Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer, A.dkk. 2000). Penyebab demam biasanya adalah gastroenteritis (38,1%),
infeksi saluran nafas atas (20%) dan infeksi saluran kencing (16,2%) (Aliabad, et al.,
2013). Kejang demam ini masih menjadi masalah kesehatan yang dibawa ke Unit
Gawat Darurat.
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak menyebutkan bahwa faktor risiko
berulangnya kejang pada kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam
keluarga, (2) usia di bawah 18 bulan, (3) suhu tubuh saat kejang, (4) lamanya demam
saat awitan kejang, dan (5) riwayat epilepsi dalam keluarga (SPM IDAI, 2009).
Sementara kepustakaan lain menyebutkan bahwa faktor prediktor kejang demam
berulang adalah usia < 18 bulan, lama demam < 1 jam, riwayat kejang demam pada
keluarga tingkat I dan suhu (Ansari, 2011).
Anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan pengobatan yang
tidak efektif dapat terjadi dampak sebagai berikut: (1) Penurunan IQ anak (2)
Epilepsi. Anak dengan kejang demam sederhana mempunyai risiko terjadinya epilepsi
yang sama jika dibandingkan dengan populasi umum pada saat usia 7 tahun
(American Academy of Pediatrics, 2008). Risiko terjadinya epilepsi meningkat jika
terdapat abnormalitas neurologis sebelumnya, kejang demam kompleks, memiliki
riwayat epilepsi dalam keluarga, dan durasi demam yang singkat untuk menimbulkan
kejang (Seinfeld & Pellock, 2013). (3) Berulangnya kejang demam. Adanya riwayat
kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, suhu tubuh kurang dari 400
C saat kejang pertama, kejang kurang dari 1 jam setelah onset demam dapat
meningkatkan risiko kejang demam berulang (Seinfeld & Pellock, 2013). (4)
Kematian. Anak yang mengalami kejang demam dapat meninggal, oleh karena injury,
aspirasi, atau aritmia (American Academy of Pediatrics, 2008).
Insidensi dan prevalensi kejadian kejang demam di tiap-tiap negara berbeda.
Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2 % - 5 %. Bila
dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa, insidensi kejang demam di Asia

1
meningkat dua kali lipat. Di Jepang angka insidensi kejang demam cukup tinggi yaitu
berkisar 8,3 – 9%, bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14 % (James,
2012). Angka kejadian kejang demam di Indonesia menunjukkan prevalensi kejang
demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30%
diantaranya akan mengalami kejang demam berulang (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, jumlah kunjungan penderita dengan kejang demam pada tahun
2016 di bulan november dan desember terdapat 62 kasus kejang demam dan ditahun
2015 selama terdapat 47 kasus kejang demam, dari kejadian itu dapat dilihat adanya
peningkatan kejang demam dalam 1 tahun terakhir.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis makalah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada pasien kejang demam”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kejang demam?
2. Apa etiologi kejang demam?
3. Apa patofisiologi kejang demam?
4. Apa manifestasi klinik kejang demam?
5. Apa komplikasi kejang demam?
6. Apa pemeriksaan penunjang kejang demam?
7. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam?
8. Bagaimana asuhan keperawatan kejang demam?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum

2
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
sistem syaraf dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang kejang
demam dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kejang
demam.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui kejang demam
2. Untuk mengetahui etiologi kejang demam
3. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang demam
5. Untuk mengetahui komplikasi kejang demam
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kejang demam
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kejang demam

BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Syaraf


1. Otak

3
Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil disebut
cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa karakteristik khas otak
orang anak yaitu mempunyai berat lebih kurang 2 % dari berat badan dan
mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari cardiac output dan membutuhkan
kalori sebesar 400 kkal setiap hari (Pearce, 2006).
Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang
didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa
otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan
proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen
dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu
dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan (Pearce, 2006).
Secara struktural,cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut
korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktural subkortikal. Korteks
cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal, interpretasi
inpuls sensorik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya
suatu sensasi rasa/indera tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat
banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup.
Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang
diterimanya. Struktur Sub Kortikal :

4
a. Basal ganglia melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan
mengkoordinasi gerakan dasar,gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap
tubuh.
b. Talamus: merupakan pusat rangsang nyeri.
c. Hipotalamus: pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem syaraf otonom
dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting. Seperti makan, minum, seks,
dan motivasi.
d. Hipofise: bersama hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar
endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon (Pearce, 2006).

Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri


dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi
hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan
yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus lobus yang
diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya,yaitu:

a. Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis


b. Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis
c. Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis
d. Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di bawah tulang temporalis.

Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang kranium menempati


fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter tentorium cerebelli. Dibagian
depannya terletak batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 88 % dari
berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper
cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Vermis.Fungsi cerebellum pada
umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan
dapat terlaksana dengan sempurna (Pearce, 2006).

Batang otak atau brainstern terdiri atas diencephalon, mid brain, pons
dan medullan oblongata merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti
pusat pernapasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat
muntah (Pearce, 2006).

2. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata ke arah
kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I memanjang hingga setinggi cornu
vertebralus lumbalias I-II.Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmenya terdiri dari
satu pasang saraf spinal. Dari medulla spinallis bagian cervical keluar 8

5
pasang,dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari
bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti
halnya otak, medula spinalis pun terbungkus oleh selaput meninges yang
berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera (Pearce, 2006).

Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian


substansi grissea dan substansia alba. Substansia grissea ini mengelilingi canalis
centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna
ventralis. Massa grissea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang
mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin (Pearce, 2006).

Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls


sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju sistem saraf pusat (SSP) dan impuls
motorik sistem saraf pusat (SSP) menuju sistem saraf tepi (SST). Substansia
grissea berfungsi sebagai pusat koordinasi yang berpusat di medula spinalis. Di
sepanjang medula spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis
menuju otak yang disebut jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis
yang disebut sebagai jaras desenden. Substansia alba berisi berkas-berkas saraf
yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke otak
dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansi grissea berfungsi sebagai
pusat koordinasi reflek yang berpusat di medulla spinalis (Pearce, 2006).

Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf pusat yang bukan medulla


spinalis, pusat koordinasi tidak disubstansi grisea medulla spinalis. Pada
umumnya penghantaran impuls sensorik di substansi alba medula spinalis
berjalan menyilang garis tengah.Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan
dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan
impulsmotorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi
melalui medula spinalis akan menyilang (Pearce, 2006).

Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang


berasal dari korteks serebri atau batang otak yang seluruhnya(dengan serat saraf-
sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower Motor Neuron(LMN) adalah
neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat
sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan
berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan

6
kelumpuhan otot rangka,tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda sifat dengan
kelumpuhan LMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas
ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot
rangka(hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan
kaku(rigid),ketegangan otot tinggi (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian internal
tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla
spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron
LMN. Berkas tersebut akan menyilang,sehingga kerusakan UMN diatas batang
otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan
(Pearce, 2006).

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah
sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansi grisea
medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang melindung
tubuh terhadap berbagai perubahan yang terjadi baik di lingkungan eksternal.
Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung
refleks. Fungsi Lengkung Reflek:
a. Reseptor: Penerima rangsang
b. Aferen: Sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf
pusat(ke pusat refleks)
c. Pusat Refleks: Area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia
grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara neuron dengan neuron
dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
d. Eferen: Sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor.
Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut juga neuron motorik (sel
saraf/penggerak)
e. Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban
refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung ,otot polos atau otot rangka), sel
kelenjar.
3. Sistem Saraf Tepi
Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis membentuk
sistem saraf tepi(SST).Secara anatomik di golongkan ke dalam saraf-saraf otak
sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal.Secara fungsional,SST di
golongkan ke dalam :
a. Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit,otot rangka
dan sendike sistem saraf pusat

7
b. Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat
ke otot rangka
c. Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera ke
sistem saraf pusat
d. Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat
ke otot polos,otot jantung dan kelenjar.
e. Saraf eferen viseral di sebut juga sistem saraf otonom.Sistem saraf tepi
terdiri atas saraf otak ( s.kranial) dan saraf spinal (Pearce, 2006).

B. Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain :

8
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Menurut Wulandari & Erawati (2016) kejang demam merupakan kelainan


neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, terutama pada golongan anak
umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah


bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai
pada anak usia di bawah umur 5 tahun.

C. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi
(Lumbantobing, 2004). Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis (Judha & Rahil,
2011).

D. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot (Price, 2005).
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai
pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat

9
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Price,
2005).
Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga
anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasma bronkus (Price, 2005).

Patway

Infeksi ekstrakranial

Reaksi inflamasi

Peningkatan metabolisme basal suhu hipotalamus meningkat

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia (epinefrin & prostaglandin)


Peningkatan potensial aksi
Difusi ion kalium maupun natrium GANGGUAN RASA
NYAMAN
Lepas muatan listrik

RISIKO KEJANG Kejang Lidah tergigit


BERULANG

KURANGNYA RISIKO INJURI


PENGETAHUAN
KELUARGA

10
(Judha & Rahil, 2011)
E. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul
pada penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)

F. Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate
(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak
sel neuoran secara irreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)
b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit: Kalium, natrium. Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang

11
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
3. X Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma, cerebral oedema,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

H. Penatalaksanaan
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan
kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang
secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang
2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir
harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama,
kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media
akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut.
Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi
lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen
foto tengkorak, ensefalografi.
5. Terapi komplementer dengan menggunakan bawang merah sebagai kompres
Kandungan bawang merah yang dapat mengobati demam antara lain :
floroglusin, sikloaaliin, metialiin, dan kaemferol, yang dapat menurunkan suhu
tubuh; dan minyak atsiri yang dapat melancarkan peredaran darah.

I. Asuhan Keperawatan pada Pasien Kejang Demam


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer

12
1) A : Airway ( jalan nafas )
Karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus
menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu tinggi
merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan
pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya
tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya
berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul
apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak
terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu
menyumbat saluran pernapasan.Tindakan yang dilakukan :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
2) B : Breathing (pola nafas)
Karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit
biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi
meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan :
a) Mengatasi kejang secepat mungkin
b) Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang
diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena.
Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3
dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan
kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
3) C : Circulation
Karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama

13
dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. Tindakan
yang dilakukan :
a) Mengatasi kejang secepat mungkin
b) Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang
diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan
suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
b. Pengkajian Sekunder
1) Biodata / identitas
Biodata anak yang mencakup nama,jenis kelamin.Biodata orang tua
perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi:nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,alamat.
2) Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) yaitu riwayat penyakit yang diderita sekarang
tanpa kejang ditanyakan, jenis,lama,dan frekuensi kejang, demam yang
menyertai,dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang,maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang, jarak antara timbulnya kejang dengan demam, lama
serangan, pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik,
frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun.prognosa makin
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya,umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala,radang
selaput otak,dan lain-lain.
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester,apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma,perdarahan pervagina sewaktu hamil,penggunaan obat obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah

14
sukar,spontan atau dengan tindakan,perdarahan ante partum,asfiksia dan
lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,diare muntah,tidak
mau menetekdan kejang-kejang.
5) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
6) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial)
b) Gerakan motorik halus
c) Gerakan motorik kasar
d) Bahasa
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (± 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan).
b) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainya.
c) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
8) Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak.Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebayanya.
c. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
c) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan pengetahuan tentang
kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
d) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,pelayanan
kesehatan yang diberikan,tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit,penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak,ditanyakan bagaiman
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak.
b) Makanan apa saja yang di sukai dan yang tidak disukai anak
c) Bagaimana selera makan anak sebelum dan setelah sakit
d) Berapa kali minum,jenis dan jumlahnya perhari?
3) Pola eliminasi
a) BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara mikroskopis,
ditanyakan bagaimana warna,bau,dan apakah terdapat darah?serta
ditanyakan apakah disertai nyeri pada saat kencing

15
b) BAB: Ditanyakan kapan waktu BAB,teratur atau tidak?bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Apakah anak senang main sendiri atau dengan teman sebayanya
b) Berkumpul dengan keluarga berapa jam
c) Aktivitas apa yang disukai anak
5) Pola tidur / istirahat
a) Berapa jam sehari tidur?
b) Berangkat tidur jam berapa?
c) Bangun tidur jam berapa?
d) Kebiasaan sebelum tidur
e) Bagaimana dengan tidur siang?
6) Pola kognitif/persepsi
a) Kaji status mental pasien
b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan pasien dalam
memahami sesuatu
c) Kaji tingkat anxietas pasien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
pasien. Identifikasi penyebab kecemasan pasien
d) Kaji penglihatan dan pendengaran pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
a) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi pasien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut
b) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8) Pola peran hubungan
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan pasien seperti:
pasangan, teman, dll.
9) Pola seksualitas/reproduksi
Tanyakan masalah kesehatan reproduksi pasien pada orang tuanya
10) Pola koping-toleransi stress
a) Kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan
diri )
b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana pasien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping pasien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau pasien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
11) Pola keyakinan nilai
Tanyakan agama pasien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat pasien menjalankan ajaran agamanya.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda Vital
2) Pemeriksaan Fisik Persistem

16
2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi

b. Risiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot


c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi (peningkatan suhu
tubuh)
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Risiko terjadi kejang Tujuan : Setelah 1. Longgarkan 1. proses konveksi
ulang berhubungan dilakukan asuhan pakaian, berikan akan terhalang
dengan hipertermi keperawatan, pakaian tipis oleh pakaian
pasien tidak yang mudah yang ketat dan
mengalami menyerap tidak menyerap
keringat.
kejang berulang keringat
Kriteria Hasil :
2. Perpindahan
2. Berikan kompres
1. Tidak terjadi
panas secara
hangat
serangan
konduksi
kejang
3. Berikan ekstra
berulang 3. Saat demam
2. Suhu 36,5- cairan (susu,sari
kebutuhan akan
37,5°C buah,dll)
3. Nadi 110- cairan tubuh
4. Observasi kejang meningkat
120x/menit
dan tanda vital
(bayi),100- 4. Pemantauan
setiap 4 jam
110x/menit teratur akan
(anak) menentukan
4. Respirasi
5. Batasi aktivitas tindakan yang
30- akan dilakukan
selama anak
40x/menit
panas 5. Aktivitas dapat
(bayi) ,24-
meningkatkan
28x/menit
metabolisme
(anak)
6. Berikan anti dan
5. Kesadaran
piretik dan meningkatnya
composment
panas

17
is pengobatan
6. Menurunkan
sesuai advis
panas pada
pusat
hipotalamus dan
sebagai
Propilaksis
7. Terapi
7. Kandungan
komplementer
bawang merah
dengan
yang dapat
menggunakan
mengobati
bawang merah
demam antara
sebagai kompres
lain :
floroglusin,
sikloaaliin,
metialiin, dan
kaemferol, yang
dapat
menurunkan
suhu tubuh; dan
minyak atsiri
yang dapat
melancarkan
peredaran darah

Risiko terjadi trauma Tujuan : Setelah 1. Beri pengaman 1. Meminimalkan


fisik berhubungan dilakukan asuhan pada sisi tempat injuri saat
dengan kurangnya keperawatan, tidur dan kejang
koordinasi otot pasien tidak penggunaan
terjadi trauma tempat tidur
yang rendah
fisik akibat
kejang 2. Berikan tongue
Kriteria Hasil : spatel diantara
1. Tidak terjadi gigi atas dan 2. Menurunkan
trauma fisik bawah risiko trauma

18
selama pada mulut
3. Letakkan klien di
perawatan
2. Mempertaha tempat yang
3. Membantu
nkan lembut
menurunkan
tindakan
risiko injuri
yang
fisik pada
mengontrol
ekstremitas
aktivitas ketika kontrol
kejang otot volunter
3. Mengidentifi
beerkurang
kasi 4. Catat tipe kejang
4. Membantu
tindakan (lokasi,lama) dan
menurunkan
yang harus frekuensi kejang.
lokasi area
diberikan
5. Catat tanda –
cerebral yang
ketika terjadi
tanda vital terganggu
kejang
sesudah fase
kejang 5. Mendeteksi
secara dini
keadaan yang
abnormal

Gangguan rasa Tujuan : Setelah 1. Kaji faktor- 1. Mengetahui


nyaman berhubungan dilakukan asuhan faktor terjadinya penyakit
dengan hiperthermi keperawatan, hiperthermi terjadinya
(peningkatan suhu pasien rasa hipertermi
tubuh) nyaman terpenuhi karena
Penambahan
Kriteria hasil :
pakaian /
1. Suhu tubuh
selimut dapat
36-37,5°C ,
2. Nadi: 100- menghambat
110x/menit, penurunan suhu
3. Respirasi: 24- tubuh.
28x/menit,
2. Pemantauan
4. Kesadaran 2. Observasi tanda-
tanda vital
composmentis tanda vital setiap
secara teratur

19
, 4 jam sekali dapat
5. Anak tidak
menentukan
rewel. perkembangan
keperawatan
selanjutnya

3. Suhu tubuh
3. Pertahankan dapat
suhu tubuh dipengaruhi
normal oleh tingkat
aktivitas,suhu
Lingkungan,kel
embapan tinggi
akan
mempengaruhi
panas atau
dingin nya
tubuh

4. Proses
konduksi/perpin
4. Ajarkan pada dahan panas
keluarga dengan suatu
memberikan bahan
perantara
kompres hangat
pada
kepala/ketiak 5. Proses
hilangnya panas
5. Anjurkan untuk akan terhalang
menggunakan oleh pakaian
baju tipis dan tebal
dan tidak dapat
terbuat dari kain
menyerap
katun
keringat.

6. Penyediaan
udara bersih

20
6. Atur sirkulasi
7. Kebutuhan
udara ruangan
cairan
7. Beri ekstra
meningkat
cairan dengan
karena
menganjurkan
penguapan
pasien banyak
tubuh
minum meningkat

8. Aktivitas
menigkatkan
8. Batasi aktivitas metabolisme
fisik dan
menigkatkan
panas.

Kurangnya Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui


pengetahuan keluarga dilakukan asuhan pengetahuan sejauh mana
sehubungan dengan kepererawatan, keluarga pengetahuan
keterbatasan informasi pengetahuan yang dimiliki
keluarga dan
keluarga
kebenaran
bertambah
informasi yang
tentang penyakit
di dapat
anaknya
Kriteria Hasil : 2. Penjelasan
1. Keluarga 2. Beri penjelasan tentang kondisi
tidak sering kepada keluarga yang di alami
bertanya sebab dan akibat dapat membantu
menambah
tentang kejang demam
wawasan
penyakit
keluarga
anaknya
2. Keluarga
3. Agar keluarga
mampu diikut
3. Jelaskan setiap mengetahui
sertakan
tindakan tujuan setiap
dalam proses
perawatan yang tindakan
keperawatan Perawatan
akan dilakukan

21
3. Keluarga
4. Mencegah
mentaati
peningkatan
setiap proses 4. Berikan health
suhu lebih
keperawatan education agar
tinggi dan
selalu sedia obat
serangan
penurun panas
kejang ulang
,bila
anak panas. 5. Imunisasi
pertusis
5. Beritahukan memberikan
keluarga jika reaksi panas
anak akan yang dapat
menyebabkan
mendapatkan
kejang demam
imunisasi agar
memberitahukan
kepada petugas
imunisasi bahwa
anaknya pernah
menderita kejang
demam

4. Implementasi
Setelah rencana keperawataan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan nyata untuk
mencapai hasil yang ditunggu berkurangnya atau hilangnya masalah ibu. Padatahap
implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan, diantaranya validasi rencana
keperawatan, serta melanjutkan pengumpulan data. Dalam implementasi
keperawatan,tindakan harus cukup mendetail dan jelas supaya semua tenaga keperawatan
dapat menjalankan dengan baik dalam waktu yang ditentukan. Perawat dapat
melaksnakan langsung atau bekerjasama dengan tenaga medis lainnya. (Chapman Vicky,
2006).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai sejauh
mana masalah ibu tersebut dapat diatasi. Disamping itu , perawat juga memberikan

22
umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan utama belum tercapai,maka dalam
hal ini proses keperawatan dapat dimodifikasi (Chapman Vicky, 2006).

BAB III

PENUTUP

23
A. Kesimpulan
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan
suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak usia di bawah umur 5 tahun. Kejang
demam disebabkan oleh infeksi. Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial
seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang
bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh
tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di
hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh
yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Maka
pertolongan pertama kejang demam anak yaitu letakkan anak ditempat yang datar,
tempat tersebut sebaiknya luas dan bebas sehingga anak tidak akan terbentur atau
tertimpa benda tertentu saat kejang, kemudian posisikan anak tidur menyamping
untuk mencegah tersedak saat kejang, selanjutnya longgarkan pakaian terutama pada
bagian leher, setelah itu jangan memaksa untuk menahan gerakan tubuh anak, cukup
jaga agar posisi tubuhnya tetap aman, jangan memasukkan benda apapun kemulutnya,
termasuk minuman atau obat-obatan, ucapkanlah kata-kata yang menenangkan agar
anak menrasa lebih nyaman, catat berapa lama anak mengalami kejang, amati
kondisinya saat kejang.

B. Saran
1. Institusi Pendidikan
Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan keperawatan yang berkualitas dan
profesional sehingga dapat menciptakan perawat yang terampil, profesional dan
bermutu.
2. Rumah sakit
Rumah sakit lebih meningkatkan pelayanan pada penyakit kejang demam
sehingga pasien yang mengidap penyakit kejang demam berkurang
3. Masyarakat
Masyarakat lebih meningkatkan informasi tentang faktor yang mempengaruhi
terjadinya kejang demam sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam rangka
pengambilan keputusan untuk menanggulangi penyakit kejang demam serta
menurunkan angka kejadian kejang demam.
4. Mahasiswa

24
Mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai kejang demam sebagian
acuan untuk penelitian yang lebih mengenai kejang demam.

25

Anda mungkin juga menyukai