Modul 5
Modul 5
SKENARIO 5
Fero (22 th) Mahasiswa Kedokteran Univeritas Bina Rangka, mengalami kecelakaan
bersama temannya terjatuh dari sepeda motor karena menabrak batu. Mereka langsung
dibawa ke UGD RS Kota Kita , dan langsung ditangani drg. Spesialis Bedah Mulut. Pada
pemeriksaan Fero mengalami fraktur dan mobiliti pada gigi 11 serta 21 avulsi. Pada gigi 22
dan 23 dibagian labial 1/3 permukaan gingivl terjadi vulnus punctum sehingga gingivanya
mengalami luka robek.
Sedang kondisi temannya saat kecelakaan hanya luka lecet saja, tapi sang teman saat
diperiksa rongga mulutnya terdapat abses periodontal kronis di regio posterior rahang
bawah, gigi 36.
Tindakan pada Fero dilakukan hecting dengan teknik suturing flap mukoperiosteal
daerah yang robek. Sedangkan untuk mengatasi kondisi mobiliti gigi 11 dan avulsi gigi 21
dilakukan dengan tindakan splinting dan fiksasi gigi tersebut. Sebelum tindakan operasi,
Fero di anastesi terlebih dahulu dengan anastesi blok dan infiltrasi oleh drg.
Pada rekan Fero dilakukan insisi abses di daerah bukal 36 nya. Setelah tindakan bedah minor
trsebut selesai, drg. Memberikan obat antibiotika dan analgetika antiinflamasi serta
roburantia kepada keduanya.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus yang terjadi pada Fero da rekannya tersebut?
Terminologi
1. Hecting adalah penjahitan luka atau suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka
dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis
2. Vulnus punctum adalah luka akibat tusukan benda runcing.
3. Suturing adalah memasukkan benang ke flap perioeteal
4. Infiltrasi adalah anastesi untuk menimbulkan hilang rasa pada ujung saraf
5. Ruborantia adalah jenis obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti vit b12
dan vit c
Identifikasi Masalah
Analisa masalah
1. Dilakukan splinting:
- reposisi gigi 11
- stabilkan gigi pada tempatnya
- mempertahankan gigi agar tidak copot
2. penanganan untuk fraktur pada Fero adalah :
- memberikan analgetik
- memberikan antibotik
- perawatan bedah untuk reduksi
- pemeriksaan hubungan oklual
- fiksasi
- jika frakturnya hanya sampai crown belum mencapai pulpa maka bisa restorasi
dengan resin composit
- jika pulpa terbuka ebesar pin point maka pulp capping indirect
- jika terjadi pendarahan banyak maka pulpotomi dengan memakai CaOH bubuk,
jika gagal maka dilakukan pulpektomi dan restorasi dengan post and core
3. prosedur insisi:
a. palpasi jika palpasi positif dan pusnya terlokalisir maka pus bisa di insisi
b. drainase pus dan irigasi
4. splinting: wire di atas singulum dan gunanya untuk reposisi, sedangkan fiksasi untuk
fixkan setelah di reposisi dan letak wire dibawah singulum
5. yang harus dperhatikan dalam pemberian antibiotik:
- infeksi : akut/kronis
- sifat antibiotik
- efek samping
- dosis
- lama pemberian
- harga
- jenis MO : gram negatif atau positf
- reaksi alergi
- efek
- lama pemberian
6. teknik suturing flap mukoperiosteal adalah
7. di anstesi infiltrasi dan blok karena
8. tujuan insisi abses adalah untuk mengeluarkan pusnya
9. diberikan obat tersebut karena:
- sama- sama dilakukan tindakan bedah maka diberi antibiotik
- sama-sama untuk penyembuhan maka di beri analgetik
- roburantia untuk penyembuhan
skema
kecelakaan
UGD
Drg. Sp. BM
Pem. IO
Fero:
Teman Fero:
- Fraktur dan mobilti gigi 11
- Avulsi gigi 21 - Abses periodontal kronis 36
- 1/3 permukaan gingiva vulnus
punctum 22 dan 23
perawatan
2. Anestesi
Dalam ilmu kedokteran gigi kita mengenal dua macam anastesi yaitu:
1. Anestesi umum
Biasanya dipergunakan pada:
- Penderita yang terlalu gelisah dan takut
- Penderita yang tidak terkendali
- Penderita anak-anak yang tidak kooperatif
- Pencabutan gigi yang banyak sekaligus
- Gigi dengan infeksi kronis
2. Anestesi lokal
Mekanisme kerja anestesi lokal:
1. AL mencegah timbulnya konduksi impuls saraf
2. Meningkatkan ambang membran, eksibilitas berkurang, dan kelancaran hantaran
terhambat
3. AL juga mengurangi permeabilitas membran bagi ion Na dan K dalam kedaan
istirahat
4. Meningkatkan tegangan permukaan selaput lipid molekuler
- Infraorbital anestesi
- Tuber anestesi
- N. Naso palatinus anestesi
- N. Palatinus anestesi
b. Field block anestesi
Indikasi anestesi lokal:
1. Penderita dalam keadaan sadar serta kooporatif
2. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakkan
Kontraindikasi anestesi lokal:
1. Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita
2. Terdapat suatu infeksi atau peradangan
3. Usia penderita terlalu tua atau di bawah umur
4. Alergi terhadap semua anestesi
5. Anomali rahang
6. Letak jaringan anestesi terlalu dalam
Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakan Kefektifan anestesi lokal
tergantung pada :
Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakan Kefektifan anestesi lokal
tergantung pada :
Kelarutan agen anestesi lokal dalam : air ( misalnya : cairan ekstraseluler ) dan lipoid
( misalnya : selubung mielin lipoid )
Persistensi agen pada daerah suntikan tergantung baik pada konsentrasi agen
anestesi lokal maupun keefektifan vasokonstriktor yang ditambahkan.
Ketetapan terdepositnya larutan dan dekat saraf yang akan dibuat baal
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi di
sepanjangg jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari
daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi terbagi:
1. Suntikan submukosa
2. Suntikan supraperiosteal
3. Suntikan intraoseus
4. Suntikan intrassepta
5. Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal
Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi infiltrasi, antara lain:
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi:
Mobiliti
Dapat mengiritasi : menyebabkan ulserasi pada lidah
Mengganggu untuk menyusui
2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi
sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali
dengan pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau
erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi
tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions stomatitis,
herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.
2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan dan
infeksi setelah pencabutan.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan
dapat menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.
6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.
7. Kurangnya kerjasama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi sulung saat
pencabutan antara lain :
1. Syringe
Adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi.
Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.
2. Cartridge
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah dan
kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan
anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe
standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk prosedur
perawatan gigi rutin.
3. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum
suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental
Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya mempunyai
panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan
kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam jaringan. Tindakan
pengamanan ini akan membuat jarum tidak masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur
pada hub, potongan jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Petunjuk:
1. Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus menggunakan syringe sesuai
standar ADA.
2. Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang tipis, jarum
panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
3. Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya jarum.
4. Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif pendek, dipasangkan
pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai (disposable) untuk menjamin ketajaman dan
sterilisasinya. Penggunaan jarum berulang dapat sebagai transfer penyakit.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah menjadi agen
anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi bahkan menggantikan
prokain sebagai prototipe anestesi lokal yang umumnya digunakan sebagai pedoman bagi
semua agen anestesi lainnya. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat dari pada
procain dan dapat tersebar dengan cepat diseluruh jaringan, menghasilkan anestesi yang
lebih dalam dengan durasi yang cukup lama. Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi
dengan adrenalin (1:80.000 atau 1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada
penderita penyakit hati yang parah.
2. Mepivacain
Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk tujuan klinis pada
akhir tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi aksi, potensi dan toksisitasnya mirip
dengan lidocain. Mepivacain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap anestesi lokal tipe
ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan anestesi
infiltrasi / regional. Bila mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkatan tertentu , akan
terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa
konvulsi dan depresi respirasi.
3. Prilocain
Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai formula kimiawi
dan farmakologi yang mirip dengan lidocain dan mepivacaine. Prolocain biasanya
menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidocain namun anestesi yang ditimbulkan tidak
terlalu dalam. Prolocain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibandingkan dengan
lidocain dan bisanya termetabolisme lebih cepat. Obat ini kurang toksis dibanding dengan
lidocaine tapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400mg.
4. Vasokonstriktor
Penambahan sejumlah kecil agen vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal dapat
memberi keuntungan berikut ini:
1. Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medula
adrenalin alami.
2. Felypressin (octapressin), suatu polipeptida sintetik yang mirip dengan sekresi glandula
pituutari posterior manusia. Mempunyai sifat vasokonstriktor yang dapat diperkuat dengan
penambahan prilokain.
Masuknya jarum ke dalam mukosa ± 2 – 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi
yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi untuk melihat apakah
pembuluh darah tertusuk. Bila sewaktu dilakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke
dalam karpul, tarik karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikan
pada lokasi lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan dan tidak boleh
mendadak sebanyak ± 0,60 ml (1/3 karpul).
2. Daerah palatal/lingual.
Masukkan jarum sampai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan dan tidak boleh
mendadak sebanyak ± 0,2 – 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut putih/pucat.
Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 –
0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.
4. Anastesi Intraligamen
Insisi
Definisi
Dalam arti umum berarti melakukan irisan pada kulit. Sedangkan dalam khusus, insisi abses
berarti mengiris abses untuk mengeluarkan pus yang ada didalamnya.
Syarat
- Irisan harus langsung, tidak terputus-putus langsung sampai ke jaringan subkutis
- Insisi harus sesuai garis Langer
- Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis / sumbu sendi
- Insisi sedapat mungkin disembunyikan, misal pada abses mammae
- Sterilitas harus dijaga
- Arah insisi tidak boleh tegak lurus dengan alat penting yang ada didaerah itu, missal arteri,
vena, syaraf
Alat
- Scalpel
- Blade no 10, 15, 11
Cara memegang scapel:
1. Pen-grip
2. Tabel knife grip
Cara Kerja
a. Beritahu pasien tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Inform consent
d. Siapkan alat, lakukan anastesi lokal
e. Pakai sarung tangan
f. Lakukan insisi di tempat fluktuasi yang maksimal irisan sampai fascia
g. Buka abses dengan memasukkan sumbu atau klem ( secara tumpul ) supaya pus keluar
h. Kelurkan semua infiltrat dengan memakai sonde, pada alat yang lunak ( missal mammae )
cukup memakai jari saja.
i. Keluarkan pus dengan bersih, masukkan tampon ( lebar ± 1cm )yang telah mengandung
betadine kedalam rongga abses
j. Tampon tidak boleh dimasukkan terlalu padat, kemudian disisakan sepanjang ± 5cm untuk
mempermudah pengangkatan
k. Atau gunakan drain ( dari bekas sarung tangan atau pipa infus ), dimasukkan kedalam
rongga abses, difiksasi dengan kulit dan ujung luar drain dipasang penampung infus
l. Ganti tampon tiap hari, sampai secret yang berwarna jernih ( biasanya 5 hari )
m. Beri salep untuk merangsang jaringan setelah tampon dikeluarkan
n. Tutup luka dengan kasa dan betadine
o. Cuci tangan
Eksisi
Pada eksisi dilakukan dengan mengambil lesi secara keseluruhan bersamaan dengan
prosedur diagnosa. Jaringan normal sekeliling harus dieksisi untuk memastikan eksisi telah
dilakukan secara total, untuk lesi kecil dan klinis tampak jinak.
Keuntungan eksisi:
1. Semua spesimendapat diperiksa untuk diagnosis histologis dan sekaligus
melaksankan eksisi total
2. Pasien tidak memerlukan follow up yang berkepanjangan karena angka kekambuhan
setelah eksisi total sangat rendah
3. Hanya memerlukan satu terapi saja
4. Penyembuhan luka primerbiasanya tercapai dengan memberikan hasil kosmetik
yang baik
Kerugian eksisi:
1. Diperlukan anastesi lokal
2. Diperlukan teknik asepsis
3. Diperlukan sedikit waktu dan keahlian operator