Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TIPE-TIPE DARI APLIKASI POLYMERASE CHAIN REACTION

(PCR)

Dosen Pengampu: Farida Noor Irfani, S.Si., M.Biomed

Di susun oleh
Putri Marwan
1911304050

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
20220
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

1.1. Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang semakin pesat. Salah

satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering di terapkan adalah boiteknologi.

Bioteknologi merupaka pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme,

sistem atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun

menghasikan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi di

kelompokan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi

tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses

genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional tersebut antara lain : tempe,

ocom, yoghurt, dan keju. Bioteknilogi ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukan

struktur DNA yang di ikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA

berkembangnya ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern.

Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan

dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti

bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba

Dolly, antibodi monoklonal. Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan berbagai macam disiplin

itu. Disiplin ilmu tersebut antara lain : mikribiologi (tentang mikroba), biologi sel (tentang sel),

genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari

aspek kimianya). Salah satu pokok bahasan yang penting untuk dipahami yaitu mengenai

Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah salah satu

metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dengan jumlah

sequens yang telah ditentukan dari jumlah template kompleks. PCR merupakan suatu teknik sangat

kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler,

genetika populasi, dan analisis forensik. Teknik DNA rekombinan telah memberikan perubahan

secara segnifikan dalam ilmu genetika karena memungkinkan terjadinya isolasi dan karakteristik
gen-gen, mempelajari secara rinci fungsi dan ekspresi selama proses perkembangan terjadi, sebagai

respon terhadap lingkungan. Mengingat peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip

PCR, pertimbangan penggunaan PCR, dan manfaat PCR.

A. DEFINISI POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Reaksi berantai polimerase atau umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain reaction)

merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi ) DNA secara enzimatik tanpa

menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan

waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini

dirintis oleh Kary Mullis pada taahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat

temuaannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan dibidang biokimia dan biologi molekular

karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction

(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleutida secara in vitro.

Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula.

Jumalah urutan basa nukloutida yang akan diamplifiksi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci

utama pengembangan PCR adalah menentukan bagai mana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA

target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 daalam Sandra, R.N.,

2011).

Pada dasarnya reaksi PCr adalahtiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitudengan adanya

pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan

rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya pada teknik PCR

tidak menggunakan enzim ligase dan primer DNA. Secara singkat, teknik DNA dilakukan dengan cara

mencampur sampel DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP),

enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikan dan

menurunkan suhu camouran secara berulang bebrapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens
DNA yang diinginkan. Menurut Erlic (1989) PCR adalah salah satu metode in vitro yang digunakan

untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang

menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya

tingakat kesuksesan ampifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas

penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010). PCR didasarkan pada amplifikasi

enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer

dengan ujung 5’ dari dua untaian skuen target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer

PCR) untuk memungkinkan DNA templatedi kopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya

annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA

substrat melalui pamanasan. Hampir semua aplikasi PCR memperkerjakan DNA polimerase yang

stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus

Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok

DNA, nukleotida, dan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida

DNA (juga disebut primer DNA), yang dibutuhkan untuk insiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode

PCR menggunakan siklus temal, yaitu bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk

serangkai langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus termal yang diperlikan pertama yang secara

fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut

DNA lele. Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template

dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil

PCR dan penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang di targetkan untuk amplifikasi DNA

dibawah kondisi spesifik siklus termal.

B. TAHAP-TAHAP POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Prose PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA template, penempelan (annealing)

primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas

ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (tempat) sebagai tempat
penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu

sembilan puluh sampai sembilan puluh lima derajat celcius selama beberapa menit (Campble &

Farrel, 2008, Elrod & William, 2011; Natsir, 2002, Stanfied, W.,dkk 2009;; Widyasari, 2001 daalam

Sandra, R.N.,2001)

a). Denaturas

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini

disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara

basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya rekasi

polimerisasi pada siklus yang sebelumnya, denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90-95 derajat

celcius.

b). Penempelan Primer

Pada saat peempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang

komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbantuk antara

primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya pada suhu 50-60 derajat

celcius. Selanjutnya DNA polymerase akan berkaitan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan

menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya,

misalnya pada suhu 70 derajat celcius.

c). Reaksi Polymerisasi (extension)

Umumnya, reaksi polymerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 70 derajat celcius.

Primer yang telah menempel dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimeras.

Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang di batasi oleh dua primer akan di amplifikasi

secara eksponensial (disebut amplikan yang berupa untai ganda). Sehingga mencapai jumlah copy

yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal

molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan
menjadu 2 copy, sesudah 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akanmenjadi 8

copy dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan

menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dan setiap siklus akan menyebabkan

penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya

produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada

ujung-ujung 5’ nya. Proses PCR dilakukan menggunakan satu alat yang disebut thermocycler.

Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:

a. Pra-Denaturasi

Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan

mengaktifasi DAN Polymerase (jenis hot-stast alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).

b. Final Elongasi

Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72 derajat celcius) selama 5-15 menit untuk

memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini

dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

C. KOMPONEN-KOMPONEN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR).

Mahmuddin (2010), menyampaikan beberapakomponen-komponen PCR antara lain:

a). Enzim DNA Ploymerase

Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment Dna Polimerase I selama

reaksi polimerarisasinya. Enzim ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi,

sehingga penelitian harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa

dipakai untuk perpanjang 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan

tersebut, dalam pengembangannya kemudin dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan disetiap

siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin.

b). Primer

Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen

dengan DNA tempat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk

merancang urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer

oligonukleotida di sentesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer.

c). Reagen Lainnya

Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi

PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung

MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi

ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktifitas

enzim dan fidelitas reaksi.

D. VARIASI ATAU TIPE-TIPE DARI POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

1. Real-Time PCR

a. Definisi

Real Time PCR (qPCR) adalah suatu metode analisa yang di kembangkan dari reaksi PCR.

Dalam ilmu biologi molekular, Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase

chain reaction (Q-PCR/QPCR) atau kinetic polymerase chain reaction), adalah suatu teknik

pengerjaan PCR dilaboratorium untuk mengaplikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung

(kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real Time PCR memungkinkan

dilakukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah

relatif setelah dinormalisasi terhadap imput DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan )

sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA yang dianalisa. Real Time PCR (qPCR) atau
dapat pula disebut kuantitatif PCR real time (qPCR) atau PCR kinetik adalah teknik labiratorium

berdasarkan PRC, yang digunakan untuk mengaplifikasi dan secara simultan mengukur molekul DNA

target. Untuk satu atau lebih urutan tertentu dalam sampel DNA, Real Time-PCR memungkinkan

deteksi dan kuantifikasi secara bersamaan, kuantitas yang didapat berupa jumlah selain mutlak atau

jumlah relatif ketika dinormalisasi untuk DNA yang dimasukkan atau gen normalisasi tambahan.

Pada analisa konvensional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamataan

keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setalah dilakukan proses elektroforesis.

Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada

saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul

sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil

tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan

penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karasinogenik.

b. Prinsip dan Metode

Cara kerja Real Time PCR mengikuti prinsip umum reaksi PCR; utamanya adalah DNA yang

telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasi dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus

amplifikasi selesai. Prinsip kerjannya didasarkan pada deteksi fluoresensi yang diproduksi oleh

molekul reporter yang meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses PCR. Hal ini terjadi karena

akumulasi produk PCR tiap siklus amplifikasi. Molekul repoter dengan fluoresensi meliputi pewarna

yang berkaintan pada double-standed DNA (menggunakan SYBR Green atau EvaGreen Reagents)

atau menggunakan probe spesifik sekuens/sequencespecific probes (Molecular Beacons or TaqMan

Probes). Terdapat dua metode kuantifikasi yang umum digunakan antara lain :

a. Menggunakan zat pewarna fluoresensi yang akan terinterkalasi dengan DNA rantau ganda

(dsDNA) misalnya syBr Green.

b. Probe (penanda) yang berasal dari hasil modifikasi DNA oligonukleotide yang akan berpender

(fluoresensi) ketika terhibridisasi dengan DNA komplemen, misalnya probe FRET (Hybridisasi) dan
probe TaqMan. Dalam setiap pengamatan proses PCR, sinyal fluoresensi yang dipancarkan akan

meningkat secara proporsional setiap siklus PCR telah berhasil dilakukan sejalan dengan bertam

bahnya produk DNA (DNA hasil amplifikasi) yang di hasilkan.

RT-PCR dapat dibedakan menjasi dua metode yaitu one-step RT-PCR dan two-steps RT PCR.

One-step RT-PCR merupakan metode yang lebih umum dilakukan karena reaksi RT dan siklus PCR

dilakukan dalam satu langkah. Akan tetapi pada two-steps RT-PCR reaksi RT dan siklus PCR dilakukan

secara terpisah. Two-step RT-PCR juga menggunakan primer yang berbeda pada masing-masing

reaksi. Umumnya primer yang digunakan pada reaksi RT adalah oligo-dT kemudian dilanjutkan

menggunakan primer urutan Nukleutida Spesifik pada reaksi siklus PCR. Sedagkan one-step RT-PCR

hanya memerlukan satu primer yang spesifik terhadap kedua reaksi tersebut (Qiagen, 2007). RT PCR

yang dilakukan dengan metode one step dapat menurunkan resiko terjadinyan kontaminasi silang

dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan dengan two-step RT-PCR. Meskipun demikian

one step RT-PCR kurang sensitif jika dibandingkan dengan two step RT-PCR (Trani, 2005).

c. Cara Kerja dan Interpretasi Hasil

RT-PCR menggunakan sepasang primer, yang berkomplemen dengan siquens yang jelas dari

masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan bantuan enzim DNA

polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai gadaan pada setiap siklusnya dan seterusnya

mengikuti amplifikasi logaritmik. RT-PCR meliputi tiga tahap utama. Tahap pertama adalah reverse

transcription (RT) atau transkripsi balik atau dimana RNA ditranskrip balik menjadi cDNA

menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer. Tahap ini sangat penting dalam kaitannya

dengan performa PCR untuk amplifikasi cDNA dengan bantuan DNA polymerase sebab DNA

polymerase hanya dapat berkerja pada templet yang berupa DNA. Tahapan RT (Reverse

Transcripsion) dapat dilakukan dalam tabung sama dengan PCR (one-step PCR) atau pada tabung

yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar empat puluh derajat celcius sampai lima

puluh derajat celcius, tergantung pada karakteristik reverse transcriptase yang digunakan. Tahap
berikuntnya adalah denaturasi sembilan puluh derajat celcius, pada tahap ini dua untai DNA akan

terpisah dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan kemudian

yang selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu

anealing yang berfariasi tergantung primer yang digunakan, konsentrasi, probe dan konsentrasinya

jika digunakan, dan juga konsentrasi kation. Tahap akhir adalah Amplifikasi PCR yang merupakan

proses dimana dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan Primer yang memerlukan Taq DNA

polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu tujuh puluh dua derajat celcius, yang merupakan

suhu optimal untuk aktifitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur perubahan

suhu dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler.

Interpretasi hasil

Contoh interpretasi hasil pada alat RT-PCR

Limit deteksi untuk Infulenza Tiype A (Matrix gene-specific TaqMan assay) :

 Ct < 33 = positis

 Ct 33 – 38 ambigous, perlu diulang atau diteliti lebih lanjut

 Ct > 38 = negatif

Limit deteksi untuk subtipe H5 (Matrix gene-specific TaqMan assay) :

 Ct < 36 = positif

 Ct 36 – 40 ambigous, perlu diulang atau ditelitih lebih lanjut

 Ct > 40 = negatif

2. Oligonukleotida Alel-Spesifik PCR

Oligonukleotida alel-spesifik (ASO) adalah bagian pendek dari DNA sintesis yang melengkapi

urutan variabel target DNA, ini bertindak sebagai penyelidik untuk keberadaan target dalam

pengujian Southren blot atau, lebih umum, dalam pengujian, Dot blot yang lebih sederhana, ini
adalah alat umum yang di gunakan dalam pengujian genetik, forensik, dan penelitian Biologi

Molekuler. ASO biasanya merupakan oligonukleotida dengan panjang basa nukleotida 15-21, ini di

rancang (dan digunakan) dengan cara yang membuatnya spesifik hanya satu versi, atau alel, dari

DNA yang diuji. Panjang ASO, dari mana untai itu dipilih, dan kondisi dimana ia terikat (dan di cuci

dari) DNA target semuanya memainkan peran dalam kekhususannya. Penyelidikan ini biasanya

dapat di rancang untuk mendeteksi perbedaan sedikit 1 basa dalam urutan genetik target,

kemampuan dasar dalam pengujian polimorfisme nukleotida tunggal (SNP), yang penting dalam

analisis genotipe dan proyek Genom manusia, untuk deteksi setelah terikat pada target, ASO harus

diberi label dengan radioaktif, enzim, tag fluorescent, Teknologi illumina Methylation Assay

mengambil keuntungan dari ASO untuk mendeteksi perbedan satu pasangan basa (sitosin versus

timin) untuk mengukur metilasi pada situs CpG tertentu. Alel-spesifik atau kloning teknik diagnostik

yang didasarkan pada nukleutida polimorfisme tunggal (SNP). Hal ini membutuhkan pengetahuan

sebelumnya dari urutan DNA, termasuk perbedaan antara alel, dan menggunakan primer yang 3

berakhir meliputi SNP. Amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efesien dalam adanya

ketidaksesuain antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi dengan kehadiran sinyal primer

spesifik-SNP spesifik secara berurutan.

3. Hot Start PCR

Hot start PCR teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set up awal

tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan komponen reaksi terhadap

temperatur lelh (misalnya, sembilan puluh lima derajat celcius) sebelum menambahkan polimerase.

Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang menghambat polimerase, aktifitas pada suhu sekitar

kovalen yang tradisional hanya setelah suhu aktifitas langkah-tinggi. Hot-start /cold-finish PCR

dicapai dengan polimerase hibrida baru yang tidak aktif pada suhu kamar dan akan segera diaktifkan

pada suhu perpanjangan.


4. Touchdown PCR

Touchdown (langkah-mundur PCR) sebuah varian dari PCR yang bertujuan untuk

mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil sebagai bersepeda PCR

berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya beberapa derajat 3-5 derajat celcius di atas m T

primer yang digunakan, sedangkan padad siklus kemudian, ini adalah bebrapa derajat (3-5 derajat

celcius) dibawah T primer m. Suhu tinggi memberikan spesifitas yang lebih besar untuk primer

mengikat, dan suhu yang lebih rendah izin lebih amplifikasi efesien dari produk tertentu terbentuk

selama siklus awal.

5. Nested PCR

Nested PCR meningkatkan kekuhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar belakang

karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam dua PCR berturut-turut,

dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk menghasilkan produk DNA, yang selain

target yang dimaksud, masih dapat terdiri dari fragmen DNA, non-khusus diperkuat. Produk (s) yang

kemudian digunakan dalam PCr kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau

seluruhnya berbeda dari dan terletak 3 dari masing-masing primer yang digunakan dalam

reaksipertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat fragmen spesifik DNA yang

panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan pengetahuan lebih rinci tentang urutan target.

Nested PCR adalah suatu teknik perbanyak (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim

DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan

menggunakan Nested PCR, jika fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut

diamplifikasi untuk keduakalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR

yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi Nested PCR dan PCR bisa berguna untuk

digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh

karena itu hasil fragmen DNA dari Nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR

biasa. Waktu yang diperlukan dalam reaksi Nested PCR lebih lama dari pada PCR biasa karena pada
Nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu,

keuntungan Nested adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gendengan menggunakan 2 pasang

primer. Mekanisme kerja dari Nested PCR sendiri yakni pada fase denaturasi, pertama-tama DNA

mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase penempelan, sepasang primer pertama

melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA diantara kedua primer tersebut dan

terbentuk produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada

proses PCR kedua di menapasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA

spesifik yang berada didalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian antara

kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripadasekuens DNA hasil

pertama.

Adanya perbedaan target DNA yang ingin diteliti serta pola fragmen yang berbeda

menjadikan nested PCR ini banyak digunakan. Dengan adanya perbedaan seperti itu maka teknik

nested PCR dikembangkan sesuai tujuan dan kegunaannya.

a). Random amplified polymorpihc (RAPD)

RAPD adalah teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada

pengadaan DNA. RAPD juga meruoakan penenda DNA yang memanfaatkan primer acak

oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DN genom organisme. Prinsip teknik RAPD

didasarkan pada kemampuan primer menempel pada cetakan DNA. Primer yang didesain berupa

primer tunggal pendek agar dapat menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan

demikian akan terdapat banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya pola

pita pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarna DNA seperti etidum bromide. Disamping

ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan primer, keberhasilan teknik ini ditentukan juga oleh

kemurnian dan keutuhan DNA cetakan. DNA cetakan yang tidak murni ini menganggu penempelan

primer pada situsnya dan akan menghambat aktifitas enzim polymerase DNA. Enzim ini berfungsi
untuk melakukan polimerisasi DNA. Sedangkan DNA cetakan yang banyak mengalami fregmentasi

menghilangkan situs penempelan primer.

Keunggulan teknik RAPD terletak pada beberapa kemudahan sebagai berikut :

 Pengetahuan latar belakang genom organisme tidak diperlukan

 Hasil RAPD dapat diperoleh secara cepat terutama jika dibandingkan dengan analisa RFLP

yang memerlukan banyak tahapan

 Beberapa jenis primer arbitrary dapat dibeli dan digunakan untuk analisis genom semua

organisme

Kelemahan RAPD sebagai berikut :

 Pemunculan pita DNA kadang-kadang tidak konsisten. Hal ini lebih sering terjadi jika suhu

annealing yang digunakan terlalu tinggi. Dalam analisis kekerabatan hal ini dapat diatasi

dengan menggunakan primer yang lebih banyak

 Ruas DNA yang berulang sering berlipat ganda (Talbert et al.1994)

 Homologi urutan nukleotida pada pita-pita DNA dengan mobilitas yang sama pada gel tidak

diketahui

 Penanda RAPD bersifat dominan

b). Amplified fragment lengh polymorphism (AFLP)

AFLP merupakan teknik amplifikasi DNA yang segera dapat dilihat perbedaan fragmennya

setelah PCR melalu gel agarose atau poliakrilamid. Teknik ini dapat digunakan untuk melihat adanya

insersi ataupun delesi basa nuklotida dalam julah yang cukup besar AFLP merupakan teknik yang

lebih sensitive dari RAPD untuk menghasilkan polimorfisme antar genotip. AFLP banyak digunakan

diantaranya untuk mendeteksi sifat-sifat yang berhubungan erat dengan lokus suatu karakter

tertentu, sidik jari DNA, keragaman genetic, penelusuran pola segregasi penelusuran hasil mutasi,

menetapkan jarak genetic dan mengidentifikasi keterpautan gen dengan resistensi penyakit. AFLP
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan RAPD antara lain amplifikasi DNA yang bersifat

spesifik dan lebih stabil. AFLP dapat digunakan untuk mengenali hubungan kekerabatan yang sangat

dekat antar-genotip, perbedaan antar klon dalam satu kultivar, keragaman yang disebabkan

terjadinya mutasi yang sangat sedikit, atau adanya perbedaan genetik tang sangat kecil.

C). Restriction fragmen leght polymorphism (RFLP)

RFLP merupakan teknik PCR yang menggunakan enzim restriksi untuk mendeteksi

keragaman DNA. Amplikon dipotong dengan menggunakan enzim restriksi untuk mendapatkan

fragmen DNA. Enzim restriksi yang umumnya digunakan yaitu enzim yang biasanya ditemukan pada

organisme prokariotik. Organisme yang menghasilkan enzim restriksi endonuklease mampu

melindungi genomnya sendiri dari metilasi nuklotida didalam sekun endonuklease yang dikenali,

secara umum ada dua macam tipe enzim restriksi yaitu:

1. Enzim yang mengenali sekuen spesifik tetapi memotong beberapa tempat

2. Enzim yang memotong hanya pada satu situs yang dikenali.

Tipe enzim yang kedua yaitu enzim yang sangat penting,. Umumnya sekuen dipotongnnya

diketahui. Biasanya panjangnya enzim restriksi ini ada 4 sampai 6 nuklotida. Enzim pada kelompok

ini membuat bentuk potongan berbeda yaitu:

 Bentuk potongan yang lancip

 Bentuk potongan yang tumpul

Sangat penting untuk mengenalienzim pemotongan ini karena bersifat sangat spesifik dalam

memotong sekuen nuklotida yang dikenalinya. Parameter yang perlu diperhatikan dalam

menggunakan teknik yaitu:


 Kemurnian DNA

Secara umum enzim restriksi sangat efesien dalam memotong situs DNA namun tergantung

pada kemurnian DNA. Adanya kontaminasi seperti protein lain, fenol, kloroform, etanol, EDTA, SDS,

konsentrasi garam yang tnggi dapat menjadi penghambat reaksi enzim restriksi.

 Buffer enzim restriksi

Untuk tiap-tiap enzim restriksi dibuat kondisi reaksi yang optimal oleh pabrik pembuat enzim

 Faktor lain

Jumlah yang besar kadang-kadang diperlukan untuk memotong DNA sirkular pada plasmid atau

DNA virus dibandingkan untuk memotong DNA linier

d). Single strand conformation polimorphim (SSCP)

SSCP merupakan salah satu teknik PCR yang dapat mendeteksi perbedaan nuklotida dari

DNA produk PCR dengan perbedaan satu nuklotida. Metode ini memanfaatkan perbedaan laju

migrasi utas tunggal DNA setelah didenaturasi dalam formamide dye dan perlakuan panas pada gel

poliakrilamid yang diikuti dengan pewarnaan perak. Gerakan pada pita ganda DNA pada gel

elektroforesis pada umumnya tergantung pada ukuran dan panjang basa. Sedangkan gerakan pita

tunggal sangat jelas dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil dalam sekuen. Perubahan yang

sangat kecil jelas terjadi karea secara alami pita tunggal tidak stabil. Dengan demikian dapat terjadi

lakukan karena ada atau tidak adanya pita pasangannya yang menyebabkan pasangan basa terletak

diantara pita dan menghasilakn struktur pita 3D yang unik. Perubahan satu nuklotida berpengaruh

terhadap gerakan dalam gel elektroforesis. Untuk mendapatkan pita tunggal, amplikon dipanaskan

pada suhu tinggi dan kemudian didinginkan secara mendadak. Pita tunggal yang diperoleh dirunning

pada grl poliakrilamid.


E. MANFAAT POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Polymerase chain reaction PCR dapat digunakan untuk:

a. Amplifikasi urutan nukleotida

b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.

c. Bidang kedokteran forensik

d. Melacak asal-usul seseorang dengan membandingkan “finger print”.

Saat ini PCR sudah digunaakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:

1). Isolasi Gen

Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja

panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan didalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA

adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA transkrip

menghasilakan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias

protein. Dari sekian panjang DNA gonome, bagian yang menyediakan protein inilah yang disebut

gen, sisanya tidak menyediakan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya

belum diketahui dengan baik. Para ahli serigkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.

Sebagaicontoh dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pranceas sapi atau babi, kemudian

menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping

karena insulin dari sapi dan babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.

Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin DNA

gonome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. Coli) agar bakteri dapat

memproduksi insulin. Hasilnya insuli yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia,

dan sekarang insulin tinggal di estrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah

ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengobarkan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen,
diperlukan DNA pencari atau dikenal degan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida

sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer

yangsesuai dengan gen tersebut.

2). DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum

digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi

menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya menggunakan satu primer (PCR biasa

menggunakan dua primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.

Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak

diketahui bisa ditentukan.

3). Identifikasi Forensik

Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana

kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka

pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian

dilakukananalisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints

alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA

sidik jari keluargannya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika

memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Banyak

orang yang juga memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari

seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.

4). Diagnosa penyakit

Penyakit infulenza A (H1N1) yang sebelum disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu

fase lagi dari fase pendemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang tepat dan

akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan, teknologi saat ini memungkinkan diagnosa
dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah

tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus infukenza (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus makhluk

lainnya.

F. KESIMPULAN

1. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metodein vitro yang digunakan untuk mensintesis

sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita

yang berlawanan dan mengapit dua target DNA

2. Tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR), denaturasi DNA templat, penempelan

(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA.

3. Komponen-komponen Polymerase Chain Reaction (PCR), enzim DNA Polymerase : Enzim Taq DNA

polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi; Primer merupakan oligonukleotida pendek

rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak.

Panjang primer bersekitar antara 20-30 basa; Reagen lainnya berupa dNTP untuk reaksi polimerisasi,

dan buffer yang mengandung MgCl2

4. Variasi dari Ploymerase chain Reaction (PCR) seperti: Alel-Spesifik PCR, Polymerase Cycling

Assembly, Asymmetric PCR, Hot Start PCR, PCR Spesifik Intersquence, Inverse PCR, Mediated PCR

Ligasi, dll

5. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu: amplifikasi urutan nukleotida, menentukan

kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, bidang kedokteran forensik, melacak

asal-usul seseorang dengan membandingkan DNA “finger print”

G. SARAN

Hendaknya pembahasan Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat lebih diperdalam, mengingat

bahasan yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit sehingga diharapkan pengetahuan
kita tentang polymerase Chain Reaction (PCR) akan lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang

kita miliki sebagai seorang guru.

H. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www. Hptt://www.medicinenet

com. Diakses pada 5 April 2011.

Campbell dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition. Brooks/cole. Kanada.

Elord,S., dan Willliam S. 2011. Genetika edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mahmuddin, 2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Diperoleh dari

www.http://mahmuddin.wordpress.com/. Diakses pada 5 April 2011.

Nasir, M, 2002. Bioteknologi Molekuler dan Sel. Citra Aditiya Bakti. Bandung.

Sandra, R.N., 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www.http://restunidia.blogspot

com/. Diakses pada 5 April 2011.

Stanfield, W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga Jakarta

Anda mungkin juga menyukai