2018
Triami, Ria
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6107
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
SUBJEKTIF AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA
LAUNDRY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(RSUD) DR PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2018
SKRIPSI
OLEH :
RIA TRIAMI
NIM. 141000653
OLEH :
RIA TRIAMI
NIM. 141000653
beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Ria Triami
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tekanan panas merupakan salah satu kondisi kerja dari faktor fisik di
lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan bagi pekerja. Dalam keadaan
tertentu tekanan panas berpengaruh terhadap produktivitas, performa kerja dan
juga berpotensi menimbulkan berbagai keluhan kesehatan bagi pekerja. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr Pirngadi Medan Tahun 2018.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode survei analitik dengan
rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 20 pekerja
laundry. Sampel adalah total populasi sebanyak 20 pekerja laundry. Lokasi
penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan sebagai
tempat bekerja bagi pekerja laundry. Analisis data yang digunakan adalah analisis
univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 16 pekerja (80%)
mengalami keluhan subjektif dan 4 pekerja (20%) tidak mengalami keluhan
subjektif. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
tekanan panas dan konsumsi air minum dengan keluhan subjektif. Sedangkan
umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan dengan keluhan subjektif.
Disarankan agar perusahaan melakukan perbaikan dan perawatan terhadap
fasilitas pendingin temperatur ruangan yang tersedia agar dapat dimanfaatkan
secara optimal, menambah jumlah fasilitas penyediaan air minum yang mudah
dijangkau oleh pekerja dan sebaiknya pekerja meningkatkan mengonsumsi air
minum.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Medan. Beragama Islam, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan
Ayahanda H. Agusman Gafri dan Ibunda Hj. Muliani. Penulis bertempat tinggal
Kesehatan Kerja.
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
(RSUD) Dr Pirngadi Medan Tahun 2018”. Skripsi ini merupakan salah satu
skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
moril maupun materil, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS dan dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku
dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Dra. Lina Tarigan, Apt., MS dan Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku
6. Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak
Umum Daerah Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada penulis
9. Yang teristimewa untuk kedua orang tua tercinta ibunda Hj. Muliani dan
Lisa Zahara, SH, dan Fitri Agusli dan Rizky Pratama Ramadhan yang telah
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis masih menyadari bahwa tugas skripsi ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi
siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan.
Ria Triami
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................35
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................35
3.2.1 Lokasi Penelitian .....................................................................35
3.2.2 Waktu Penelitian .....................................................................35
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Populasi dan Sampel ...........................................................................35
3.3.1 Populasi ...................................................................................35
3.3.2 Sampel .....................................................................................36
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................36
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ......................................................36
3.5.1 Variabel ...................................................................................36
3.5.2 Definisi Operasional ................................................................37
3.6 Teknik Pengukuran .............................................................................38
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................42
3.7.1 Teknik Pengolahan ..................................................................42
3.7.2 Analisis Data ...........................................................................42
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.6 Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subjektif Pada
Pekerja Laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018 ..............65
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Lingkungan kerja harus ditangani
dan didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk
melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman (Tarwaka dkk, 2004).
Suhu yang nyaman bagi pekerja sekitar 20oC sampai 27oC dan dalam situasi
humiditas berkisar 35% sampai 60%. Apabila temperatur dan humiditas lebih tinggi,
pekerja akan merasa tidak nyaman, terganggunya mekanisme penyesuaian tubuh dan
produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik
merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula (Suma’mur,
lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut berasal dari faktor kimiawi, fisika, biologis
dan psikis. Dari berbagai faktor yang ada, temperatur ekstrem merupakan salah satu
Temperatur lingkungan kerja adalah salah satu faktor fisik yang berpengaruh
dalam kondisi temperatur yang ektsrem. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
ekstrem meliputi kondisi panas dan dingin yang berada diluar batas kemampuan
manusia untuk beradaptasi (Hendra, 2009). Tekanan panas (heat stress) di suatu
kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai aktivitas dari seseorang
(Salami dkk, 2015). Selanjutnya, apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus
berlanjut maka resiko terjadi gangguan kesehatan akan meningkat (Tarwaka dkk,
2004).
Menurut Grantham dan Bernard yang dikutip oleh Tarwaka dkk (2004),
reaksi fisiologis akibat tekanan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan
fisiologis yang sangat sederhana sampai terjadi penyakit yang serius berupa dehidrasi,
heat syncope, heat rashes, heat cramp, heat exhaustion dan heat stroke. Menurut
NIOSH (2016), respon fisiologis akibat tekanan panas yang terjadi pada masing-
masing individu tidak sama, munculnya respon fisiologis tersebut disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor yang berhubungan dengan respon fisiologis akibat tekanan
panas meliputi status hidrasi dan faktor individu seperti aklimatisasi, umur, jenis
Control and Prevention (2008) yang dikutip oleh NIOSH (2016), hasil penelitian di
Amerika menunjukkan terjadi 423 kematian pekerja selama tahun 1992-2006 yang
diakibatkan oleh terpajan panas pada tubuh. Menurut Bureau of Labor Statistics
(2011) yang dikutip oleh NIOSH (2016) menunjukkan terjadi 4.190 kasus cedera atau
penyakit yang disebabkan oleh paparan panas di lingkungan kerja yang panas dan
diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap
Batas (NAB) faktor fisika di lingkungan kerja. Dalam peraturan tersebut berisi
tentang standar suhu lingkungan berdasarkan kategori beban kerja dan pola istirahat
kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
panas pada tenaga kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik bahwa keluhan subjektif yang
paling sering dirasakan pekerja adalah rasa sangat haus (73%) dari 52 pekerja sebagai
sampel. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan shift kerja (p value =
0,001) dan ukuran tubuh (p value = 0,005) terhadap munculnya keluhan subjektif
Salah satunya faktor fisik seperti suhu panas yang dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja (Sucipto, 2014). Lingkungan kerja di Rumah
Sakit yang berpotensi menimbulkan dampak bahaya suhu panas adalah Instalasi
laundry. Hal ini sejalan dengan penelitian Fajrin (2014) tentang faktor yang
berhubungan dengan keluhan kesehatan akibat tekanan panas pada pekerja instalansi
laundry di Rumah Sakit Kota Makassar menunjukkan suhu ruangan berkisar antara
banyak berkeringat sebagai keluhan yang paling banyak dirasakan akibat tekanan
panas. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna keluhan
kesehatan akibat tekanan panas dengan suhu (p value = 0,000), umur (p value =
0,004), lama kerja (p value = 0,000), masa kerja (p value = 0,000), waktu istirahat (p
RSUD Dr Pirngadi Medan adalah salah satu unit pelayanan kesehatan yang
berstatus milik pemerintah Kota Medan dengan tipe kelas B dan memiliki unit
pengelolaan linen sendiri yang diatur dalam instalasi laundry. Diketahui bahwa
pekerja sebanyak 20 orang. Jam kerja masuk hari Senin sampai dengan Sabtu mulai
dari pukul 08:00 WIB sampai pukul 14:30 WIB dan 60 menit waktu istirahat. Waktu
kerja yang terlalu lama yaitu lebih dari 40 jam seminggu dalam 6 hari kerja dengan
tekanan panas yang besar berisiko bagi pekerja untuk mengalami penyakit akibat
tekanan panas. Pekerja laundry termasuk kategori beban kerja sedang seperti berdiri,
kerja sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.
menangani linen pada setiap tahapan proses, tetapi setiap pekerja menangani
pekerjaan sejak dari penerimaan sampai pencucian terdiri dari 7 orang di area linen
kotor dan proses pengeringan sampai pendistribusian terdiri dari 13 orang di area
linen bersih namun pekerja laki-laki memiliki tanggung jawab langsung dalam
tekanan panas terjadi saat proses pencucian, pengeringan dan penyetrikaan yang
dihasilkan dari mesin dan iklim kerja paling panas adalah proses penyetrikaan
menggunakan 2 unit mesin setrika rol yaitu flat work ironer dengan temperatur inlet
80-100oC. Mesin ini tidak tertutup dan memiliki silinder yang panas. Lokasi kerja
berada disatu tempat yang sama sehingga semua pekerja terkena dampak dari paparan
beberapa sarana, yaitu 4 unit mesin cuci memiliki temperatur inlet 60-70 oC, 2 unit
mesin pengering memiliki temperatur inlet 60-70 oC, 2 unit mesin setrika rol dengan
temperatur inlet 80-100 oC, 2 unit mesin cuci selimut, 4 unit meja berbentuk persegi
untuk pelipatan linen dan 12 unit troli. Luas tempat kerja kira-kira 12 x 8 meter
persegi berbentuk persegi panjang, terdiri dari area linen kotor yang terdapat proses
penerimaan dan pencucian linen dengan luas kira-kira 12 x 4 meter persegi dan area
linen bersih terdapat proses pengeringan sampai pendistribusian dengan luas kira-kira
12 x 4 meter persegi. Lantai terbuat dari keramik dan atap terbuat dari asbes.
Terdapat 12 ventilasi yang dilapisi kain kasa dan 5 kipas angin, tetapi yang berfungsi
hanya 3. Ketersedian kipas angin tidak mengurangi efek panas pada beberapa pekerja.
pekerja tersebut mengaku tetap merasa panas meskipun kipas angin telah dihidupkan.
panas, tidak nyaman saat bekerja, merasa lemas, merasa haus dan banyak
mengeluarkan keringat dan keluhan yang dirasakan pekerja sebagai bentuk keluhan
subjektif akibat tekanan panas. Oleh karena itu, peneliti berkeinginan untuk
melakukan suatu penelitian yang berjudul “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan
Pirngadi Medan”.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan
dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr
Pirngadi Medan.
dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr
Pirngadi Medan.
1. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan keluhan subjektif pada
pekerja laundry.
2. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry.
3. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada
pekerja laundry.
4. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada
pekerja laundry.
5. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada
pekerja laundry.
1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry.
2. Ada hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.
4. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry.
5. Ada hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry.
6. Ada hubungan antara konsumsi air minum dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry.
berbagai pihak :
keluhan subjektif akibat tekanan panas sehingga pekerja sadar dan tahu tindakan
2. Memberikan masukan bagi rumah sakit agar dapat melakukan tindakan preventif
terjadinya penyakit akibat kerja dan perbaikan lingkungan kerja dalam rangka
TINJAUAN PUSTAKA
udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat
Iklim (cuaca) kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi. Kombinasi dari keempat faktor
tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri disebut
tekanan panas (heat stress). Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24-
26°C (Suma’mur, 2009). Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas
khusus adalah tekanan panas. Tekanan panas adalah beban panas keseluruhan
pada tubuh, temasuk panas lingkungan dan produksi panas tubuh bagian dalam
karena bekerja keras. Ringan atau sedang tekanan panas, mungkin tidak nyaman
dan dapat mempengaruhi kinerja dan keamanan, tetapi biasanya tidak berbahaya
kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai aktivitas dari seseorang.
Tekanan panas juga diartikan suatu mikro metereologi dari lingkungan kerja.
pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia serta dapat mengakibatkan rasa
Tubuh dapat menerima panas dengan dua cara, yaitu mendapatkan panas
dari tubuh itu sendiri melalui aktivitas dan juga dapat menyerap panas dari
lingkungan.
Panas dari aktivitas merupakan jumlah panas yang berasal dari tubuh
pekerja itu sendiri (Worksafe BC, 2007). Panas yang diakibatkan metabolisme
sangat tergantung kepada aktivitas tubuh. Berikut ini adalah tabel yang
menyajikan hubungan antara panas yang dihasilkan oleh metabolisme dan tingkat
dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan sekitar. Iklim (cuaca) kerja adalah
kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan
kelembaban tinggi, kontak fisik langsung dengan benda panas, atau kegiatan fisik
yang berat memiliki potensi untuk menginduksi tekanan panas pada pekerja yang
terlibat dalam operasi tersebut. Tempat tersebut meliputi peleburan besi dan baja,
Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat
bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26°C bagi orang
panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu
1. Keseimbangan Panas
kesetimbangan suhu tubuh. Panas yang keluar ataupun yang diperoleh tubuh dapat
S=M+C+R+K+E
Dengan,
S = Jumlah total panas yang diperoleh atau keluar dari tubuh; idealnya, nilai ini
mendekati nol
Panas dari lingkungan dapat berpindah dari satu objek ke objek lain setiap
waktu. Pertukaran panas pada tubuh pekerja dalam lingkungan yang dihadapi
a. Konduksi
lantai, mebel, dan bagian-bagian peralatan yang dipegang (handle) yang berada
b. Konveksi
Konveksi bergantung pada aliran fluida untuk mengangkut panas dari objek yang
hasil dari daya apung fluida hangat dalam pendingin cairan sekitarnya. Jika ada
aliran eksternal yang dipaksakan, seperti angin maka tingkat konvektif akan
c. Radiasi
diantara tubuh manusia dan sekelilingnya (dinding, benda mati, manusia) dalam
kedua arah dan sepanjang waktu. Sebagai kebalikan dari proses konduksi atau
aliran udara. Hal itu bergantung sekali pada perbedaan temperatur diantara kulit
Pertukaran panas tubuh oleh proses radiasi bergantung pada suhu benda-
benda yang berada di sekeliling permukaan tubuh (Harrianto, 2010). Jumlah panas
sangat bervariasi sekali tergantung dari kasusnya. Rata – rata panas yang hilang
adalah sebesar 1000-1500 kkal dalam sehari, terhitung untuk 40-60% total panas
d. Evaporasi
difusi molekul air secara terus-menerus melalui kulit dan sistem pernapasan
(Kuswana, 2016). Salah satu respon tubuh yang bersifat otomatis untuk mengatasi
manusia cukup besar, sekitar 500 gram/m2 permukaan kulit per jam bahkan dapat
temperatur sekeliling diatas 25oC, kulit manusia mampu untuk kehilangan panas
mekanisme yang ada. Dari sini hilangnya panas karena proses penguapan keringat
(Nurmianto, 2008).
dalam tubuh atau biasa dikenal dengan heat strain (Puspita, 2012). Heat strain
adalah keseluruhan respon fisiologis hasil dari tekanan panas (heat stress).
gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai terjadi penyakit yang serius.
Penyakit serius tersebut berupa dehidrasi, heat syncope, heat rashes, heat cramp,
fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara diluar
a. Vasodilatasi
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain
Kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-
27oC dan kelembaban 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman,
1. Kelainan Kulit :
a. Heat edema biasanya terjadi pada pekerja yang berada pada lingkungan
2. Heat cramps, yaitu timbul rasa nyeri tajam di otot paling sering terjadi pada
otot-otot fleksor tangan dan kaki untuk beberapa menit atau jam.
penglihatan gelap, rasa sangat haus, mual, muntah, diare, kesemutan dan
kram otot.
5. Heat stroke, yaitu gangguan kesehatan yang paling serius ditandai dengan
gejala kulit memerah, kering, suhu tubuh lebih dari 41 oC, lemas, sakit kepala,
dengan beban kerja tertentu di lingkungan kerja dengan panas yang tinggi dapat
menderita gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan suhu udara panas
(heat- related disease). Dengan demikian, sangat penting untuk mengetahui dan
mampu mengenali tanda-tanda serta gejala dari heat- related disease, berkisar dari
yang biasanya berupa kondisi fatal, antara lain heat stroke. Berikut ini adalah
1. Heat rash adalah iritasi kulit yang disebabkan oleh keringat yang terlalu
banyak atau biang keringat karena panas dan lembab. Pada kulit tampak
seperti cluster merah dan kulit melenting (pimples) atau blister kecil.
hilangnya garam Na dari tubuh. Heat cramp terasa sebagai otot lengan, kaki,
atau perut menjadi nyeri akibat kontraksi mendadak (muscle spasms). Suhu
3. Heat syncope adalah tiba-tiba terserang pusing atau fainting yaitu keadaan
tidak sadar secara sementara atau lemas sesudah bekerja atau mengeluarkan
tenaga dalam lingkungan yang panas atau terpapar suhu yang tinggi dengan
tanda-tanda kulit pucat dan berkeringat tetapi tetap dingin, denyut nadi cepat
4. Kelelahan akibat panas (heat exhaustion) adalah isyarat bahwa tubuh menjadi
sangat banyak, suhu tubuh biasanya normal, denyut nadi normal atau
meningkat, kulit dingin, lembab, dan lengket. Heat exhaustion adalah bentuk
suhu tinggi.
5. Heat stroke adalah kondisi serius yang mengancam nyawa apabila tubuh
hitungan menit, suhu tubuh di atas 40oC bahkan, mungkin lebih tinggi
b) Kebingungan
d) Perilaku eksentrik
i) Tidak berkeringat
6. Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh karena terlalu banyak keluar
Menurut Kuswana (2016), terjadi tiga tahap yang timbul jika terpapar
dengan suhu tinggi yang ekstrem. Tahapan ini dapat dimulai dari yang paling
menimbulkan kematian. Tingkatan yang paling ringan dikenal dengan istilah heat
cramps. Gejalanya adalah kram otot yang amat menyakitkan akibat keringat yang
berlebihan. Biasanya terjadi pada otot lengan atau kaki. Tingkatan yang
berat, merasa haus, lemas, pusing, mual, sakit kepala dan lelah. Jika heat
exhaustion tidak segera ditangani maka cepat berlanjut ke tingkatan yang terberat
yang dikenal dengan istilah heat stroke. Gejalanya antara lain berkeringat, suhu
tubuh lebih dari 41oC, kulit yang panas, memerah, sampai tidak berkeringat
(kering), penurunan kesadaran, denyut nadi yang cepat dan pernapasan yang cepat
dan dalam.
individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-27oC dan kelembaban
35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman. Apabila gejala-gejala
akibat tekanan panas tidak segera ditangani dengan baik dapat berujung pada
Munculnya gejala akibat tekanan panas melalui beberapa tahap dari gejala
tingkat ringan sampai dengan gejala tingkat berat (Kuswana, 2016). Adapun
keluhan subjektif yang paling sering muncul akibat tekanan panas berdasarkan
teori Harrianto (2010), Suma’mur dan Soedirman (2014) serta Kuswana (2016),
yaitu banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas. Maka dalam
Panas
alkohol, status gizi dan masa kerja. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan
(2016) dan Hunt (2011), respon fisiologis akibat tekanan panas dipengaruhi oleh
status hidrasi. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
1. Tekanan Panas
efektivitas kerja. Saat pekerja berada di tempat kerja dengan tekanan panas akan
mengalami pross aklimatisasi, yaitu suhu tubuh akan meningkat dan untuk
mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi, tubuh akan
melepas panas melalui peningkatan aliran darah dan keluar keringat. Jika
pelepasan panas tidak seimbang dengan panas yang diproduksi tubuh akan terjadi
penyakit serius seperti heat syncope, heat exhaustion sampai heat stroke
(Suma’mur, 2009).
2. Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih
tua. Pekerja dengan umur lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya kurang
mampu dalam mengatasi panas. Pada orang dewasa yang lebih tua, fungsi jantung
menjadi kurang efisien. Oleh karena itu, pengeluaran keringat terjadi lebih lambat
dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh
(NIOSH, 2016).
3. Jenis Kelamin
aklimatisasi antara pria dan wanita. Wanita tidak dapat melakukan aklimatisasi
kecil (Salami dkk, 2015). Kapasitas rata-rata wanita mirip dengan seorang anak
laki-laki. Mereka cenderung tidak bisa melakukan pekerjaan yang sama dengan
pekerjaan rata-rata pria dewasa. Semua aspek toleransi panas pada wanita belum
mereka bekerja pada proporsi yang sama, wanita melakukan pekerjaan tersebut
kurang baik daripada pria. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat sedikit
perbedaan dalam kapasitas termoregulatori antara pria dan wanita (NIOSH, 2016).
4. Status gizi
dalam tubuh. Orang dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan panas
5. Aklimatisasi
pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi, dan suhu tubuh
berada pada tempat dengan iklim (cuaca) baru. Proses aklimatisasi memerlukan
baru. Pekerja baru yang mulai bekerja pada lingkungan kerja dengan tekanan
6. Konsumsi Alkohol
Alkohol akan mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan peripheral yang
meningkatkan resiko terjadinya heat strain (NIOSH, 2016). Asupan alkohol dapat
7. Status Hidrasi
kehilangan air melalui urin, keringat, feses dan pernafasan. Terutama melalui
keringat saat bekerja di lingkungan kerja yang panas. Dengan kehilangan air
beredar tetap besar sangat penting untuk keamanan termoregulasi tubuh saat
terjadi pajanan panas. Dehidrasi cepat terjadi jika tubuh kehilangan air dan tidak
segera digantikan melalui makanan dan konsumsi cairan. Secara umum, dehidrasi
keringat dan aliran darah kulit sehingga perpindahan panas dari tubuh berkurang,
suhu tubuh meningkat dan resiko heat stress lebih tinggi (Hunt, 2011).
sekitar 2 liter air dalam tubuh. Lingkungan kerja yang panas ataupun jenis
pekerjaan yang berat membutuhkan air minum ≥ 2,8 Liter, sedangkan untuk jenis
pekerjaan sedang atau pekerjaan dengan suhu lingkungan tidak terlalu panas
membutuhkan air minum minimal 1,9-2 Liter. Memastikan bahwa pekerja dalam
lingkungan panas cukup terhidrasi dengan baik adalah salah satu cara yang paling
efektif untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Agar terhindar dari
dehidrasi, seseorang harus minum secara teratur yakni satu jam sekali. Umumnya,
manusia membutuhkan 2-2,5 liter air. Paling sederhana, jika kebutuhan air 2 liter
air maka seseorang membutuhkan 150-250 ml air atau setara 8-16 gelas
(Soemarko, 2014).
yang terbaik dicapai dengan meminum sejumlah air dengan interval waktu yang
pendek, misalnya 250-300 ml setiap 20-30 menit dan lebih baik bila juga
8. Masa Kerja
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak pula
dia akan terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Masa
kerja ini berkaitan dengan aspek durasi terhadap paparan tekanan panas. Semakin
lama durasi seseorang terkena paparan panas, maka kemungkinan orang tersebut
keluhan subjektif dimulai saat masa kerja mencapai satu tahun (Fajrin, 2014).
dapat diukur menggunakan Area Heat Stress Monitor yaitu suatu alat digital
untuk mengukur tekanan panas dengan parameter indeks suhu bola basah (ISBB).
Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi.
b. Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.
1. Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami
oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk
namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu
a) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu bola + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja
b) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu bola (untuk pekerjaan tanpa sinar
matahari)
jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta
panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan
4. Indeks Belding-Hacth
yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat
dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas.
B. Metode Pengukuran
Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu
Cara Kerja :
PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di
tempat kerja. Nilai ambang batas ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko
terjadinya gangguan kesehatan akibat suhu lingkungan kerja yang terlalu panas.
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja
ISBB (°C)
Pengaturan waktu kerja
Setiap jam Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75%-100% 31,0 28,0 -
2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang
500 kilokalori/jam
1. Pengendalian Administratif
penuh.
2. Pengendalian Teknik
panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau
cat), perisai (bahan yang dapat memantulkan panas) dan remote control.
a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan
baju yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh
b. Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan
benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang
panas.
beberapa hari.
2. Cairan, pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala,
udara segar dari luar ruangan, penggunaan sistem pembuangan udara lokal,
dry bulb temperature tidak lebih dari 35oC, insulasi objek (mesin dan proses)
penghasil panas serta lapisan penangkal antara pekerja dan sumber panas.
untuk fokus pada kebiasaan yang perlu dilakukan, menurunkan beban kerja
tempat istirahat yang nyaman dan teduh, pemberian istirahat yang berkala dan
terjadwal dan pekerjaan berat dilakukan saat pagi hari atau setelah sore hari.
mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, serta meja
a. Suhu air panas untuk pencucian 70oC dalam waktu 25 menit atau 95 oC dalam
waktu 10 menit.
yang ramah lingkungan bertujuan agar limbah cair yang dihasilkan mudah
c. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung
1. Di tempat laundry tersedia kran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran
pembuangan air limbah, serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-
3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non
infeksius.
4. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan
limbah.
yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan
kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi, dan
dapat bekerja sama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus mengikuti
1. Pengumpulan, dilakukan :
2. Penerimaan:
a) Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan
noninfeksius.
3. Pencucian :
4. Pengeringan
5. Penyetrikaan
6. Penyimpanan
8. Pengangkutan:
bersih dan linen kotor, kereta dorong harus dicuci dengan desinfektan
bersamaan.
Variabel Independen
1. Tekanan Panas
Faktor Individu
Variabel Dependen
1. Umur
2. Masa Kerja
3. Jenis Kelamin Keluhan Subjektif
4. Status Gizi
Faktor pendukung
1. Konsumsi Air Minum
umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi. Faktor individu lainnya yang
tekanan panas dalam masa kerja paling tidak dua minggu bekerja di Instalasi
laundry adalah pekerja yang memenuhi kriteria responden, sehingga tidak ada
alkohol.
METODE PENELITIAN
(RSUD) Dr Pirngadi Medan dan beralamat di Jalan Prof. H.M Yamin, SH No.47
Pirngadi Medan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai April 2018.
3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
orang.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran langsung
berupa tekanan panas menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp,
status gizi dengan menimbang berat badan pekerja menggunakan timbangan dan
umur, masa kerja, jenis kelamin, konsumsi air minum dan keluhan subjektif.
berupa data mengenai pekerja di Instalasi laundry dan Profil RSUD Dr Pirngadi
Medan.
3.5.1 Variabel
faktor yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini
adalah tekanan panas, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi dan
variabel bebas. variabel terikat dari penelitian ini adalah keluhan subjektif.
1. Tekanan panas adalah hasil pengukuran indeks suhu bola dan basah (ISBB)
dan diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp.
2. Umur adalah lama hidup (tahun) pekerja terhitung dari lahir sampai waktu
laundry.
4. Jenis kelamin adalah status pertanda gender pekerja laundry yaitu laki-laki
atau perempuan.
5. Status gizi adalah keadaan gizi pekerja dihitung berdasarkan Indeks Massa
6. Konsumsi air minum adalah jumlah air minum putih yang dikonsumsi oleh
pekerja laundry selama jam kerja. Diukur dalam 1 gelas (250 ml).
tekanan panas oleh pekerja laundry. Dalam hal ini tidak dilakukan
yang dirasakan pekerja laundry akibat tekanan panas selama bekerja seperti
1. Tekanan Panas
Heat Stress Monitor merk Questtemp. Dimana alat ini dioperasikan secara digital
yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran
tekanan panas dilakukan oleh Asisten Laboratorium Teknik Industri yang sudah
area yaitu area linen kotor dan area linen bersih. Pengukuran tekanan panas
pengukuran, yaitu adanya sumber panas dari mesin, proses kerja yang
menghasilkan tekanan panas, adanya keluhan subjektif pada pekerja dan laporan
pengukuran area dengan luas 5x5 meter diwakili oleh satu titik pengukuran dan
pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu awal, tengah dan
akhir shift kerja (Hendra, 2009). Luas instalasi laundry 12 x 8 m terdiri dari area
linen kotor dengan luas 12x4 m dan area linen bersih dengan luas 12x4. Maka
setiap area linen bersih dan area linen kotor diwakili oleh 2 titik pengukuran
kemudian 2 titik pengukuran dari area linen bersih dan area linen kotor diambil
rata-ratanya yang menunjukkan suhu setiap area kerja. Pengukuran dilakukan dari
pukul 07.30-15.00 WIB dengan tiga kali pengukuran, yaitu pada awal,
pertengahan dan akhir waktu kerja. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut :
waktu kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang seperti berdiri, kerja
sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.
Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 28 oC.
Tekanan panas diukur dengan skala nominal dan dikategori sebagai berikut :
1. Tempat kerja memenuhi syarat, yaitu tempat kerja dengan suhu ≤ 28°C
2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu > 28°C
2. Umur
1. < 40 Tahun
2. ≥ 40 Tahun
3. Masa Kerja
Masa kerja diukur dengan skala ordinal berdasarkan Fajrin (2014) dan
dikategorikan menjadi :
1. ≤ 1 Tahun
2. > 1 Tahun
4. Jenis Kelamin
yaitu :
1. Perempuan
2. Laki-laki
5. Status Gizi
Status gizi diukur secara langsung oleh peneliti dengan menimbang berat
meteran, hasil ukur status gizi dilihat berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang dihitung rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) pangkat dua
Status gizi diukur dengan skala ordinal dan dikategorikan sebagai berikut
(Suma’mur, 2009) :
1. ≤ 7 Gelas
2. > 7 Gelas
7. Keluhan Subjektif
bagian III berisi 10 pertanyaan terkait gejala-gejala yang dirasakan pekerja akibat
dan merasa lemas atau apabila pekerja menjawab ya pada kuesioner bagian
2. Tidak ada, apabila pekerja tidak mengalami salah satu dari banyak
mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas atau apabila pekerja
Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang
diperoleh telah diisi semua dengan relevan dan dibaca dengan baik.
2. Coding, mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi kata data angka
3. Processing, yaitu memproses data yang telah diisi dengan benar agar dapat
dianalisa. Proses data dilakukan dengan cara mengentry data hasil kuesioner
karakteristik setiap variabel yang diteliti dan pada umumnya dalam analisis
statistik chi-square adalah jika pada tabel 2x2 dijumpai nilai expected kurang
dari 5 maka digunakan uji fisher’s exact dan jika pada tabel lebih dari 2x2
maka digunakan uji pearson chi square (Santoso, 2013). Hasil uji statistik
dengan p value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan beralamat di Jl. Prof. HM
satu unit pelayanan kesehatan di kota Medan yang berstatus milik pemerintah
Kota Medan. RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan unit organisasi di lingkungan
Departemen Kesehatan dengan salah satu rumah sakit tipe B yang didirikan oleh
pemerintah kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis pada tanggal 11
tahun bernama Maria Constantia Macky, dimana sebagai pimpinan yang pertama
Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini
diambil alih oleh Bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritsu Byusono
Ince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putra Indonesia yaitu Dr.
Raden Pirngadi Gonggo Putro. Setelah bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945 menyatakan kemerdekaannya, pada tahun 1947 rumah sakit ini diambil alih
(RIS) dengan nama “Rumah Sakit Kota Medan”. Dengan berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950 maka Negara
bagian (RIS) dihapuskan, rumah sakit kota Medan diambil alih oleh pemerintah
43
43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Pusat”. Kemudian pada tahun 1971, rumah sakit ini diserahkan dari pusat ke
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan berganti nama menjadi Rumah Sakit
Umum Pusat Provinsi Medan. Pada tahun 1979, Rumah Sakit Umum Pusat
Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan dan berganti nama
Kesehatan RSUD Dr Pirngadi Kota Medan”. Sebagai direktur, pada saat itu
Pada tahun 2004, Wali Kota Medan yang menjabat pada saat itu Drs. H.
pada tanggal 4 Maret 2004. Kemudian pada tahun 2005, pemakaian gedung
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi dengan delapan tingkat diresmikan oleh
beliau. Dengan adanya peresmian tersebut, maka gedung baru dengan delapan
tingkat siap untuk digunakan. Masa jabatan direktur yang dipegang oleh Dr. H.
Sjahrial R. Anas, MHA telah berakhir. Beliau telah menjabat sebagai direktur
selama tujuh tahun. Tepat pada tanggal 24 November 2017, pimpinan Badan
matriks (matrix of authority flows), dimana terdapat dua jenis wewenang, yaitu
wewenang yang mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang
yang mengalir secara vertikal pada pimpinan struktural atau manajerial. Struktur
Medan, yaitu :
1. Penerimaan
linen (ruangan) dan setelah itu, linen dimasukkan ke dalam kantong plastik
c) Menghitung dan mencatat linen kotor yang masuk kedalam form dan log
book.
d) Setelah terpilah antara linen infeksius dan nonifeksius maka linen dipilih
berdasarkan warna dan tingkat kekotorannya, yaitu noda berat, sedang dan
2. Pencucian
darah, noda sedang seperti feses, urin dan muntahan serta noda ringan
pencucian dimulai dari noda ringan, sedang dan diakhiri noda berat.
pencucian sesuai tingkat kekotoran. Noda berat butuh waktu selama 1 jam,
suhu 60-70oC dan butuh waktu selama 20 menit. Pada proses ini jika
4. Penyetrikaan
a) Proses penyetrikaan untuk linen lembaran digunakan mesin setrika rol (flat
5. Pelipatan, linen yang telah selesai disetrika langsung dilipat sesuai dengan
cara pelipatan yang sudah distandarkan dengan tujuan agar linen rapi dan
dalam rak linen bersih dengan tujuan melindungi linen dari kontaminasi dan
(ruangan).
7. Distribusi
a) Membungkus linen bersih ke dalam kantong plastik dan linen diberi tanda
b) Menggunakan troli yang berbeda antara linen bersih dan linen kotor, troli
kotor.
tanda tangan form dan log book linen bersih sebagai serah terima linen.
Instalasi laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan terdiri dari dua area, yaitu
area linen kotor dan area linen bersih. Pengelolaan linen dimulai dari linen kotor
linen pada setiap tahapan proses, tetapi setiap pekerja menangani pekerjaan sejak
dari penerimaan sampai pencucian terdiri dari 7 orang di area linen kotor dan
mengoperasikan mesin.
dengan atap terbuat dari asbes dan lantai terbuat dari keramik. Instalasi laundry
dilapisi kain kasa dan 5 kipas angin, tetapi yang berfungsi hanya 3 dan tersedia
fasilitas penyediaan air minum berupa air kemasan galon. Hal ini dilakukan
Rumah Sakit untuk mengatasi lingkungan kerja yang panas walaupun hal tersebut
sudah dilakukan tetapi dapat dirasakan bahwa kondisi di Instalasi laundry tersebut
masih terasa panas. Instalasi laundry terdapat 2 pintu masuk yaitu pintu masuk
untuk area linen kotor dan area linen bersih. Awal masuk kedalam area linen kotor
di depan pintu masuk terdapat meja proses penerimaan, sebelah kanan pintu
masuk terdapat 2 mesin cuci selimut dan di sudut dinding sebelah kanan terdapat
4 mesin cuci dengan temperatur inlet 60-70oC dan yang digunakan hanya 2 mesin
cuci sesuai banyaknya linen kotor yang masuk. Area linen kotor terdapat 4
ventilasi di sebelah kanan pintu masuk dan 2 ventilasi di sebelah kiri, memiliki 1
kipas angin yang berfungsi dan pintu masuk yang selalu terbuka lebar sehingga
udara dari luar turut masuk mengurangi tekanan panas dari mesin. Pekerja pada
area linen kotor banyak yang menggunakan pakaian seragam dan alat pelindung
diri seperti sepatu boot, masker dan sarung tangan. Masuk kedalam area linen
bersih langsung ditemukan meja untuk pelipatan dan di sebelah kiri meja terdapat
2 mesin setrika rol dan di sudut dinding sebelah kanan terdapat 2 mesin pengering
Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan. Ketika beroperasi mesin setrika rol
membutuhkan suhu yang tinggi sebesar 80-100oC, bentuk mesin yang terbuka dan
memiliki silinder yang panas dengan cepat menaikkan suhu lingkungan kerja
sehingga paparan panas paling besar diterima oleh pekerja yang berada di area
linen bersih. Area linen bersih terdapat 6 ventilasi di belakang mesin pengering,
memiliki 4 kipas angin, tetapi yang berfungsi hanya 2, tersedia 1 fasilitas air
minum yaitu air kemasan galon dan pintu masuk yang selalu tertutup. Pekerja di
area linen bersih banyak yang tidak menggunakan pakaian seragam dan APD
terjadi saat proses pencucian, pengeringan dan penyetrikaan yang dihasilkan dari
mesin dan iklim kerja paling panas adalah proses penyetrikaan. Pekerja yang
paling besar terkena paparan panas adalah di area linen bersih karena terdapat
area linen bersih memiliki iklim kerja paling panas, yaitu letak ventilasi yang
tidak efektif, beberapa kipas angin yang rusak, pintu masuk yang tertutup dan
mesin yang digunakan membutuhkan suhu yang paling tinggi. Maka dari itu
melainkan kaos karena lebih mudah menyerap keringat. Akibat terpapar langsung
mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas sebagai bentuk keluhan
waktu kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang seperti berdiri, kerja
sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.
Adapun hasil pengukuran tekanan panas dapat dilihat pada tabel 4.1.
RSUD Dr Pirngadi Medan pada area linen kotor sebesar 27,8°C dan area linen
kemudian dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tempat kerja memenuhi syarat
yaitu tempat kerja dengan suhu yang tidak melebihi 28°C dan tempat kerja tidak
memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang melebihi 28°C.
Pada titik pengukuran area linen kotor terdapat 7 orang pekerja laundry
dan titik pengukuran area linen bersih terdapat 13 orang pekerja laundry.
variabel independen (tekanan panas, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi
dan konsumsi air minum) dan keluhan subjektif yang telah diperoleh dari hasil
bahwa mayoritas pekerja laundry yang mengalami tekanan panas dengan tempat
orang (65,0%), masa kerja > 1 tahun sebanyak 17 orang (85,0%), berjenis kelamin
(70,0%) mengonsumsi air minum ≤ 7 gelas sebanyak 15 orang (75,0%) dan ada
masa kerja, jenis kelamin, status gizi dan konsumsi air minum) dengan keluhan
subjektif yang telah diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, pada variabel tekanan panas diperoleh nilai p
= 0,007 hal ini menunjukkan ada hubungan antara tekanan panas dengan keluhan
subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang
Pada variabel umur diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan tidak
ada hubungan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di
RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value > titik kritis
(0,05).
Pada variabel masa kerja diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan
tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >
Pada variabel jenis kelamin diperoleh nilai p = 0,267 hal ini menunjukkan
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >
Pada variabel status gizi diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan
tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja
laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai p value >
Pada variabel konsumsi air minum diperoleh nilai p = 0,001 hal ini
menunjukkan ada hubungan antara konsumsi air minum dengan keluhan subjektif
pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, yang berarti nilai
PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Tekanan Panas dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry
di tempat kerja memenuhi syarat yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang
(42,9%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang (57,1%) dan
pekerja di tempat kerja tidak memenuhi syarat yang mengalami keluhan subjektif
sebanyak 13 orang (100,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p = 0,007 (p
< 0,05) hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas
dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun
2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajrin
(2014) terhadap pekerja instalasi Laundry Rumah Sakit di Kota Makassar yang
keluhan kesehatan akibat tekanan panas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value <
Tenaga kerja yang bekerja dengan beban kerja tertentu di lingkungan kerja
dengan panas yang tinggi dapat menderita gangguan dan penyakit yang berhubungan
dengan suhu udara panas. Perubahan fisiologis dalam tubuh manusia merupakan hasil
dari tekanan panas (heat stress) yang didedikasikan atau ditujukan untuk
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
tersebut tidak ditangani dengan baik, maka dapat berujung kepada terjadinya heat-
related disorder yang lebih serius dan membahayakan tubuh. Menurut Harrianto
(2010), kebanyakan individu akan merasa nyaman bekerja pada suhu udara 20-27oC
dan kelembaban 35-60%, bila lebih tinggi dari nilai ini tidak terasa nyaman,
subjektif. Teori yang ada mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan
responden yang mengalami keluhan subjektif lebih banyak berada di tempat kerja
tidak memenuhi syarat (> 28 oC) sebanyak 13 orang dari tempat kerja memenuhi
Paparan panas di Instalasi laundry bersumber dari mesin yang digunakan untuk
area penelitian bahwa ISBB area linen bersih melebihi NAB artinya tempat kerja
tidak memenuhi syarat dan area linen kotor tidak melebihi NAB artinya tempat kerja
memenuhi syarat. Menurut observasi yang dilakukan peneliti bahwa hal ini terjadi
karena area linen kotor berada di dekat pintu masuk yang selalu terbuka lebar
sehingga udara dari luar turut masuk mengurangi tekanan panas dari mesin,
sedangkan area linen bersih berada di ruangan tertutup dan terdapat mesin setrika rol
yaitu flat work ironer. Diketahui bahwa mesin ini merupakan sumber panas yang
Pirngadi Medan. Ketika beroperasi, mesin setrika rol membutuhkan suhu yang tinggi,
bentuk mesin yang terbuka dan memiliki silinder yang panas dengan cepat menaikkan
suhu lingkungan kerja sehingga paparan panas paling besar diterima oleh pekerja
yang berada di area linen bersih. Meningkatnya tekanan panas di area linen bersih
juga disebabkan oleh beberapa unit fasilitas pendingin temperatur ruangan seperti
kipas angin yang tidak dapat berfungsi atau mengalami kerusakan. Kerusakan
tersebut juga akan mempengaruhi tekanan panas meningkat. Hal ini dikarenakan
kerja. Keadaan lingkungan yang ada di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan
ini mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan
panas dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan
Tahun 2018.
5.2 Hubungan Umur dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di RSUD
bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja dengan umur < 40 tahun yang
mengalami keluhan subjektif sebanyak 10 orang (76,9%) dan yang tidak mengalami
keluhan subjektif sebanyak 3 orang (23,1%) dan pekerja dengan umur ≥ 40 tahun
yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 6 orang (85,7%) dan yang tidak
mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (14,3%). Berdasarkan uji chi square
diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Istiqomah (2013) terhadap tenaga kerja di PT. Iglas (Persero) yang mengatakan
bahwa umur tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan subjektif
dengan nilai p value 0,684. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Indra (2014) terhadap pekerja bagian dapur rumah sakit di Kota
Makassar menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur dengan keluhan akibat
tekanan panas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value > 0,05, yaitu sebesar 0,447.
(NIOSH, 2016). Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang
lebih tua. Pekerja dengan umur lebih tua (40 sampai 65 tahun) umumnya kurang
umur seseorang maka akan semakin sulit untuk mengatasi tekanan panas sehingga
akan lebih mudah mengalami keluhan subjektif. Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan teori yang ada menunjukkan pekerja dengan umur lebih muda (< 40 tahun)
Hasil uji statisitik menujukkan tidak ada hubungan karena sebagian besar
responden berumur < 40 tahun sehingga pekerja dengan umur ≥ 40 tahun lebih
menyimpulkan bahwa sebagian besar umur pekerja laundry relatif muda, tetapi tidak
ini kemungkinan tidak tergantung tua atau muda umur seseorang melainkan faktor
lain seperti tekanan panas yang berlebihan diterima oleh pekerja juga berpengaruh
terhadap keluhan subjektif pada kedua kategori umur. Ketika pekerja laundry yang
berumur lebih muda (< 40 tahun) menerima tekanan panas yang berlebihan, tidak
mampu beradaptasi dan tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
saat berada di lingkungan kerja panas maka akan berpotensi untuk mengalami
keluhan subjektif, hal ini terbukti bahwa pekerja muda lebih banyak mengonsumsi air
minum ≤ 7 gelas tidak sesuai anjuran dalam memenuhi kebutuhan cairan yang
diperlukan saat pekerja berada di lingkungan kerja panas, yaitu sebanyak 9 pekerja
laundry.
5.3 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di
penelitian Fajrin (2014) menjadi ≤ 1 tahun dan > 1 tahun. Berdasarkan analisis
bivariat dapat diketahui bahwa dari 20 pekerja, pekerja dengan masa kerja ≤ 1 tahun
yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang (90,9%) dan pekerja dengan
masa kerja > 1 tahun yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 13 orang (13,6%)
dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang (3,4%). Berdasarkan
uji chi square diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan subjektif pada pekerja
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjani
(2013) terhadap pekerja yang terpajan tekanan panas (heat stress) di pengasapan ikan
bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka akan semakin banyak pula dia
akan terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Masa kerja ini
berkaitan dengan aspek durasi terhadap paparan tekanan panas. Semakin lama durasi
subjektif dimulai saat masa kerja kerja sudah mencapai satu tahun. (Fazrin, 2014).
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada kemungkinan karena
pekerja dengan masa kerja > 1 tahun sudah beradaptasi terhadap lingkungan kerja
yang panas atau sudah teraklimatisasi. Menurut Salami dkk (2015), aklimatisasi
adalah suatu proses adaptasi fisiologis terhadap suhu tinggi. Aklimatisasi panas
biasanya tercapai setelah dua minggu. Bekerja dalam suhu tinggi saja belum dapat
Hasil penelitian ini juga didukung dengan teori yang dikemukakan oleh
Suma’mur (1994) yang dikutip oleh Anjani (2013) bahwa tidak ada hubungan antara
masa kerja dengan keluhan subjektif pekerja, sebab semakin lama masa kerja akan
pekerjaannya, semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki semakin efisien bagi
yang pada akhirnya mengurangi kelelahan yang ditimbulkan. Masa kerja yang lama
kerjanya. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan pekerja dengan
masa kerja > 1 tahun lebih banyak tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4
pekerja, pekerja laundry dengan masa kerja > 1 tahun telah mengonsumsi air minum
> 7 gelas sehingga kebutuhan cairan yang diperlukan tubuh sudah terpenuhi saat
bahwa pekerja laundry memiliki pengalaman kerja yang baik sehingga saat berada di
lingkungan kerja panas dapat beradaptasi dengan mengonsumsi air minum sesuai
kebutuhan air dalam tubuh. Dalam penelitian ini, bahwa faktor masa kerja bukan
tekanan panas yang berlebih diterima pekerja dan faktor konsumsi air minum.
5.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry
orang (71,4%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 4 orang
(28,6%) dan pekerja yang berjenis kelamin laki-laki yang mengalami keluhan
subjektif sebanyak 6 orang (100,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p =
0,267 (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan
Tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjani
(2013) terhadap pekerja yang terpajan tekanan panas (heat stress) di pengasapan ikan
bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan
Menurut WHO (1969) yang dikutip oleh Salami dkk (2015) mengemukakan
adanya perbedaan dalam hal aklimatisasi antara pria dan wanita. Wanita tidak dapat
kardiovaskuler yang lebih kecil. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori
yang ada, kondisi tersebut dikarenakan pekerja laki-laki lebih besar tepapar panas
dari pekerja wanita sehingga seluruh pekerja laki-laki mengalami keluhan subjektif.
Dari hasil observasi peneliti di lapangan bahwa paparan panas di Instalasi laundry
bersumber dari mesin yang digunakan untuk menunjang proses pengelolaan linen.
Diketahui bahwa seluruh pekerja berjenis kelamin laki-laki dalam proses kerjanya di
mesin dan setiap proses kerjanya pekerja akan berada di dekat mesin sehingga
pekerja laki-laki akan lebih besar terpapar tekanan panas dan pekerja laki-laki
air minum yaitu 5 pekerja laki-laki dari 6 pekerja mengonsumsi air minum kurang
dari sesuai anjuran saat berada di lingkungan kerja panas yang meningkatkan risiko
Jenis kelamin tidak terlalu banyak memberi pengaruh terhadap efek tekanan
wanita yang memiliki tubuh gemuk lebih sulit untuk melakukan proses pendinginan
tubuh (Iriadisti, 2016). Teori ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan tidak
ada hubungan jenis kelamin dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD
Dr Pirngadi Medan. Jadi, jenis kelamin tidak menjadi faktor yang berhubungan
dengan keluhan subjektif pada pekerja melainkan faktor tekanan panas berlebihan
yang diterima oleh pekerja dan faktor konsumsi air minum menyebabkan munculnya
keluhan subjektif.
5.5 Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja Laundry di
dengan status gizi normal yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 11 orang
(78,6%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 3 orang (21,4%) dan
pekerja dengan status gizi lebih yang mengalami keluhan subjektif sebanyak 5 orang
(83,3%) dan yang tidak mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (16,7%).
Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p = 1,000 hal ini menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan keluhan subjektif pada pekerja
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Puspita (2012) terhadap pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT. Pertamina
(Persero) yang mengatakan bahwa status gizi (Indeks Massa Tubuh) tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap keluhan subjektif dengan nilai p value, yaitu
sebesar 0,336.
berlebihan terhadap tekanan panas yang disebabkan oleh sistem kardiovaskuler yang
insulasi terhadap tubuh yang dapat mengurangi kehilangan panas dalam tubuh. Orang
dengan kelebihan berat badan juga dapat menghasilkan panas lebih banyak selama
kegiatan (Worksafe BC, 2007). Berat badan ekstra sering mengalami kesulitan dalam
memiliki kelebihan berat badan akan lebih mudah untuk menghasilkan panas
sehingga lebih berisiko untuk mengalami keluhan subjektif. Namun hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan teori yang ada. Hal ini bisa dikarenakan sebaran dari indeks
massa tubuh responden dalam sampel penelitian yang tidak merata. Jika dilihat dari
distribusi responden yang memiliki status gizi lebih yaitu sebanyak 6 orang. Jumlah
tersebut cukup sedikit jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi
normal, yaitu sebanyak 14 orang dan diketahui bahwa proporsi kejadian keluhan
subjektif paling banyak dialami oleh responden yang memiliki status gizi dengan
kategori normal dibandingkan status gizi kategori lebih. Hal ini juga didukung hasil
penelitian puspita (2012), menunjukkan tidak ada hubungan indeks massa tubuh
massa tubuh yang normal sehingga tidak proporsional indeks massa tubuh dalam
gizi dengan kategori normal dan lebih (gemuk) lebih besar mengalami keluhan
sebagian besar pekerja menerima paparan tekanan panas yang berlebih sehingga
dengan tekanan panas yang diterima, pekerja akan tetap mengalami keluhan subjektif
meskipun pekerja memiliki status gizi tidak lebih. Maka dari itu, status gizi tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di
5.6 Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subjektif pada Pekerja
dengan konsumsi air minum ≤ 7 gelas yang mengalami keluhan subjektif sebanyak
15 orang (100,0%) dan pekerja dengan konsumsi air minum > 7 gelas yang
mengalami keluhan subjektif sebanyak 1 orang (20,0%) dan yang tidak mengalami
keluhan subjektif sebanyak 4 orang (80,0%). Berdasarkan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,001 hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
air minum dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajrin
(2014) terhadap pekerja instalasi laundry Rumah Sakit di Kota Makassar yang
mengatakan bahwa konsumsi air minum memiliki hubungan yang signifikan terhadap
keluhan akibat tekanan panas dengan nilai p value, yaitu sebesar 0,000.
Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan
berlebih dan pengeluaran urin (Salami dkk, 2015). Keadaan dehidrasi akan mulai
tampak bila individu kehilangan cairan sekitar 2 liter air dalam tubuh. Lingkungan
kerja yang panas ataupun jenis pekerjaan yang berat membutuhkan air minum ≥ 2,8
Liter, sedangkan untuk jenis pekerjaan sedang atau pekerjaan dengan suhu
lingkungan tidak terlalu panas membutuhkan air minum minimal 1,9-2 Liter
(Soemarko, 2014).
Berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berada
Konsumsi air minum dalam jumlah yang cukup selama jam kerja dapat mencegah
timbulnya keluhan subjektif akibat tekanan panas. Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori yang ada bahwa pekerja yang mengonsumsi air minum > 7 gelas lebih sedikit
yang mengonsumsi air minum > 7 gelas sudah dapat mengganti cairan yang hilang
selama jam kerja dimana seseorang mulai tampak mengalami dehidrasi ketika
kehilangan cairan sebanyak 2 liter air dalam tubuh, ketika pekerja sudah
mengonsumsi air minum > 7 gelas atau setara 1 gelas sama dengan 250 ml maka
pekerja sudah mengonsumsi ± 2 liter air minum selama jam kerja sehingga konsumsi
air minum yang cukup akan mengurangi risiko mengalami keluhan subjektif.
fasilitas penyediaan air minum berupa air kemasan galon namun hanya berada di area
linen bersih sehingga bagi pekerja di area linen kotor sulit untuk menjangkau fasilitas
air minum yang tersedia. Hal ini kemungkinan akan berdampak pada banyaknya
konsumsi air minum pekerja, semakin jauh jangkauan lokasi fasilitas air minum maka
memanfaatkan fasilitas air minum yang telah disediakan perusahaan dan kurang
peduli terhadap kesehatan mereka sehingga masih banyak didapati pekerja laundry
yang jarang mengonsumsi air mineral selama bekerja sehingga apabila pekerja
kurang dalam memenuhi cairan yang hilang akibat tekanan panas maka akan mudah
6.1 Kesimpulan
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan Tahun 2018, maka dapat
1. Ada hubungan antara tekanan panas dan konsumsi air minum dengan keluhan
2. Tidak ada hubungan antara umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi
dengan keluhan subjektif pada pekerja laundry di Rumah Sakit Umum Daerah Dr
6.2 Saran
pendingin temperatur ruangan yang tersedia seperti kipas angin agar dapat
2. Rumah Sakit perlu menambah jumlah fasilitas penyediaan air minum di Instalasi
3. Pekerja harus meningkatkan konsumsi air minum untuk mengganti cairan tubuh
68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health and Safety). 2016. Hot
Environment-Health Effects and First Aid.
http://www.ccohs.ca.ca/oshanswers/phys_agents/health.html. Diakses 24
november 2017.
Depnakertrans RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER. 13/MEN/ X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta : Depnakertrans RI.
Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja. Depok :
Semiloka Keterampilan Pengukuran Bahaya Fisik dan Kimia di Tempat
Kerja.
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Hunt, A.P. 2011. Heat Strain, Hydration Status, and Symptoms of Heat Illness in
Surface Mine Workers. The School of Human Movement Studies and the
Institute of Health and Biomedical Innovation. Queensland University of
Technology.
Kuswana, W.S. 2016. Ergonomi dan K3. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Puspita, A.H. 2012. Analisis Tekanan Panas dan Tingkat Keluhan Subjektif pada
Pekerja di Area Produksi Pelumas Jakarta PT. Pertamina (Persero) Tahun
2012. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta.
Sabarguna, B.S. dan Rubaya, AK. 2011. Sanitasi Air dan Limbah Pendukung
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta : Salemba Medika.
Soedirman dan Suma’mur. 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes &
Keselamatan Kerja. Jakarta : Erlangga.
Soemarko, D.S. 2014. Bagaimana Mencegah Gangguan Fungsi Ginjal akibat
Pajanan Panas di Lingkungan Kerja ?. Jakarta : Komite Independen KK-
PAK BPJS Ketenagakerjaan : 1-12.
KUESIONER PENELITIAN
3. Atas perhatian dan kerja sama ini saya ucapkan terima kasih.
TANGGAL : ________________________
WAKTU : ________________________
NO. RESPONDEN : ________________________
I. IDENTITAS RESPONDEN
Jenis Kelamin :Perempuan/Laki-laki
Umur : _________________________ Tahun
Masa Kerja : _________________________ Tahun
BAGIAN II INFORMASI KONSUMSI AIR MINUM
Petunjuk Pengisian
Berikan jawaban anda dengan asumsi bahwa1 gelas samadengan 250 ml dan air
minum yang dikonsumsi adalah air putih.
1. Berapa gelas air minum yang anda konsumsi selama jam kerja?
_________________________gelas
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda checklist ( ) di salah satu kolom yang disediakan sesuai dengan
keluhan subjektif yang anda rasakan.
1. Apakah selama jam kerja atau sesudah jam kerja anda merasa :
2. Merasa haus
3. Merasa lemas
4. Pusing
5. Mual
6. Cepat Lelah
9. Kulit kemerahan
Kategori
Variabel Keterangan
1 2 3
Jenis Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki -
Kelamink Kategorik
1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 Ada
2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 Ada
3 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada
4 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
5 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
6 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 Ada
7 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada
8 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 Ada
9 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 Ada
10 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 Ada
11 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
12 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 Ada
13 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 Ada
14 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 Ada
15 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 Tidak
ada
16 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 Ada
17 1 1 1 2 2 1 2 1 2 2 Ada
18 1 1 1 2 2 1 1 2 2 1 Ada
19 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 Ada
20 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 Ada
Keterangan
20 20 20 20 20 20 20
Valid
N
Missin 0 0 0 0 0 0 0
g
Frequency Table
tekanan panas kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
umur kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<40 tahun 13 65.0 65.0 65.0
Valid >= 40 tahun 7 35.0 35.0 35.0
Total 20 100.0 100.0
20 100.0 100.0
Total
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
tekanan panas kategorik * 20 100,0% 0 ,0% 20 100,0%
keluhan subjektif kategorik
Crosstab
keluhan subjektif Total
kategorik
ada tidak ada
Count 3 4 7
Expected Count 5.6 1.4 7.0
tempat kerja memenuhi % within tekanan 42.9% 57.1% 100.0%
syarat panas kategorik
% within keluhan 18.8% 100.0% 35.0%
tekanan panas subjektif kategorik
kategorik Count 13 0 13
Expected Count 10.4 2.6 13.0
tempat kerja tidak % within tekanan 100.0% 0.0% 100.0%
memenuhi syarat panas kategorik
% within keluhan 81.3% 0.0% 65.0%
subjektif kategorik
Count 16 4 20
Expected Count 16.0 4.0 20.0
Total % within tekanan 80.0% 20.0% 100.0%
panas kategorik
% within keluhan 100.0% 100.0% 100.0%
subjektif kategorik
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .220 1 .639
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .229 1 .632
Fisher's Exact Test 1.000 .561
Linear-by-Linear Association .209 1 .648
N of Valid Cases 20
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
b. Computed only for a 2x2 table
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .882 1 .348
b
Continuity Correction .025 1 .876
Likelihood Ratio 1.466 1 .226
Fisher's Exact Test 1.000 .491
Linear-by-Linear Association .838 1 .360
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.143 1 .143
b
Continuity Correction .729 1 .393
Likelihood Ratio 3.265 1 .071
Fisher's Exact Test .267 .207
Linear-by-Linear Association 2.036 1 .154
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.20.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 15.000 1 .000
b 10.417 1 .001
Continuity Correction
Likelihood Ratio 15.012 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 14.250 1 .000
N of Valid Cases 20
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
b. Computed only for a 2x2 table
banyak merasa merasal pusi mual cepatl terdapat kulittera kulitkem nyeri
mengel haus emas ng elah biangke sakering erahan otot
uarkank ringat
eringat
Vali 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
d
N
Miss 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ing
Merasa haus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Merasa lemas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Pusing
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Mual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kulit kemerahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Nyeri otot
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent