Anda di halaman 1dari 64

(BASIS HUKUM) Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar

Ujian Sekolah Ujian Rencana Peraturan


Berstandar Nasional Pelaksanaan Penerimaan
Nasional (UN) Pembelajaran Peserta Didik Baru
(USBN) (RPP) (PPDB) Zonasi
Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar: USBN dan UN

Ujian Sekolah Ujian Rencana Peraturan


Berstandar Nasional Pelaksanaan Penerimaan
Nasional (UN) Pembelajaran Peserta Didik Baru
(USBN) (RPP) (PPDB) Zonasi
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Situasi saat ini Arahan kebijakan baru

Tahun 2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen)


yang diselenggarakan hanya oleh sekolah

Semangat UU Sisdiknas adalah memberikan


keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan Ujian untuk menilai kompetensi siswa dapat dilakukan
kelulusan, namun USBN membatasi penerapan hal ini dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain
yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan
penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dsb.)

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang berbasis


kompetensi, perlu asesmen yang lebih holistik untuk Guru dan sekolah lebih merdeka
mengukur kompetensi anak dalam menilai hasil belajar siswa

Anggaran USBN dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas


guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran
Ujian Nasional (UN)

Situasi saat ini Arahan kebijakan baru

 Tahun 2020, UN akan dilaksanakan untuk terakhir kalinya


Materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru
cenderung menguji penguasaan konten, bukan  Tahun 2021, UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi
kompetensi penalaran Minimum dan Survei Karakter

Literasi Numerasi Karakter


UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orangtua
karena menjadi indikator keberhasilan siswa Kemampuan Kemampuan Misalnya pembelajar,
sebagai individu bernalar tentang bernalar gotong royong,
dan menggunakan menggunakan kebhinnekaan, dan
• UN seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu bahasa matematika perundungan
sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa

 Dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah


(misalnya kelas 4, 8, 11) sehingga mendorong guru dan sekolah
UN hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan tidak bisa
belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya
 Mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti
PISA dan TIMSS
SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2019
TENTANG
PENYELENGGARAAN UJIAN YANG DISELENGGARAKAN
SATUAN PENDIDIKAN DAN UJIAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya


praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar
dan karakter peserta didik secara utuh;
b. bahwa untuk mendorong praktik belajar-mengajar
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, satuan
pendidikan diberikan keleluasaan untuk berinovasi
dalam menciptakan lingkungan belajar yang berpihak
pada peserta didik;
c. bahwa pengaturan mengenai penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah Pusat belum dapat mengakomodir
kebutuhan hukum di masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Penyelenggaraan Ujian yang
Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional;
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
5. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2019 tentang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 207);
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
897);
-3-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PENYELENGGARAAN UJIAN YANG
DISELENGGARAKAN SATUAN PENDIDIKAN DAN UJIAN
NASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Satuan Pendidikan adalah satuan pendidikan dasar dan
menengah yang meliputi Sekolah Dasar (SD), Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Sekolah Dasar Teologi Kristen (SDTK),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah
Menengah Pertama Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Agama Kristen (SMAK), Sekolah Menengah
Agama Katolik (SMAK), Sekolah Menengah Teologi
Kristen (SMTK), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
(SMALB), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan Program
Paket A/Ula, Paket B/Wustha, dan Program Paket
C/Ulya.
2. Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
3. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya
disingkat BSNP adalah badan mandiri dan profesional
yang bertugas mengembangkan, memantau, dan
mengendalikan Standar Nasional Pendidikan.
4. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan
prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu
Satuan Pendidikan.
-4-

5. Ujian Nasional yang selanjutnya disingkat UN adalah


kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada
mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu
pada Standar Kompetensi Lulusan.
6. Kementerian adalah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
7. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
8. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.

BAB II
PENYELENGGARAAN UJIAN YANG DISELENGGARAKAN
OLEH SATUAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2
(1) Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan
merupakan penilaian hasil belajar oleh Satuan
Pendidikan yang bertujuan untuk menilai pencapaian
standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran.
(2) Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
-5-

Bagian Kedua
Peserta Ujian

Pasal 3
Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diikuti oleh peserta
didik pada akhir jenjang.

Pasal 4
Peserta didik pada akhir jenjang yang mengikuti Ujian yang
diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan harus memenuhi
persyaratan:
a. telah berada pada tahun terakhir di masing-masing
jenjang atau program paket kesetaraan; dan
b. memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar seluruh
program pembelajaran yang telah ditempuh pada jenjang
pendidikan tersebut.

Bagian Ketiga
Bentuk Ujian

Pasal 5
(1) Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berupa:
a. portofolio;
b. penugasan;
c. tes tertulis; dan/atau
d. bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan
Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan
Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester
genap pada akhir jenjang dengan mempertimbangkan
capaian standar kompetensi lulusan.
-6-

Bagian Keempat
Kelulusan Peserta Didik

Pasal 6
(1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan/program
pendidikan setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik; dan
c. mengikuti Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan
Pendidikan.
(2) Kelulusan peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh satuan/program pendidikan
yang bersangkutan.

Pasal 7
(1) Penyelesaian seluruh program pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a,
untuk peserta didik:
a. sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/sekolah dasar
teologi kristen dan sekolah dasar luar biasa apabila
telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas I
sampai kelas VI;
b. sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah/
sekolah menengah pertama teologi kristen dan
sekolah menengah pertama luar biasa apabila telah
menyelesaikan pembelajaran dari kelas VII sampai
dengan kelas IX;
c. sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah
menengah teologi kristen/sekolah menengah agama
kristen/sekolah menengah agama katolik, sekolah
menengah atas luar biasa, dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan program 3
(tiga) tahun apabila telah menyelesaikan
pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII;
d. sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan program 4 (empat) tahun apabila telah
menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai
dengan kelas XIII;
-7-

e. sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah/


sekolah menengah pertama teologi kristen dan
sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah
menengah teologi kristen/sekolah menengah agama
kristen/sekolah menengah agama katolik yang
menerapkan sistem kredit semester apabila telah
menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang
dipersyaratkan; atau
f. program paket A/ula, program paket B/wustha, dan
program paket C, apabila telah menyelesaikan
keseluruhan kompetensi masing-masing program.
(2) Satuan Pendidikan yang menerapkan sistem kredit
semester sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
harus memiliki izin dari Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi/Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 8
(1) Peserta didik yang dinyatakan lulus dari satuan/program
pendidikan diberikan ijazah.
(2) Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada akhir semester genap pada setiap akhir jenjang.
(3) Ketentuan mengenai ijazah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
Satuan Pendidikan wajib menyampaikan nilai Ujian yang
diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan dan nilai rapor
kepada Kementerian melalui data pokok pendidikan untuk
kepentingan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
-8-

BAB III
PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 10
(1) UN merupakan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah
Pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu.
(2) UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
(3) UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk peserta
didik pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan termasuk ujian kompetensi keahlian.

Bagian Kedua
Peserta dan Penyelenggara UN

Pasal 11
(1) UN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) wajib
diikuti oleh peserta didik pada akhir jenjang:
a. sekolah menengah pertama/madrasah
tsanawiyah/sekolah menengah pertama teologi
kristen, program paket B/wustha;
b. sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah
menengah agama kristen/sekolah menengah agama
katolik/sekolah menengah teologi kristen, program
paket C/ulya; dan
c. sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah
kejuruan, program paket C kejuruan.
(2) Peserta didik pada akhir jenjang sekolah menengah
pertama luar biasa dan sekolah menengah atas luar
biasa tidak wajib mengikuti UN.
-9-

Pasal 12
(1) Peserta didik yang berhalangan karena alasan tertentu
dapat mengikuti UN susulan.
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan bukti yang sah.
(3) Untuk memenuhi kriteria pencapaian standar
kompetensi lulusan, peserta didik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 berhak mengulang UN.

Pasal 13
(1) UN diselenggarakan oleh satuan/program pendidikan
yang terakreditasi.
(2) Penyelenggaraan UN bagi peserta didik pada
satuan/program pendidikan yang belum terakreditasi
diatur dalam Prosedur Operasional Standar (POS) UN.

Pasal 14
(1) Pelaksanaan UN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) diutamakan melalui ujian nasional berbasis
komputer (UNBK).
(2) Dalam hal UNBK tidak dapat dilaksanakan, maka UN
dilaksanakan berbasis kertas.

Bagian Ketiga
Bahan UN

Pasal 15
(1) Kisi-kisi UN merupakan acuan dalam pengembangan dan
perakitan naskah soal Ujian yang disusun berdasarkan
kriteria pencapaian standar kompetensi lulusan, standar
isi, dan kurikulum yang berlaku.
(2) Kisi-kisi UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh BSNP.
- 10 -

Pasal 16
(1) Penggandaan dan distribusi bahan UN berbasis kertas
dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggandaan dan
pendistribusian bahan UN berbasis kertas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh badan yang
melaksanakan tugas di bidang penelitian dan
pengembangan.

Bagian Keempat
Biaya Penyelenggaraan

Pasal 17
(1) Biaya penyelenggaraan dan pelaksanaan UN menjadi
tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
dan Satuan Pendidikan.
(2) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau
Satuan Pendidikan tidak diperkenankan memungut
biaya pelaksanaan UN dari peserta didik, orang
tua/wali, dan/atau pihak yang membiayai peserta didik.

Bagian Kelima
Sertifikat

Pasal 18
(1) Setiap peserta didik yang telah mengikuti UN akan
mendapatkan sertifikat hasil UN.
(2) Sertifikat hasil UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit berisi:
a. biodata siswa; dan
b. nilai UN untuk setiap mata pelajaran yang diujikan.
- 11 -

BAB IV
SANKSI

Pasal 19
(1) Setiap orang, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat
dalam pelaksanaan UN wajib menjaga kerahasiaan dan
keamanan.
(2) Setiap orang, kelompok, dan/atau lembaga yang terbukti
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Satuan
Pendidikan wajib melakukan sosialisasi UN.

Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan UN diatur
lebih lanjut dalam POS UN yang ditetapkan oleh BSNP.
- 12 -

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 228) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 13 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2019

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

NADIEM ANWAR MAKARIM

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2019

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1590

Salinan sesuai dengan aslinya.


Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

ttd.

Dian Wahyuni
NIP 196210221988032001
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional
(USBN)

Mengapa pemerintah USBN dikembalikan pada esensinya, yaitu asesmen akhir jenjang yang
mengganti USBN? dilakukan oleh guru dan sekolah. Kelulusan siswa pada akhir jenjang
memang merupakan wewenang sekolah yang didasarkan pada penilaian
oleh guru. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas dan juga prinsip
pendidikan bahwa yang paling memahami siswa adalah guru.

Selain itu, asesmen akhir jenjang oleh sekolah memungkinkan penilaian


yang lebih komprehensif, yang tidak hanya didasarkan pada tes tertulis
pada akhir tahun. Hal ini juga mendorong sekolah untuk
mengintensifkan dan memperluas pelibatan guru dalam semua tingkat
dalam proses asesmen.

Apa ganti USBN? Gantinya adalah ujian yang dikelola tiap-tiap sekolah. Ujian tersebut
dapat dilaksanakan dalam beragam bentuk asesmen sesuai dengan
kompetensi yang diukur.

Seperti apa Dari sisi bentuk ujian, guru boleh dan diharapkan menggunakan
pelaksanaan ujian beragam bentuk asesmen. Hal ini bisa berupa tes tertulis seperti saat ini.
sekolah pengganti Namun guru juga disarankan menggunakan asesmen bentuk lain seperti
USBN? penugasan, portofolio siswa, dan project kolaboratif.

Dari sisi waktu pelaksanaan, asesmen yang menjadi bagian dari ujian ini
tidak selalu harus dilakukan di penghujung tahun ajaran sebagaimana
ujian konvensional selama ini. Misalnya, nilai ujian akhir jenjang bisa
didasarkan pada penilaian portofolio dan penugasan yang dilakukan
sejak semester ganjil.

Kedua perubahan ini memungkinkan kompetensi siswa dinilai secara


lebih komprehensif. Perubahan ini juga memungkinkan penilaian yang
lebih terdiferensiasi, sesuai dengan kebutuhan individual siswa.

Bagaimana jika guru USBN memposisikan sebagian besar guru sebagai penerima dan
merasa kurang siap pengguna tes yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan
melakukan penilaian Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di bawah koordinasi dinas
akhir jenjang? pendidikan daerah. Semua siswa dan semua sekolah dalam satu daerah
terikat untuk menggunakan bentuk ujian sama.

Hal ini menghambat kemerdekaan guru untuk belajar melakukan


asesmen. Dengan mengembalikan kewenangan penilaian akhir jenjang
pada sekolah, guru didorong untuk mulai dan secara terus menerus
mengembangkan kapasitas profesionalnya terkait asesmen.

Selain itu, membuat soal tes tertulis yang bermutu memang tidak
mudah. Kabar baiknya, penilaian akhir jenjang tidak harus
mengandalkan tes tertulis. Guru bisa menggunakan beragam bentuk
asesmen yang sesuai dengan kompetensi yang diukur, termasuk bentuk
asesmen yang lebih dikenal oleh masing-masing guru.

Apa peran yang Dinas Pendidikan tidak lagi mengkoordinasi atau memfasilitasi
diharapkan dari dinas penyelenggaraan ujian yang seragam. Peran Dinas diharapkan bergeser
pendidikan? ke arah pengembangan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan
mutu pembelajaran.

Apa konsekuensi Guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melakukan asesmen
kebijakan baru ini pada siswa. Guru dapat melakukan asesmen yang lebih sesuai untuk
guru? kebutuhan siswa dan situasi kelas/sekolahnya. Hal ini juga mendorong
guru untuk terus mengembangkan kompetensi profesionalnya, terutama
terkait asesmen siswa.

Apa konsekuensi Sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni asesmen
kebijakan baru ini bagi yang berdampak positif pada proses dan hasil belajar siswa. Hal ini bisa
sekolah? dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai
strategi asesmen yang tepat bagi siswa dan kondisi sekolah masing-
masing.

Apa konsekuensi Tekanan psikologis bagi siswa akan berkurang karena asesmen dapat
kebijakan baru ini bagi dilakukan secara lebih komprehensif, tidak hanya pada waktu spesifik di
siswa? akhir tahun ajaran seperti praktik selama ini. Siswa bisa memiliki lebih
banyak kesempatan, dan melalui lebih banyak cara, untuk menunjukkan
kompetensinya.
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Ujian Nasional (UN)

Apa kebijakan baru Mulai tahun 2021 UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi
tentang UN? Minimum dan Survei Karakter. Kedua asesmen baru ini dirancang
khusus untuk fungsi pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara
nasional.

Mengapa 2020 akan Pertama, UN lebih banyak berisi butir-butir yang mengukur
menjadi tahun terakhir kompetensi berpikir tingkat rendah. Hal ini tidak sejalan dengan
bagi UN? tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi serta kompetensi lain yang lebih relevan dengan Abad
21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum 2013.

Kedua, UN kurang mendorong guru menggunakan metode pengajaran


yang efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang memberi
dorongan lebih kuat ke arah pengajaran yang inovatif dan berorientasi
pada pengembangan penalaran, bukan hafalan.

Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk memperbaiki mutu


pendidikan secara nasional. Karena dilangsungkan di akhir jenjang,
hasil UN tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan
belajar siswa dan memberi bantuan yang sesuai dengan kebutuhan
tersebut.

Apa akan mengganti UN? Asesmen kompetensi pengganti UN mengukur kompetensi bernalar
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di berbagai
konteks, baik personal maupun profesional (pekerjaan). Saat ini
kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji, namun contohnya
adalah kompetensi bernalar tentang teks (literasi) dan angka
(numerasi).

Selain itu, Kemdikbud juga akan melakukan survei untuk mengukur


aspek-aspek lain yang mencerminkan penerapan Pancasila di sekolah.
Hal ini mencakup aspek-aspek karakter siswa (seperti karakter
pembelajar dan karakter gotong royong) dan iklim sekolah (misalnya
iklim kebinekaan, perilaku bullying, dan kualitas pembelajaran).

Karena fungsi utamanya adalah sebagai alat pemetaan mutu, asesmen


kompetensi dan survei pembinaan Pancasila ini belum tentu
dilaksanakan setiap tahun, dan belum tentu harus diikuti oleh semua
siswa.

Tanpa UN, bukankah Menggunakan ancaman ujian untuk mendorong belajar akan
siswa kurang termotivasi berdampak negatif pada karakter siswa. Jika dilakukan terus menerus,
untuk belajar? siswa justru akan menjadi malas belajar jika tidak ada ujian. Dengan
kata lain, siswa menjadi terbiasa belajar sekedar untuk mendapat nilai
baik dan menghidari nilai jelek. Hal ini membuat siswa lupa akan
kenikmatan intrinsik yang bisa diperoleh dari proses belajar itu sendiri.
Padahal, motivasi belajar intrinsik inilah yang justru sangat perlu
dikembangkan agar siswa agar menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Tanpa UN, apakah siswa UN adalah alat untuk melakukan monitoring dan evaluasi mutu sistem
tidak menjadi orang yang pendidikan. Fungsi UN bukan untuk melatih keuletan atau kegigihan.
kurang gigih? Sifat-sifat ini tidak dapat dibentuk secara instan di akhir jenjang
pendidikan melalui ancaman ketidaklulusan atau nilai buruk. Sifat
seperti kegigihan hanya dapat ditumbuhkan melalui proses belajar
yang memberi berbagai tantangan bermakna secara berkelanjutan.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa membuat sifat seperti
kegigihan menjadi bagian dari karakter siswa.

Mengapa hanya Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan
difokuskan pada literasi mendasar. Kemampuan berpikir tentang, dan dengan, bahasa serta
dan numerasi? matematika diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial,
maupun profesional. Dengan mengukur kompetensi yang bersifat
mendasar (bukan konten kurikulum atau pelajaran), pesan yang ingin
disampaikan adalah bahwa guru diharapkan berinovasi
mengembangkan kompetensi siswa melalui berbagai pelajaran
melalui pengajaran yang berpusat pada siswa.

Apakah berarti pelajaran Fokus asesmen adalah kompetensi berpikir, sehingga hasil
selain bahasa dan pengukuran tidak sekedar mencerminkan prestasi akademik pelajaran
matematika tidak Bahasa Indonesia dan Matematika saja. Literasi dan numerasi justru
penting? bisa dan seharusnya memang dikembangkan melalui berbagai mata
pelajaran, termasuk IPA, IPS, kewarganegaraan, agama, seni, dst.
Pesan ini penting dipahami oleh guru, sekolah, dan siswa untuk
meminimalkan risiko penyempitan kurikulum pada pelajaran Bahasa
Indonesia dan Matematika.

Jika apa yang diukur Betul bahwa asesmen ini tidak terikat secara erat dengan konten
tidak terikat pada konten kurikulum. Namun tidak berarti bahwa asesmen ini sama sekali
kurikulum, bagaimana terlepas dari kurikulum. Dari sisi konten, asesmen literasi dan
kaitan antara asesmen ini numerasi tentu memperhatikan apa yang (seharusnya) diajarkan oelh
dengan standar guru pada tiap kelas dan jenjang pendidikan. Hanya saja, asesmen ini
pendidikan? tidak dimaksudkan untuk mengukur penguasaan siswa atas konten
kurikulum secara keseluruhan.

Pada prinsipnya, penguasaan kurikulum secara utuh hanya bisa dinilai


oleh guru menggunakan sumber informasi yang beragam dari
interaksi sehari-hari dengan siswa. Terlebih lagi, kurikulum tiap
sekolah bisa berbeda karena masing-masing memiliki kewenangan
untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi dan
karakteristik siswanya.

Siapa yang akan menjadi Asesmen kompetensi baru akan dilakukan pada siswa yang duduk di
peserta asesmen pertengahan jenjang sekolah, seperti kelas 4 untuk SD, kelas 8 untuk
pengganti UN? SMP, dan kelas 11 untuk SMA. Dengan dilakukan pada tengah jenjang,
hasil asesmen bisa dimanfaatkan sekolah untuk mengidentifikasi
kebutuhan belajar siswa. Dengan dilakukan sejak jenjang SD, hasilnya
dapat menjadi deteksi dini bagi permasalahaan mutu pendidikan
nasional.

Apakah perubahan ini Perlu diketahui bahwa saat ini pun tidak ada UN pada jenjang SD.
berdampak pada siswa Dengan demikian, penghentian UN tidak berdampak pada siswa SD.
SD? Seperti yang dipaparkan pada poin sebelumnya, sebagian siswa SD
akan mengikuti asesmen kompetensi baru. Namun asesmen baru ini
dirancang agar tidak memiliki konsekuensi bagi siswa. Karena itu,
asesmen baru tidak menjadi beban tambahan bagi siswa SD.

Tanpa UN, bagaimana Perlu dipahami bahwa UN itu sendiri bukan merupakan standar. UN
mengukur ketercapaian merupakan instrumen asesmen yang membantu menilai pencapaian
standar nasional sebagian standar nasional pendidikan. Karena itu, menghapus UN
pendidikan? bukan berarti menghilangkan standar pendidikan.

Sebagaimana disebutkan di atas, UN akan diganti dengan asesmen lain


yang memang dirancang sebagai alat pemetaan mutu pendidikan
nasional. Hasil asesmen pengganti UN tersebut akan menjadi indikator
bagi ketercapaian standar nasional pendidikan di tiap daerah.

Jika tidak terikat pada Asesmen yang dilakukan oleh otoritas (dalam hal ini Kemendikbud)
konten kurikulum, berpotensi dipandang sebagai beban tambahan karena guru dan
apakah asesmen ini akan sekolah ingin memperoleh hasil yang baik. Meski demikian,
menjadi tambahan sebenarnya asesmen literasi dan numerasi ini bukan beban tambahan.
beban bagi siswa/guru di Yang diukur oleh asesmen ini bukanlah penguasaan konten tambahan
luar kurikulum yang ada? yang perlu diajarkan di luar kurikulum yang ada. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, kompetensi literasi dan numerasi bisa dan
perlu dikembangkan melalui semua mata pelajaran.

Jika digunakan untuk Harus diakui bahwa asesmen baru dapat dianggap bersifat high stakes
menilai efektivitas bagi guru dan sekolah. Jika itu terjadi, asesmen baru berpotensi
sekolah, apakah asesmen memiliki dampak negatif seperti mendorong adanya tekanan dari guru
baru tidak berdampak pada siswa untuk mendapat skor tinggi, serta anggapan bahwa
negatif pada siswa? pelajaran yang dianggap tidak relevan untuk asesmen ini kurang
penting.

Dampak seperti ini akan dimitigasi melalui berbagai cara. Yang


pertama adalah rancangan kebijakan yang menekankan pada
pemberian dukungan dan sumberdaya sesuai kebutuhan sekolah,
bukan hukuman dan hadiah. Kedua, akan tersedia asesmen yang sama
dalam versi yang dapat digunakan oleh guru sebagai bagian dari
pengajaran sehari-hari. Versi “asesmen mandiri” ini juga akan
dilengkapi dengan petunjuk pedagogis dan sumberdaya belajar yang
relevan untuk mengembangkan kompetensi siswa sesuai levelnya.

Apa dampak asesmen Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang agar tidak
baru bagi siswa? memiliki konsekuensi bagi siswa. Misalnya, pelaksanaan pada
pertengahan jenjang (bukan akhir jenjang) membuat hasil asesmen
kompetensi tidak relevan untuk menilai pencapaian siswa. Hasilnya
juga tidak relevan untuk seleksi memasuki jenjang sekolah yang lebih
tinggi. Dengan demikian, asesmen ini tidak akan menjadi beban
tambahan bagi siswa, di luar beban belajar normal yang sudah
dijalani.

Apa dampak asesmen Analisis dan laporan hasil asesmen kompetensi akan dibuat agar bisa
pada guru dan sekolah? dimanfaatkan guru dan sekolah untuk memperbaiki proses belajar
mengajar. Hal ini dimungkinkan karena asesmen baru akan didasarkan
pada model learning progression (lintasan belajar) yang akan
menunjukkan posisi siswa dalam tahapan perkembangan suatu
kompetensi.

Laporan hasil asesmen juga akan dirancang agar tidak menjadi


ancaman bagi guru dan sekolah. Pemerintah menyadari bahwa baik
buruknya pencapaian siswa dipengaruhi oleh faktor pengajaran
(proses di sekolah) maupun faktor-faktor di luar sekolah, seperti
lingkungan rumah dan gaya pengasuhan orangtua. Karena itu
keberhasilan guru atau sekolah tidak akan dinilai berdasarkan level
kompetensi siswa di satu waktu. Keberhasilan guru/sekolah akan lebih
didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang dicapai dibanding
waktu asesmen sebelumnya.

Hasil asesmen justru akan digunakan untuk mengidentifikasi


kebutuhan sekolah. Kemdikbud akan mengalokasikan dukungan –
misalnya dalam bentuk alokasi SDM dan/atau dana – sesuai dengan
kebutuhan tiap sekolah.

Apa dasar hukum UU Sisdiknas secara eksplisit memberi mandat kepada pemerintah –
penggantian UN dengan melalui lembaga mandiri – untuk melakukan evaluasi mutu sistem
asesmen baru? pendidikan nasional. Asesmen pengganti UN akan menjadi instrumen
untuk melayani fungsi tersebut.
Selain itu, pengadilan Negeri Jakarta pada 2007, dan kemudian
Mahkamah Agung (MA) pada 2009, menilai bahwa UN tidak adil bagi
siswa yang berada di sekolah dan/atau daerah yang kekurangan
sumberdaya. MA memerintahkan pemerintah untuk “meninjau
kembali sistem pendidikan nasional”. Dengan merancang asesmen
baru yang berfungsi untuk pemetaan mutu serta umpan balik bagi
sekolah, tanpa ada konsekuensi pada siswa, pemerintah secara
otomatis telah mematuhi putusan hukum MA mengenai UN.
Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar: Penyederhanaan RPP

Ujian Sekolah Ujian Rencana Peraturan


Berstandar Nasional Pelaksanaan Penerimaan
Nasional (UN) Pembelajaran Peserta Didik Baru
(USBN) (RPP) (PPDB) Zonasi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Situasi saat ini Arahan kebijakan baru

Guru secara bebas dapat memilih, membuat,


Format Guru diarahkan untuk mengikuti format RPP secara kaku
menggunakan dan mengembangkan format RPP

3 komponen inti (komponen lainnya bersifat


pelengkap dan dapat dipilih secara mandiri):
RPP memiliki terlalu banyak komponen – Guru diminta  Tujuan pembelajaran
Komponen untuk menulis dengan sangat rinci (satu dokumen RPP  Kegiatan pembelajaran
bisa mencapai lebih dari 20 halaman)  Asesmen
1 halaman cukup

Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan


Penulisan RPP menghabiskan banyak waktu guru, yang
Durasi efektif sehingga guru memiliki lebih banyak
seharusnya bisa digunakan untuk mempersiapkan dan
Penulisan waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi
mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri
proses pembelajaran itu sendiri
MT'NTERI PENDIDII{AN DAN I(EBUDAYAAN
}ITiPUISLII( IN DONDSIA

SURAT EDARAN
NOMOR 14 TAHUN 2019
TtrNTANG
PENYED ERHANAAN RBN CANA PELAKSANAAN PBM B ELAJARA N

Yrh.
1. Kepala Dinas Pendidikan Pro'u,insi;
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/l(ota;
di seluruh Indonesia

Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pcndidikan dan Kebudayaan te rkait


dengan pelaksaaaan l(urikulum 2013, dengan hormat kami sampaikan hal-hal
sebagai berikut.

1. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan dengan


prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid.
2. Bahwa dari 13 (tiga belas) komponen RPP yang telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan l(ebudayaan Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proscs Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menjadi
komponen inti adalah tujuan pcmbelajaran, langkah-langkah (kegiatarr)
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assessmenf) yang u,ajib
dilaksanakan oleh guru, sednngkan komponen lainnya bersifat pelengkap.
3. Sekolah, kelompok guru mata pelajaran sejenis dalam sekolah, l(elompok
Kerja Guru/Musyau,arah Guru Matar Pelajaran (KI(G/MGMP), dan individu
guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format IIPP secara mandiri untuk sebesar-sebesarnya
keberhasilan belajar murid.
4. Adapun RPP yang rclah dibuat tetap dapat digunakan dan dapat puln
disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka l, 2,
dan 3.

Demikian Surat Bdaran ini kami disan-rpaikan untuk menjadi perhatian dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
-2-

Atas perhatian dan kcrja sama Saudara, kami sampaikan [erima kasih

Jakarta, 10 Desember 2019


KcbudaS'aan

b
Tembusan:
1. Gubernur di seluruh Indonesia; dan
2. Bupati/Walikota cli seluruh Indonesia.
Daftar Tanya Jawab Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Apa yang menjadi Guru-guru sering diarahkan untuk menulis RPP dengan sangat rinci
pertimbangan sehingga banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa lebih
penyederhanaan RPP? difokuskan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses
pembelajaran itu sendiri.

Apa yang dimaksud • Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak
dengan prinsip efisien, menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
efektif dan berorientasi • Efektif berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan
pada murid? pembelajaran.
• Berorientasi pada murid berarti penulisan RPP dilakukan dengan
mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan
belajar murid di kelas.

Apakah RPP dapat dibuat Bisa saja, asalkan sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan
dengan singkat, misalnya berorientasi kepada murid. Tidak ada persyaratan jumlah halaman.
hanya satu halaman?

Apakah ada standar baku Tidak ada. Guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan
untuk format penulisan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan
RPP? berorientasi pada murid.

Bagaimana dengan • Guru dapat tetap menggunakan format RPP yang telah
format RPP yang sudah dibuatnya.
dibuat guru? • Guru dapat pula memodifikasi format RPP yang sudah dibuat
sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi kepada
murid.

Berapa jumlah • Ada 3 komponen inti, yaitu tujuan pembelajaran, langkah-


komponen dalam RPP? langkah pembelajaran (kegiatan), dan penilaian pembelajaran
(asesmen). Komponen-komponen lainnya adalah pelengkap.
• Tujuan pembelajaran ditulis dengan merujuk kepada kurikulum
dan kebutuhan belajar murid. Kegiatan belajar dan asesmen
dalam RPP ditulis secara efisien.
Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar: PPDB Zonasi

Ujian Sekolah Ujian Rencana Peraturan


Berstandar Nasional Pelaksanaan Penerimaan
Nasional (UN) Pembelajaran Peserta Didik Baru
(USBN) (RPP) (PPDB) Zonasi
Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi

Situasi saat ini Arahan kebijakan baru

Tujuan peraturan PPDB zonasi: Membuat kebijakan PPDB lebih fleksibel untuk
 Memberikan akses pendidikan berkualitas mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di
 Mewujudkan Tripusat Pendidikan (sekolah, keluarga, berbagai daerah:
masyarakat) dengan bersekolah di lingkungan tempat  Jalur zonasi : minimal 50%
Rancangan tinggal  Jalur afirmasi: minimal 15%
Peraturan
Pembagian zonasi:  Jalur perpindahan: maksimal 5%
 Jalur zonasi: minimal 80%  Jalur prestasi (sisanya 0-30%, disesuaikan
 Jalur prestasi: maksimal 15% dengan kondisi daerah)
 Jalur perpindahan: maksimal 5%

 Peraturan terkait PPDB kurang mengakomodir  Daerah berwenang menentukan proporsi final
perbedaan situasi daerah dan menetapkan wilayah zonasi

Implementasi  Belum terimplementasi dengan lancar di semua daerah  Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu
diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah
 Belum disertai dengan pemerataan jumlah guru
daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah
yang kekurangan guru
SALINAN
SALINAN

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2019
TENTANG
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU
PADA TAMAN KANAK-KANAK, SEKOLAH DASAR,
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA, SEKOLAH MENENGAH ATAS,
DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan penerimaan peserta didik baru


belum dapat dilaksanakan secara optimal di semua
daerah;
b. bahwa tata cara penerimaan peserta didik baru pada
taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah
kejuruan belum dapat mengakomodir perkembangan
kebutuhan layanan pendidikan di masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah
Kejuruan;
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4586) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
-3-

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan


atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5157);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 6041);
8. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2019 tentang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 207);
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 955);
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11
Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 575)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 236);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA TAMAN
KANAK-KANAK, SEKOLAH DASAR, SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA, SEKOLAH MENENGAH ATAS, DAN SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN.
-4-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sekolah adalah sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah
kejuruan.
2. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK,
adalah salah satu bentuk Sekolah anak usia dini pada
jalur pendidikan formal.
3. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan dasar.
4. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat
SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
5. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs.
6. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat
SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP,
MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau
MTs.
7. Penerimaan Peserta Didik Baru, yang selanjutnya
disingkat PPDB, adalah penerimaan peserta didik baru
pada TK dan Sekolah.
-5-

8. Rombongan Belajar adalah kelompok peserta didik yang


terdaftar pada satuan kelas dalam satu Sekolah.
9. Ujian Nasional yang selanjutnya disingkat UN adalah
kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada
mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu
pada Standar Kompetensi Lulusan.
10. Data Pokok Pendidikan, yang selanjutnya disingkat
Dapodik adalah suatu sistem pendataan yang dikelola
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
memuat data satuan pendidikan, peserta didik, pendidik
dan tenaga kependidikan, dan substansi pendidikan yang
datanya bersumber dari satuan pendidikan yang terus
menerus diperbaharui secara online.
11. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
13. Kementerian adalah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
14. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan.

Pasal 2
(1) PPDB dilakukan berdasarkan:
a. nondiskriminatif;
b. objektif;
c. transparan;
d. akuntabel; dan
e. berkeadilan.
(2) Nondiskriminatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi Sekolah yang secara khusus melayani
peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.
-6-

Pasal 3
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. mendorong peningkatan akses layanan pendidikan;
b. digunakan sebagai pedoman bagi:
1. kepala daerah untuk membuat kebijakan teknis
pelaksanaan PPDB; dan
2. kepala Sekolah dalam melaksanakan PPDB.

BAB II
TATA CARA PPDB

Bagian Kesatu
Persyaratan

Pasal 4
Persyaratan calon peserta didik baru pada TK adalah:
a. berusia 5 (lima) tahun atau paling rendah 4 (empat)
tahun untuk kelompok A; dan
b. berusia 6 (enam) tahun atau paling rendah 5 (lima) tahun
untuk kelompok B.

Pasal 5
(1) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD
berusia:
a. 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun;
atau
b. paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli
tahun berjalan.
(2) Sekolah wajib menerima peserta didik yang berusia 7
(tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun.
(3) Pengecualian syarat usia paling rendah 6 (enam) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu paling
rendah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan pada tanggal 1 Juli
tahun berjalan yang diperuntukkan bagi calon peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa dan kesiapan psikis yang dibuktikan dengan
rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.
-7-

(4) Dalam hal psikolog profesional sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) tidak tersedia, rekomendasi dapat
dilakukan oleh dewan guru Sekolah.

Pasal 6
Persyaratan calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP:
a. berusia paling tinggi 15 (lima belas) tahun pada tanggal 1
Juli tahun berjalan; dan
b. memiliki ijazah SD/sederajat atau dokumen lain yang
menjelaskan telah menyelesaikan kelas 6 (enam) SD.

Pasal 7
(1) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh)
SMA atau SMK:
a. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun pada
tanggal 1 Juli tahun berjalan; dan
b. memiliki ijazah SMP/sederajat atau dokumen lain
yang menjelaskan telah menyelesaikan kelas 9
(sembilan) SMP.
(2) SMK dengan bidang keahlian, program keahlian, atau
kompetensi keahlian tertentu dapat menetapkan
tambahan persyaratan khusus dalam penerimaan
peserta didik baru kelas 10 (sepuluh).

Pasal 8
(1) Syarat usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 7 dibuktikan dengan akta kelahiran
atau surat keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pihak
yang berwenang dan dilegalisir oleh lurah/kepala desa
atau pejabat setempat lain yang berwenang sesuai
dengan domisili calon peserta didik.
(2) Sekolah yang:
a. menyelenggarakan pendidikan khusus;
b. menyelenggarakan pendidikan layanan khusus; dan
c. berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar,
dapat melebihi persyaratan usia dalam pelaksanaan
-8-

PPDB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat


(1) huruf a, Pasal 6 huruf a, dan Pasal 7 ayat (1) huruf a.

Pasal 9
(1) Persyaratan calon peserta didik baru baik warga negara
Indonesia atau warga negara asing untuk kelas 7 (tujuh)
SMP atau kelas 10 (sepuluh) SMA/SMK yang berasal dari
Sekolah di luar negeri selain memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, wajib
mendapatkan surat keterangan dari direktur jenderal
yang menangani bidang pendidikan dasar dan menengah.
(2) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), peserta didik warga negara asing wajib
mengikuti matrikulasi pendidikan Bahasa Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan yang diselenggarakan oleh
Sekolah yang bersangkutan.

Pasal 10
Calon peserta didik penyandang disabilitas di Sekolah
dikecualikan dari:
a. syarat usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 7; dan
b. ijazah atau dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 sampai dengan Pasal 7.

Bagian Kedua
Jalur Pendaftaran PPDB

Paragraf 1
Umum

Pasal 11
(1) Pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur sebagai
berikut:
a. zonasi;
b. afirmasi;
c. perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau
d. prestasi.
-9-

(2) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1)


huruf a paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari daya
tampung Sekolah.
(3) Jalur afirmasi sebagaimana dimaksud dengan ayat (1)
huruf b paling sedikit 15% (lima belas persen) dari daya
tampung Sekolah.
(4) Jalur perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana
dimaksud dengan ayat (1) huruf c paling banyak 5% (lima
persen) dari daya tampung Sekolah.
(5) Dalam hal masih terdapat sisa kuota dari pelaksanaan
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pemerintah Daerah dapat
membuka jalur prestasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf d.

Pasal 12
Jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5)
tidak berlaku untuk jalur pendaftaran calon peserta didik
baru pada TK dan kelas 1 (satu) SD.

Pasal 13
(1) Ketentuan mengenai jalur pendaftaran PPDB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikecualikan
untuk:
a. Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat;
b. SMK yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;
c. Sekolah Kerja Sama;
d. Sekolah Indonesia di luar negeri;
e. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
khusus;
f. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan layanan
khusus;
g. Sekolah berasrama;
h. Sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar;
dan
i. Sekolah di daerah yang jumlah penduduk usia
Sekolah tidak dapat memenuhi ketentuan jumlah
peserta didik dalam 1 (satu) Rombongan Belajar.
- 10 -

(2) Pengecualian ketentuan jalur pendaftaran PPDB bagi


Sekolah di daerah yang jumlah penduduk usia Sekolah
tidak dapat memenuhi ketentuan jumlah peserta didik
dalam 1 (satu) Rombongan Belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan
dilaporkan kepada direktur jenderal yang menangani
bidang pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah.

Paragraf 2
Jalur Zonasi

Pasal 14
(1) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf a diperuntukkan bagi peserta didik yang
berdomisili di dalam wilayah zonasi yang ditetapkan
Pemerintah Daerah.
(2) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk kuota bagi anak penyandang disabilitas.
(3) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang
diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sejak tanggal
pendaftaran PPDB.
(4) Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan
domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang
dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat
lain yang berwenang menerangkan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1
(satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan
domisili.
(5) Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki
kartu keluarga atau surat keterangan domisili dalam satu
wilayah kabupaten/kota yang sama dengan Sekolah asal.

Pasal 15
(1) Calon peserta didik hanya dapat memilih 1 (satu) jalur
pendaftaran PPDB dalam 1 (satu) wilayah zonasi.
- 11 -

(2) Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi


sesuai dengan domisili dalam wilayah zonasi yang telah
ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan
pendaftaran PPDB melalui jalur afirmasi atau jalur
prestasi di luar wilayah zonasi domisili peserta didik
sepanjang memenuhi persyaratan.

Pasal 16
(1) Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang
oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya,
dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik
dengan Sekolah.
(2) Penetapan wilayah zonasi oleh Pemerintah Daerah pada
setiap jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan jumlah ketersediaan daya tampung
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat termasuk
satuan pendidikan keagamaan, yang disesuaikan dengan
ketersediaan jumlah anak usia Sekolah pada setiap
jenjang di daerah tersebut.
(3) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib
memastikan semua wilayah administrasi masuk dalam
penetapan wilayah zonasi sesuai dengan jenjang
pendidikan.
(4) Dinas pendidikan wajib memastikan bahwa semua
Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
dalam proses PPDB telah menerima peserta didik dalam
wilayah zonasi yang telah ditetapkan.
(5) Penetapan wilayah zonasi pada setiap jenjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum pengumuman secara
terbuka pendaftaran PPDB.
(6) Dalam menetapkan wilayah zonasi pada setiap jenjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah
melibatkan musyawarah atau kelompok kerja kepala
Sekolah.
- 12 -

(7) Bagi Sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi


atau kabupaten/kota, penetapan wilayah zonasi pada
setiap jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan secara tertulis antar
Pemerintah Daerah.
(8) Penetapan wilayah zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri melalui lembaga
penjaminan mutu pendidikan setempat.

Paragraf 3
Jalur Afirmasi

Pasal 17
(1) Jalur afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf b diperuntukkan bagi peserta didik yang
berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu.
(2) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi
tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan bukti keikutsertaan peserta didik
dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
(3) Peserta didik yang masuk melalui jalur afirmasi
merupakan peserta didik yang berdomisili di dalam dan
di luar wilayah zonasi Sekolah yang bersangkutan.

Pasal 18
(1) Bukti keikutsertaan dalam program penanganan
keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) wajib dilengkapi dengan surat pernyataan dari
orang tua/wali peserta didik yang menyatakan bersedia
diproses secara hukum apabila terbukti memalsukan
bukti keikutsertaan dalam program penanganan keluarga
tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.
(2) Dalam hal terdapat dugaan pemalsuan bukti
keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak
mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekolah bersama
- 13 -

Pemerintah Daerah wajib melakukan verifikasi data dan


lapangan serta menindaklanjuti hasil verifikasi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Paragraf 4
Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/Wali

Pasal 19
(1) Perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c dibuktikan
dengan surat penugasan dari instansi, lembaga, kantor,
atau perusahaan yang mempekerjakan.
(2) Kuota jalur perpindahan tugas orang tua/wali dapat
digunakan untuk anak guru.

Paragraf 5
Jalur Prestasi

Pasal 20
(1) Jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan:
a. nilai ujian Sekolah atau UN; dan/atau
b. hasil perlombaan dan/atau penghargaan di bidang
akademik maupun non-akademik pada tingkat
internasional, tingkat nasional, tingkat provinsi,
dan/atau tingkat kabupaten/kota.
(2) Bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diterbitkan paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 3 (tiga) tahun sejak tanggal pendaftaran
PPDB.
- 14 -

Bagian Ketiga
Pelaksanaan PPDB

Paragraf 1
Tahap Pelaksanaan PPDB

Pasal 21
(1) Pelaksanaan PPDB dimulai dari tahap:
a. pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta
didik baru dilakukan secara terbuka;
b. pendaftaran;
c. seleksi sesuai dengan jalur pendaftaran;
d. pengumuman penetapan peserta didik baru; dan
e. daftar ulang.
(2) Pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima
bantuan operasional Sekolah tidak boleh memungut
biaya.
(3) Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
tidak boleh:
a. melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang
terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun
perpindahan peserta didik; dan
b. melakukan pungutan untuk membeli seragam atau
buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB.

Paragraf 2
Pengumuman Pendaftaran

Pasal 22
(1) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta
didik baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(1) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah bagi:
a. satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah; dan
b. satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang menerima dana BOS.
- 15 -

(2) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta


didik baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lambat minggu pertama bulan Mei.
(3) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta
didik baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit memuat informasi sebagai berikut:
a. persyaratan calon peserta didik sesuai dengan
jenjangnya;
b. tanggal pendaftaran;
c. jalur pendaftaran yang terdiri dari jalur zonasi, jalur
afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua/wali,
dan/atau jalur prestasi;
d. jumlah daya tampung yang tersedia pada kelas 1
SD, kelas 7 SMP, dan kelas 10 SMA atau SMK
sesuai dengan data Rombongan Belajar dalam
Dapodik; dan
e. tanggal penetapan pengumuman hasil proses seleksi
PPDB.
(4) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta
didik baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui
papan pengumuman Sekolah maupun media lainnya.

Paragraf 3
Pendaftaran

Pasal 23
(1) Pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan menggunakan
mekanisme dalam jaringan (daring) dengan mengunggah
dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan persyaratan ke
laman pendaftaran PPDB yang telah ditentukan.
(2) Pelaksanaan mekanisme dalam jaringan (daring)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung
jawab Pemerintah Daerah.
- 16 -

(3) Dalam hal tidak tersedia fasilitas jaringan, maka PPDB


dilaksanakan melalui mekanisme luar jaringan (luring)
dengan melampirkan fotokopi dokumen yang dibutuhkan
sesuai dengan persyaratan.

Paragraf 4
Seleksi

Pasal 24
(1) Seleksi jalur zonasi dan jalur perpindahan tugas orang
tua/wali untuk calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD
mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas
sebagai berikut:
a. usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
dan
b. jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam
wilayah zonasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota.
(2) Sekolah wajib menerima peserta didik yang berusia 7
(tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun
dengan domisili dalam wilayah zonasi yang telah
ditetapkan.
(3) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik
didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik
yang terdekat dengan Sekolah.
(4) Seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak
boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis,
dan/atau berhitung.

Pasal 25
(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan
kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan
memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke
Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
- 17 -

(2) Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan


Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama,
maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung
terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua
berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

Pasal 26
(1) Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMK
tidak menggunakan jalur pendaftaran PPDB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMK
dengan mempertimbangkan nilai UN.
(3) Selain mempertimbangkan nilai UN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), proses seleksi dilakukan dengan
mempertimbangkan:
a. hasil tes bakat dan minat sesuai dengan bidang
keahlian yang dipilihnya dengan menggunakan
kriteria yang ditetapkan Sekolah, dan institusi
pasangan atau asosiasi profesi; dan/atau
b. hasil perlombaan dan/atau penghargaan di bidang
akademik maupun non akademik sesuai dengan
bakat minat pada tingkat internasional, tingkat
nasional, tingkat provinsi, dan/atau tingkat
kabupaten/kota.
(4) Dalam hal hasil UN dan hasil seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sama, Sekolah memprioritaskan
calon peserta didik yang berdomisili pada wilayah
provinsi atau kabupaten/kota yang sama dengan SMK
yang bersangkutan.

Pasal 27
(1) Apabila berdasarkan hasil seleksi PPDB, Sekolah
memiliki jumlah calon peserta didik yang melebihi daya
tampung, maka Sekolah wajib melaporkan kelebihan
calon peserta didik tersebut kepada dinas pendidikan
sesuai dengan kewenangannya.
- 18 -

(2) Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib


menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pada Sekolah lain dalam wilayah
zonasi yang sama.
(3) Dalam hal daya tampung Sekolah lain pada wilayah
zonasi yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak tersedia, peserta didik disalurkan ke Sekolah lain
dalam wilayah zonasi terdekat.
(4) Penyaluran peserta didik ke Sekolah lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
kriteria yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) dilakukan sebelum pengumuman penetapan
hasil proses seleksi PPDB.
(6) Dalam pelaksanaan PPDB, Sekolah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah tidak boleh:
a. menambah jumlah Rombongan Belajar, jika
Rombongan Belajar yang ada telah memenuhi atau
melebihi ketentuan Rombongan Belajar dalam
standar nasional pendidikan dan Sekolah tidak
memiliki lahan; dan/atau
b. menambah ruang kelas baru.

Pasal 28
Dalam hal daya tampung untuk jalur afirmasi atau jalur
perpindahan tugas orang tua/wali tidak mencukupi, maka
seleksi dilakukan berdasarkan jarak tempat tinggal terdekat
ke Sekolah.

Pasal 29
Dalam hal daya tampung untuk jalur prestasi tidak
mencukupi, maka seleksi dilakukan dengan penentuan
pemeringkatan nilai prestasi oleh Sekolah.
- 19 -

Paragraf 5
Pengumuman Penetapan

Pasal 30
(1) Pengumuman penetapan peserta didik baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dilakukan
sesuai dengan jalur pendaftaran dalam PPDB.
(2) Penetapan peserta didik baru dilakukan berdasarkan
hasil rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala
Sekolah dan ditetapkan melalui keputusan kepala
Sekolah.
(3) Dalam hal kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) belum definitif, maka penetapan peserta didik
baru dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
(4) Khusus untuk SMK, dalam tahap pelaksanaan PPDB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat melakukan
proses seleksi khusus yang dilakukan sebelum tahap
pengumuman penetapan peserta didik baru.

Paragraf 6
Daftar Ulang

Pasal 31
Daftar ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
huruf e dilakukan oleh calon peserta didik baru yang telah
diterima untuk memastikan statusnya sebagai peserta didik
pada Sekolah yang bersangkutan dengan menunjukkan
dokumen asli yang dibutuhkan sesuai dengan persyaratan.

BAB III
PENDATAAN ULANG

Pasal 32
(1) Pendataan ulang dilakukan oleh TK dan Sekolah untuk
memastikan status peserta didik lama pada Sekolah yang
bersangkutan.
- 20 -

(2) Pendataan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak boleh memungut biaya.

BAB IV
PERPINDAHAN PESERTA DIDIK

Pasal 33
(1) Perpindahan peserta didik antar Sekolah dalam satu
daerah kabupaten/kota, antarkabupaten/kota dalam
satu daerah provinsi, atau antarprovinsi dilaksanakan
atas dasar persetujuan Kepala Sekolah asal dan kepala
Sekolah yang dituju.
(2) Dalam hal terdapat perpindahan peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Sekolah yang
bersangkutan wajib memperbaharui Dapodik.
(3) Perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) wajib memenuhi ketentuan
persyaratan PPDB dan/atau sistem zonasi yang diatur
dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 34
(1) Peserta didik setara SD di negara lain dapat pindah ke
SD di Indonesia setelah memenuhi:
a. surat pernyataan dari kepala Sekolah asal;
b. surat keterangan dari direktur jenderal yang
menangani bidang pendidikan dasar dan menengah;
dan
c. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan Sekolah yang dituju.
(2) Peserta didik setara SMP, SMA, atau SMK di negara lain
dapat diterima di SMP, SMA, atau SMK di Indonesia
setelah:
a. menyerahkan fotokopi ijazah atau dokumen lain
yang membuktikan bahwa peserta didik yang
bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan
jenjang sebelumnya;
b. surat pernyataan dari kepala Sekolah asal;
- 21 -

c. surat keterangan dari direktur jenderal yang


menangani bidang pendidikan dasar dan menengah;
dan
d. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan Sekolah yang dituju.

Pasal 35
(1) Peserta didik jalur pendidikan nonformal/informal dapat
diterima di SD tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah
lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh SD yang bersangkutan.
(2) Peserta didik jalur pendidikan nonformal/informal dapat
diterima di SMP tidak pada awal kelas 7 (tujuh) setelah
memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah kesetaraan program Paket A; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh SMP yang bersangkutan.
(3) Peserta didik jalur pendidikan nonformal atau informal
dapat diterima di SMA atau SMK tidak pada awal kelas
10 (sepuluh) setelah:
a. memiliki ijazah kesetaraan program Paket B; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh SMA atau SMK yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal terdapat perpindahan peserta didik dari jalur
pendidikan nonformal/informal ke Sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), maka
Sekolah yang bersangkutan wajib memperbaharui
Dapodik.
- 22 -

BAB IV
PELAPORAN DAN PENGAWASAN

Pasal 36
(1) Sekolah wajib melakukan pengisian, pengiriman, dan
pemutakhiran data peserta didik dan Rombongan Belajar
dalam Dapodik secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) semester.
(2) Sekolah wajib melaporkan pelaksanaan PPDB dan
perpindahan peserta didik antarSekolah setiap tahun
pelajaran kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Dinas pendidikan provinsi atau kabupaten/kota wajib
memiliki kanal pelaporan untuk menerima laporan
masyarakat terkait pelaksanaan PPDB.
(4) Masyarakat dapat mengawasi dan melaporkan
pelanggaran dalam pelaksanaan PPDB melalui laman
http://ult.kemdikbud.go.id.

Pasal 37
(1) Dinas pendidikan provinsi atau kabupaten/kota
melakukan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi
pelaksanaan PPDB.
(2) Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya
melaporkan pelaksanaan PPDB kepada Kementerian
melalui lembaga penjaminan mutu pendidikan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah pelaksanaan PPDB.
(3) Kementerian melakukan pemantauan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan PPDB paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 38
Dalam pelaksanaan Peraturan Menteri ini:
a. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada Sekolah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dan masyarakat di wilayahnya; dan
- 23 -

b. Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan kepada


Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh
Kementerian.

BAB V
SANKSI

Pasal 39
Pemalsuan terhadap:
a. kartu keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
b. bukti sebagai peserta didik yang berasal dari keluarga
ekonomi tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 dan Pasal 18; dan
c. bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20,
dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 40
Pelanggaran terhadap Peraturan Menteri ini dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41
Pemerintah Daerah wajib menyusun kebijakan atau peraturan
daerah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini.

Pasal 42
Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak
dapat menetapkan persyaratan PPDB yang bertentangan
dengan ketentuan PPDB dalam Peraturan Menteri ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018
tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-
- 24 -

Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah


Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1918)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan
Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan
Sekolah Menengah Kejuruan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 669), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 44
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 25 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2019

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

NADIEM ANWAR MAKARIM

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2019

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1591

Salinan sesuai dengan aslinya.


Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

ttd.

Dian Wahyuni
NIP 196210221988032001
Daftar Tanya Jawab Kebijakan Zonasi Tahun Ajaran 2020/2021

Perubahan Aturan
Apa perubahan yang Dalam Permendikbud terbaru terkait PPDB, Pemerintah Pusat
paling nyata dari memberikan fleksibilitas daerah dalam menentukan alokasi untuk
peraturan yang baru? siswa masuk ke Sekolah melalui jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur
perpindahan orangtua/wali, atau jalur lainnya (dapat berupa jalur
prestasi). Persentasenya pun berubah menjadi sebagai berikut:

Permendikbud PPDB Permendikbud PPDB Terbaru


Sebelumnya (Permendikbud No. 44 Tahun
(Permendikbud No. 51 Tahun 2019)
2018 jo Permendikbud No. 20
Tahun 2019)
- Jalur zonasi minimal 80% - Jalur zonasi minimal 50%
- Jalur prestasi maksimal 15% - Jalur afirmasi minimal 15%
- Jalur perpindahan - Jalur perpindahan
orangtua/wali maksimal 5% orangtua/wali maksimal 5%
- Jika ada sisa kuota, jalur
prestasi dapat dibuka, bisa
berdasarkan UN ataupun
prestasi akademik dan non-
akademik lainnya. Jalur ini,
dengan demikian, maksimal
30%

Aturan PPDB ini dirancang agar daerah bisa menyesuaikan aturan


berdasarkan karakteristik dan kebutuhannya. Itulah mengapa jalur
zonasi dan afirmasi ini secara eksplisit disebutkan proporsi minimal
untuk memudahkan daerah dengan tetap dan atau menambah
persentase jalur prestasi tersebut jika dibutuhkan.

Setelah menentukan kuota jalur Zonasi, kuota jalur afirmasi, dan


seterusnya, daerah secara transparan harus menjelaskan ketentuan
PPDB masing-masing kepada masyarakat, terutama pemangku
kepentingan yang berkaitan dengan ketentuan ini. Pemerintah Daerah
juga sebaiknya menjelaskan kepada publik latar belakang penetapan
proporsi dari masing-masing jalur tersebut, sebagai bagian dari
akuntabilitas dan transparansi kepada publik. Dinas Pendidikan juga
diminta untuk melaporkan ketentuan yang dibuat serta pelaksanaan
PPDB kepada Kemendikbud, agar bisa dilakukan monitor dan evaluasi
pelaksanaan Permendikbud.

Perubahan ini dilakukan setelah mempelajari beragam implementasi


Mengapa perlu PPDB pada tahun-tahun sebelumnya di tingkat Pemerintah daerah.
perubahan Meskipun Permendikbud PPDB yang terdahulu (Permendikbud No 51
Tahun 2018 dan Permendikbud No 20 Tahun 2019) telah menetapkan
secara tegas terkait persentase tiap jalur, namun dalam penerapannya
Permendikbud terkait Pemerintah Daerah membuat ketentuan PPDB utamanya pada jalur
PPDB? zonasi dengan mekanisme yang berbeda-beda, bahkan tidak sesuai
dengan persentase minimal pada ketentuan PPDB sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan perlunya tinjauan ulang dalam membuat ketentuan
yang agar dapat diterapkan daerah sesuai dengan kebutuhannya,
dengan catatan daerah terus meningkatkan akses dan mutu
pendidikan agar seluruh anak dapat belajar di sekolah yang bermutu.

Bagaimana dengan Permendikbud PPDB yang baru ini tidak akan membuat ketentuan
daerah yang sudah daerah yang sudah menerapkan jalur zonasi sebanyak 80% dengan
menerapkan ketentuan tertib menjadi sia-sia. Pemerintah Pusat memberikan batas minimal
Jalur Zonasi sebesar 80% 50% untuk setiap jalur penerimaan peserta didik baru, yang artinya
sesuai dengan Daerah yang sudah menerapkan jalur zonasi sebanyak 80%,
Permendikbud PPDB selanjutnya tinggal mengimplementasikan jalur lainnya sesuai dengan
sebelumnya
ketentuan Permendikbud terbaru tersebut.
(Permendikbud No 51
Tahun 2018, Contoh penetapan jalur yang benar dan yang salah:
Permendikbud No 20
Tahun 2019)? Penentuan Persentase Jalur Penentuan Persentase Jalur
PPDB yang Benar PPDB yang Salah
Kabupaten A Kabupaten D
- Jalur zonasi 50% - Jalur zonasi 40% 
- Jalur afirmasi 15% menyalahi aturan
- Jalur perpindahan minimal 50%
orangtua/wali 5% - Jalur afirmasi 15%
- Jalur prestasi 30% - Jalur perpindahan
Kabupaten B orangtua/wali 5%
- Jalur zonasi 80% - Jalur prestasi 40%
- Jalur afirmasi 15%
- Jalur perpindahan
orangtua/wali 5%
Catatan: Pemda tidak
menetapkan jalur prestasi
karena sudah cukup
ditambahkan kedalam jalur
zonasi (jalur prestasi dalam
Permendikbud disebutkan
kata sisanya, tidak ada
ketentuan minimal, artinya
tidak wajib dilaksanakan jika
dapat disalurkan kepada
jalur zonasi, afirmasi, dan
perpindahan)
Kabupaten C
- Jalur zonasi 65%
- Jalur afirmasi 20%
- Jalur perpindahan
orangtua/wali 5%
- Jalur prestasi (berupa
jalur prestasi) 10%
Jika yang bermasalah Pemerintah Pusat tidak bisa menyeragamkan pengelolaan PPDB ini.
dalam mengatur PPDB Fungsi Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah sebagai fasilitator,
adalah Pemerintah bukan sebagai regulator yang tidak memperhatikan kondisi dan
Daerah, mengapa kebutuhan di daerah. Pemerintah Pusat memfasilitasi Daerah untuk
Pemerintah Pusat perlu mengelola sistem pendidikan agar setiap anak di daerah tersebut
mengganti aturan? dapat mengakses pendidikan bermutu, dan sistemnya lebih
berkeadilan sosial. Dalam pelaksanaan evaluasi pelaksanaan PPDB di
daerah, ditemukan bahwa Pemerintah Daerah kesulitan melakukan
pemetaan jumlah usia anak sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan
jumlah daya tampung yang tersedia di Sekolah, sehingga dalam
penerapannya cukup sulit dilaksanakan PPDB dengan jalur zonasi
dengan persentase yang cukup besar. Oleh karena itu, Pemerintah
Pusat sangat mengapresiasi Pemerintah Daerah yang telah mampu
menghitung dan memenuhi daya tampung serta mutu yang baik
merata di seluruh Sekolah. Oleh karena itu Pemerintah Pusat
memberikan aturan yang lebih fleksibel kali ini, sembari mendorong
Pemerintah Daerah untuk melakukan pemetaan dengan data yang
tepat, meningkatkan akses melalui daya tampung Sekolah yang
mencukupi, dan meningkatkan mutu pendidikan di setiap Sekolah
agar kualitas pendidikan yang tinggi dapat dirasakan oleh seluruh anak
Indonesia.

Mengapa Pemerintah Data yang dikeluarkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan
Pusat menyarankan Kebudayaan (PDSPK) menunjukkan bahwa jumlah sekolah negeri pada
pelibatan sekolah jenjang SMP lebih sedikit dibandingkan SMA, bahkan lebih dari 60%
swasta? SMA adalah sekolah swasta. Membangun sekolah negeri baru untuk
meningkatkan akses pendidikan bukan langkah yang ekonomis untuk
dilakukan dalam waktu dekat. Setiap tahunnya, siswa yang lulus dan
siap masuk SMA, tanpa menunggu proses pembangunan gedung
sekolah. Rencana menambah jumlah sekolah negeri adalah rencana
yang baik dan patut dilakukan pemerintah daerah. Namun selama ini
sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang berbiaya rendah
juga sangat berperan dalam membuka akses pendidikan, sehingga
kemitraan dengan Dinas Pendidikan akan menjadi solusi yang baik
bagi kedua belah pihak.

Dalam upaya pelibatan sekolah yang diselenggarakan oleh


masyarakat, Pemerintah Daerah sebaiknya mempertimbangkan
kualitas layanan di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat,
sebelum Pemerintah Daerah melibatkan sekolah tersebut dalam
skema PPBD.

Apa yang diharapkan Dalam pelaksanaan PPDB melalui Jalur Zonasi yang sudah
Pemerintah Pusat dari dilaksanakan sebelumnya, data menunjukkan bahwa jumlah daya
Pemerintah Daerah, tampung Sekolah Negeri tidak cukup untuk menerima seluruh siswa
terkait dengan PPBD dan yang mendaftar pada Sekolah jenjang berikutnya melalui PPDB. Hal ini
akses pendidikan? mendorong daerah memberikan intervensi dalam pemenuhan layanan
pendidikan di daerahnya, karena pada dasarnya Pendidikan adalah
Layanan Dasar sebagaimana ketentuan dalam UU Pemerintahan
Daerah.

Memenuhi hak akses pendidikan perlu menjadi prioritas, namun perlu


disadari bahwa membangun Unit Sekolah Negeri Baru memerlukan
langkah yang cukup panjang dengan membutuhkan pembebasan
lahan, durasi pembangunan yang lama, dan adanya keterbatasan
anggaran negara. Sekolah Swasta dapat menjadi alternatif dalam
pemenuhan daya tampung, juga sebagai bentuk kolaborasi antara
Pemerintah dengan masyarakat. Kolaborasi ini dapat diupayakan
sembari pemenuhan pendidikan utamanya bagi yang tidak mampu
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, dapat berupa subsidi biaya,
bantuan operasional, maupun mekanisme lainnya.

Mengapa tidak PPDB jalur Zonasi yang diatur dalam Permendikbud yang baru
menyerahkan bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas
sepenuhnya saja kepada tanpa diskriminasi. Selain itu, pendidikan yang bermutu adalah hak
Daerah untuk mengelola setiap anak Indonesia yang harus dipenuhi Pemerintah. Artinya,
PPDB? kualitas pendidikan harus merata. Oleh karena itu, untuk memastikan
bahwa tujuan ini dapat dicapai, Pemerintah Pusat mengatur beberapa
aturan dan batasan, yaitu dengan adanya jalur zonasi dan jalur
afirmasi yang memiliki batasan minimal serta jalur perpindahan orang
tua yang memiliki batasan maksimal untuk setiap jalur penerimaan
peserta didik, dan apabila masih ada sisa dapat digunakan untuk jalur
prestasi.

Mengapa Pemerintah Pelaksanaan PPDB yang dilakukan Pemerintah Daerah penting untuk
Daerah perlu melaporkan dilaporkan kepada Pemerintah Pusat, hal ini dikarenakan segala
aturan dan hasil kebijakan PPDB yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah adalah data
Pelaksanaan PPDB bagi Pemerintah Pusat untuk memahami mekanisme pemenuhan
kepada Pemerintah akses pendidikan di daerah, dengan tantangan yang berbeda-beda
Pusat? sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Melalui PPDB ini
pun dapat dipetakan data pemenuhan akses anak terhadap
pendidikan. Hal ini juga memudahkan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam memberikan keputusan ketika menghadapi
tantangan yang ada di sekolah sesuai dengan kebutuhannya masing-
masing.

Terkait dengan
pengumuman kebijakan Ya, pendidikan adalah tanggung jawab bersama, dan perlu menjadi
PPDB, apakah informasi perhatian seluruh warga masyarakat, tidak hanya orangtua yang
ini perlu disampaikan mendaftarkan anaknya sekolah saja. Kepedulian masyarakat dapat
juga kepada warga mendorong pemerintah untuk meningkatkan pemerataan
masyarakat walaupun kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
mereka tidak
berkepentingan secara
langsung dengan
penerimaan siswa baru?
Proporsi Jalur PPDB
Mengapa menggunakan PPDB adalah suatu proses yang sangat perlu memperhatikan konteks
batas minimum untuk lokal, misalnya berapa banyak sekolah negeri di suatu wilayah, berapa
jalur zonasi dan jalur banyak anak usia SD yang akan melanjut ke SMP, serta dari SMP ke
afirmasi? SMA, berapa banyak anak penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di
daerah tersebut, berapa banyak yang kondisi ruang kelasnya rusak,
dan sebagainya. Akan lebih efisien, sesuai konteks, dan tepat sasaran
apabila masing-masing Daerah yang mengatur regulasi PPDB yang
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing
daerah. Hal ini juga selaras dengan semangat otonomi daerah,
Pemerintah Pusat memberikan Norma, Standar, Pedoman, dan
Kriteria sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah sebagai rambu-
rambu yang digunakan oleh Pemerintah Daerah.

Apa yang dimaksud Jalur afirmasi disediakan untuk siswa yang menerima program
dengan jalur afirmasi? penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah (misalnya penerima KIP). Jalur ini merupakan
komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan layanan akses pendidikan berkualitas untuk anak-anak
dari keluarga tidak mampu. Pemerintah Daerah dapat menentukan
proporsi siswa yang diterima melalui jalur ini dengan mengacu pada
persentase siswa yang menerima program penanganan keluarga tidak
mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah di daerah
tersebut.

Jika ada calon peserta Jalur afirmasi, jika kuota afirmasi belum terpenuhi untuk sekolah
didik penerima KIP tersebut. Hal ini dilakukan agar siswa dalam zona yang tidak
namun secara domisili menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari
peserta didik yang Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tidak terhalangi untuk
bersangkutan juga bisa masuk ke sekolah tersebut. Dengan demikian, kesempatan yang
masuk melalui jalur diberikan pemerintah pada siswa dari keluarga tidak mampu sedapat
zonasi, jalur mana yang mungkin tidak merugikan siswa dari kelas sosial lainnya.
akan diikutinya?

Persentase minimum Ada dua alasan utama terkait hal ini. Pertama, Pemerintah Pusat
untuk jalur zonasi hanya mendengar beberapa masukan dari Pemerintah Daerah untuk
50%, ini lebih kecil mencapai jalur zonasi dengan batas minimum 80% mengalami
daripada proporsi di kesulitan. Karena khawatir tidak mencapai angka tersebut, satuan
Permendikbud Nomor 51 zona diperbesar. Bahkan wilayah satu kota menjadi satu zona, tidak
Tahun 2018 tentang dibagi menjadi beberapa zona karena khawatir ada sekolah yang tidak
Penerimaan Peserta mendapatkan siswa. Jika satu zona sudah sebesar wilayah administrasi
Didik Baru pada Taman Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, maka esensi dari PPDB melalui
Kanak-Kanak, Sekolah jalur zonasi ini menjadi tidak jelas. Dengan adanya aturan yang tidak
Dasar, Sekolah seketat dahulu, diharapkan Daerah lebih optimis bahwa tujuan PPDB
Menengah Pertama, melalui jalur zonasi ini dapat diwujudkan.
Sekolah Menengah Atas,
dan Sekolah Menengah Kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah masalah kondisi sekolah di
Kejuruan sebagaimana Indonesia yang masih belum merata kualitasnya. Demikian pula
diubah dengan penyebaran guru yang berkualitas tinggi juga masih belum merata.
Permendikbud Nomor 20 Menurut data terakhir Kemendikbud, ruang kelas yang kondisinya
Tahun 2019 tentang tergolong baik tidak mencapai 50% di seluruh Indonesia. Artinya lebih
Perubahan atas banyak ruang kelas yang rusak dibandingkan yang baik. Pemerintah
Peraturan Menteri Daerah perlu melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tentang
Pendidikan dan masalah ini, begitu juga dengan akses pendidikan yang semakin sulit
Kebudayaan Nomor 51 dicapai anak-anak miskin di jenjang yang lebih tinggi. Namun
Tahun 2018 tentang demikian, Pemerintah Daerah pasti perlu waktu untuk memperbaiki
Penerimaan Peserta kondisi ruang kelas dan pendistribusian guru berkualitas, disisi lain
Didik Baru pada Taman siswa lulus dari sekolah setiap tahun tanpa henti, tidak bisa menunggu
Kanak-Kanak, Sekolah ruang kelas direnovasi atau guru berkualitas dirotasi. Maka jangan
Dasar, Sekolah sampai kebijakan untuk pemerataan pendidikan mengorbankan anak.
Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas,
dan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Apa pertimbangan
Pemerintah Pusat
tentang hal ini?

Apakah penurunan % Pemerintah terus berkomitmen pada pemerataan kualitas pendidikan,


siswa yang masuk namun jangan sampai kebijakan tersebut mengorbankan anak. Asumsi
melalui sistem zonasi ini bahwa dengan dibatasi wilayah maka anak miskin dapat mengakses
menandakan bahwa pendidikan berkualitas juga belum tentu berlaku di semua wilayah.
Pemerintah kurang Tidak mustahil dengan adanya zonasi yang ketat anak-anak dari
berpihak pada anak-anak keluarga miskin yang berpotensi tinggi justru “terjebak” untuk masuk
miskin yang biasanya sekolah yang ada di dekat rumahnya, yang sebenarnya kualitasnya
hanya jadi “penonton” kurang baik. Namun ini semua masih berlandaskan asumsi, kita perlu
sekolah “favorit” di data empiris dan analisis yang lebih sistematis untuk memastikan
lingkungannya? bahwa aturan PPDB tidak merugikan kelompok tertentu.

Kedua, secara eksplisit ada jalur afirmasi yang disyaratkan oleh


Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan komitmen pada pemerataan
kesempatan pendidikan untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Apakah penurunan % Tidak, pertimbangan tentang batas minimum jalur zonasi dan jalur
zonasi ini menandakan afirmasi tidak ada hubungannya dengan favoritisme. Sebelum
bahwa “sekolah favorit” kebijakan zonasi diterapkan, kita tidak bisa benar-benar mengatakan
akan dipertahankan? bahwa ada sekolah unggulan karena yang unggul adalah input
siswanya. Mereka sudah tersaring ketat, sehingga di suatu sekolah
yang mendapat label “unggulan” atau “favorit” ini siswanya
cenderung homogen, yaitu mayoritas siswa dengan capaian akademik
yang tinggi. Karena umumnya mereka dari keluarga kelas menengah
sampai dengan kelas atas, dukungan belajar di luar sekolah untuk
anak-anak ini juga lebih baik, misalnya ikut Bimbingan Belajar, kursus
bahasa asing, dan sebagainya. Sehingga output dari sekolah itu pun
menjadi unggulan. Kita ingin semua sekolah unggul, sama baiknya.
Setiap anak mendapat kesempatan belajar di ruang kelas yang baik
kondisinya dan diajar oleh guru yang kompeten. Sebelum kebijakan
zonasi diterapkan, hanya siswa tertentu saja yang berkesempatan
demikian. Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, tidak boleh
membuat aturan yang mendiskriminasi kelompok tertentu.

Mengapa jalur prestasi Kembali ke tujuan besar dari PPDB adalah untuk pemerataan
disediakan maksimal 30% kesempatan pendidikan, di mana akses terbuka untuk semua anak,
saja? maka jalur prestasi yang terlalu besar bisa menjauhkan kita dari tujuan
tersebut. Daerah tidak harus membuka jalur ini, karena mungkin akses
sekolah sudah sangat besar dari segi suplai, maka semua anak dalam
zona sudah bisa tertampung.

Satuan wilayah zonasi


Apakah ada perubahan Pemerintah Daerah perlu menetapkan satuan wilayah zonasi,
peraturan terkait seberapa luasnya serta berapa banyak wilayah zonasi yang ada di
penghitungan satuan wilayah administrasinya. Hal ini dilakukan dengan cara memetakan
wilayah zonasi? jumlah dan domisili calon peserta didik baru, daya tampung sekolah,
dan jumlah sekolah yang diselenggarakan masyarakat yang akan
disertakan dan sekolah yang berbasis agama. Data ini seharusnya ada
di tingkat daerah.

Ada kasus di mana anak Ini adalah hal yang perlu diperhitungkan Pemerintah Daerah ketika
tinggal di wilayah membuat zona. Harusnya kasus seperti ini tidak banyak, karena jika
perbatasan, harus masuk banyak artinya metode penetapan zonanya keliru. Oleh karena tidak
ke sekolah yang lebih banyak, hal-hal seperti ini seharusnya bisa diselesaikan Pemerintah
jauh karena masuk dalam Daerah, melalui musyawarah yang hasilnya demi kebaikan anak.
zonanya. Padahal lebih
dekat jika bersekolah di
zona yang berbeda.
Kasus ini sudah ada jalan
keluarnya?

Dampak PPDB saat ini


Sistem PPDB saat ini Ketika PPDB berlandaskan pada hasil tes, sekolah memang lebih
menyebabkan guru homogen. Menjadi tidak adil ketika terdapat sekolah homogen yang
kesulitan mengajar mayoritas siswanya siap belajar dan orangtua mereka siap untuk
karena capaian akademik mendukung anak belajar, sementara di sekolah lainnya berkumpul
siswanya terlalu siswa dengan kondisi yang sebaliknya.
beragam. Sebaiknya apa
yang dilakukan sekolah? Guru yang efektif adalah guru yang mampu menggunakan berbagai
strategi dan pendekatan dalam mengajar anak-anak dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu hal yang bisa dilakukan
adalah meningkatkan kapasitas guru-guru dalam menggunakan
pendekatan yang beragam (differentiated instruction). Mendidik
semua anak tanpa diskriminasi adalah tugas setiap satuan pendidikan.
Prinsip ini berlaku untuk semua, pemerintah pusat, daerah, sekolah
dan juga guru.

PPDB melahirkan Dengan aturan yang lebih fleksibel, diharapkan praktik seperti ini tidak
kecurangan baru, yaitu lagi terjadi karena tidak ada lagi anak yang tidak mendapatkan
manipulasi Kartu sekolah.
Keluarga agar anak bisa
memasuki sekolah Harapan orangtua dan anak untuk bisa masuk sekolah tertentu terjadi
ketika kualitas pendidikan tidak merata. Maka dengan perubahan
unggulan. Bagaimana
sistem PPDB ini, pemerataan kualitas belajar di seluruh sekolah
jalan keluarnya?
menjadi prioritas pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Maka
dalam jangka menengah dan jangka panjang, harapannya tidak ada
lagi orangtua yang menggunakan cara yang melanggar aturan dalam
mendaftarkan anaknya karena kualitas sekolah sama baiknya.

Dan ada juga praktik Praktik ini sebenarnya sudah lama sering terjadi, bukan ketika
“jual-beli bangku” di diterapkan aturan zonasi saja. Hal ini merupakan masalah korupsi di
sekolah favorit, sekolah secara umum. Praktik ini sudah ada baik ketika PPDB
bagaimana sepenuhnya jalur seleksi (sebelum ada aturan zonasi) maupun saat
mengatasinya? diterapkannya zonasi. Kita perlu kebijakan lain terkait penanggulangan
korupsi untuk menghentikan praktik-praktik ini.

Jalur Zonasi tidak boleh Dari empat jalur PPDB, salah satunya adalah jalur prestasi. Untuk jalur
menggunakan nilai Ujian ini kriteria seleksi dapat menggunakan nilai Ujian Nasional. Sehingga
Nasional. Tidakkah ini tidak ada yang bertentangan dengan PP tersebut.
bertentangan dengan
Pasal 68 huruf b PP SNP
yang menyatakan bahwa
hasil ujian nasional
digunakan untuk seleksi
masuk jenjang
pendidikan berikutnya?


Terima kasih

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai