Anda di halaman 1dari 13

TUGAS EKOLOGI TANAMAN

“EKOLOGI TANAH”

DOSEN PENGAMPU :

Dr.Ir. Aryunis, M.P

DISUSUN OLEH :

Nama : Fera Rosa

NIM : D1A018021

Kelas : A

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Ekologi Tanah. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah
Ekologi Tanaman semester III TP 2019. Dalam penyelesaian makalah
ini, saya banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh
kurangnya ilmu pengetahuan.Namun berkat bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih
banyak kekurangannya. Karena itu, sepantasnya jika saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Aryunis, M.P Sebagai dosen pengampu mata kuliah

Biokimia Tanaman yang telah memberikan kepercayaan kepada


saya untuk membuat karya makalah ini.
2. Teman-teman yang telah ikut membantu saya dalam penulisan

makalah ini.

Saya menyadari bahwa penulisan makalah masih memiliki banyak


kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan dimasa akan mendatang.
Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Jambi, 9 November 2019

Penulis
BAB II
ISI
2.1 Defenisi Tanah dan Lahan
Tanah (soil) merupakan benda alami yang heterogen yang tersusun dari
padatan, cairan dan gas. Sebagai habitat tumbuhan/tanaman yang berasal dari
pelapukan bahan induk (batuan atau bahan organik) melalui proses biofisika-
kimia, bercampur dengan sisa organisme, yang bersifat dinamis.
Lahan memiliki beberapa pengertian yang diberikan oleh FAO maupun
oleh para ahli. Menurut (Purwowidodo, 1985) lahan adalah suatu lingkungan fisik
yang mencakup iklim,relie, tanah, hidrologi , dan tumbuhan yang sampai pada
batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan.
Menurut (FAO dalam Arsyad, 1989) lahan diartikan sebagai lingkungan
fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang
diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk
didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil
reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti yang
tersalinasi.
A. Pengertian lahan basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Lahan basah
adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau
sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di
dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air
surut paling rendah. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-
kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Berikut ini adalah beberapa
jenis lahan basah:
1. Lahan Sawah
Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang kondisinya selalu ada dalam
kondisi basah dan kadar air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas
lapang. Sebidang sawah dicirikan oleh beberapa indikator, yaitu :

 Topografi selalu rata


 Dibatasi oleh pematang
 Diolah selalu pada kondisi berair
 Ada sumber air yang kontinyu, kecuali sawah tadah hujan dan sawah
rawa
 Kesuburan tanahnya relatif stabil meskipun diusahakan secara intensif,
dan
 Tanaman yang utama diusahakan petani adalah padi sawah
Sawah berdasarkan system irigasinya / pengairan dibedakan menjadi
beberapa macam sebagai berikut :
a. Sawah pengairan teknis : sawah yang bersumber pengairannya berasal
dari sungai, artinya selalu tersedia sepanjang sepanjang tahun, dan air
pengairan yang masuk ke saluran primer, sekunder, dan tersier volume
terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini lebih fleksibel
dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola
tanamnya sebagian besar selalu padi – padi, meskipun ada pola tanam
lain biasanya terbatas di daerah – daerah yang para petaninya sudah
mempunyai orientasi ekonomi yang tinggi, seperti di daerah kebupaten
Kuningan dan kabupaten Garut.
b. Sawah pengairan setengah teknis : sawah yang sumber pengairannya dari
sungai, ketersediaan airnya tidak seperti sawah pengairan teknis,
biasanya air tidak cukup tersedia sepanjang tahun. Pola tanam pada
sawah ini biasanya padi – palawija atau palawija – padi. Sawah tipe ini
banyak terdapat di daerah kabupaten Garut bagian selatan, kabupaten
Cianjur selatan, dan kabupaten Sukabumi selatan.
c. Sawah pengairan pedesaan : sawah yang sumber pengairannya berasal
dari sumber-sumber air yang terdapat di lembah-lembah bukit yang ada
di sekitar sawah yang bersangkutan. Prasarana irigasi seperti saluran,
bendungan dibuat oleh pemerintah desa dan petani setempat, serta
bendungan irigasi umumnya tidak permanen. Pola tanam pada sawah
pengairan pedesaan ini biasanya padi – padi, dan padi – palawija, atau
padi – bera. Petani yang melakukan padi – padi biasanya terbatas di
daerah-daerah yang berdekatan degan sumber air saja, sedangkan yang
jauh biasanya hanya ditanami padi sekali saja pada musim hujan dan
pada musim kemarau dibiarkan bera. Sawah jenis ini hampir di seluruh
kabupaten ada namun luasanya terbatas sekali.
2. Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zona/wilayah
sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari
pasang surutnya air laut ataupun hanya berpengaruh pada muka air tanah.
Sebagian besar lahan pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat
masam.

a. Gambut rawa
Indonesia memiliki rawa gambut tropis terluas di dunia. Rawa gambut
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam tata air kawasan, memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, dan berfungsi sebagai penyimpan karbon.
Fungsi penyimpan karbon ini menjadi sangat penting saat ini karena adanya
ancaman perubahan iklim yang membayangi kehidupan manusia.
Rawa gambut, disamping menjadi tempat berlindung berbagai spesies langka
seperti harimau sumatera, orang utan, ikan arowana, dan buaya sinyulong, juga
menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat. Pada rawa gambut terdapat
berbagai jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan ekonominya, antara lain ramin
(Gonystylus sp), kayu putih (Melaleuca sp), Jelutung (Dyera costulata), dan
meranti rawa (Shorea sp.).

Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari


sisa-sisa jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Lahan
gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-
organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik
penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum
melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara.
Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang
(back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.

b. Lahan mineral
Lahan Mineral adalah lahan yang tanahnya terbentuk dan berkembang dari
bahan mineral, melalui proses pelapukan,, baik secara fisis maupun kimia,
dibantu oleh pengaruh iklim, menyebabkan batuan terdisintegrasi menjadi
bahan induk lepas, dan selanjutnya dibawah pengaruh proses-proses
pedogenesis berkembang menjadi tanah mineral.
Berdasarkan kandungan bahan organik, dikenal dua golongan lahan yaitu
lahan tanah mineral dan lahan tanah organik, yang mana lahan mineral
adalah lahan yang mengandung bahan organik berkisar antara 15 %
sampai dengan 20 %.

3. Lahan Rawa
Lahan rawa terdapat pada hampir seluruh ekosistem kecuali pada ekosistem
padang pasir. Istilah "lahan rawa" lebih umum digunakan dalam bahasa
Indonesia sebagai pengganti istilah "lahan basah", walaupun sebenarnya
tidak semua lahan basah dapat dikategorikan sebagai lahan rawa. Sedangkan
di Amerika dan Eropa, istilah "lahan basah" menunjukan kondisi yang
sebaliknya yang mana istilah tersebut lebih umum digunakan sebagai
pengganti eufimistis untuk istilah "rawa" (Swamp). Menurut Clarkson and
Peters (2010) swamps berarti sebuah lahan yang secara tipical berupa
campuran dari gambut dan mineral yang selalu tergenang dan biasanya
relatif subur karena mendapat sedimentasi dari limpasan lingkungan
sekitarnya.

Lahan rawa dapat diartikan sebagai "daerah paya, rawa, gambut atau air,
yang terjadi secara alami atau buatan, bersifat permanen atau sementara,
dengan air yang statis atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk area
air laut yang tidak lebih dari enam meter. Lahan rawa dapat dikelompokan
berdasarkan beberapa kriteria sesuai dengan tujuan pengelompokan
tersebut, misalnya berdasarkan rejim hidrologinya maka lahan rawa dapat
dibedakan atas dua tipolagi lahan, yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut.
Berdasarkan bahan induknya, tanah di lahan rawa dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu tanah mineral dan tanah gambut, Kedua kelompok ini dapat
ditemui di lahan pasang surut maupun di lahan lebak.
4. Lahan tadah hujan
Pengetian lahan tadah hujan adalah lahan yang mempunyai sumber pengairan
yang tergantung pada air hujan. Lahan ini mulai digarap jika sudah musim
penghujan dan akan berhenti atau tidak ditanami ketika musim penghujan selesai
karena untuk mendapatkan sumber air dikawasan lahan tadah hujan sangat sulit.

Untuk budidaya tanaman dilahan tadah hujan biasanya dilakukan setiap satu tahun
sekali, biasanya lahan tadah hujan ini terletak diantara pegunungan dan hutan atau
perkebunan sehingga untuk mendapatkan samuber air sangat sulit.

B. Pengertian lahan kering


Lahan kering adalah lahan yang digunakan untuk usaha petanian
dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya mengharapkan dari
curah hujan. Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam,
umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang kurang atau peka
terhadap erosi terutama bila pengolahannya tidak memperhatikan kaidah
konservasi tanah. Lahan kering menurut keadaan fisiknya dapat dibedakan
menjadi:
a. Ladang : lahan usahatani kering yang bersifat berpindah-pindah. Cara
terbentuknya ladang adalah sebagai berikut, hutan ditebang lalu di bakar,
setelah dibakar lalu ditanami pada ladang / huma atau palawija seperti
jagung, kacang-kacangan, dll. Baik yang ditanam secara tersendiri maupun
dengan cara tumpangsari. Setiap lahan ladang ini biasanya hanya untuk
empat sampai enam musim tanam saja, untuk selanjutnya ditinggalkan yang
kemudian hari dapat dibuka kembali setelah subur kembali. Biasanya pada
waktu akhir ditanami, ladang tersebut ditanami tanaman tahunan seperti
karet atau kopi sebagai bukti bahwa ladang tersebut telah ada yang
menguasainya, dan berfungsi sebagai batas apabila di kemudian hari akan
dibuka kembali.

b. Tegalan : kelanjutan dari system berladang, hal ini terjadi apabila hutan
yang mungkin dibuka untuk kegiatan usaha pertanian tidak memungkinkan
lagi. Lahan usahatani tegalan sifatnya sudah menetap. Pola tanam biasanya
campur atau tumpang sari antara padi ladang dan palawija (jagung, kacang-
kacangan, ubikayu, dll). Di lahan tegal biasanya hanya diusahakan pada
musim hujan saja, sedangkan pada musim kemarau diberakan (dibiarkan)
tidak ada tanaman. Pada lahan tegal, usaha pelestarian produktivitas sudah
ada dengan cara pemupukan meskipun terbatas pada saat ditanami saja,
sedangkan pelestarian selanjutnya berjalan secara alami, atau dibiarkan
tumbuh tanaman liar, yang selanjutnya dibabat pada saat akan ditanami
kembali dengan dengan tanaman ekonomi. Produktivitas lahan ini umumnya
rendah dan tidak stabil karena keadaan topografinya tidak mendatar dan
tidak dibatasi oleh pematang atau sengkedan penahan erosi.
c. Kebun : lahan pertanian / usahatani yang sudah menetap, yang ditanami
tanaman tahunan secara permanen / tetap, baik sejenis meupun secara
campuran. Tanaman yang biasa ditanam di lahan kebun antara lain kelapa
dan jenis buah-buahan, seperti mangga, rambutan, dll.
d. Pekarangan : sebidang lahan usahatani yang ada di sekitar rumah yang
dibatasi oleh pagar tanaman hidup atau pagar mati. Tanaman yang bisa
ditanami di pekarangan adalah buah-buahan, sayur untuk memelihara ternak
unggas atau terbak kecil, seperti kambing dan biri-biri.

1. Apakah lahan kering bila diberi air akan menjadi lahan basah
2. Apakah lahan kering bisa menjadi lahan basah

2.2 Karaktekristik lahan basah dan lahan kering

1. Karakteristik Lahan basah

Lahan basah memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut:

a. Tanahnya jenuh akan air

Ciri yang paling pertama dan menjadi ciri utama yang dimiliki oleh lahan basah
adalah memiliki kondisi tanah yang jenuh akan air.Hal ini lah yang menjadikan
nama lahan basah yang mencerminkan keadaan tanah yang digenangi oleh air.

b. Air yang menggenangi bersifat permanen maupun musiman


Kondisi lahan basah yang selalu digenangi oleh air, dan air yang menggenangi ini
dapat bersifat permanen atau tetap maupun bersifat musiman atau sementara.
Maksudnya, permanen yaitu lahan tersebut selalu digenangi oleh air di setiap
waktu dan dalam periode waktu yang tidak terbatas, sedangkan maksud dari
musiman yaitu bahwa air hanya menggenai ketika musim tertentu saja, misalnya
musim penghujan seperti yang terjadi di daerah tropis seperti Indonesia.

c. Sebagian atau seluruh wilayahnya digenangi lapisan air yang dangkal

Pada umumnya, air yang menggenangi lahan basah berupa lapisan air yang cukup
dangkal. Lapisan air dangkal ini mampu menggenangi sebagian atau bahkan
seluruh permukaan tanah. Meskipun demikian, terkadang kita juga dapat
menemukan ada lapisan perairan dalam pada suatu lahan basah.

d. Memiliki keanekaragaman hayati tinggi

Pada umumnya makhluk hidup, baik manusia, binatang dan bahkan tumbuhan
akan memilih untuk tinggal dan hidup di lahan yang menyimpan banyak cadangan
air. Oleh karena itu pada umumnya lahan yang banyak airnya dapat dikatakan
subur. Kondisi inilah yang terjadi pada lahan basah. Maka dari itu, lahan basah
memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, tidak hanya tumbuhan saja
namun juga hewan.

e. Merupakan lahan yang bersifat subur

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah yang mengandung kadar air
tinggi umumnya merupakan tanah yang subur. Sehingga lahan basah merupakan
salah satu lahan yang subur. Oleh karena itu lahan basah juga sering dibuka
sebagai lahan pertanian, dan jenis tanaman yang dapat tumbuh di lahan basah ada
bermacam- macam.

f. Memiliki tingkat kekerasan tanah atau kontur yang lembek dan juga labil;

Tidak dipungkiri bahwa kondisi lahan basah yang selalu tergenang air, membuat
kondisi tekstur tanah atau kontur yang cenderung bersifat lembek, lembab dan
juga labil.
g. Banyak terdapat tanaman atau tumbuhan yang mengarah kepada tumbuhan air
atau tumbuhan bakau;

h. Biasanya berlokasi di 300 meter diatas permukaan laut.

2. Karakteristik Lahan Kering

Lahan kering memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut:

a. Kesuburan tanah umumnya rendah


b. Sumber pengairan dari air hujan
c. Topografi umumnya tidak datar
d. Lapisan tanah olah dangkal
e. Rentan degradasi dan erosi
f. Kadar bahan organik tanah rendah

2.3 Syarat tumbuh tanaman pisang dari segi tanah

Pisang merupakan tanaman khas daerah tropis. Namun jika ditanam pada lahan
daerah subtropis atau pegunungan, tidak masalah karena tanaman pisang bisa
beradaptasi pada cuaca yang cukup dingin. Tanaman ini bisa bertahan hidup pada
daerah yang kekurangan air, karena pisang bisa menyuplai air dari batang yang
memiliki kandungan air yang tinggi, namun konsekuensinya pertumbuhannya
menjadi tidak maksimal.

Tanaman buah satu ini dikenal membutuhkan banyak nutrisi sehingga sebaiknya
menanamnya di tanah berhumus dan dilakukan pemupukan. Saat budidaya
tanaman pisang pada media tanam air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh
menggenang karena pertanaman pisang harus diairi dengan intensif. Ketinggian
air tanah di daerah basah adalah 50- 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200
cm dan di daerah kering 50 - 150 cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak
akan menghasilkan panen pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air.
Pisang tidak hidup pada tanah dengan kandungan garam 0,07 persen. Sebaliknya,
pisang dapat tumbuh pada daerah yang mengandung humus, kapur, atau tanah
berat.
Tanaman pisang bisa tumbuh diatas hampir semua jenis tanah. Namun jenis tanah
yang paling cocok adalah tanah yang bertekstur liat seperti aluvial, banyak
mengandung kalsium dan bahan organik. Tanaman pisang bisa tumbuh optimal
pada kondisi tanah yang kaya unsur hara dan memiliki kandungan kapur atau
tanah berat. Tanaman ini memiliki sifat rakus terhadap makanan, sehingga perlu
mempersiapkan lahan yang memiliki unsur hara yang tinggi.

2.4 Kesesuaian tanaman pisang terhadap lahan dari segi keunggulan,


ekonomis, dan strategis

Pisang (Musa spp.) termasuk komoditas buah-buahan prioritas di Indonesia


dengan produksi sebesar 7,3 juta ton pada tahun 2015 (Kementerian Pertanian,
2016). Tahun 2014 tanaman pisang juga menempati peringkat pertama untuk
produksi buah dengan produksi mencapai 6,8 juta ton yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi buah nasional (Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2015). Pisang adalah komoditas buah tropika yang dicanangkan oleh
Kementerian Riset dan Teknologi untuk dikembangkan di Indonesia yang
didasarkan dengan pertimbangan bahwa pisang merupakan komoditas berorientasi
kerakyatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani (Kasutjianingati dan
Boer, 2013). Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan
usia. Karbohidrat buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang
dan tersedia secara bertahap sehingga penyediaan energinya tidak terlalu cepat,
sedikit lebih lambat dari pada gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari pada
nasi, biskuit dan sejenis roti (Balitbang Pertanian, 2008). Vitamin A, B, dan C
juga terdapat dalam buah pisang yang bermanfaat untuk membantu memperlancar
sistem metabolisme tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh dari radikal bebas
(Wijaya, 2013).

Salah satu aspek pengembangan komoditas pisang adalah bagaimana


menyediakan lahan yang sesuai untuk skala pengembangan yang lebih luas.
Tanaman pisang dapat digunakan sebagai tanaman konservasi pada daerah kering
dan kritis. Tanaman pisang termasuk monokotil yang tumbuh baik di daerah
tropika pada ketinggian 100 – 700 m dpl tetapi lebih cocok pada dataran rendah
tropis basah, suhu udara 22 – 32 oC dan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun
(Sunarjono, 2002). Sementara itu menurut Ritung et al. (2011) tanaman pisang
dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu udara 25 – 27 0C,
kelembaban udara > 60%, ketinggian tempat < 1.200 m dpl, curah hujan 1.500 –
2.500 mm/tahun dan lama bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) 0 – 3 bulan.

Lahan yang akan dijadikan tempat budidaya pisang harus terbebas dari penyakit
Fusarium dan Pseudomonas. Bila sebelumnya lahan tersebut pernah terjangkit
penyakit tersebut, dilakukan pengendalian hama dan penyakit dengan benar.
Lahan dibersihkan dari gulma, dicangkul atau tanah dibajak dengan kedalaman
30-40 cm. Bedengan dibuat memanjang sesuai dengan kontur lahan. Jarak antar
bedengan diatur sesuai dengan jarak tanam.

Jarak tanam budidaya pisang tergantung pada varietas pisang, sekitar 3×3 meter.
Dengan populasi maksimal 1000 rumpun tanaman per hektar. Setiap jarak 50
meter buat parit untuk saluran drainase sedalam 1 meter. Lahan dibiarkan selama
2-5 minggu.

25. Klasifikasi tanah

1. Segi fisik
a. Tanah baik dan jelek
2. Segi kimia
a. Kaya dan miskin
3. Segi biologis
a. Tanah baik kaya
b. Tanah baik miskin
c. Tanah jelek kaya
d. Tanah jelek miskin

Anda mungkin juga menyukai