DEPARTEMEN GERONTIK
PADA PASIEN HIPERTENSI DI WISMA MAWAR UPT
PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BLITAR
DI TULUNGAGUNG
Oleh :
BINTI NUR A’INUN MA’RIFAH
NIM. 40219006
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KOMUNITAS
PADA PASIEN HIPERTENSI DI WISMA MAWAR UPT
PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BLITAR
DI TULUNGAGUNG
I. KONSEP LANSIA
A. DEFINISI LANSIA
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama
dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai
menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).
Secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya
65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Usia
kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan
penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda,
berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh
karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu
lansia dengan lansia lainnya (Potter et al, 2009).
B. KLASIFIKASI LANSI
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
D. TIPE LANSIA
Tipe yang ada pada lansia tergantung oleh karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2009) :
1. Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan
banyak menuntut.
4. Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
B. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Berikut adalah klasifikasi hipertensi :
Batasan Tekanan Darah (mmHg) Kategori
Diastolik
< 80 Tekanan darah normal
80-89 Prehipertensi
90-99 Hipertensi stage 1
≥ 100 Hipertensi stage 2
Sistolik
≤ 120 Tekanan darah normal
120-139 Prehipertensi
140-159 Hipertensi stage 1
≥ 160 Hipertensi stage 2
Sumber : Fundamental Of Nursing (Potter dan Perry, 2009)
E. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Menurut (Triyanto,2014) meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola)
untuk sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau
hormon didalam darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami
pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh
perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari
sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui
beberapa cara : jika tekanan darah meningkat, ginjal akan mengeluarkan
garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal
akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ peting
dalam mengembalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan
kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada
salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah
(Triyanto, 2014). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya , aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantunng
dan meningkatkan tahanan perifer (Prima, 2015).
F. KOMPLIKASI HIPERTENSI
Menurut (Triyanto, 2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan
sebagai berikut :
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-
arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena stroke
adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa
kaku, tidak dapat berbicara secara jelas), serta tidak sadarkan diri secara
mendadak.
2. Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus, dengan rusaknya
glomerolus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering di jumpai pada hipertensi kronik.
4. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke
jantung dengan cepat dengan mengakibatkan cairan terkumpul di paru,
kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati dapat terjadi terutama
pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruangan intertisium di seluruh susunan saraf
pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma.
Sedangkan menurut (Ahmad, 2011) hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila tidak
ditangani dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal
karena komplikasi kardovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal
jantung, dan gagal ginjal, target kerusakan akibat hipertensi antara lain :
1. Otak : Menyebabkan stroke.
2. Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan.
3. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark
jantung).
4. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal.
H. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Menurut Rudianto (2013) pengobatan hipertensi dibagi menjadi 2 jenis
yaitu :
1. Pengobatan Non Farmakologi diantaranya :
1) Diit rendah garam/ kolesteral/ lemak jenuh.
2) Mengurangi asupan garam kedalam tubuh.
3) Ciptakan keadaan rileks.
4) Melakukan olah raga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama
30-45 sebanyak 3-4 kali seminggu.
5) Berhenti merokok dan Alkohol.
2. Pengobatan dalam Farmakologi
Terdapat banyak jenis obat antihipertensi saat ini. Untuk pemilihan
obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter diantaranya :
1) Diuretik
Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang mengakibatkan daya
pompa jantung lebih ringan . contoh : Hidroklorotiazid.
2) Penghambat simpatetik
Bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh : metildopa, klonidin dan
resepin.
3) Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung dan tidak dianjurkan pada penderita yang
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronchial. Pada orang
tua terdapat gejala bronkospame (penyempitan saluran pernapasan),
sehingga pemberian obat harus berhati-hati. Contoh: Metoprolol,
propanplol dan atenolol.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2011. Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan Hipertensi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Darmojo. 2010. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakartan: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Effendi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam
Keperawatan. Jakarta : Salemba medika.
Marliani. 2007. 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta : PT Elex Media.
Martuti. 2009. Hipertensi Merawat dan Menyembuhkan Penyakit Tekanan Darah
Tinggi. Penerbit Kreasi Kencana Perum Sidorejo Bumi Indah (SBI) Blok F 155
Kasihan Bantul, pp.10-12.
Maryam, Siti. 2010. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta : Trans Info Medika.
Mujahidullah. 2012. Keperawatan Gerontik. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Murwani. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Goshyen
Publishing.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Pudiastuti. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika.
Rudianto. 2013. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes: Mendeteksi, Mencegah, dan
Mengobati dengan Cara Medis dan Herbal. Yogyakarta : Sakkhasukma.
Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Gaya Baru. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sustrani. 2004. Hipertensi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Triyanto. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Udjianti. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Widjaya . 2009. Hubungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Diet Rendah
Garam Pada Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang.