Anda di halaman 1dari 19

Cerebral Toxoplasmosis

SISILIA SUDARGO
406151057
Pendahuluan
Jumlah kasus Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) dari tahun ke
tahun terus meningkat. Dalam
waktu tiap 25 menit di Indonesia,
terdapat satu orang baru terinfeksi
HIV. Tanah Papua (Provinsi Papua
dan Papua Barat), Jakarta dan Bali
menduduki tempat teratas untuk
tingkat kasus HIV baru per 100.000
orang. Jakarta memiliki jumlah kasus
baru tertinggi (4.012 pada tahun
2011)
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS,
akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan oleh virus,
bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan. Hampir semua
penyakit dapat menjadi infeksi oportunistik pada penderita HIV jika system imun mulai lemah.
Salah satu infeksi oportunistik pada HIV adalah toksoplasmosis.
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan
ke manusia. Infeksi primer pada pasien imumokompeten biasanya asimptomatik. Pada pasien
imunodefisien, toxoplasmosis biasanya disebabkan karena reaktivasi dari infeksi kronik yang
didapat sebelumnya.
Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang
dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata, otak, dan
selaput otak.
Epidemiologi
Distribusi infeksi T.gondii menyebar di seluruh dunia.
Di Amerika Serikat, 15%-29,2% populasi seropositive terhadap infeksi T.gondii, sementara
tingkat prevalensi di Eropa dan negara-negara tropis dapat mencapai 90%.
Dengan meluasnya penggunaan terapi antiretroviral, insiden cerebral toxoplasmosis telah
menurun.
Kejadian toxoplasma ensefalitis menurun dari 3.9 kasus per 100 orang sebelum adanya terapi
antiretroviral menjadi 1 kasus per 100 orang setelah adanya terapi antiretroviral.
Etiologi
Toxoplasmosis adalah penyakit
zoonotic yang disebabkan oleh
protozoa intrasel T. gondii. Infeksi
pada manusia biasanya terjadi
melalui oral atau transplasenta.
Konsumsi daging mentah atau
setengah matang yang mengandung
kista, air yang terkontaminasi dengan
ookista dari feses kucing, dan
sayuran yang tidak dicuci adalah rute
primer penularan melalui oral;
penanganan yang tidak tepat pada
daging atau tanah yang tercemar
juga dapat menyebabkan infeksi
hand-to-mouth
Patofisiologi
Manusia adalah hospes perantara T.gondii, sedangkan hospes definitive adalah kucing. Kucing
yang terinfeksi menyebarkan penyakit ketika ookista keluar bersama feses. Ketika tertelan
manusia, ookista menjadi tachyzoit yang cepat mengalami replikasi.
Tachyzoit ini menembus inti sel dan membentuk vakuola. Ketika sel mati, tachyzoit terus
menyebar di seluruh tubuh dan menginfeksi jaringan lain yang menyebabkan respon inflamasi.
Pada hospes yang imunokompeten, imunitas selular mengontrol infeksi akut toxoplasma serta
mencegah reaktivasi penyakit. Adanya tachyzoit dalam darah mengaktifkan CD4+ T-cell untuk
mengekpresikan CD154 (juga disebut CD40 ligand). Selanjutnya, CD154 memicu sel dendritic
dan makrofag untuk mensekresi interleukin (IL)-12, yang mengatifkan produksi interferon
gamma (IFN-). IFN- menstimulasi makrofag dan sel nonfagosit lainnya sebagai respon
antitoxoplasmic.
Tumor necrosis factor- (TNF-) juga berperan dalam mengendalikan T.goondi dengan
mengembangkan respon T-cell yang kuat terhadap infeksi ini. Selanjutnya, tachyzoit berubah
menjadi bradyzoit, yang secara morfologis mirip dengan tachyzoite tetapi bereplikasi lebih
lambat. Kista bradyzoit yang bertahan di otak, jantung, dan otot skeletal adalah tempat sisa
hidupnya. Jika hopses menjadi immunocompromised, kista ini dapat berubah kembali menjadi
tachyzoit untuk menginfeksi jaringan lain pada hospes.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, ekspresi CD154 sebagai respon toxoplasma terganggu pada sel
CD4+. Gangguan ini berhubungan dengan penurunan produksi IL-12 dan IFN- sebagai respon
T.gondii pada pasien terinfeksi HIV. Aktivitas T-limfosit juga terganggu, sehingga pertahanan
hospes melawan T.gondii menurun. Penurunan pertahanan hospes menyebabkan reaktivasi
infeksi kronik toxoplasma pada pasien terinfeksi HIV, terutama ketika jumlah CD4+ kurang dari
100 sel/uL.
Manifestasi Klinis
Pada pasien AIDS, T.gondii merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
menyebabkan lesi fokal di otak.
Pasien datang dengan perubahan status mental (62%), sakit kepala (59%), dan demam (41%)
yang berhubungan dengan deficit focal neurologis.
Perkembangan infeksi dapat menyebabkan kebingungan, mengantuk, hemiparesis, hemianopsia,
afasia, ataxia, dan kelumpuhan saraf kranial.
Kelemahan motoric dan gangguan bicara terlihat sebagai perkembangan penyakit. Jika tidak
segera diobati, pasien dapat menjadi koma dalam beberapa hari atau minggu.
Diagnosis
1. Serologi
2. CT Scan
3. MRI
4. Analisis cairan serebrospinal
5. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction
Transaxial contrast-enhanced computed
tomography scan in a 24-year-old man with
human immunodeficiency virus infection and
central nervous system toxoplasmosis
Diagnosis
PATOGEN IMAGING PEM.PENUNJANG LAIN
Meningitis Nonspesifik LCS : tekanan tinggi, kadar glucosa
criptokokus, rendah, protein, antigen kriptokokus (+)
CD4<100 kultur (+)

Lainnya : antigen serum biasanya juga (+) Banding


Ensefalopati HIV, Normal pada awalnya, atrofi difus, LCS: Nonspesifik
CD4<200 patchy/diffuse white matter changes
Lainnya: beta-2 mikroglobulin LCS, HIV RNA
on T2-weighted MRI pd stadium
tinggi pada semua kasus
lanjut

Limfoma primer Single/multiple lesions pada CT/MRI, Biopsi otak/LCS sitologi (+), LCS PCR EBV
SSP, CD4<100 ring enhancement pada CT (+)
Tatalaksana
PROFILAKSIS
Nonfarmakologi
Semua pasien terinfeksi HIV harus diedukasi tentang penanganan dan persiapan makanan untuk
mencegah infeksi T.gondii. Pasien harus diberi tahu untuk mencuci tangan sebelum menyentuh
daging yang tidak matang atau belum matang juga mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum
dikonsumsi dan hanya mengonsumsi daging yang sudah matang. Sebagai tambahan, pasien harus
menghindari kontak dengan semua material yang mungkin terkontaminasi dengan feses kucing
dan menggunakan sarung tangan ketika membersihkan kotoran kucing atau ketika berkebun.
Farmakologi primer dan sekunder untuk prevention
Pada pasien seropositive, profilaksis primer disarankan untuk pasien HIV dengan CD4+ kurang dari
100 sel/uL dan pasien dengan CD4+ kurang dari 200 sel/uL yang memiliki infeksi oportunistik.
Profilaksis untuk T.gondii dengan TMP-SMX pada pasien dengan CD4+ kurang dari 100 sel/uL
menunjukan penurunan resiko toxoplasmosis sebesar 73%.
Pasien terinfeksi HIV yang tidak menerima terapi setelah pengobatan akut toksoplasmosis
memiliki presentase sebesar 50%-80% terkena ensefalitis toksoplasmosis. Pasien seharusnya
mendapat profilaksis sekunder selama 6 minggu untuk infeksi akut. Kombinasi alternative
dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan terhadap sulfadiazine atau pyrimethamine.
Atovaquone seagai monoterapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan terhadap
pyrimethamine, tetapi ratio terkena lagi sebesar 26% dalam 1 tahun pertama pengobatan.
Prognosis
Pada umumnya, toxoplasmic ensefalitis memiliki prognosis yang buruk pada pasien AIDS.
Kesimpulan
Toksoplasmosis serebral akut adalah penyebab tersering yang menyebabkan gangguan neurologis
fokal pada pasien AIDS. Jika tidak terdeteksi atau tidak diobati dengan tepat, toksoplasmosis
serebral dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Semua pasien terinfeksi
HIV harus diberikan edukasi non-farmakologi dan pengobatan profilaksis untuk infeksi T.gondii,
dan pasien seropositive harus mendapat profilaksis primer atau sekunder untuk toksoplasmosis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai