dengan suhu 80-100oC.

b) Linen yang beraksesoris/berkancing dan berplaket seperti gorden/vitrace

digunakan setrika uap manual.

5. Pelipatan, linen yang telah selesai disetrika langsung dilipat sesuai dengan

cara pelipatan yang sudah distandarkan dengan tujuan agar linen rapi dan

mudah digunakan saat penggantian linen.

6. Penyimpanan, menempatkan linen bersih pada tempat yang sudah disediakan

dalam rak linen bersih dengan tujuan melindungi linen dari kontaminasi dan

mengontrol posisi linen agar tersusun menurut masing-masing sumber

(ruangan).

7. Distribusi

a) Membungkus linen bersih ke dalam kantong plastik dan linen diberi tanda

dengan menuliskan pemilik linen tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

b) Menggunakan troli yang berbeda antara linen bersih dan linen kotor, troli

harus dicuci dengan desinfektan setelah digunakan mengangkut linen

kotor.

c) Petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan dan meminta

tanda tangan form dan log book linen bersih sebagai serah terima linen.

4.3 Gambaran Lingkungan Kerja di Instalasi Laundry RSUD Dr Pirngadi

Medan Tahun 2018

Instalasi laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan terdiri dari dua area, yaitu

area linen kotor dan area linen bersih. Pengelolaan linen dimulai dari linen kotor

sampai menghasilkan linen bersih dilakukan dengan beberapa proses, yaitu

dimulai dari proses penerimaan, pencucian, pengeringan, penyetrikaan, pelipatan,

penyimpanan sampai pendistribusian. Tidak ada petugas khusus yang menangani

linen pada setiap tahapan proses, tetapi setiap pekerja menangani pekerjaan sejak

dari penerimaan sampai pencucian terdiri dari 7 orang di area linen kotor dan

proses pengeringan sampai pendistribusian terdiri dari 13 orang di area linen

bersih namun pekerja laki-laki memiliki tanggung jawab langsung dalam

mengoperasikan mesin.

Kondisi lingkungan kerja instalasi laundry dengan bangunan tertutup

dengan atap terbuat dari asbes dan lantai terbuat dari keramik. Instalasi laundry

telah tersedia fasilitas pendingin temperatur ruangan, yaitu 12 ventilasi yang

dilapisi kain kasa dan 5 kipas angin, tetapi yang berfungsi hanya 3 dan tersedia

fasilitas penyediaan air minum berupa air kemasan galon. Hal ini dilakukan

Rumah Sakit untuk mengatasi lingkungan kerja yang panas walaupun hal tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

sudah dilakukan tetapi dapat dirasakan bahwa kondisi di Instalasi laundry tersebut

masih terasa panas. Instalasi laundry terdapat 2 pintu masuk yaitu pintu masuk

untuk area linen kotor dan area linen bersih. Awal masuk kedalam area linen kotor

di depan pintu masuk terdapat meja proses penerimaan, sebelah kanan pintu

masuk terdapat 2 mesin cuci selimut dan di sudut dinding sebelah kanan terdapat

4 mesin cuci dengan temperatur inlet 60-70oC dan yang digunakan hanya 2 mesin

cuci sesuai banyaknya linen kotor yang masuk. Area linen kotor terdapat 4

ventilasi di sebelah kanan pintu masuk dan 2 ventilasi di sebelah kiri, memiliki 1

kipas angin yang berfungsi dan pintu masuk yang selalu terbuka lebar sehingga

udara dari luar turut masuk mengurangi tekanan panas dari mesin. Pekerja pada

area linen kotor banyak yang menggunakan pakaian seragam dan alat pelindung

diri seperti sepatu boot, masker dan sarung tangan. Masuk kedalam area linen

bersih langsung ditemukan meja untuk pelipatan dan di sebelah kiri meja terdapat

2 mesin setrika rol dan di sudut dinding sebelah kanan terdapat 2 mesin pengering

dengan temperatur inlet 60-70oC. Diketahui bahwa mesin setrika merupakan

sumber panas yang paling berkontribusi meningkatkan suhu lingkungan di

Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan. Ketika beroperasi mesin setrika rol

membutuhkan suhu yang tinggi sebesar 80-100oC, bentuk mesin yang terbuka dan

memiliki silinder yang panas dengan cepat menaikkan suhu lingkungan kerja

sehingga paparan panas paling besar diterima oleh pekerja yang berada di area

linen bersih. Area linen bersih terdapat 6 ventilasi di belakang mesin pengering,

memiliki 4 kipas angin, tetapi yang berfungsi hanya 2, tersedia 1 fasilitas air

minum yaitu air kemasan galon dan pintu masuk yang selalu tertutup. Pekerja di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

area linen bersih banyak yang tidak menggunakan pakaian seragam dan APD

dengan alasan pekerja mengaku merasa panas.

Setelah dilakukan observasi di Instalasi laundry bahwa tekanan panas

terjadi saat proses pencucian, pengeringan dan penyetrikaan yang dihasilkan dari

mesin dan iklim kerja paling panas adalah proses penyetrikaan. Pekerja yang

paling besar terkena paparan panas adalah di area linen bersih karena terdapat

proses pengeringan dan penyetrikaan. Kondisi lingkungan kerja yang mendukung

area linen bersih memiliki iklim kerja paling panas, yaitu letak ventilasi yang

tidak efektif, beberapa kipas angin yang rusak, pintu masuk yang tertutup dan

mesin yang digunakan membutuhkan suhu yang paling tinggi. Maka dari itu

pekerja di area linen bersih kebanyakan tidak menggunakan pakaian seragam

melainkan kaos karena lebih mudah menyerap keringat. Akibat terpapar langsung

oleh tekanan panas di lingkungan kerja, beberapa pekerja mengaku banyak

mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas sebagai bentuk keluhan

subjektif akibat tekanan panas.

4.4 Deskripsi Hasil Penelitian

4.4.1 Gambaran Tekanan Panas di Instalasi Laundry RSUD Dr Pirngadi

Medan Tahun 2018

Menurut analisa peneliti, pekerja laundry termasuk kedalam kategori

waktu kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang seperti berdiri, kerja

sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.

Adapun hasil pengukuran tekanan panas dapat dilihat pada tabel 4.1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Instalasi Laundry RSUD Dr


Pirngadi Medan Tahun 2018
Titik ISBB Rata- Waktu Beban NAB Keterangan
Pengukuran (oC) Rata Kerja Kerja (oC)
ISBB
(oC)
Area Linen
Kotor Mememuhi
Titik 1 27,6 27,8 75-100% Sedang 28.0 syarat
Titik 2 27,9
Area Linen
Bersih
Titik 1 30,1 29,9 75-100% Sedang 28.0 Tidak
Titik 2 29,7 Mememuhi
syarat
Sumber : Data Primer (2018)

Dari hasil pengukuran diketahui bahwa rata-rata ISBB di instalasi laundry

RSUD Dr Pirngadi Medan pada area linen kotor sebesar 27,8°C dan area linen

bersih sebesar 29,9°C. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan panas tersebut

kemudian dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tempat kerja memenuhi syarat

yaitu tempat kerja dengan suhu yang tidak melebihi 28°C dan tempat kerja tidak

memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang melebihi 28°C.

Pada titik pengukuran area linen kotor terdapat 7 orang pekerja laundry

dan titik pengukuran area linen bersih terdapat 13 orang pekerja laundry.

Distribusi responden berdasarkan kelompok tekanan panas pada pekerja laundry

di RSUD Dr Pirngadi Medan dapat dilihat pada tabel 4.2.

4.4.2 Variabel Independen dan Keluhan Subjektif Pada Pekerja Laundry di

RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Untuk mengetahui gambaran distribusi jumlah dan persentase dari tiap

variabel independen (tekanan panas, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

dan konsumsi air minum) dan keluhan subjektif yang telah diperoleh dari hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen dan


Keluhan Subjektif Pada Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi
Medan Tahun 2018
Variabel Jumlah Persentase
(orang) (%)
Tekanan Panas
Tempat Kerja 7 35,0
Memenuhi Syarat
Tempat Kerja Tidak 13 65,0
Memenuhi Syarat
Umur
< 40 Tahun 13 65,0
≥ 40 Tahun 7 35,0
Masa Kerja
≤ 1 Tahun 3 15,0
> 1 Tahun 17 85,0
Jenis Kelamin
Perempuan 14 70,0
Laki-Laki 6 30,0
Status Gizi
Normal 14 70,0
Lebih 6 30,0
Konsumsi
Air Minum
≤ 7 Gelas 15 75,0
> 7 Gelas 5 25,0
Keluhan Subjektif
Ada 16 80,0
Tidak Ada 4 20,0
Total 20 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui dari 20 pekerja laundry

bahwa mayoritas pekerja laundry yang mengalami tekanan panas dengan tempat

memenuhi syarat sebanyak 13 orang (65,0%), berumur < 40 tahun sebanyak 13

orang (65,0%), masa kerja > 1 tahun sebanyak 17 orang (85,0%), berjenis kelamin

perempuan sebanyak 14 orang (70,0%), status gizi normal sebanyak 14 orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

(70,0%) mengonsumsi air minum ≤ 7 gelas sebanyak 15 orang (75,0%) dan ada

keluhan subjektif sebanyak 16 orang (80,0%).

4.4.3 Hubungan Variabel Independen dengan Keluhan Subjektif Pada

Pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Untuk mengetahui hubungan variabel independen (tekanan panas, umur,

masa kerja, jenis kelamin, status gizi dan konsumsi air minum) dengan keluhan

subjektif yang telah diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hubungan Variabel Independen dengan Keluhan Subjektif pada


pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018
Variabel Keluhan Subjektif Jumlah
Independen Ada Tidak Ada p
N % N % N %
Tekanan Panas
Tempat Kerja 3 42,9 4 57,1 7 100,0 0,007
Memenuhi Syarat
Tempat Kerja Tidak 13 100,0 0 0,0 13 100,0
Memenuhi Syarat
Umur
< 40 Tahun 10 76,9 3 23,1 13 100,0 1,000
≥ 40 Tahun 6 85,7 1 14,3 7 100,0
Masa Kerja
≤ 1 Tahun 3 100,0 0 0,0 3 100,0 1,000
> 1 Tahun 13 76,5 4 23,5 17 100,0
Jenis Kelamin
Perempuan 10 71,4 4 28,6 14 100,0 0,267
Laki-Laki 6 100,0 0 0,0 6 100,0
Status Gizi
Normal 11 78,6 3 21,4 14 100,0 1,000
Lebih 5 83,3 1 16,7 6 100,0
Konsumsi
Air Minum
≤ 7 Gelas 15 100,0 0 0,0 15 100,0 0,001
> 7 Gelas 1 20,0 4 80,0 5 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, pada variabel tekanan panas diperoleh nilai p

= 0,007 hal ini menunjukkan ada hubungan antara tekanan panas dengan keluhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang

berarti nilai p value < titik kritis (0,05).

Pada variabel umur diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan tidak

ada hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di

RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value > titik kritis

(0,05).

Pada variabel masa kerja diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan

tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >

titik kritis (0,05).

Pada variabel jenis kelamin diperoleh nilai p = 0,267 hal ini menunjukkan

tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >

titik kritis (0,05).

Pada variabel status gizi diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan

tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >

titik kritis (0,05).

Pada variabel konsumsi air minum diperoleh nilai p = 0,001 hal ini

menunjukkan ada hubungan antara konsumsi air minum dengan keluhan subjektif

pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai

p value < titik kritis (0,05).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Tekanan Panas dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry

di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Berdasarkan analisis bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja

di tempat kerja memenuhi syarat yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang

(42,9%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang (57,1%) dan

pekerja di tempat kerja tidak memenuhi syarat yang mengalami keluhan subjektif

sebanyak 13 orang (100,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p = 0,007 (p

< 0,05) hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas

dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun

2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajrin

(2014) terhadap pekerja instalasi Laundry Rumah Sakit di Kota Makassar yang

mengatakan bahwa suhu ruangan memiliki hubungan yang signifikan terhadap

keluhan kesehatan akibat tekanan panas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value <

0,05, yaitu sebesar 0,000.

Tenaga kerja yang bekerja dengan beban kerja tertentu di lingkungan kerja

dengan panas yang tinggi dapat menderita gangguan dan penyakit yang berhubungan

dengan suhu udara panas. Perubahan fisiologis dalam tubuh manusia merupakan hasil

dari tekanan panas (heat stress) yang didedikasikan atau ditujukan untuk

menghilangkan panas dari tubuh (ACGIH, 2005). Apabila perubahan fisiologis

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56

tersebut tidak ditangani dengan baik, maka dapat berujung kepada terjadinya heat-

related disorder yang lebih serius dan membahayakan tubuh. Menurut Harrianto

(2010), kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-27oC

dan kelembaban 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman,

penampilan kerja akan menurun, bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Berdasarkan teori yang yang ada, dapat disimpulkan bahwa pemaparan

tekanan panas yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya keluhan

subjektif. Teori yang ada mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan

responden yang mengalami keluhan subjektif lebih banyak berada di tempat kerja

tidak memenuhi syarat (> 28 oC) sebanyak 13 orang dari tempat kerja memenuhi

syarat (≤ 28 oC) sebanyak 3 orang.

Hasil pengukuran tekanan panas di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi

Medan menunjukkan rata-rata ISBB lingkungan kerja berkisar antara 27,6-30,1oC.

Paparan panas di Instalasi laundry bersumber dari mesin yang digunakan untuk

menunjang proses pengelolaan linen. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan panas di

area penelitian bahwa ISBB area linen bersih melebihi NAB artinya tempat kerja

tidak memenuhi syarat dan area linen kotor tidak melebihi NAB artinya tempat kerja

memenuhi syarat. Menurut observasi yang dilakukan peneliti bahwa hal ini terjadi

karena area linen kotor berada di dekat pintu masuk yang selalu terbuka lebar

sehingga udara dari luar turut masuk mengurangi tekanan panas dari mesin,

sedangkan area linen bersih berada di ruangan tertutup dan terdapat mesin setrika rol

yaitu flat work ironer. Diketahui bahwa mesin ini merupakan sumber panas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

paling berkontribusi meningkatkan suhu lingkungan di Instalasi laundry RSUD Dr

Pirngadi Medan. Ketika beroperasi, mesin setrika rol membutuhkan suhu yang tinggi,

bentuk mesin yang terbuka dan memiliki silinder yang panas dengan cepat menaikkan

suhu lingkungan kerja sehingga paparan panas paling besar diterima oleh pekerja

yang berada di area linen bersih. Meningkatnya tekanan panas di area linen bersih

juga disebabkan oleh beberapa unit fasilitas pendingin temperatur ruangan seperti

kipas angin yang tidak dapat berfungsi atau mengalami kerusakan. Kerusakan

tersebut juga akan mempengaruhi tekanan panas meningkat. Hal ini dikarenakan

bahwa kipas angin berfungsi untuk mengurangi penyebaran panas di lingkungan

kerja. Keadaan lingkungan yang ada di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan

ini mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan

panas dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan

Tahun 2018.

5.2 Hubungan Umur dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di RSUD

Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Umur pekerja laundry dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan teori

Worksafe BC (2007) menjadi < 40 tahun dan ≥ 40 tahun. Berdasarkan analisis

bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja dengan umur < 40 tahun yang

mengalami keluhan subjektif sebanyak 10 orang (76,9%) dan yang tidak mengalami

keluhan subjektif sebanyak 3 orang (23,1%) dan pekerja dengan umur ≥ 40 tahun

yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 6 orang (85,7%) dan yang tidak

mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (14,3%). Berdasarkan uji chi square

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr

Pirngadi Medan Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Istiqomah (2013) terhadap tenaga kerja di PT. Iglas (Persero) yang mengatakan

bahwa umur tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan subjektif

dengan nilai p value 0,684. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Indra (2014) terhadap pekerja bagian dapur rumah sakit di Kota

Makassar menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur dengan keluhan akibat

tekanan panas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value > 0,05, yaitu sebesar 0,447.

Semakin bertambahnya umur seseorang akan menyebabkan respon kelenjar

keringat terhadap perubahan temperatur menjadi lebih lambat, sehingga proses

pengeluaran keringat menjadi kurang efektif dalam mengendalikan suhu tubuh

(NIOSH, 2016). Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang

lebih tua. Pekerja dengan umur lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya kurang

mampu dalam mengatasi panas (Worksafe BC, 2007).

Berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah

umur seseorang maka akan semakin sulit untuk mengatasi tekanan panas sehingga

akan lebih mudah mengalami keluhan subjektif. Hasil penelitian ini tidak sesuai

dengan teori yang ada menunjukkan pekerja dengan umur lebih muda (< 40 tahun)

lebih banyak mengalami keluhan subjektif dari umur ≥ 40 tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Hasil uji statisitik menujukkan tidak ada hubungan karena sebagian besar

responden berumur < 40 tahun sehingga pekerja dengan umur ≥ 40 tahun lebih

sedikit ditemukan mengalami keluhan subjektif. Dalam penelitian ini, peneliti

menyimpulkan bahwa sebagian besar umur pekerja laundry relatif muda, tetapi tidak

menutup kemungkinan untuk mengalami keluhan subjektif. Kondisi hasil penelitian

ini kemungkinan tidak tergantung tua atau muda umur seseorang melainkan faktor

lain seperti tekanan panas yang berlebihan diterima oleh pekerja juga berpengaruh

terhadap keluhan subjektif pada kedua kategori umur. Ketika pekerja laundry yang

berumur lebih muda (< 40 tahun) menerima tekanan panas yang berlebihan, tidak

mampu beradaptasi dan tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja

saat berada di lingkungan kerja panas maka akan berpotensi untuk mengalami

keluhan subjektif, hal ini terbukti bahwa pekerja muda lebih banyak mengonsumsi air

minum ≤ 7 gelas tidak sesuai anjuran dalam memenuhi kebutuhan cairan yang

diperlukan saat pekerja berada di lingkungan kerja panas, yaitu sebanyak 9 pekerja

laundry.

5.3 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di

RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Masa kerja pekerja laundry dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan

penelitian Fajrin (2014) menjadi ≤ 1 tahun dan > 1 tahun. Berdasarkan analisis

bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja dengan masa kerja ≤ 1 tahun

yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang (90,9%) dan pekerja dengan

masa kerja > 1 tahun yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 13 orang (13,6%)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang (3,4%). Berdasarkan

uji chi square diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjani

(2013) terhadap pekerja yang terpajan tekanan panas (heat stress) di pengasapan ikan

industri rumah tangga Kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal yang mengatakan

bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan

subjektif dengan nilai p value, yaitu sebesar 0,559.

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak pula dia

akan terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Masa kerja ini

berkaitan dengan aspek durasi terhadap paparan tekanan panas. Semakin lama durasi

seseorang terkena paparan panas, maka kemungkinan orang tersebut mengalami

keluhan kesehatan akan semakin tinggi. Seseorang dapat mengalami keluhan

subjektif dimulai saat masa kerja kerja sudah mencapai satu tahun. (Fazrin, 2014).

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada kemungkinan karena

pekerja dengan masa kerja > 1 tahun sudah beradaptasi terhadap lingkungan kerja

yang panas atau sudah teraklimatisasi. Menurut Salami dkk (2015), aklimatisasi

adalah suatu proses adaptasi fisiologis terhadap suhu tinggi. Aklimatisasi panas

biasanya tercapai setelah dua minggu. Bekerja dalam suhu tinggi saja belum dapat

menghasilkan aklimatisasi sempurna (Salami dkk, 2015). Maka kemungkinan pekerja

dengan masa kerja ≤ 1 tahun belum teraklimatisasi dengan sempurna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Hasil penelitian ini juga didukung dengan teori yang dikemukakan oleh

Suma’mur (1994) yang dikutip oleh Anjani (2013) bahwa tidak ada hubungan antara

masa kerja dengan keluhan subjektif pekerja, sebab semakin lama masa kerja akan

berpengaruh terhadap keterampilan dan pengalaman pekerja dalam melakukan

pekerjaannya, semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki semakin efisien bagi

pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat mengurangi beban kerja

yang pada akhirnya mengurangi kelelahan yang ditimbulkan. Masa kerja yang lama

membuat fisiologis tubuh seseorang sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan

kerjanya. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan pekerja dengan

masa kerja > 1 tahun lebih banyak tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4

pekerja, pekerja laundry dengan masa kerja > 1 tahun telah mengonsumsi air minum

> 7 gelas sehingga kebutuhan cairan yang diperlukan tubuh sudah terpenuhi saat

berada di lingkungan kerja panas. Banyaknya mengonsumsi air minum menunjukkan

bahwa pekerja laundry memiliki pengalaman kerja yang baik sehingga saat berada di

lingkungan kerja panas dapat beradaptasi dengan mengonsumsi air minum sesuai

kebutuhan air dalam tubuh. Dalam penelitian ini, bahwa faktor masa kerja bukan

faktor utama yang menyebabkan terjadinya keluhan subjektif melainkan faktor

tekanan panas yang berlebih diterima pekerja dan faktor konsumsi air minum.

5.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry

di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Berdasarkan analisis bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja

yang berjenis kelamin perempuan yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

orang (71,4%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang

(28,6%) dan pekerja yang berjenis kelamin laki-laki yang mengalami keluhan

subjektif sebanyak 6 orang (100,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p =

0,267 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan

Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjani

(2013) terhadap pekerja yang terpajan tekanan panas (heat stress) di pengasapan ikan

industri rumah tangga kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal yang mengatakan

bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan

subjektif dengan nilai p value, yaitu sebesar 0,353.

Menurut WHO (1969) yang dikutip oleh Salami dkk (2015) mengemukakan

adanya perbedaan dalam hal aklimatisasi antara pria dan wanita. Wanita tidak dapat

melakukan aklimatisasi sebaik pria dikarenakan mereka memiliki kapasitas

kardiovaskuler yang lebih kecil. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori

yang ada, kondisi tersebut dikarenakan pekerja laki-laki lebih besar tepapar panas

dari pekerja wanita sehingga seluruh pekerja laki-laki mengalami keluhan subjektif.

Dari hasil observasi peneliti di lapangan bahwa paparan panas di Instalasi laundry

bersumber dari mesin yang digunakan untuk menunjang proses pengelolaan linen.

Diketahui bahwa seluruh pekerja berjenis kelamin laki-laki dalam proses kerjanya di

Instalasi laundry memiliki tanggung jawab secara langsung dalam mengoperasikan

mesin dan setiap proses kerjanya pekerja akan berada di dekat mesin sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

pekerja laki-laki akan lebih besar terpapar tekanan panas dan pekerja laki-laki

mengabaikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja seperti kurangnya mengonsumsi

air minum yaitu 5 pekerja laki-laki dari 6 pekerja mengonsumsi air minum kurang

dari sesuai anjuran saat berada di lingkungan kerja panas yang meningkatkan risiko

pekerja untuk mengalami keluhan subjektif.

Jenis kelamin tidak terlalu banyak memberi pengaruh terhadap efek tekanan

panas. Kecenderungannya adalah laki-laki lebih sedikit mudah berkeringat dan

wanita yang memiliki tubuh gemuk lebih sulit untuk melakukan proses pendinginan

tubuh (Iriadisti, 2016). Teori ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan tidak

ada hubungan jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD

Dr Pirngadi Medan. Jadi, jenis kelamin tidak menjadi faktor yang berhubungan

dengan keluhan subjektif pada pekerja melainkan faktor tekanan panas berlebihan

yang diterima oleh pekerja dan faktor konsumsi air minum menyebabkan munculnya

keluhan subjektif.

5.5 Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di

RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Berdasarkan analisis bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja

dengan status gizi normal yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 11 orang

(78,6%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang (21,4%) dan

pekerja dengan status gizi lebih yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 5 orang

(83,3%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (16,7%).

Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan tidak ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

hubungan yang signifikan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja

laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Puspita (2012) terhadap pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT. Pertamina

(Persero) yang mengatakan bahwa status gizi (Indeks Massa Tubuh) tidak memiliki

hubungan yang signifikan terhadap keluhan subjektif dengan nilai p value, yaitu

sebesar 0,336.

Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon yang

berlebihan terhadap tekanan panas yang disebabkan oleh sistem kardiovaskuler yang

tidak stabil (Salami dkk, 2015). Kelebihan lemak menyebabkan meningkatnya

insulasi terhadap tubuh yang dapat mengurangi kehilangan panas dalam tubuh. Orang

dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan panas lebih banyak selama

kegiatan (Worksafe BC, 2007). Berat badan ekstra sering mengalami kesulitan dalam

situasi lingkungan kerja panas karena tubuh mengalami kesulitan menjaga

keseimbangan panas yang baik (Kuswana, 2016).

Berdasarkan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang

memiliki kelebihan berat badan akan lebih mudah untuk menghasilkan panas

sehingga lebih berisiko untuk mengalami keluhan subjektif. Namun hasil penelitian

ini tidak sejalan dengan teori yang ada. Hal ini bisa dikarenakan sebaran dari indeks

massa tubuh responden dalam sampel penelitian yang tidak merata. Jika dilihat dari

distribusi responden yang memiliki status gizi lebih yaitu sebanyak 6 orang. Jumlah

tersebut cukup sedikit jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

normal, yaitu sebanyak 14 orang dan diketahui bahwa proporsi kejadian keluhan

subjektif paling banyak dialami oleh responden yang memiliki status gizi dengan

kategori normal dibandingkan status gizi kategori lebih. Hal ini juga didukung hasil

penelitian puspita (2012), menunjukkan tidak ada hubungan indeks massa tubuh

dengan keluhan subjektif dikarenakan sebagian besar responden memiliki indeks

massa tubuh yang normal sehingga tidak proporsional indeks massa tubuh dalam

sampel penelitian yang menyebabkan sedikitnya ditemukan keluhan subjektif pada

pekerja IMT lebih dibandingkan IMT normal.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan distribusi responden berdasarkan status

gizi dengan kategori normal dan lebih (gemuk) lebih besar mengalami keluhan

subjektif dibandingkan tidak mengalami keluhan subjektif. Hal ini disebabkan

sebagian besar pekerja menerima paparan tekanan panas yang berlebih sehingga

dengan tekanan panas yang diterima, pekerja akan tetap mengalami keluhan subjektif

meskipun pekerja memiliki status gizi tidak lebih. Maka dari itu, status gizi tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di

RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018.

5.6 Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja

Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018

Berdasarkan analisis biavariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja

dengan konsumsi air minum ≤ 7 gelas yang mengalami keluhan subjektif sebanyak

15 orang (100,0%) dan pekerja dengan konsumsi air minum > 7 gelas yang

mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (20,0%) dan yang tidak mengalami

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

keluhan subjektif sebanyak 4 orang (80,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh

nilai p = 0,001 hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi

air minum dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi

Medan Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajrin

(2014) terhadap pekerja instalasi laundry Rumah Sakit di Kota Makassar yang

mengatakan bahwa konsumsi air minum memiliki hubungan yang signifikan terhadap

keluhan akibat tekanan panas dengan nilai p value, yaitu sebesar 0,000.

Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan

panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat

berlebih dan pengeluaran urin (Salami dkk, 2015). Keadaan dehidrasi akan mulai

tampak bila individu kehilangan cairan sekitar 2 liter air dalam tubuh. Lingkungan

kerja yang panas ataupun jenis pekerjaan yang berat membutuhkan air minum ≥ 2,8

Liter, sedangkan untuk jenis pekerjaan sedang atau pekerjaan dengan suhu

lingkungan tidak terlalu panas membutuhkan air minum minimal 1,9-2 Liter

(Soemarko, 2014).

Berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berada

dilingkungan panas dalam kurun waktu tertentu dapat menimbulkan dehidrasi.

Konsumsi air minum dalam jumlah yang cukup selama jam kerja dapat mencegah

timbulnya keluhan subjektif akibat tekanan panas. Hasil penelitian ini sejalan dengan

teori yang ada bahwa pekerja yang mengonsumsi air minum > 7 gelas lebih sedikit

mengalami keluhan subjektif, yaitu sebanyak 1 responden dibandingkan pekerja yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

mengonsumsi air minum ≤ 7 gelas, yaitu sebanyak 15 responden. Pekerja laundry

yang mengonsumsi air minum > 7 gelas sudah dapat mengganti cairan yang hilang

selama jam kerja dimana seseorang mulai tampak mengalami dehidrasi ketika

kehilangan cairan sebanyak 2 liter air dalam tubuh, ketika pekerja sudah

mengonsumsi air minum > 7 gelas atau setara 1 gelas sama dengan 250 ml maka

pekerja sudah mengonsumsi ± 2 liter air minum selama jam kerja sehingga konsumsi

air minum yang cukup akan mengurangi risiko mengalami keluhan subjektif.

Menurut hasil observasi di area penelitian, perusahaan telah menyediakan

fasilitas penyediaan air minum berupa air kemasan galon namun hanya berada di area

linen bersih sehingga bagi pekerja di area linen kotor sulit untuk menjangkau fasilitas

air minum yang tersedia. Hal ini kemungkinan akan berdampak pada banyaknya

konsumsi air minum pekerja, semakin jauh jangkauan lokasi fasilitas air minum maka

akan semakin sedikit pula konsumsi air minum dari pekerja.

Kurangnya konsumsi air minum juga dikarenakan pekerja yang kurang

memanfaatkan fasilitas air minum yang telah disediakan perusahaan dan kurang

peduli terhadap kesehatan mereka sehingga masih banyak didapati pekerja laundry

yang jarang mengonsumsi air mineral selama bekerja sehingga apabila pekerja

kurang dalam memenuhi cairan yang hilang akibat tekanan panas maka akan mudah

mengalami keluhan subjektif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja laundry di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara tekanan panas dan konsumsi air minum dengan keluhan

subjektif pada pekerja laundry di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi

Medan Tahun 2018.

2. Tidak ada hubungan antara umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi

dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Pirngadi Medan Tahun 2018.

6.2 Saran

1. Rumah Sakit perlu melakukan perbaikan dan perawatan terhadap fasilitas

pendingin temperatur ruangan yang tersedia seperti kipas angin agar dapat

dimanfaatkan secara optimal.

2. Rumah Sakit perlu menambah jumlah fasilitas penyediaan air minum di Instalasi

laundry yang mudah dijangkau oleh pekerja.

3. Pekerja harus meningkatkan konsumsi air minum untuk mengganti cairan tubuh

yang hilang selama bekerja.

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

ACGIH. 2005. Heat Stress and Heat Strain. http://www.acgih.org/docs/default-


source/TLV-BEI-Guidelines/tlv-bei-committee-operations-manuals/tlv-
pac_ops_man.pdf?sfvrsn=12. Diakses 24 November 2017.

Anjani, S. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subjektif Pada


Pekerja Yang Terpajan Tekanan Panas (Heat Stress) di Pengasapan Ikan
Industri Rumah Tangga Kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal. Skripsi
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro.
Semarang.

CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health and Safety). 2016. Hot
Environment-Health Effects and First Aid.
http://www.ccohs.ca.ca/oshanswers/phys_agents/health.html. Diakses 24
november 2017.

Depnakertrans RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER. 13/MEN/ X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta : Depnakertrans RI.

Fajrin, N. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kesehatan Akibat


Tekanan Panas pada Pekerja Instalasi Laundry Rumah Sakit di Kota
Makassar Tahun 2014. Makassar : Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin : 1-11.
Indra. 2014. Determinan Keluhan Akibat Tekanan Panas pada Pekerja Bagian Dapur
Rumah Sakit di Kota Makasssar. Makassar : Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin : 1-11.

Iriadisti, H. 2016. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Istiqomah, F.H. 2013. Faktor Dominan yang Berpengaruh Terhadap Munculnya


Keluhan Subjektif akibat Tekanan Panas pada Tenaga Kerja di PT. Iglas
(Persero) Tahun 2013. Surabaya: The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health. Vol. 2, No. 2 : 175–184.

Harrianto, R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja. Depok :
Semiloka Keterampilan Pengukuran Bahaya Fisik dan Kimia di Tempat
Kerja.

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70

Hunt, A.P. 2011. Heat Strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness in
Surface Mine Workers. The School of Human Movement Studies and the
Institute of Health and Biomedical Innovation. Queensland University of
Technology.

Kuswana, W.S. 2016. Ergonomi dan K3. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

NIOSH. 2016. Criteria For a Recommended Standart Occupational Exposure to Hot


Environments Revised Criteria 2016. U.S Department of Health and Human
Services National Institute for Occupational Safety and Health. Washington
DC.

Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi cetakan kedua.


Jakarta : Rineka Cipta.

Nurmianto, E. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi kedua.


Surabaya : Guna Wijaya.

Puspita, A.H. 2012. Analisis Tekanan Panas dan Tingkat Keluhan Subjektif pada
Pekerja di Area Produksi Pelumas Jakarta PT. Pertamina (Persero) Tahun
2012. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta.

Sabarguna, B.S. dan Rubaya, AK. 2011. Sanitasi Air dan Limbah Pendukung
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta : Salemba Medika.

Salami, I.R.S., dkk. 2015. Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Santoso, I. 2013. Manajemen Data Untuk Analisa Data Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Soedirman dan Suma’mur. 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes &
Keselamatan Kerja. Jakarta : Erlangga.
Soemarko, D.S. 2014. Bagaimana Mencegah Gangguan Fungsi Ginjal akibat
Pajanan Panas di Lingkungan Kerja ?. Jakarta : Komite Independen KK-
PAK BPJS Ketenagakerjaan : 1-12.

Suma'mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV


Sagung Seto.

Sucipto, C.D. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta : Gosyen


Publishing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Worksafe BC. 2007. Preventing Heat Stress At Work. British Columbia.:


http://www.worksafebc.com/publications/health_and_safety/by_topic/assets/p
df/heat_stress.pdf. Diakses 17 Desember 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF


AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA LAUNDRY DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH (RSUD) DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2018
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi S1
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

1. Mohon kuesioner ini diisi dengan jujur

2. Segala jawaban yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya.

3. Atas perhatian dan kerja sama ini saya ucapkan terima kasih.

TANGGAL : ________________________
WAKTU : ________________________
NO. RESPONDEN : ________________________
I. IDENTITAS RESPONDEN
Jenis Kelamin :Perempuan/Laki-laki
Umur : _________________________ Tahun
Masa Kerja : _________________________ Tahun
BAGIAN II INFORMASI KONSUMSI AIR MINUM
Petunjuk Pengisian

Berikan jawaban anda dengan asumsi bahwa1 gelas samadengan 250 ml dan air
minum yang dikonsumsi adalah air putih.

1. Berapa gelas air minum yang anda konsumsi selama jam kerja?
_________________________gelas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAGIAN III KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT TEKANAN PANAS

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda checklist ( ) di salah satu kolom yang disediakan sesuai dengan
keluhan subjektif yang anda rasakan.

1. Apakah selama jam kerja atau sesudah jam kerja anda merasa :

No Keluhan Subjektif Ya Tidak

1. Banyak mengeluarkan keringat

2. Merasa haus

3. Merasa lemas

4. Pusing

5. Mual

6. Cepat Lelah

7. Terdapat biang keringat

8. Kulit terasa kering

9. Kulit kemerahan

10. Nyeri otot

Sumber : Harrianto (2010),


Kuswana (2016)
Soedirman & Suma’mur (2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Struktur Organisasi RSUD Dr Pirngadi Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5. Hasil Pengukuran Tekanan Panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6. Denah Lokasi Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7. Master Data
No Tekanan Tekanan Umur Umurk Masa Masa Jenis Jenis Berat Tinggi IMT Status Konsumsi Konsumsi Keluhan Keluhan
Responden Panas panask (Tahun) Kerja Kerjak Kelamin Kelamink Badan Badan (Kg/m2) Gizik Air Air Subjektif Subjektifk
(OC) (Tahun) (Kg) (Cm) Minum Minumk
(Gelas)
1 29.9 2 55 2 36 2 P 1 54 148 24.6 2 3 1 Ada 1
2 29.9 2 54 2 15 2 P 1 68 155 28.3 3 7 1 Ada 1
3 29.9 2 57 2 35 2 P 1 60 153 25.6 3 7 1 Ada 1
4 27.8 1 56 2 36 2 P 1 72 151 31.5 3 8 2 Tidak 2
ada
5 27.8 1 37 1 13 2 P 1 60 156 24.6 2 10 2 Tidak 2
ada
6 29.9 2 29 1 8 2 P 1 80 160 31.3 3 7 1 Ada 1
7 29.9 2 44 2 1 1 P 1 70 157 28.4 3 5 1 Ada 1
8 29.9 2 36 1 15 2 P 1 41 148 18.7 2 4 1 Ada 1
9 27.8 1 33 1 14 2 L 2 50 150 22.2 2 7 1 Ada 1
10 29.9 2 60 2 17 2 P 1 70 165 25.7 3 4 1 Ada 1
11 27.8 1 38 1 12 2 P 1 50 160 19.5 2 9 2 Tidak 2
ada
12 27.8 1 30 1 10 2 P 1 46 156 18.9 2 3 1 Ada 1
13 29.9 2 30 1 12 2 L 2 75 175 24.5 2 6 1 Ada 1
14 29.9 2 35 1 10 2 P 1 42 149 18.9 2 4 1 Ada 1
15 27.8 1 38 1 14 2 P 1 43 145 20.5 2 13 2 Tidak 2
ada
16 29.9 2 35 1 10 2 L 2 57 167 20.5 2 5 1 Ada 1
17 29.9 2 31 1 9 2 L 2 50 162 19.1 2 7 1 Ada 1
18 29.9 2 37 1 4 2 P 1 56 160 21.8 2 5 1 Ada 1
19 29.9 2 40 2 1 1 L 2 55 170 19 2 7 1 Ada 1
20 27.8 1 34 1 1 1 L 2 65 164 24.2 2 8 2 Ada 1
: Pengkodean dengan SPSS : Data Sebelum di Kode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keterangan Master Data :

Kategori
Variabel Keterangan

1 2 3
Jenis Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki -
Kelamink Kategorik

Keluhan Keluhan Ada Tidak Ada -


Subjektifk Subjektif
Kategorik

Tekanan Tekanan Panas Tempat Kerja Tempat Kerja Tidak -


Panask Kategorik Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

Umurk Umur Kategorik < 40 Tahun ≥ 40 Tahun -

Masa Kerjak Masa Kerja ≤ 1 Tahun > 1 Tahun -


Kategorik

Status gizik Status Gizi Kurus Normal Lebih


Kategorik

Konsumsi Air Konsumsi Air ≤ 7 Gelas > 7 Gelas -


Minumk Minum Kategorik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KELUHAN SUBJEKTIF
No Banyak Merasa Merasa Pusing Mua Cepat Terdapat Kulit Kulit Nyer Kategori
Responden mengeluarkan haus lemas l Lelah Biang Terasa Kemerahan i Keluhan
keringat Keringat Kering Otot Subjektif

1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 Ada

2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 Ada

3 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada

4 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
5 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
6 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 Ada

7 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada
8 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 Ada
9 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 Ada

10 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 Ada

11 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
12 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada

13 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 Ada

14 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 Ada

15 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada

16 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 Ada

17 1 1 1 2 2 1 2 1 2 2 Ada

18 1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 Ada

19 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 Ada

20 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 Ada

Keterangan

Keluhan Subjektif : Ya :1 : Tidak Ada Keluhan Subjektif


Tidak : 2 : Ada Keluhan Subjektif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8. Output
Frequencies
[DataSet1] F:\spss\spss skripsi ria triami .sav
Statistics
tekanan umur masa kerja Jenis status gizi konsumsi keluhan
panas kategorik kategorik kelamink kategorik air minum subjektif
kategorik kategorik kategorik

20 20 20 20 20 20 20
Valid
N
Missin 0 0 0 0 0 0 0
g
Frequency Table
tekanan panas kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

7 35.0 35.0 35.0


tempat kerja memenuhi
syarat

Valid 13 65.0 65.0 100.0


tempat kerja tidak
memenuhi syarat

Total 20 100.0 100.0

umur kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<40 tahun 13 65.0 65.0 65.0
Valid >= 40 tahun 7 35.0 35.0 35.0
Total 20 100.0 100.0

masa kerja kategorik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

3 15.0 15.0 15.0


<= 1 Tahun
17 85.0 85.0 85.0
Valid > 1 tahun
20 100.0 100.0
Total

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jenis kelamink

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

14 70.0 70.0 70.0


perempuan
6 30.0 30.0 100.0
Valid laki-laki

20 100.0 100.0
Total

status gizi kategorik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
normal 14 70.0 70.0 70.0

Valid lebih 6 30.0 30.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

konsumsi air minum kategorik


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

15 75.0 75.0 75.0


<= 7 gelas
Valid > 7 gelas 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

keluhan subjektif kategorik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

16 80.0 80.0 80.0


ada
Valid tidak ada 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
tekanan panas kategorik * 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%
keluhan subjektif kategorik

umur kategorik * keluhan 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%


subjektif kategorik

masa kerja kategorik * 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%


keluhan subjektif kategorik

jeniskelamink * keluhan 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%


subjektif kategorik
status gizi kategorik * keluhan 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%
subjektif kategorik
konsumsi air minum kategorik 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%
* keluhan subjektif kategorik

tekanan panas kategorik * keluhan subjektif kategorik

Crosstab
keluhan subjektif Total
kategorik
ada tidak ada
Count 3 4 7
Expected Count 5.6 1.4 7.0
tempat kerja memenuhi % within tekanan 42.9% 57.1% 100.0%
syarat panas kategorik
% within keluhan 18.8% 100.0% 35.0%
tekanan panas subjektif kategorik
kategorik Count 13 0 13
Expected Count 10.4 2.6 13.0
tempat kerja tidak % within tekanan 100.0% 0.0% 100.0%
memenuhi syarat panas kategorik
% within keluhan 81.3% 0.0% 65.0%
subjektif kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within tekanan 80.0% 20.0% 100.0%
panas kategorik
% within keluhan 100.0% 100.0% 100.0%
subjektif kategorik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.286 1 .002
b 6.058 1 .014
Continuity Correction
Likelihood Ratio 10.455 1 .001
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear Association 8.821 1 .003
N of Valid Cases 20
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
b. Computed only for a 2x2 table

umur kategorik * keluhan subjektif kategorik


Crosstab

keluhan subjektif kategorik Total

ada tidak ada


Count 10 3 13

Expected Count 10.4 2.6 13.0


< 40 tahun
% within umur kategorik 76.9% 23.1% 100.0%
% within keluhan subjektif
kategorik 62.5% 75.0% 65.0%
umur kategorik
Count 6 1 7
Expected Count 5.6 1.4 7.0
>= 40 tahun
% within umur kategorik 85.7% 14.3% 100.0%
% within keluhan subjektif
37.5% 25.0% 35.0%
kategorik
Count 16
16 4
Expected Count 16.0
16.0 4.0
Total 80.0%
% within umur kategorik 80.0% 20.0%
% within keluhan subjektif 100.0%
kategorik 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .220 1 .639
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .229 1 .632
Fisher's Exact Test 1.000 .561
Linear-by-Linear Association .209 1 .648
N of Valid Cases 20

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masa kerja kategorik * keluhan subjektif kategorik
masa kerja kategorik * keluhan subjektif kategorik Crosstabulation
keluhan subjektif Total
kategorik
Ada tidak ada
Count 3 0 3
Expected Count 2.4 .6 3.0
<= 1 tahun
% within masa kerja kategorik 100.0% 0.0% 100.0%
% within keluhan subjektif
18.8% 0.0% 15.0%
masa kerja kategorik
kategorik Count 13 4 17
Expected Count 13.6 3.4 17.0
> 1 tahun
% within masa kerja kategorik 76.5% 23.5% 100.0%
% within keluhan subjektif
81.3% 100.0% 85.0%
kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within masa kerja kategorik 80.0% 20.0% 100.0%
% within keluhan subjektif 100.0% 100.0% 100.0%
kategorik
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .882 1 .348
b
Continuity Correction .025 1 .876
Likelihood Ratio 1.466 1 .226
Fisher's Exact Test 1.000 .491
Linear-by-Linear Association .838 1 .360
N of Valid Cases 20

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jeniskelamink * keluhan subjektif kategorik
Crosstab
keluhan subjektif kategorik Total
ada tidak ada
Count 10 4 14
Expected Count 11.2 2.8 14.0
perempuan % within jeniskelamink 71.4% 28.6% 100.0%
% within keluhan subjektif 62.5% 100.0% 70.0%
kategorik
jeniskelamink
Count 6 0 6
Expected Count 4.8 1.2 6.0
laki-laki % within jeniskelamink 100.0% 0.0% 100.0%
% within keluhan subjektif 37.5% 0.0% 30.0%
kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within jeniskelamink 80.0% 20.0% 100.0%
% within keluhan subjektif 100.0% 100.0% 100.0%
kategorik

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.143 1 .143
b
Continuity Correction .729 1 .393
Likelihood Ratio 3.265 1 .071
Fisher's Exact Test .267 .207
Linear-by-Linear Association 2.036 1 .154
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.20.
b. Computed only for a 2x2 table

status gizi kategorik * keluhan subjektif kategorik


Crosstab
keluhan subjektif kategorik Total
ada tidak ada
Count 11 3 14
Expected Count 11.2 2.8 14.0
normal % within status gizi kategorik 78.6% 21.4% 100.0%
% within keluhan subjektif 68.8% 75.0% 70.0%
kategorik
status gizi kategorik
Count 5 1 6
Expected Count 4.8 1.2 6.0
lebih % within status gizi kategorik 83.3% 16.7% 100.0%
% within keluhan subjektif 31.3% 25.0% 30.0%
kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within status gizi kategorik 80.0% 20.0% 100.0%
% within keluhan subjektif 100.0% 100.0% 100.0%
kategorik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .060 1 .807
b .000 1 1.000
Continuity Correction
Likelihood Ratio .061 1 .805
Fisher's Exact Test 1.000 .657
Linear-by-Linear Association .057 1 .812
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.20.
b. Computed only for a 2x2 table

konsumsi air minum kategorik * keluhan subjektif kategorik


Crosstab
keluhan subjektif Total
kategorik
Ada tidak ada
Count 15 0 15
Expected Count 12.0 3.0 15.0
<= (7 gelas) % within konsumsi air 100.0% 0.0% 100.0%
minum kategorik
% within keluhan 93.8% 0.0% 75.0%
konsumsi air minum subjektif kategorik
kategorik Count 1 4 5
Expected Count 4.0 1.0 5.0
> (7 gelas) % within konsumsi air 20.0% 80.0% 100.0%
minum kategorik
% within keluhan 6.3% 100.0% 25.0%
subjektif kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within konsumsi air 80.0% 20.0% 100.0%
minum kategorik
% within keluhan 100.0% 100.0% 100.0%
subjektif kategorik

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 15.000 1 .000
b 10.417 1 .001
Continuity Correction
Likelihood Ratio 15.012 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 14.250 1 .000
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Statistics Keluhan Subjektif

banyak merasa merasal pusi mual cepatl terdapat kulittera kulitkem nyeri
mengel haus emas ng elah biangke sakering erahan otot
uarkank ringat
eringat
Vali 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
d
N
Miss 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ing

Banyak mengeluarkan keringat


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 20 100.0 100.0 100.0

Merasa haus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 20 100.0 100.0 100.0

Merasa lemas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 16 80.0 80.0 80.0


Valid tidak 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pusing
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 4 20.0 20.0 20.0


Valid tidak 16 80.0 80.0 80.0
Total 20 100.0 100.0

Mual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 1 5.0 5.0 5.0


Valid tidak 19 95.0 95.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cepat lelah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 11 55.0 55.0 55.0


Valid tidak 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Terdapat biang keringat


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 4 20.0 20.0 20.0


Valid tidak 16 80.0 80.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Kulit terasa kering


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 6 30.0 30.0 30.0


Valid tidak 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Kulit kemerahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 4 20.0 20.0 20.0


Valid tidak 16 80.0 80.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Nyeri otot
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ya 11 55.0 55.0 55.0


Valid tidak 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 9. Dokumentasi

Area Linen Kotor Area Linen Bersih

Gambar 1. Kondisi Ruangan di Instalasi Laundry

Gambar 2. Proses Pengukuran Tekanan Panas di Instalasi Laundry

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3. Proses Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan pada Pekerja Laundry

Gambar 4. Pengisian Kuesioner pada Pekerja Laundry

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 5. Pengisian Kuesioner pada Pekerja Laundry

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai