Anda di halaman 1dari 21

Perdarahan pada Kehamilan Muda

Tegar Gemilang Watari


102011114
B1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Fakultas Kedokteran Iniversitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Email : tegargemilang@ymail.com

Pendahuluan

Perdarahan sebenarnya dapat terjadi bukan saja pada masa kehamilan tetapi juga masa persalinan
maupun masa nifas. Penatalaksanaan dan prognosa kasus perdarahan selama kehamilan, sangat
tergantung pada umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan dari fetus dan sebab dari
perdarahan. Setiap perdarahan dalam kehamilan harus dianggap sebagai keadaan akut berbahaya
dan serius dengan resiko tinggi karena dapat menimbulkan kematian ibu dan janin. Sebanyak 20%
wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami
abortus. Hal ini akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari suatu
kesehatan akan sangat ditanggulangi untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita.

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal kehamilan seperti imlantasi
ovum, karsinoma servik, abortus, mola hidatidosa, kahamilan ekopik, menstruasi, kehamilan
normal, kelainan lokal pada vagina/servik seperti varises, perlukaan, erosi dan polip, semua
keadaan ini akan menurunkan keberdayaan seorang wanita.

Definisi
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian.
Perdarahan pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehmilan kurang dari 22
minggu.
Keadaan yang menimbulkan perdarahan
Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal kehamilan, antara lain:
1. Keguguran atau abortus
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
3. Mola Hidatidosa

Gambaran Klinis
Perdarahan yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, akan mengakibatkan volume darah
intravaskular berkurang; untuk menjaga aliran darah ke organ-organ vital (otak, jantung, paru),
pembuluh darah ke organ usus, uterus, ginjal, otot, kulit meningkat. Perdarahan yang
berkepanjangan tanpa penanganan yang baik akan menimbulkan hipoksi pembuluh darah organ-
organ. Pembuluh darah yang mengalami hipoksi berubah dari vasokontriksi menjadi vasodilatasi,
akibatnya aliran darah intravaskular semakin lambat, sehingga terjadi kegagalan fungsi organ-
organ tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat pendarahan ini ditandai dari gambaran
klinis berupa syok (hemorrhagic shock). Gambaran klinis syok hemoragis dan hubungannya
dengan infus cairan (darah) intravena.

Abortus
Kata abortus (aborsi, abortion) bersalah dari bahasa latin aboriri-keguguran (to miscarry).
Menurut New Shorter Oxford Dictionary (2002), abortus adalah pesalinan kurang bulan sebelum
usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dan dalam hal ini kata bersinonim dengan keguguran.
Abortus juga berarti menginduksi penghentian kehamilan untuk menghancurkan janin. Meskipun
dalam konteks medis kedua kata tersebut dapat dipertukarkan, pemakaian kata abortus oleh orang
awam mengisyaratkan penghentian kehamilan secara sengaja. Karena itu, banyak orang cenderung
memakai kata keguguran untuk menunjukkan kematian janin spontan sebelum janin dapat hidup
(viable). Yang mungkin membigungkan, pemakaian sonografi dan pengukuran kadar
gonadotropin korion manusia (hCG) secara luas memungkinkan kita mengidentifikasi kehamilan
pada tahap yang sangat dini bersama dengan istilah-istilah untuk menjelaskan hal-hal diatas.
Beberapa contoh adalah early pregnancy loss atau early pregnancy failure. Di sepanjang buku ini,
kami menggunakan semua kata-kata ini pada satu atau lain waktu. 1
Durasi kehamilan juga digunakan untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan abortus untuk
kepentingan statistic dan legal. World Health Organization mendefinisikan abortus sebagai
penghentian kehamilan sebelum gestasi 20 minggu atau dengan janin memiliki berat lahir kurang
dari 500 g. Meskipun demikian, definisi tetap bervariasi sesuai hukum yang beralaku di masing-
masing negara bagian. 1

Anamnesis
Autoanamnesis. Antara yang bisa ditanyakan kepada pasien ini adalah: 2
1) Ditanyakan tentang identitas pasien. Keluhan utama pasien. Apakah keluhan yang
membawa pasien datang ke klinik?
2) Menanyakan keluhan tambahan pasien.
3) Menanyakan tentang riwayat haid pasien. Kapan pertama kali menarche? Biasanya siklus
haid pasien berapa lama? Kapan haid terakhir?
4) Menanyakan tentang riwayat perkahwinan. Sudah berapa lama menikah? Bagaimana
hubungan dengan suami.
5) Menanyakan tentang riwayat kehamilan. Ditanyakan ini kehamilan ke berapa? Berapa
usia gestasi pasien? Menanyakan apakah ada keluar cairan dari vagina? Kalau ada apakah
lender atau darah? Tanyakan konsistensinya, banyak atau tidak dan lain- lain yang
berkaitan.
6) Apakah ada perdarahan? Darah yang keluar apakah sedikit atau banyak atau hanya berupa
bercak-bercak?
7) Menanyakan apakah ada gatal pada vulva?
8) Menanyakan mengenai BAK dan BAB.
9) Ditanyakan kepada pasien tentang riwayat kontrasepsi. Apakah pasien pernah atau
sedang kontrasepsi?
10) Apakah sebelum ini pernah menderita infeksi pada vagina atau panggul?
11) Ditanyakan apakah pasien pernah terlibat dalam prosedur pembedahan ginekologis
sebelumnya?
12) Ditanyakan riwayat keluarga. Apakah ada ahli keluarga yang menderita penyakit-
penyakit serius seperti diabetes, hipertensi, stroke dan lain- lain.
13) Ditanyakan juga kebiasaan merokok, pemakaian obat terlarang, dan konsumsi minuman
yang beralkohol.

Pemeriksaan
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital 2
Periksa nadi, suhu badan, tekanan darah, pernapasan, mata (anemia, ikterus, eksoftalmus), kelenjar
gondok (struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya edema,
panikulus adiposus yang tebal, asites, gambaran vena yang jelas/melebar dan varises-varises perlu
mendapat perhatian yang seksama.

Pemeriksaan ginekologi:2
Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk
dari vulva
Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak
jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium
Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah terbuka, teraba atau tidak jaringan dalam kavum
uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,
tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

Pemeriksaan bimanual
Melakukan colok vagina dengan jari tangan, untuk memeriksa keadaan dinding vagina, fornix,
cervix uteri, uterus, parametrium, rongga panggul dan juga genital luar.

Abortus Imminens

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selamakehamilan awal dan dapat
berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau
lima wanita hamil.

Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan
trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina.
Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi.1
Epidemiologi
Prevelensi abortus spontan bervariasi sesuai kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasinnya.
Yang penting dengan menggunakan pemeriksaan yang sangat spesifik untuk mendeteksi
gonadotropon korian manusia β (β-hCG) dalam kadar sangat sedikit dalam serum, dua pertiga dari
kematian dini ini dianggap asimtomatik. 1

Sejumlah faktor memperngaruhi angka abortus spontan, tetapi belum diketahui saat ini apakah
abortus yang asimtomatik dipengaruhui oleh sebagian dari faktor ini. Sebagai contoh, keguguran
sintomatik meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi berlipat dua dari
12% pada wanita berusia kurang 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang berusia lebih dari 40
tahun. Untuk perbandingan yang sama pada usia ayah, frekuensi meningkat dari 12 menjadi 10 %.
Namun kembali lagi belum diketahui apakah keguguran yang tidak disadari juga dipengaruhi oleh
usia dan paritas. 1

Meskipun mekanisme-mekanisme yang berperan dalam abortus tidak selalu jelas, selama 3 bulan
pertama kehamilan, ekspulsi spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah atau janin.
Karena itu, untuk menemukan penyebab abortus dini perlu dipastikan penyebab kematian janin.
Pada keguguran yang terjadi belakangan, janin biasanya belum meninggal sebelum ekspusi.
Disamping kelainan kromosom, abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor
lingkungan, seperti konsumsi kafein selama kehamilan.1

Etiologi
Faktor Janin
Abortus spontan dini sering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin, atau
kadang placenta. Dari 1000 abortus spontan separuh memperlihatkan mudigah yang mengalami
degenerasi atau tidak mengandung mudigah-blighted ovum seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Pada 50-60% mudigah dan janin dini yang mengalami abortus spontan, kalainan jumlah kromsom
merupakan penyebab utama. Kelainan kromosom menjadi lebih jarang dijumpai seiring dengan
kemajuan kehamilan dan ditemukan pada sekitar sepertiga kematian trimester kedua, tetapi hanya
5% dari lahir mati trimester ketiga.3

Infeksi
Infeksi jarang menjadi penyebab abortus dini. Sejumlah infeksi spesifik telah diteliti. Sebagai
contoh, meskipun Brucella abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada sapi
keduanya tidak menyebabkan hal yang sama dengan manusia. Juga tidak tetdapat bukti bahwa
Listeria monocytogenes atau Chlamydia trchomatis merangsang abortus pada manusia. Dalam
sebuah penelitian studi prospektif, infeksi oleh virus herpes simpleks pada awal kehamilan juga
tidak meningkatkan insiden abortus. Bukti bahwa Toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada
manusia masih belum pasti.3

Diabete Melitus
Angka arbutus spontan dan malformasi congenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes
bergantung-insulin. Resiko tampaknya berkaitan dengan derajat kontrol metabolic pada awal
kehamilan. Kurangnya kontrol glukosa menyebabkan meningkatnya mencolok angka abortus.
Diabetes overt adalah penyebab keguguran berulang.3

Nutrisi
Defisiensi salah satu nutrient dalam makanan atau defisiensi moderat semua nutrient tampaknya
bukan penyebab penting abortus. Bahkan pada tingkat ekstrim, hiperemis gravidarum disertai
penurunan berat yang signifikan, jarang diikuti oleh keguguran.3

Lingkungan
Lingkungan Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.Rokok diketahui mengandung ratusan unsur
toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta.Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin.Dengan terjadinya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.3
Klasifikasi Abortus 4

Abortus Imines
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama
sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai
dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis
abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara
melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10.4

Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/ 10
hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat tergantung
pada Informed concent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka
pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah
terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai
dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan
di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan
USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal
jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan window yang baik agar
rincian hasil USG dapat jelas. 4

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasrnolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormone progesteron atau
derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik
kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.4
Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih
sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG
akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak
jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding
uterus. 4

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan
hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dari kuretase harus hati-hati, perlu
dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sarnbil
diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus.
Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, clan antibiotika
profilaksis. 4

Abortus Inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini
juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi rnasih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau
menonjol pada ostium uteri ekstemum. Pendarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa
banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental
site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia
atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus
diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita
ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudaj lebih kecil dari umur kehamilan dan
kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya
tidak beraturan. 4
Bila terjadi pendarahan yang hebat, dianjurkan segela melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi
secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadi kontraksi uterus segera dikeluarkan,
kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan pendarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan
tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai keadaan umum ibu
dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula
dari plastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan
antibiotika.4

Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Penderita
missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan
kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder
pada payudara mulai menghilang. 4

Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kernudian merasa sembuh,
tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah
satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
uterus yang mengecii, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai
gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari
4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. 4

Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena
risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi pendarahan atau tidak
bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan,
karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati.
Pasien umur kehamilan kurang dari 12 rninggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung
dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan
di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku
dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. 4

Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan oksitosin
dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya resistensi
cairan tubuh. Jika tldak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini
dilanjukan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. 4

Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya
untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah
dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali
dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi
pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar
rnengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat.
Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pasca
tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberianan
antbiotika. 4
Diagnosis Banding 5
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Kehamilan ektopik terjadi
bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Termasuk
dalam kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.6 Kehamilan intrauterin dapat
ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu
combined ectopoc pregnancy di mana kehamilan intra-uterin terdapat pada waktu yang sama
dengan kehamilan ekstra-uterin dan compound ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan
intrauterin pada wanita dengan kehamilan ekstra-uterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan
menjadi litopedion.5
Gambar 1. Tempat dan Frekuensi Terjadinya Kehamilan Ektopik
Keterangan:
(A) Ampulla, 80% (B) Ismika, 12% (C) Fimbrial, 5% (D) Interstitial, 2%
(E) Abdominal, 1.4% (F) Ovarium 0.2% (G) Serviks 0,2%

Etiologi
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah berikut:5
 Faktor dalam lumen tuba
- Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu
- Pada hipolpasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping
- Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
 Faktor pada dinding tuba
- Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
- Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu
 Faktor di luar dinding tuba
- Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
- Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
 Faktor lain:
- Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri-atau
sebaliknya-dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang berlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur
- Fertilisasi in vitro

Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur
berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian direabsorpsi. Pada
nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua
dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan
kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot-otot tua dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. 5

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembak; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua.
Dapat pula ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-
Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak
teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan
mitosis.Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.5

1. Faktor-faktor resiko:
- Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
- Pembedahan pada saluran telur / sterilisasi
- Pemaparan oleh/ terkena pengaruh DES dalam kehidupan intrauterine
- Pemakaian alat kontrasepsi dalam Rahim
- Pernah terkena infeksi genitalia/pelvis
- Merokok
- Pada usia dini (< 18tahun) terjadi hubungan seksual pertama

2. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik kehamilan ektopik yaitu: 6
- Amenore
- Gejala kehamilan muda
- Nyeri perut bagian bawah. Pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat,
menyebabkan penderita pingsan sampai syok. Pada abortus tuba nyeri mula-mula
pada satu sisi, menjalar ke tempat lain.
- Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua
- Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri pada
perabaan, dan kavum Douglasi menonjol karena ada bekuan darah
3. Penatalaksanaan
Pasien dirujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit dilakukan: 6
- Laparotomi
- Salpingoektomi/salpingostomi/reanastomosis tuba
- Kemoterapi dengan metotreksat 1 mg/kg intravena dan faktor sitrovorum 0,1
mg/kg intramuskular berseling-seling selama 8 hari bila kehamilan di pars
ampularis tuba belum pecah.

Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami hidropik belum diketahui pasti. Ada yang
menyatakan akibat infeksi, defisiensi makanan.6
Gambar 2. Pemeriksaan dari hasil patologi anatomi mola hidatidosa 6

Etiologi
Kejadian mola juga yang berkaitan dengan kromosom. Mola hidatidosa berkaitan dengan
kromosom. Mola hidatidosa komplet bersumber dari fertilisasi ovum tanpa nukleus atau
nukleusnya tidak aktif sehingga tumbuh-kembangnya berlangsung atas dominasi inti spermatozoa.
Oleh karena itu, gambaran kromosom pada mola hidatidosa komplet adalah 46XX. Mola
hidatidosa parsial terjadi karena ovum tanpa nukleus mengalami fertilisasi ganda sehingga
gambaran kromosomnya 46XY.6,7

Tidak berfungsinya atau hilangnya inti ovum dikaitkan dengan masalah sosial ekonomi yang
disertai rendahnya nilai nutrisi, kekurangan protein, dan defisiensi vitamin A. 6,7

Patofisiologi
Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada
janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah
mikroskopik namapak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan
proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua
kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung
kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini
berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar tinju
atau kepala bayi.6,7
Manifestasi klinik
Mola hidatidosa berkembang dari trofoblas ekstraembrionik. Mola hidatidosa terbagi menjadi:7
-
Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
-
Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin

Gambar 8. Mola Hidatidosa Komplit dan Inkomplit

Manifestasi klinik mola hidatidosa:6,7


- Amenore dan tanda-tanda kehamilan
- Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
- Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Tidak teraba bagian janin pada palpasi
dan tidak terdengarnya bunyi jantung janin sekalipun uterus sudah membesar setinggi
pusar atau lebih
- Peningkatan kadar HCG
- Gambaran USG berupa badai salju atau sarang lebah
- Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi kehamilan 24 minggu

Patofisiologi Abortus
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di jaringan dekat
tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini memicu kontraksi uterus yang
menyebabkan ekspulsi. Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami
maserasi dan dikelilingi oleh cairan. Pada kehamilan awal sering tidak terlihat fetus yang
dinamakan blighted ovum. 7
Pada abortus tahap lebih lanjut, janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-tulang
tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan
terkelupas in utero, janin mengering dan cairan amnion berkurang sehingga menjadi gepeng
membentuk fetus kompresus. 7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abortus imminens terdiri atas:6,7

- Istirahat-baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara
ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
- Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat
jam bila pasien panas.
- Tes kehamilan dapat dilakukan bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan
USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
- Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3x 30 mg. Berikan preparat hematinik
misalnya sulfat ferosus 600-1000 mg
- Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
- Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah
terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

Penatalaksanaan abortus insipiens:6,7

- Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan
selama 36 jam dengan diberikan morfin
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani
dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan
kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5%
500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi
abortus komplit.
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta
secara manual
- Untuk mengurangi nyeri karena his boleh diberikan sedative

Penatalaksanaan abortus inkomplit:67


- Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer
laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah
- Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin
0,2 mg intramuskular
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta
secara manual
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

Penatalaksanaan abortus komplit: 6,7


- Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3x1 tablet selama 3 sampai 5 hari
- Bila pasien emia, berikan hematinik seperti sulfat ferosus satau transfusi darah
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
- Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, mineral

Penatalaksanaan missed abortion: 6,7


- Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum
lalu dengan kuret tajam
- Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau
ketika mengeluarkan konsepsi
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang
laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar.
Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbesterol 3x5 mg lalu infus
oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU
dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
- Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut

Cara kuretase
- Pasien dalam posisi litotomi
- Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg intravena
- Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks
- Kosongkan kandung kemih
- Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum
menjepit dinding depan porsio pada jam 12. Angkat spekulum depan dan spekulum
belakang dipegang oleh seorang asisten.
- Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar danarah uterus.
- Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kurettumpul secara sistematis
menurut putaran jarum jam. Usahakanseluruh kavum uteri dikerok.
- Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda vital 15-30 menit
pasca tindakan. 7

Komplikasi

- Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
- Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
- Infeksi
- Shock pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik). 7

Pencegahan8

-
Usia ibu hamil lebih baik tidak < 20 tahun dan tidak > 35 tahun.
-
Melakukan pemeriksaan dini sebelum hamil (TORCH).
-
Kenali tanda-tanda kehamilan lebih dini.
-
Kehamilan harus direncanakan (sudah siap secara fisik dan emosional).
-
Jarak antara kehamilan tidak terlalu dekat.
-
Selama hamil harus cukup gizi.
-
Menghindari trauma.
-
Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang sembarangan.
-
Jalani pemeriksaan kandungan secara rutin.
-
Kontrol penyakit kronis yang diderita seperti DM, hipertensi.
-
Skrinning gen untuk meminimalisir adanya abnormalitas kromosom
-
Jangan merokok dan minum alkohol.

Tatalaksana8
Penanganan abortus imminen terdiri atas :
1. Istirahat berbaring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan bertambahnya
rangsang mekanik.
2. Pemberian hormon progesterone pada abortus imminens masih menjadi perdebatan.
Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan adanya
kekurangan hormon progesterone.
3. Pemeriksaan ultrasonografi penting untuk mengetahui apakah janin masih hidup atau
tidak.

Prognosis 8
Prognosis tergantung pada jenis abortus yang dialami, dan ditentukan lamanya perdarahan , jika
perdarahan berlangsung lama, mules- mules yang disertai pendataran serviks menandakan
prognosis yang buruk.
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong. Williams obstetrics. Ed.23. Jakarta:
EGC;2013.h.226-35.
2. Erol R. Norwitz, John O. Schorge. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. At a Glance
Obstetrics dan Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas. 2007.
P. 8-9
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi 2 Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007.h.132-69.
4. Hadijanto B. Pendarahan pada kehamilan;abortus. Dalam: Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012.h.460-72.
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007.h.302-49.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI. Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2007.h.260-70.
7. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Obstetri
patologi. Bandung: Elstar Offset; 2002.h.7-45.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth, Spong. Williams obstetrics. Ed.23.
Jakarta:EGC;2013.h. 579.

Anda mungkin juga menyukai