(PCR)
Di susun oleh
Putri Marwan
1911304050
satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering di terapkan adalah boiteknologi.
Bioteknologi merupaka pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme,
sistem atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun
menghasikan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi di
kelompokan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi
tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses
genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional tersebut antara lain : tempe,
ocom, yoghurt, dan keju. Bioteknilogi ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukan
struktur DNA yang di ikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA
Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan
dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti
bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba
Dolly, antibodi monoklonal. Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan berbagai macam disiplin
itu. Disiplin ilmu tersebut antara lain : mikribiologi (tentang mikroba), biologi sel (tentang sel),
genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari
aspek kimianya). Salah satu pokok bahasan yang penting untuk dipahami yaitu mengenai
Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah salah satu
metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dengan jumlah
sequens yang telah ditentukan dari jumlah template kompleks. PCR merupakan suatu teknik sangat
kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler,
genetika populasi, dan analisis forensik. Teknik DNA rekombinan telah memberikan perubahan
secara segnifikan dalam ilmu genetika karena memungkinkan terjadinya isolasi dan karakteristik
gen-gen, mempelajari secara rinci fungsi dan ekspresi selama proses perkembangan terjadi, sebagai
respon terhadap lingkungan. Mengingat peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip
Reaksi berantai polimerase atau umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain reaction)
merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi ) DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan
waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini
dirintis oleh Kary Mullis pada taahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat
temuaannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan dibidang biokimia dan biologi molekular
karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleutida secara in vitro.
Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula.
Jumalah urutan basa nukloutida yang akan diamplifiksi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci
utama pengembangan PCR adalah menentukan bagai mana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA
target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 daalam Sandra, R.N.,
2011).
Pada dasarnya reaksi PCr adalahtiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitudengan adanya
pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan
rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya pada teknik PCR
tidak menggunakan enzim ligase dan primer DNA. Secara singkat, teknik DNA dilakukan dengan cara
enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikan dan
menurunkan suhu camouran secara berulang bebrapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens
DNA yang diinginkan. Menurut Erlic (1989) PCR adalah salah satu metode in vitro yang digunakan
untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya
tingakat kesuksesan ampifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010). PCR didasarkan pada amplifikasi
enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer
dengan ujung 5’ dari dua untaian skuen target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer
PCR) untuk memungkinkan DNA templatedi kopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya
annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA
substrat melalui pamanasan. Hampir semua aplikasi PCR memperkerjakan DNA polimerase yang
stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus
Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok
DNA, nukleotida, dan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida
DNA (juga disebut primer DNA), yang dibutuhkan untuk insiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode
PCR menggunakan siklus temal, yaitu bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk
serangkai langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus termal yang diperlikan pertama yang secara
fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut
DNA lele. Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template
dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil
PCR dan penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang di targetkan untuk amplifikasi DNA
Prose PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA template, penempelan (annealing)
primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas
ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (tempat) sebagai tempat
penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu
sembilan puluh sampai sembilan puluh lima derajat celcius selama beberapa menit (Campble &
Farrel, 2008, Elrod & William, 2011; Natsir, 2002, Stanfied, W.,dkk 2009;; Widyasari, 2001 daalam
Sandra, R.N.,2001)
a). Denaturas
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini
disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara
basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya rekasi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya, denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90-95 derajat
celcius.
Pada saat peempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbantuk antara
primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya pada suhu 50-60 derajat
celcius. Selanjutnya DNA polymerase akan berkaitan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan
menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya,
Umumnya, reaksi polymerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 70 derajat celcius.
Primer yang telah menempel dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimeras.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang di batasi oleh dua primer akan di amplifikasi
secara eksponensial (disebut amplikan yang berupa untai ganda). Sehingga mencapai jumlah copy
yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal
molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan
menjadu 2 copy, sesudah 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akanmenjadi 8
copy dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dan setiap siklus akan menyebabkan
penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya
produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada
ujung-ujung 5’ nya. Proses PCR dilakukan menggunakan satu alat yang disebut thermocycler.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a. Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DAN Polymerase (jenis hot-stast alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
b. Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72 derajat celcius) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment Dna Polimerase I selama
reaksi polimerarisasinya. Enzim ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi,
sehingga penelitian harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa
dipakai untuk perpanjang 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan
tersebut, dalam pengembangannya kemudin dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan disetiap
b). Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen
dengan DNA tempat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk
merancang urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi
PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung
MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi
ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktifitas
1. Real-Time PCR
a. Definisi
Real Time PCR (qPCR) adalah suatu metode analisa yang di kembangkan dari reaksi PCR.
Dalam ilmu biologi molekular, Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase
chain reaction (Q-PCR/QPCR) atau kinetic polymerase chain reaction), adalah suatu teknik
(kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real Time PCR memungkinkan
dilakukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah
relatif setelah dinormalisasi terhadap imput DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan )
sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA yang dianalisa. Real Time PCR (qPCR) atau
dapat pula disebut kuantitatif PCR real time (qPCR) atau PCR kinetik adalah teknik labiratorium
berdasarkan PRC, yang digunakan untuk mengaplifikasi dan secara simultan mengukur molekul DNA
target. Untuk satu atau lebih urutan tertentu dalam sampel DNA, Real Time-PCR memungkinkan
deteksi dan kuantifikasi secara bersamaan, kuantitas yang didapat berupa jumlah selain mutlak atau
jumlah relatif ketika dinormalisasi untuk DNA yang dimasukkan atau gen normalisasi tambahan.
Pada analisa konvensional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamataan
keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setalah dilakukan proses elektroforesis.
Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada
saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul
sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil
tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan
Cara kerja Real Time PCR mengikuti prinsip umum reaksi PCR; utamanya adalah DNA yang
telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasi dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus
amplifikasi selesai. Prinsip kerjannya didasarkan pada deteksi fluoresensi yang diproduksi oleh
molekul reporter yang meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses PCR. Hal ini terjadi karena
akumulasi produk PCR tiap siklus amplifikasi. Molekul repoter dengan fluoresensi meliputi pewarna
yang berkaintan pada double-standed DNA (menggunakan SYBR Green atau EvaGreen Reagents)
Probes). Terdapat dua metode kuantifikasi yang umum digunakan antara lain :
a. Menggunakan zat pewarna fluoresensi yang akan terinterkalasi dengan DNA rantau ganda
b. Probe (penanda) yang berasal dari hasil modifikasi DNA oligonukleotide yang akan berpender
(fluoresensi) ketika terhibridisasi dengan DNA komplemen, misalnya probe FRET (Hybridisasi) dan
probe TaqMan. Dalam setiap pengamatan proses PCR, sinyal fluoresensi yang dipancarkan akan
meningkat secara proporsional setiap siklus PCR telah berhasil dilakukan sejalan dengan bertam
RT-PCR dapat dibedakan menjasi dua metode yaitu one-step RT-PCR dan two-steps RT PCR.
One-step RT-PCR merupakan metode yang lebih umum dilakukan karena reaksi RT dan siklus PCR
dilakukan dalam satu langkah. Akan tetapi pada two-steps RT-PCR reaksi RT dan siklus PCR dilakukan
secara terpisah. Two-step RT-PCR juga menggunakan primer yang berbeda pada masing-masing
reaksi. Umumnya primer yang digunakan pada reaksi RT adalah oligo-dT kemudian dilanjutkan
menggunakan primer urutan Nukleutida Spesifik pada reaksi siklus PCR. Sedagkan one-step RT-PCR
hanya memerlukan satu primer yang spesifik terhadap kedua reaksi tersebut (Qiagen, 2007). RT PCR
yang dilakukan dengan metode one step dapat menurunkan resiko terjadinyan kontaminasi silang
dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan dengan two-step RT-PCR. Meskipun demikian
one step RT-PCR kurang sensitif jika dibandingkan dengan two step RT-PCR (Trani, 2005).
RT-PCR menggunakan sepasang primer, yang berkomplemen dengan siquens yang jelas dari
masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan bantuan enzim DNA
polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai gadaan pada setiap siklusnya dan seterusnya
mengikuti amplifikasi logaritmik. RT-PCR meliputi tiga tahap utama. Tahap pertama adalah reverse
transcription (RT) atau transkripsi balik atau dimana RNA ditranskrip balik menjadi cDNA
menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer. Tahap ini sangat penting dalam kaitannya
dengan performa PCR untuk amplifikasi cDNA dengan bantuan DNA polymerase sebab DNA
polymerase hanya dapat berkerja pada templet yang berupa DNA. Tahapan RT (Reverse
Transcripsion) dapat dilakukan dalam tabung sama dengan PCR (one-step PCR) atau pada tabung
yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar empat puluh derajat celcius sampai lima
puluh derajat celcius, tergantung pada karakteristik reverse transcriptase yang digunakan. Tahap
berikuntnya adalah denaturasi sembilan puluh derajat celcius, pada tahap ini dua untai DNA akan
terpisah dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan kemudian
yang selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu
anealing yang berfariasi tergantung primer yang digunakan, konsentrasi, probe dan konsentrasinya
jika digunakan, dan juga konsentrasi kation. Tahap akhir adalah Amplifikasi PCR yang merupakan
proses dimana dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan Primer yang memerlukan Taq DNA
polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu tujuh puluh dua derajat celcius, yang merupakan
suhu optimal untuk aktifitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur perubahan
suhu dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler.
Interpretasi hasil
Ct < 33 = positis
Ct > 38 = negatif
Ct < 36 = positif
Ct > 40 = negatif
Oligonukleotida alel-spesifik (ASO) adalah bagian pendek dari DNA sintesis yang melengkapi
urutan variabel target DNA, ini bertindak sebagai penyelidik untuk keberadaan target dalam
pengujian Southren blot atau, lebih umum, dalam pengujian, Dot blot yang lebih sederhana, ini
adalah alat umum yang di gunakan dalam pengujian genetik, forensik, dan penelitian Biologi
Molekuler. ASO biasanya merupakan oligonukleotida dengan panjang basa nukleotida 15-21, ini di
rancang (dan digunakan) dengan cara yang membuatnya spesifik hanya satu versi, atau alel, dari
DNA yang diuji. Panjang ASO, dari mana untai itu dipilih, dan kondisi dimana ia terikat (dan di cuci
dari) DNA target semuanya memainkan peran dalam kekhususannya. Penyelidikan ini biasanya
dapat di rancang untuk mendeteksi perbedaan sedikit 1 basa dalam urutan genetik target,
kemampuan dasar dalam pengujian polimorfisme nukleotida tunggal (SNP), yang penting dalam
analisis genotipe dan proyek Genom manusia, untuk deteksi setelah terikat pada target, ASO harus
diberi label dengan radioaktif, enzim, tag fluorescent, Teknologi illumina Methylation Assay
mengambil keuntungan dari ASO untuk mendeteksi perbedan satu pasangan basa (sitosin versus
timin) untuk mengukur metilasi pada situs CpG tertentu. Alel-spesifik atau kloning teknik diagnostik
yang didasarkan pada nukleutida polimorfisme tunggal (SNP). Hal ini membutuhkan pengetahuan
sebelumnya dari urutan DNA, termasuk perbedaan antara alel, dan menggunakan primer yang 3
berakhir meliputi SNP. Amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efesien dalam adanya
ketidaksesuain antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi dengan kehadiran sinyal primer
Hot start PCR teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set up awal
tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan komponen reaksi terhadap
temperatur lelh (misalnya, sembilan puluh lima derajat celcius) sebelum menambahkan polimerase.
Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang menghambat polimerase, aktifitas pada suhu sekitar
kovalen yang tradisional hanya setelah suhu aktifitas langkah-tinggi. Hot-start /cold-finish PCR
dicapai dengan polimerase hibrida baru yang tidak aktif pada suhu kamar dan akan segera diaktifkan
Touchdown (langkah-mundur PCR) sebuah varian dari PCR yang bertujuan untuk
mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil sebagai bersepeda PCR
berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya beberapa derajat 3-5 derajat celcius di atas m T
primer yang digunakan, sedangkan padad siklus kemudian, ini adalah bebrapa derajat (3-5 derajat
celcius) dibawah T primer m. Suhu tinggi memberikan spesifitas yang lebih besar untuk primer
mengikat, dan suhu yang lebih rendah izin lebih amplifikasi efesien dari produk tertentu terbentuk
5. Nested PCR
Nested PCR meningkatkan kekuhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar belakang
karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam dua PCR berturut-turut,
dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk menghasilkan produk DNA, yang selain
target yang dimaksud, masih dapat terdiri dari fragmen DNA, non-khusus diperkuat. Produk (s) yang
kemudian digunakan dalam PCr kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau
seluruhnya berbeda dari dan terletak 3 dari masing-masing primer yang digunakan dalam
reaksipertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat fragmen spesifik DNA yang
panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan pengetahuan lebih rinci tentang urutan target.
Nested PCR adalah suatu teknik perbanyak (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim
DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan
menggunakan Nested PCR, jika fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut
diamplifikasi untuk keduakalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR
yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi Nested PCR dan PCR bisa berguna untuk
digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh
karena itu hasil fragmen DNA dari Nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR
biasa. Waktu yang diperlukan dalam reaksi Nested PCR lebih lama dari pada PCR biasa karena pada
Nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu,
primer. Mekanisme kerja dari Nested PCR sendiri yakni pada fase denaturasi, pertama-tama DNA
mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase penempelan, sepasang primer pertama
melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA diantara kedua primer tersebut dan
terbentuk produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada
proses PCR kedua di menapasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA
spesifik yang berada didalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian antara
kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripadasekuens DNA hasil
pertama.
Adanya perbedaan target DNA yang ingin diteliti serta pola fragmen yang berbeda
menjadikan nested PCR ini banyak digunakan. Dengan adanya perbedaan seperti itu maka teknik
RAPD adalah teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan pada
pengadaan DNA. RAPD juga meruoakan penenda DNA yang memanfaatkan primer acak
oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DN genom organisme. Prinsip teknik RAPD
didasarkan pada kemampuan primer menempel pada cetakan DNA. Primer yang didesain berupa
primer tunggal pendek agar dapat menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan
demikian akan terdapat banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya pola
pita pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarna DNA seperti etidum bromide. Disamping
ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan primer, keberhasilan teknik ini ditentukan juga oleh
kemurnian dan keutuhan DNA cetakan. DNA cetakan yang tidak murni ini menganggu penempelan
primer pada situsnya dan akan menghambat aktifitas enzim polymerase DNA. Enzim ini berfungsi
untuk melakukan polimerisasi DNA. Sedangkan DNA cetakan yang banyak mengalami fregmentasi
Hasil RAPD dapat diperoleh secara cepat terutama jika dibandingkan dengan analisa RFLP
Beberapa jenis primer arbitrary dapat dibeli dan digunakan untuk analisis genom semua
organisme
Pemunculan pita DNA kadang-kadang tidak konsisten. Hal ini lebih sering terjadi jika suhu
annealing yang digunakan terlalu tinggi. Dalam analisis kekerabatan hal ini dapat diatasi
Homologi urutan nukleotida pada pita-pita DNA dengan mobilitas yang sama pada gel tidak
diketahui
AFLP merupakan teknik amplifikasi DNA yang segera dapat dilihat perbedaan fragmennya
setelah PCR melalu gel agarose atau poliakrilamid. Teknik ini dapat digunakan untuk melihat adanya
insersi ataupun delesi basa nuklotida dalam julah yang cukup besar AFLP merupakan teknik yang
lebih sensitive dari RAPD untuk menghasilkan polimorfisme antar genotip. AFLP banyak digunakan
diantaranya untuk mendeteksi sifat-sifat yang berhubungan erat dengan lokus suatu karakter
tertentu, sidik jari DNA, keragaman genetic, penelusuran pola segregasi penelusuran hasil mutasi,
menetapkan jarak genetic dan mengidentifikasi keterpautan gen dengan resistensi penyakit. AFLP
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan RAPD antara lain amplifikasi DNA yang bersifat
spesifik dan lebih stabil. AFLP dapat digunakan untuk mengenali hubungan kekerabatan yang sangat
dekat antar-genotip, perbedaan antar klon dalam satu kultivar, keragaman yang disebabkan
terjadinya mutasi yang sangat sedikit, atau adanya perbedaan genetik tang sangat kecil.
RFLP merupakan teknik PCR yang menggunakan enzim restriksi untuk mendeteksi
keragaman DNA. Amplikon dipotong dengan menggunakan enzim restriksi untuk mendapatkan
fragmen DNA. Enzim restriksi yang umumnya digunakan yaitu enzim yang biasanya ditemukan pada
melindungi genomnya sendiri dari metilasi nuklotida didalam sekun endonuklease yang dikenali,
Tipe enzim yang kedua yaitu enzim yang sangat penting,. Umumnya sekuen dipotongnnya
diketahui. Biasanya panjangnya enzim restriksi ini ada 4 sampai 6 nuklotida. Enzim pada kelompok
Sangat penting untuk mengenalienzim pemotongan ini karena bersifat sangat spesifik dalam
memotong sekuen nuklotida yang dikenalinya. Parameter yang perlu diperhatikan dalam
Secara umum enzim restriksi sangat efesien dalam memotong situs DNA namun tergantung
pada kemurnian DNA. Adanya kontaminasi seperti protein lain, fenol, kloroform, etanol, EDTA, SDS,
konsentrasi garam yang tnggi dapat menjadi penghambat reaksi enzim restriksi.
Untuk tiap-tiap enzim restriksi dibuat kondisi reaksi yang optimal oleh pabrik pembuat enzim
Faktor lain
Jumlah yang besar kadang-kadang diperlukan untuk memotong DNA sirkular pada plasmid atau
SSCP merupakan salah satu teknik PCR yang dapat mendeteksi perbedaan nuklotida dari
DNA produk PCR dengan perbedaan satu nuklotida. Metode ini memanfaatkan perbedaan laju
migrasi utas tunggal DNA setelah didenaturasi dalam formamide dye dan perlakuan panas pada gel
poliakrilamid yang diikuti dengan pewarnaan perak. Gerakan pada pita ganda DNA pada gel
elektroforesis pada umumnya tergantung pada ukuran dan panjang basa. Sedangkan gerakan pita
tunggal sangat jelas dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil dalam sekuen. Perubahan yang
sangat kecil jelas terjadi karea secara alami pita tunggal tidak stabil. Dengan demikian dapat terjadi
lakukan karena ada atau tidak adanya pita pasangannya yang menyebabkan pasangan basa terletak
diantara pita dan menghasilakn struktur pita 3D yang unik. Perubahan satu nuklotida berpengaruh
terhadap gerakan dalam gel elektroforesis. Untuk mendapatkan pita tunggal, amplikon dipanaskan
pada suhu tinggi dan kemudian didinginkan secara mendadak. Pita tunggal yang diperoleh dirunning
Saat ini PCR sudah digunaakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja
panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan didalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA
adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA transkrip
menghasilakan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA gonome, bagian yang menyediakan protein inilah yang disebut
gen, sisanya tidak menyediakan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya
belum diketahui dengan baik. Para ahli serigkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.
Sebagaicontoh dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pranceas sapi atau babi, kemudian
menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping
karena insulin dari sapi dan babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin DNA
gonome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. Coli) agar bakteri dapat
memproduksi insulin. Hasilnya insuli yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia,
dan sekarang insulin tinggal di estrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah
ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengobarkan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen,
diperlukan DNA pencari atau dikenal degan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida
sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum
digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi
menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan dua primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana
kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka
pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian
dilakukananalisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints
alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA
sidik jari keluargannya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika
memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Banyak
orang yang juga memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari
Penyakit infulenza A (H1N1) yang sebelum disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu
fase lagi dari fase pendemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang tepat dan
akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan, teknologi saat ini memungkinkan diagnosa
dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah
tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus infukenza (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus makhluk
lainnya.
F. KESIMPULAN
1. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metodein vitro yang digunakan untuk mensintesis
sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita
3. Komponen-komponen Polymerase Chain Reaction (PCR), enzim DNA Polymerase : Enzim Taq DNA
polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi; Primer merupakan oligonukleotida pendek
rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak.
Panjang primer bersekitar antara 20-30 basa; Reagen lainnya berupa dNTP untuk reaksi polimerisasi,
4. Variasi dari Ploymerase chain Reaction (PCR) seperti: Alel-Spesifik PCR, Polymerase Cycling
Assembly, Asymmetric PCR, Hot Start PCR, PCR Spesifik Intersquence, Inverse PCR, Mediated PCR
Ligasi, dll
5. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu: amplifikasi urutan nukleotida, menentukan
kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, bidang kedokteran forensik, melacak
G. SARAN
Hendaknya pembahasan Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat lebih diperdalam, mengingat
bahasan yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit sehingga diharapkan pengetahuan
kita tentang polymerase Chain Reaction (PCR) akan lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang
H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www. Hptt://www.medicinenet
Nasir, M, 2002. Bioteknologi Molekuler dan Sel. Citra Aditiya Bakti. Bandung.
Stanfield, W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga Jakarta