Anda di halaman 1dari 57

1

PENERAPAN HERBAL COMPRESS BALL TERHADAP PENURUNAN

NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN

DENGAN KASUS GOUT ARTHRITIS DI DESA TAGOLU KECAMATAN

LAGE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAGOLU

PROPOSAL STUDI KASUS

DISUSUNOLEH :

PUTRI PRATIWI BURIA

P00220217035
2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU

JURUSAN KEPERAWATAN PALU

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

TAHUN 2019
3
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat umur 60 tahun lansia berangsurangsur mengalami

penurunan daya tahan fisik sehingga rentan terhadap serangan penyakit

dan mengalami perubahan pada tubuhnya, secara perlahan jaringan

kehilangan kemampuannya untuk memperbaiki diri atau mengganti

diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibat dari

proses penuaan tersebut masalah yang sering dialami oleh lansia

adalah pada sistem muskuloskeletal. Penyakit yang paling sering

dialami oleh lansia adalah asam urat, osteoporosis, osteomalasia,

osteoartritis, nyeri punggung bawah, dan gangguan otot badan (Padila,

2013).

Gout Arthitis atau yang sering orang awam katakan asam urat

merupakan pembentukan kristal pada persendian, akibat tingginya

kadar asam urat dalam darah. Asam urat merupakan sisa dari sel-sel

tubuh yang mati, sehigga sel-sel tubuh yang mati melepas purin.Dan

asam urat menumpuk di persendian yang membentuk garam urat

(monosodium urate). Penumpukan kristal tersebut mengakibatkan

kerusakan pada daerah persendian sehingga dapat menimbulkan nyeri.

( Siregar Munawaroh, dkk. 2018 )

Gout Arthitis merupakan penyakit yang ditandai dengan nyeri

yang terjadi berulang-ulang yang disebabkan adanya endapan kristal


2

monosodium urat yang terkumpul didalam sendi sebagai akibat dari

tingginya kadar asam urat di dalam darah. Kadar asam urat normal

pada pria berkisar 3,5-7 mg/dl dan pada perempuan 2,6-6 mg/dl.

(Margowati Sri & Priyanto Sigit. 2017 )

Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2018),

Prevalensi gout di dunia mengalami kenaikan dengan jumlah 1370

(33,3 %). Prevalensi gout juga meningkat pada kalangan orang dewasa

di Inggris sebesar 3,2 % dan Amerika Serikat sebesar 3,9 % .Di Korea

prevalensi asam urat meningkat dari 3,49 % per 1000 orang pada

Tahun 2007 menjadi 7,58 % per 1000 orang pada tahun 2015.

Prevalensi Gout Arthitis di Indonesia mengalami penurunan. Pada

tahun 2013 kejadian GoutArthitis di Indonesia sebesar 11,9%

(Riskesda, 2013) sedangkan pada tahun 2018 pervalensi kejadian Gout

Arthitis di indonesia sebesar 7,3% (Riskesda, 2018) . Hasil data

Rikesdas tahun 2018, mengatakan bahwa preverensi penyakit sendi

pada lansia di Sulawesi Tengah sebanyak 7,72%.

Gout Arthitis banyak di derita oleh lansia berkaitan dengan

proses penuaan. Gejala utama yang di rasakan oleh penderita Gout

Arthitis adalah nyeri pada persendian yang di sebabkan oleh

penumpukan kristal. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh

manusia yang dapat merasakan bahwa tubuh seseorang mengalami

masalah.Penurunan kemampuan musculoskeletal karena nyeri sendi

dapat berdampak pada penurunan aktivitas pada lansia. Aktivitas yang


3

dimaksud antara lain makan, minum, berjalan, mandi, buang air besar,

dan buang air kecil.( Ribka Seran, dkk. 2016 )

Salah satu intervensi Keperawatan yang di gunakan untuk

mengontrol nyeri dengan menggunakan Terapi Herbal Compress Ball

yang dapat di lakukan seorang perawat secara mandiri dalam

menurunkan skala nyeri Gout Arthitis. Terapi Herbal Compress Ball

atau Luk Prakob telah digunakan di Thailand selama ratusan tahun

sebagai terapi tradisional Thailand atau pun sebagai terapi modalitas

yang berdiri sendiri dalam pengobatan muskuloskletal dan rehabilitatif.

Efek Herbal Compress Ball berasal dari konduksi panas untuk

meningkatkan aliran darah regional ke daerah yang terkena, anti

inflamasi efek dari bahan herbal, relaksasi efek minyak atsiri aromatik

dari bahan herbal. Kandungan Hebal Compress Ball bervariasi

tergantung tersedianya ramuan tumbuhan dari setiap daerah. Namun

pada umumnya bahan herbal utama dalam Herbal Compress Ball

adalah jahe (Zingiber cassumunar), kunyit (Curcuma longa L) dan

serai. Penurunan nyeri Gout Arthitis tidak berbeda dengan obat anti

inflamasi nonsteroid lainnya, latihan lutut, dan kompres panas. Namun

pengurangan nyeri sendi dari Herbal Compress Ball lebih tinggi dan

memiliki manfaat relaksasi terhadap lansia (Dhippayom, 2015).

Berdasarkan latar belakang ini, maka peneliti tertarik untuk

melihat “Penerapan Herbal Compress Ball terhadap Penurunan Nyeri


4

pada Asuhan Keperawatan Gerontik pada Pasien dengan kasus Gout

Arthritis di Desa Tagolu di Wilayah kerja Puskesmas Tagolu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut maka penulis

dapat merumuskan masalah : “Bagaimana Penerapan Herbal

Compress Ball terhadap Penurunan Nyeri pada Asuhan Keperawatan

Gerontik pada Pasien dengan kasus Gout Arthritis di Desa Tagolu di

Wilayah kerja Puskesmas Tagolu. “?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum:

Melakukan Asuhan Keperawatan Komprehensif dengan

Penerapan Herbal Compress Ball terhadap Penurunan Nyeri pada

Asuhan Keperawatan Gerontik pada Pasien dengan kasus Gout

Arthritis di Desa Tagolu di Wilayah kerja Puskesmas Tagolu.

2. Tujuan khusus :

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien Gout Arthitis.

b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan pada pasien Gout

Arthitis.

c. Dapat melakukan perencanaankeperawatan pada pasien Gout

Arthitis.

d. Dapat melakukan tindakan/implementasi Herbal Compress ball

pada pasien Gout Arthitis.


5

e. Dapat melakukan evaluasi pelaksanaan Herbal Compress Ball

pada pasien Gout Arthitis.

f. Dapat melakukan Dokumentasi Keperawatan pada pasien Gout

Arthitis

D. Manfaat Studi Kasus

1. Puskesmas Tagolu

Dengan adanya karya Tulis Ilmiah ini, kiranya dapat

memberikan masukan pada pihak Puskesmas terutama Perawat

Puskesmas Tagolu dalam rangka melaksanakan dan menerapkan

teknik herbal compress ball pada asuhan Keperawatan Gerontik

dengan kasus Gout Arthitis.

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapakan bagi Institusi pendidikan dalam hal ini

penelitian ini, di jadikan sebagai bacaan kepada Mahasiswa

Poltekkes Kemenkes Palu keperawatan khususnya dalam

pemberian Asuhan Keperawatan dalam hal ini Penerapan herbal

compress ball terhadap tingkat nyeri.

3. Bagi Penulis

Diharapkan dengan di buatnya penelitian ini penulis

memperoleh pengetahuan dan memperaktikkan Asuhan

Keperawatan Penerapan herbal compress ball terhadap tingkat

nyeri
6

4. Bagi pasien

Diharapkan dengan intervensi Penerapan herbal compress

ball pasien dapat memperaktikkan secara mandiri untuk

menurunkan nyeri.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun tentang Penyakit Gout Arthritis

1. Definisi Gout Arthritis

Gout Arthritis berasal dari bahasa inggris “Uric acid”

adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Gout

Arthritis adalah penyakit metabolic yang ditandai dengan

penumpukan asam urat yang menyebabkan nyeri dan kaku pada

persendian, yang sering ditemukan pada lutut, jempol kaki dan

pergelangan kaki (Aspiani, 2014)

Gout Arthitis merupakan penyakit metabolic yang di

sebabkan oleh kelebihan kadar senyawa urat di dalam tubuh, baik

karna produksi berlebih, eliminasi yang jarang, atau peningkatan

asupan purin. Biasanya Gout terjadi pada pria dewasa menengah,

namun dapat mencapai puncak di pertengahan puncak usia 40-an

pada sebagian orang. Gout sering kali di kaitkan dengan obesitas,

hipertensi, kadar kolestrol tinggi, dan konsumsi alcohol yang

berlebih. Hanya 3-6% kasus Gout terjadi pada wanita, keadaan ini

sebagian besar berkaitan dengan status menopause, kecuali pada

wanita dengan riwayat keluarga yang kuat. (Chang

Esther,Dkk.2009 )

Gout terjadi sebagai respon terhadap produksi berlebihan

atau ekskresi asam urat yang kurang, menyebabkan tingginya kadar


8

asam urat dalam darah ( hiperurisemia ) dan pada cairan tubuh

lainnya, termaksut cairan synovial. Gout biasanya datang secara

tiba-tiba.biasanya di malam hari, dan sering kali melibatkan sendi

matetarsofalangeal pertama ( jari kaki besar ). Seiring dengan

kemajuan penyakit, urat menumpuk di berbagai jaringan ikat lain.

Penumpukan dalam cairan synovial menyebabkan inflamasi akut

sendi (arthritis gout ). Kadar asam urat normal pada pria berkisar

3,5-7 mg/dl dan pada perempun 2,6-6 mg/dl.

Arthritis gout berasal dari deposit krristal deposit Kristal

asam urat seperti jarum sendi, menyebabkan inflamasi dengan

nyeri yang berat pada sendi yang terkena. Salah satu penyakit

inflamasi sendi yang paling sering ditemukan, ditandai dengan

penumpukan Kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar

persendian (Margowati Sri & Priyanto Sigit, 2017)


9

2. Etiologi

Gangguan metabolic dengan meningkatnya kosentrasi asan

urat ini di timbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh

monosodium urat ( MSU, gout ) dan kalsium pirofosfat dihidrat (

CPPD, pseudogout ) dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi

degenerasi tulang rawan sendi.

Klasifikasi gout terbagi 2 yaitu :

a. Gout primer : di pengaruhi oleh faktor genetik, terdapat

produksi/sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak di

ketahui penyebabnya.

b. Gout sekunder

1) Pembentukan asam urat yang berlebihan.

a) Kelainan mieloproliferatif ( polisitemia, leukemia,

myeloma retikularis )

b) Sindrom Lech-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat

defisiensi hipoxantin guanine fosforibosil tranferase

yang terjadi pada anak-anak dan pada sebagian orang

dewasa.

c) Gangguan penyimpanan glikogen

d) Pada pengobatan animia pernisiosa oleh karena

maturasi sel megaloblastik menstimulasi pengeluaran

asam urat.

2) Sekresi asam urat yang berkurang misalnya ;

a) Kegagalan ginjal kronik


10

b) Pemakaian obat salisilat, tiazid, beberapa macam

diuretic dan sulfonamide

c) Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktik,

hiperparatiroidisme dan pada miksedema.

Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu, umur, jenis

kelamin lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter, dan

keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hiperurikemia.

(Nurarif Huda Amin, & Kusuma Hardhi. 2015)

3. Patofisiologis

Penyakit Gout Arthitis merupakan gangguan metabolisme

asam urat yang memuncak dengan terjadinya endapan garam

monosodium urat dalam sendi dan akhirnya dalam jaringan

subkutan. Biasanya Gout Arthitis di tandai dengan inflamasi sendi

yang sangat nyeri dan endapan urat di sekitar sendi, sering di sertai

dengan kadar asam urat yang sangat tinggi di dalam darah.

Senyawa urat berasal dari purin dalam makanan dan hasil daur

ulang penguraian atau perbaikan jaringan.

Pada hiperurisemia, peningkatan pada kadar urat ada dalam

cairan ekstraselular lain, termaksut cairan synovial, dan juga pada

plasma. Akan tetapi cairan synovial merupakan pelarut yang buruk

untuk urat dari pada plasma.Kristal monosodium urat dapat

terbentuk dalam cairan synovial atau dalam membran synovial,

kartilago, atau jaringan ikat sendi lainnya.Kristal cenderung

terbentuk pada jaringan perifer tubuh, sementara itu suhu yang


11

lebih rendah mengurangi kelarutan asam urat.Kristal juga terbentuk

di jaringan ikat dan ginjal. Kristal ini menstimulus dan melanjutkan

proses inflamasi, selama neutrophil berespon dengan ingesti kristal.

Neutrophil melepaskan fagolisosom, menyebabkan kerusakan

jaringan yang menyebabkan terjadinya inflamasi terus menerus dan

pada akhirnya proses inflamasi merusak kartilago sendi dan tulang

yang menyertai.(Lemone Priscilla, Dkk. 2015)

4. Pathway

Penyakit Gout Arthits :

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan Asam urat dalam


sel serum

Metabolisme purin
Asam urat dlm sel keluar Tdk di sekresi melalui
urin

Penyakit ginjal
Asam uarat dalam Kemampuan sekresi (glomerulonetritis
serum meningkat ( asam urat dan gagal ginjal)
hiperurisemia ) terganggu/menurun

Hipersaturasi Peningkatan asam


asam urat dlm laktat sebagai Konsumsi alcohol
plasma dan garam produk sampingan
urat di cairan metabolisme
tubuh

Terbentuk kristal Di bungkus oleh


monosodium urat berbagai protein Merangsang (
(MSU) (termaksud IgG) leukosit PMN)
12

Terjadi fagositosis
kristal oleh leukosit
Di ginjal
Di jaringan lunak dan
persendian

Penumpukan Terbentuk
dan fagolisosom
pengendapan Penumpukan dan
MSU pengendapan MSU

Merusak selaput
Pembentukan
Pembentukan protein kristal
topus
batu ginjal
asam urat

Respon inflamasi Terjadi ikatan


meningkat hydrogen antara
Proteinuria,hiperte permukaan kristal dgn
nsi ringan,urin memberan lisosom
asam,pekat

Resiko Membran lisosom


ketidakseimbanga robek, terjadi pelepasan
n volume cairan enzym dan oksida
radikal ke sitoplasma
(synovial)

hipetermia Pembesaran dan


penonjolan sendi
Peningkatan
kerusakan sendi
13

Deformitas sendi
Nyeri akut

Kontraktur sendi Kekakuan sendi

Kerusakan Fibrosis atau Hambatan


intergritas akilosis mobilisasi fisik
jaringan tulang

Sumber :Nurarif Huda Amin, & Kusuma Hardhi. 2015

5. Manifestasi

Manifestasi gout biasanya terjadi dalam empat tahap :

1. Hiperurisemia Asimtomatik

Tahap pertama dengan kadar serum pada rentang 9 hingga 10

mg/dL. Sebagian besar orang yang mengalami hiperurisemia

tidak berlanjut ke tahap lanjut penyakit.

2. Arthritis gout akut


14

Tahap kedua, serangan akut ( flare ) biasanya mengenai sendi

tunggal, terjadi tidak terduga, sering kali di mulai pada malam

hari. Hal tersebut dapat di picu oleh trauma, ingesti alcohol,

kelebihan diet, atau steror pembedahan, sendi yang terkena

menjadi merah, hangat, bengkak, dan secara khas nyeri dan

nyeri tekan.

Sekitar 50% serangan awal arthritis gout akut terjadi pada sendi

metatarsophalangeal pada jari besar. Tempat lain untuk

serangan akut, antara punggung kaki, pergelangan kaki, tumit,

lutut, pergelangan tangan, jari dan sendi.

3. Interkritis

Tidak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat

berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun.Kebanyakan

orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang

dari 1 tahun jika tidak di obati.

4. Gout tingkat lanjut

Terjadi ketika hiperurisemia tidak di tangani. Bendungan

urat melebar dan penumpukan kristal monosodium urat ( tofi )

terjadi pada kartilago, memberan synovial, tendon, dan jaringan

lunak. (Lemone Priscilla, Dkk. 2015)

6. Gejala Klinis

a. Nyeri tulang sendi


15

b. Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi

c. Tofi pada ibu jari

d. Peningkatan suhu tubuh

Terdapat 2 gejala klinis gangguan asam urat yaitu :

1) Gangguan Akut

a) Nyeri hebat

b) Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang

terserang

c) Sakit kepala

d) Demam

2) Gangguan Kronis

a) Serangan akut

b) Hiperurisemia yang tidak diobati

c) Terdapat nyeri dan pegal

d) Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut

tofi (penumpukan monosodium urat dalam jaringan).

7. Komplikasi

Penyakit Ginjal dapat terjadi pada pasien Gout Arthitis yang

tidak di tangani.Kristal urat menumpuk di jaringan interstisial

ginjal.Kristal asam urat juga terbentuk dalam tubula pengumpulan

pelvis, ginjal, dan ureter, dan membentuk batu.Batu dapat memiliki

ukuran yang beragam dari butiran pasir sampai struktur manif yang

mengisi ruang ginjal.Batu asam urat dapat berpotensi mengobtruksi


16

aliran urin dan menyebakan gagal ginjal akut.(Lemone Priscilla,

Dkk. 2015)

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Kadar asam urat serum meningkat

b. Laju sedimentasi eritrosit ( LSE ) meningkat

c. Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat

d. Analisa cairan synovial dari sendi terinflamasi atau tofi

menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnose.

e. Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang

dan perubahan sendi

9. Penatalaksanaan

Penangan gout biasanya di bagi menjadi penanganan

serangan akut dan penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis

kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini :

a. Mengatasi serangan akut

b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan

kristal urat pada jaringan, terutama persendian

c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik

Terapi Non-Farmakologi

Terapi Non-Farmakologi merupakan strategi esensial dalam

penanganan Gout Arthitis.Intervensi seperti istrahat yang cukup,

penggunaan kompres kompres hangat, modifikasi diet, mengurangi

asupan alcohol dan menurunkan berat badan pada pasien yang


17

kelebihan berat badan terbukti efektif. (Nurarif Huda Amin, &

Kusuma Hardhi. 2015)

B. Tinjaun Teori Lansia

1. Pengertian

Proses penuaan (aging process) merupakan suatu proses

yang alami ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan

kondidi fisik, psikologis maupun sosial dalam berinteraksi dengan

orang lain. Proses menua dapat menurunkan kemampuan kognitif

ringan, kepikunan dan masalah kesehatan (Handayani, dkk, 2013

dalam Syarif, 2012).

2. Batasan Umur Lansia

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu

berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia

meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI

(2006). Pengelompokkan lansia menjadi :

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).

b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai

memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).


18

c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit

degeneratif (usia>65 tahun).

3. Perubahan pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses

penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-

perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi

juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M,

2011. Dalam Kholofah, 2016).

e. Perubahan fisik

1) Sistem indra. Sistem pendengaran;

Gangguan pada pendengaran oleh karena hilangnya

kemampuan (daya) pendenganran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,

suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%

terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Integumen;

Untuk lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis,

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan

atropi glandula sebasae dan glandula sudoritera, timbul

pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver

spot.

3) Sistem Muskulokeletal
19

Perubahan jaringan penghubung (kolagen dan elastin),

kartiloago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai

pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan

yang tidak teratur.

4) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah

massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi

ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Hal ini

disebabkan oleh penumpukkan lipofusin, klasifikasi SA

Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem Respirasi

Terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru

tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir

ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan

kemampuan peregangan thoraks berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar

menurun ( kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin


20

mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

7) Sistem Perkemihan

Terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang

mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,

dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem Saraf

Terjadi perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada

serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan

koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari.

9) Sistem Reproduksi

Hal ini ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.

Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat

memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan

secara berangsur-angsur.
21

C. Tinjaun Teori Nyeri

1. Pengertian

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak

menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri

berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan

hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat,2016)

Nyeri merupakan pengalaman sensori yang dibawa oleh

stimulan sebagai akibat adanya kerusakan jaringan (Perry &

Potter,2006). Menurut International Association for Study of Pain

(IASP), nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang di dapat terkait dengan kerusakan jaringan

aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan.

Respon nyeri sangat subjektif tergantung dari ambang nyeri

setiap klien, koping klien, pengalaman nyeri, ansietas, budaya dari

mlien serta dipengaruhi oleh gender dan usia. Oleh karena itu,

untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan observasi respon

dan perubahan perilaku klien (Tamsuri,2007)

2. Fisiologi nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai

reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon
22

hanya terhadap stimulus kuat yang potensial merusak

(Tamsuri,2007)

Reseptor nyeri disebut juga nocireseptor, secara anatomis

reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermielien dan ada juga yang

tidak bermielien dari syaraf perifer (Tamsuri,2007)

Berdasarkan letaknya, nocireseptor dapat dikelompokkan

dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatic

dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya

yang berbeda-beda inilah, maka nyeri yang ditimbulkan juga

memiliki sensasi yang berbeda (Tamsuri,2007)

a. Nocireseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri

yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi

dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi

dalam tiga komponen:

1) Reseptor A delta yang merupakan serabut komponen cepat

(kecepatan transisi 6-30 m/det) yang memungkinkan

timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan.

2) Serabut C yang merupakan serabut komponen lambat

(kecepatan 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih

dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

b. Struktur respon nyeri somatic dapat meliputi nyeri yang terdapat

pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur responnya komplek, nyeri


23

yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit

dilokalisasi.

c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor visceral, reseptor ini

meliputi organ-organ visceral seperti jantung, hati, usus, ginjal,

da sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya

tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetap sangat sensitif

terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

3. Manajemen nyeri

Dalam manajemen nyeri terdapat empat teknik yang bisa

digunakan, antara lain (Tamsuri,2007)

f. Stimulas kutaneus, merupakan teknik reduksi nyeri dengan

melakukanstimulasi pada kulit untuk menghilangkan nyeri.

Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain kompes

hangat, kompres dingin, Analgetic ointments, counteriritan atau

plester hangat,dan contralateral stimulation atau massage kulit

pada area nyeri.

g.Distraksi, merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan

perhatian kepada hal lain sehingga perhatian terhadap nyerinya

berkurang. Teknik distraksi dapat dilakukan dengan berbagai

cara seperti nafas dalam lambat dan berirama, rhythmic singing

and tapping, active listening, dan guided imagery atau kekuatan

imajinasi klien dengan mendengarkan music lembut)

h.Anticipatory guidance merupakan teknik reduksi yang

dilakukan oleh perawat dengan cara memberikan informasi


24

yang dapat mencegah mis interpretasi dari kejadian yang dapat

menimbulkan nyeri dan membantu memberikan pemahan

kepada klien. Informasi yang diberikan yaitu penyebab nyeri,

proses terjadinya nyeri, lama dan kualitas nyeri, berat ringannya

nyeri, lokasi nyeri, dan memberikan informasi tentang metode

yang akan digunakan perawat pada klien untuk mengurangi

nyeri.

i. Teknik relaksasi merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mengurangi ketegangan, kecemasan, dan

efektif untuk menurunkan nyeri. Salah satu contoh dari teknik

relaksasi yaitu pemberian aromaterapi.

4. Jenis-jenis nyeri

Menurut Price & Wilson (2005), mengklasiifikasikan nyeri

berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain :

a. Nyeri somatik superfisial (kulit), yaitu nyeri kulit berasal dari

struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis. Nyeri sering

dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis, atau seperti

terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan

menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

b. Nyeri somatik dalam, nyeri yang berasal dari otot, tendon,

ligamentu,tulang, sendi dan arteri.

c. Nyeri visera, nyeri berasal dari organ-organ tubu, terletak di

dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama


25

yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi

abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.

d. Nyeri alih, nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi

dirasakan terletak didaerah lain.

e. Nyeri neuropati, nyeri yang sering memiliki kualitas seperti

terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Nyeri ini akan

bertambah parah oleh stres, emosi, atau fisik (dingin ,

kelelahan), dan mereda oleh relaksasi. (Judha, Sudarti, Fauziah,

2012)

5. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi nyeri dan kondisi

patologis.

j. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan

berlangsung dalam waktu singkat kurang dari 6 bulan. Nyeri

akut bersifat melindungi, penyebabnya dapat

diidentifikasi,berdurasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan

jaringan serta respon emosional. Nyeri akut biasanya disebabkan

oleh trauma, bedah, atau inflamasi. Durasi nyeri akut berkaitan

dengan faktor penyebab dan umumnya dapat diperkirakan. Nyeri

akut dapat diredakan dan perlahan-lahan akan menghilang ketika

kelainan yang mendasarinya disembuhkan (Robinson & Saputra,

2016).

k.Nyeri kronis
26

Nyeri Kronis adalah nyeri yang berlangsung lebih lama

dibandingkan nyeri akut (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).

Nyeri dapat berupa hal yang bersifat kanker atau bukan. Contoh

dari nyeri yang bersifat bukan kanker termasuk artritis, nyeri

punggung (low back pain), nyeri miofasial, sakit kepala dan

neuropatik perifer. Nyeri kronis yang bersifat bukan kanker

biasanya tidak mengancam hidup. Terkadang area yang terkena

cedera telah sembuh bertahuntahun lalu, namun nyeri yang

dirasakan masih tetap berlanjut dan menunjukkan tidak adanya

respon terhadap pengobatan. Nyeri kronis berlangsung lebih

lama dari yang diharapkan,tidak selalu memiliki penyebab yang

dapat diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaan yang teramat

sangat bagi seseorang. Berbeda dengan nyeri akut, nyeri kronis

memiliki neurofisiologis dan tujuan yang lebih kompleks dan

sulit dipahami (Lemone, 2015).

6. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri. Seorang

perawat harus menguasai dan memahami faktor-faktor tersebut

dengan memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan

perawatan terhadap klien yang mengalami masalah nyeri (Prasetyo,

2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain:

1) Usia

Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri

terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan


27

perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur

ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa

bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai

kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan

secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada orang tua atau

perawat. Sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada

anak (Prasetyo, 2010).

2) Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara

signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih

diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri

sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus

berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat

menangis dalam waktu yang sama (Prasetyo, 2010).

3) Budaya

Banyak yang berasumsi bahwa cara berespon pada setiap

individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mencoba

mengira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri (Prasetyo,

2010).

4) Makna Nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi penglaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang

wanita yang merasakan nyeri saat bersalin akan


28

mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lainya

yang nyeri karena dipukul suaminya (Prasetyo, 2010).

5) Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri

Nyeri yang dirasakan bervarasi dalam intesintas dan tingkat

keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan

mungkin terasa ringan,sedang atau jadi merupakan nyeri yang

berat (Prasetyo, 2010).

6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,

ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan

presepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

perasaan ansietas (Prasetyo, 2010).

7) Keletihan

Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang akan

meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan

koping individu (Prasetyo, 2010).

8) Pengalaman Sebelumnya

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan

nyeri yang dialaminya, akan tetapi pengalaman yang telah

dirasakan individu tersebut akan mudah dalam menghadapi

nyeri pada masa mendatang. Seseorang yang terbiasa

merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi

nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit

tentang nyeri (Prasetyo, 2010).


29

9) Dukungan Keluarga dan Suport Sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan

dukungan, bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga

lain. Walaupun nyeri masik dirasakan oleh klien, kehadiran

orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan

(Prasetyo, 2010).

7. Intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas

yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin

adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu

sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007).

l. Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri meliputi lokasi, penyebaran nyeri, dan

kemungkinan penyebaran, durasi (menit, jam, hari, bulan) serta

irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah atau

berkurangnya intensitas nyeri) dan kualitas nyeri (Tamsuri,

2007).

m. Faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri


30

Berbagai perilaku sering diidentifikasi klien sebagai faktor

yang mengubah intensitas nyeri, dan apa yang diyakini klien

dapat membantu dirinya. Perilaku ini sering didasarkan pada

upaya try and error (Tamsuri, 2007).

n.Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari

Misalnya, terhadap pola tidur, nafsu makan, konsentrasi,

interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas

santai. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri

kronis yang berhubungan dengan depresi (Tamsuri, 2007).

o. Kekhawatiran individu tentang nyeri

Dapat meliputi masalah yang luas seperti beban ekonomi,

prognosis serta berpengaruh terhadap peran dan citra diri

(Tamsuri, 2007).

8. Skala Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk

menentukan terapi nyeri yang efektif.Skala penilaian nyeri dan

keteranagan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri.

Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat

berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan,

penilaian terhadap intensitas nyeri dapat menggunakan beberapa

skala yaitu (Mubarak et al., 2015):

a. Skala Nyeri Deskriptif

Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang objektif. Skala ini juga disebut sebagai


31

skala pendeskripsian verbal /Verbal Descriptor Scale (VDS)

merupakan garis yang terdiri tiga sampai lima kata

pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama

disepanjang garis. Pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa

nyeri” sampai “nyeri tak tertahankan”, dan pasien diminta untuk

menunjukkan keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri saat ini

(Mubarak et al., 2015).

b. Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka)

Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 –

10.Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri

berat yang tidak tertahankan.NRS digunakan jika ingin

menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga

menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang

diberikan(Mubarak et al., 2015).

Intensitas nyeri dibedakan menjadi lima dengan menggunakan

skala numerikyaitu :

1: Tidak nyeri

1-2 : nyeri ringan


32

3-5 : nyeri sedang

6-7 : nyeri berat

8-10 : nyeri yang tidak tertahankan

c. Faces Scale (Skala Wajah)

Pasien disuruh melihat skala gambar wajah.Gambar

pertama tidak nyeri (anak tenang) kedua sedikit nyeri dan

selanjutnya lebih nyeri dan gambar paling akhir, adalah orang

dengan ekpresi nyeri yang sangat berat.Setelah itu, pasien

disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan nyerinya.Metode

ini digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada

geriatri dengan gangguan kognitif (Mubarak et al., 2015).

(Mubarak et al., 2015)

D. Tinjaun Teori Herbal Compress Ball

1. Pengertian Herbal Compress Ball

Seperti namanya, teknik pijat berasal dari Thailand.

Teknik ini disebut Luk Pra Kob dan diterjemahkan sebagai

“bulatan pengepresan herbal”. Perawatan ini pertama kali

digunakan oleh para biksu selama abad ke-14 untuk mengobati

tentara yang terluka yang kembali dari pertempuran. Metode

pijat bola herbal Thailand menggunakan campuran ramuan


33

yang dibungkus kain katun tipis (alias Thai bola kompres

herbal). Kemudian dipanaskan dengan uap yang mengeluarkan

minyak esensial dari campuran ramuan. Perawatan ini

digosokkan ke kulit selama pijatan. Ini memberi kelegaan pada

otot yang sakit, membantu menyembuhkan memar, dan

menenangkan kulit. Atau, dapat ditempatkan langsung di

tempat-tempat sakit tubuh.

2. Tujuan Herbal Compress Ball

Terapi Herbal Compress Ball atau Luk Prakob telah

digunakan di Thailand selama ratusan tahun sebagai terapi

tradisional Thailand atau pun sebagai terapi modalitas yang

berdiri sendiri dalam pengobatan muskuloskletal dan

rehabilitatif. Efek Herbal Compress Ball berasal dari : konduksi

panas untuk meningkatkan aliran darah regional ke daerah yang

terkena, anti inflamasi efek dari bahan herbal, relaksasi efek

minyak atsiri aromatik dari bahan herbal

3. Manfaat kandungan

Kandungan Hebal Compress Ball bervariasi tergantung

tersedianya ramuan tumbuhan dari setiap daerah. Namun pada

umumnya bahan herbal utama dalam Herbal Compress Ball

adalah jahe (Zingiber cassumunar), kunyit (Curcuma longa L)

dan serai.

Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri

gout arthiritis karena jahe memiliki sifat pedas, pahit, dan


34

aromatik dari oleoresin seperti zingeron, gingerol dan shogaol.

Oleoresin memiliki potensi antiinflamasi dan antioksidan yang

kuat. Kandungan air dan minyak yang tidak menguap pada jahe

berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan

permeabilitas oleoresin untuk menembus kulit tanpa

menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer

Kunyit (Curcuma longa L.) Adalah obat tradisional

yang banyak digunakan masyarakat selama beberapa generasi

sehingga dipercaya berkhasiat dan aman. Kunyit dapat

mengurangi peradangan, mengurangi kekakuan, dan sendi

bengkak. Kunyit mengandung curcumin yang dapat digunakan

sebagai obat alami untuk gout arthiritis, solusi untuk

menggantikan obat antiinflamasi nonsteroid NSAID.

Dalam buku herbal Indonesia disebutkan bahwa khasiat

tanaman serai mengandung minyak astiri yang memiliki sifat

kimiawi dan efek farmokologis yaitu rasa pedas dan bersifat

hangat sebagai anti radang dan menghilangkan rasa sakit yang

bersifat analgesic serta melancarkan sirkulasi darah, yang

diindikasikan untuk menghilangkan nyeri otot, nyeri sendi,

pada penderita gout (Afiyah, 2014.).

4. Prosedur pelaksanaan

a) Rendam herbal compress ball pada air selama 45 menit

b) Mengukus herbal compress ball selama 15-20 menit

c) Mencuci tangan dan memakai handscoon


35

d) Mengatur pasien dalam posisi duduk atau semifowler

e) Mendekatkan peralatan ke pasien

f) Letakan herbal compress ball pada area yang nyeri

g) Lakukan ini selama 15-30 menit

h) Setelah tindakan selesai atur kembali posisi pasien dengan

nyaman

i) Bereskan alat

j) Mencuci tangan

E. Tinjaun Asuhan Keperawatan Gerontik

1. Pengertian Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode pemberian Asuhan

Keperawatan yang terorganisir dan sistematis, berfokus pada respon

individu atau kelompok terhadap masalah kesehatan yang actual.

Proses keperawatan merupakan metode pemberian Asuhan

Keperawatan yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur. Proses

merupakan kerangka kerja saat memberikan Asuhan Keperawatan

pada klien. Berarti proses Keperawatan adalah salah satu pendekatan

yang digunakan perawat saat merawat klien. Dengan demikian,

penampilan kerja seorang perawat yang memperlihatkan urutan

urutan atau tahapan yang sesuai dengan urutan dalam proses

keperawatan.

2. Tahapan proses Keperawatan

Menurut (Somantri,2009) tahapan dalam proses

keperawatan meliputi,antara lain sebagai berikut:


36

a. Pengkajian

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin,pendidikan alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan utama biasanya pasien datang ke Rumah Sakit

dengan keluaha nyeri pada persendian, kesemutan, kaku

pada persendian dan adanya keterbatasan gerak.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai

penyakit yang di derita oleh klien dari mulai timbulnya

keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah

Sakit, dan apakah pernah memeriksakan dirinya ke tempat

lain sebelum ke Rumah Sakit umum serta pengobatan apa

yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya dan

data yang didapatkan saat pengkajian.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat pernah

mengalami nyeri sendi (Gout Arthritis) sebelumnya,

riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan


37

adanya penyakit Gout Arthritis, penggunaan obat-obatan,

riwayat mengonsumsi alkohol dan merokok.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu dikaji apakah pada penderita Gout Arhtritis

menderita penyakit yang sama dengan salah satu anggota

keluarganya karena biasanya penyakit Gout Arthritis ini

adalah penyakit Genetik/keturunan.

3) Pemeriksaan fisik

k) Keadaan umum penderita asam urat biasanya lemah.

l) Kesadaran Klien baisanya Composmentis dan Apatis.

m) Tanda-tanda vital terdiri dari pemeriksaan :

a. Suhu normalnya (37oC)

b. Nadi meningkat (N: 70-82x/menit)

c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

d. Pernapasan biasnya dalam rentang normal atau terjadi

peningkatan.

n) Pemeriksaan Review of System (ROS)

a. Sistem pernapsan

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan

atau masih dalam batas normal.

b. Sistem sirkulasi

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical,

sirkulasi perifer, warna dan kehangatan.

c. Sistem persarafan
38

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,

terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi

(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

d. Sistem perkemihan

Perubahan pola berkemih, seperti inkotenensia urine,

dysuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin,

dan kebersihannya.

e. Sistem pencernaan

Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi,

auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi

abdomen, nyeri tekan abdomen.

f. Sistem Muskoloskeletal

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba atau mungkin

terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada

imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur atrofi, laserasi

kulit dan perubahan warna.

o) Pola Fungsi Kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang

biasa dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada

persendian, ketidakmampuan mobilisasi.

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan

penanganan kesehatan
39

b) Pola nutrisi

Menggambarakan masukan nutrisi, balance cairan dan

elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan

menelan, mual dan muntah.

c) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan

penggunaan kateter.

d) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola istirahat, tidur, dan persepsi

terhadap energy, jumlah tidur pada siang dan malam

hari, masalah tidur, dan insomnia.

e) Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi

pernafasan dan sirkulasi ; riwayat penyakit jantung,

frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan, serta

pengkajian Indeks KATZ.

f) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran

klien dalam keluarga dan masyarakat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

Pengkajian APGAR Keluarga (Tabel APGAR

Keluarga).

g) Pola sensori dan kognitif


40

Menjelaskan mengenai pola sensori kognitif. Pola

persepsi sensori meliputi : pengkajian penglihatan,

pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada lansia

terkadang pada mata mengalami katarak, ditemukan

gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan

memfokuskan kerja dengan merasa ruangan gelap.

Sedangkan tandanya adalah nampak kecoklatan atau

putih susu pada pupil dan peningkatan air mata.

Pengkajian Statu Mental menggunakan tabel Short

Portable Mental Status Quesioner (SPMSQ).

h) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi

tentang kemampuan konsep diri. Konsep diri

menggambarkan gambaran diri.

b. Analisa data

Analisa data merupakan arahan pada identifikasi masalah

yang merupakan tahap perlu di lakukan asuhan keperawatan

secara komprehensif sehingga dapat diketahui masalah secara

teratur dan benar analisa ini juga merupakan langkah yang

terakhir dalam suatu pengkajian seperti DS : pasien mengatakan

nyeri pada persendian, sulit untuk digerakkan dan kaku, DO :

pasien lebih banyak duduk, dan aktivitas terbatas.


41

c. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan singkat,

jelas dan pasti tentang masalah klien yang nyata atau potensial

serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan

keperawatan. Maka diagnosa keperawatan yang muncul pada

penderita asam urat yaitu :

1) Nyeri akut

2) Hambatan mobilitas fisik

3) Defisiensi pengetahuan

Tabel 2. 1 Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Definisi Batasan

Karakteristik

1. Nyeri Akut Pengalaman sensori 1. Rasa tidak nyaman

dan emosi yang 2. Mual

tidak menyenangkan 3. Berkeringat

akibat adanya dimalam hari

kerusakan jaringan 4. Kram otot

yang aktual dan 5. Gatal kulit

potensial, atau 6. Mati rasa

digambarkan dengan 7. Kesemutan pada

istilah seperti ekstremitas

kerusakan

(international

association for the


42

study of pain):

awitan yang tiba-tiba

atau perlahan

dengan intensitas

ringan sampai berat

dengan akhir yang

dapat diantisipasi

atau diramalkan dan

durasinya kurang

dari enam bulan.

2. Hambatan Mobilitas Keterbatasan dalam Perilaku :

Fisik gerakan fisik atau 1. Gangguan sikap

satu atau lebih lebih berjalan

ekstermitas secara 2. Penurunan rentang

mandiri dan terarah gerak

3. Penurunan

keterampilan

motorik halus dan

kasar

4. Ketidaknyamanan

Dyspnea setelah

beraktivitas

3. Defisiensi 1. Mengungkapkan

Pengetahuan masalah
43

2. Tidak mengikuti

instruksi yang

diberikan

3. Performa uji tidak

akurat

d. Intervensi Keperawatan

Proses keperawatan meliputi perumusan tujuan dan

menentukan intervensi-intervensi yang tepat (Wilkinson,2011).

Tabel 2. 2 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri: Manajemen Nyeri :

1. Klien mampu 1. Melakukan

mengontrol nyeri, pengkajian nyeri

mampu secara

menggunakan komprehensif yang

tehknik meliputi lokasi,

nonfarmakologi durasi, frekuensi,

untuk mengurangi kualitas,

nyeri, mencari intensitas/beratnya

bantuan. nyeri, dan faktor-

2. Klien melaporkan faktor presipitasi.

bahwa nyeri 2. Gunakan

berkurang dengan komunikasi


44

menggunakan terapeutik agar

manajemen nyeri. klien dapat

mengekspresikan

nyeri yang

dirasakan.

3. Kurangi faktor

pencetus nyeri

4. Lakukan

penanganan nyeri

dengan terapi

nonfarmakologi

melalui terapi

kompres bawang

merah.

5. Evaluasi

keefektifan dari

tindakan

mengontrol nyeri.

6. Anjurkan klien

untuk memonitor

secara mandiri

tentang nyeri yang

dirasakan.

7. Berikan informasi
45

tentang nyeri,

seperti : penyebab,

berapa lama terjadi,

dan pecegahannya.

3.

2. Hambatan 1. Tidak terjadi Terapi Latihan

mobilitas fisik kontrakttur Keseimbangan :

2. Dapat melakukan 1. Tentukan

ROM aktif dan pasif kemampuan pasien

3. Kekuatan otot untuk berpartisipasi

tangan dan kaki dalam kegiatan-

mengalami kegiatan yang

peningkatan membutuhkan

keseimbangan

2. Kolaborasi dengan

terapi fisik,

okupasional, dan

terapis rekreasi

dalam

mengembangkan

dan melaksanakan

program latihan,

yang selesai

3. Sediakan
46

lingkungan yang

aman untuk latihan

4. Instruksikan pasien

untuk melakukan

latihan

keseimbangan,

seperti berdiri,

membungkuk

kedepan,

peregarangan dan

resistensi, yang

sesuai.

3. Defisiensi Pengetahuan : 1. Kaji tingkat

Pengetahuan Tingkat pemahaman pengetahuan pasien

yang ditunjukan tentang tentang penyakit

(mis, program aktivitas) asam urat

2. Ajarkan klien sesuai

dengan tingkat

pemahaman klien

mengenai

penyakitnya dan

penyebabnya.

3. Beri motivasi klie

untuk mempelajari
47

informasi-informasi

yang khusus

misalnya status

psikologis, orientasi,

nyeri, keletihan,

tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar,

keadaan emosional,

dan adaptasi

terhadap sakit.

4. Berikan informasi

kepada keluarga dan

klien mengenai

tindakan diagnostik

yang dilakukan

5. Rencanakan

penyesuaian dalam

penanganan

bersama klien dan

dokter untuk

memfasilitasi

kemampuan klien

mengikuti

penanganan yang
48

dianjurkan.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah studi kasus yaitu untuk

mendapatkan gambaran Penerapan Herbal Compress Ball terhadap

Penurunan Nyeri pada Asuhan Keperawatan Gerontik pada Pasien dengan

kasus Gout Arthritis

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Tagolu di Kecamatan Lage Wilayah kerja

Puskesmas Tagolu, Kabupaten Poso,

C. waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan bulan april 2020, selama 6 hari.

D. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian pasien Gout Arthritis yang mengalami Nyeri dan

bersedia menjadi pasien atau responden.

E. Fokus Studi

Focus studi dalam kasus ini yaitu untuk menggambarkan Penerapan

Herbal Compress Ball terhadap Penurunan Nyeri pada Asuhan

Keperawatan Gerontik pada Pasien dengan kasus Gout Arthritis di Desa

Tagolu di Kecamatan Lage Wilayah kerja Puskesmas Tagolu, Kabupaten

Poso.
49

F. Definisi Operasional

1. Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah Studi kasus penerapan prosedur keperawatan

dimuali dari proses pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan

keperawatan, melakukan implementasi dan mengevaluasi hasil implementasi atau

tindakan yang di berikan yaitu penerapan kompres kayu manis.

2. Herbal compress ball

Herbal compress Ball di gunakan untuk mengurangi nyeri pada penderita

Gout Arthitis. Bahan-bahan herbal yang digunakan yaitu jahe, sereh dan kunyit di

keringkan bungkus pada kain putih, setiap bola memili berat 200 gram setiap bola

sebelum digunakan masukkan bola kompres herbal ke dalam air selama 45 menit

dan mengukusnya selama 15 hingga 20 menit. Perendaman 45 menit pertama

adalah untuk menumbuhkan herbal ketika di gunakannya untuk pertama kali.

Setelah itu, mengukus kembali bola kompres herbal sebelum digunakan. Waktu

yang di gunakan untuk melakukan herbal compress ball ini 15-20 menit dan di

lakukan selama 1 minggu untuk mendapatkan hasil yang efektif.

3. Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

4. Gout Arthitis

Gout Arthitis merupakan asam urat yang di sebabkan oleh tingginya kadar asam

urat dalam darah.


50

G. Pengumpulan Data

Menjelaskan metode pengumpulan data yang digunakan yaitu :

1. Wawancara : hasil anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang dan dahulu ,keluarga, wawancara bisa dengan pasien, keluarga,

perawat

H. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak dilakukan pengumpulan data sampai semua data

terkumpul. Analisa di lakukan dengan cara mengemukakan fakta dan membandingkan

dengan teori. Teknik yang digunakan adalah dengan menarasikan jawaban-jawaban

dari hasil pengumpulan data ( wawancara observasi ) yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Urutan dalam analisa data :

1. Pengumpulan data :

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, studi dokumen di

tuliskan dalam bentuk catatan lapangan selanjutnya disalin untuk transkrip

2. Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori :

Data yang sudah di buat transkrip di buat koding oleh peneliti sesuai dengan topic

penelitian. Data obyektif di analisa berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic dan

di bandingkan dengan nilai normal

3. Penyajian data

Penyajian data di lakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan di sertai narasi.

Kerahasiaan responden tetap harus diperhatikan

4. Kesimpulan

Data yang di sajiakn selanjutnya dibahas dan di bandingkan dengan hasil-hasil

penelitian sebelumnya data dan teori-teori yang mendukung.Penarikan kesimpulan

dapat dilakukan dengan metode induktif. Pembahasan dilakukan sesuai dengan


51

tahapan asuhan keperawatan pengkajian, diagnose, perencanan, tindakan dan

evaluasi.

I. Etika Penelitian

1. Prinsip autonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu

berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu

memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan

hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Salah

satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien

bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan

2. Prinsip benefisiens dan nonmalefisien

Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga

memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan

atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang

dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi

sedangkan non malafiesien adalah Prinsip yang berarti segala tindakan yang

dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan

psikologik

3. Perinsip justices

Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja

untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar

untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas

sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang

memerlukan bantuanperawat, maka perawat harus mempertimbangkan faktor-

faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan.
52

Tabel 2.1 SOP

SOP HERBAL COMPRESS BALL

1 Pengertian Herball compress ball merupakan metode

yang di gunakan untuk mengurangi nyeri

dengan menggunakan bahan-bahan herbal

yang dibungkus menyerupai bola di

rendam di air selama 45 menit kemudian di

mengukusnya selama 15-20 menit, yang

dapat menimbulkan hangat pada bagian

yang di beri kompres.

2 Tujuan a. Memperlancar siskulasi darah

b. Mengurangi rasa sakit

c. Memberi rasa hangat, nyaman, dan

tenang pada pasien

3 Indikasi Pasien dengan riwayat Gout Arthitis

dengan nyeri

4 Persiapan alat a. Bahan-bahan herbal (jahe, kunyit dan

sereh) dalam kondisi kering yang telah

di bungkus mengunakan kain putih

b. Tempat mengkus herbal compress ball

c. Baskom kecil dan sendok

5 Pre interaksi a. Persiapan perawat, cuci tangan,

persiapan alat.
53

b. Persiapan lingkungan: jaga privasi

pasien

6 Fase orientasi a. Beri salam dan perkenalkan diri

b. Validasi : bagaimana perasaannya hari

ini ?

c. Jelaskan tujuan, prosedur tindakan dan

lama waktu yang di gunakan untuk

melakukan tindakan

d. Memberi kesempatan pasien untuk

bertanya

7 Tahap kerja a. Atur posisi nyaman pasien ( duduk )

b. Campurkan bahan-bahan herbal yang

telah di keringkan dalam bentuk bola

dengan berat 200 gram

c. Rendam bola herball selama 45 menit

d. Kukukus selama 15-20 menit

e. Kompreskan herbal compress ball pada

bagian yang nyeri selama 15-20 menit.

f. Atur kembali posisi pasien yang

nyaman

g. Bereskan alat dan cuci tangan

8 Tahap terminasi a. Evaluasi perasaan pasien

b. Simpulkan hasil kegiatan

c. Lakukan kontrak untuk kegiatan

selanjutnya dan Dokumentasi


54

Anda mungkin juga menyukai