Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan Pemidanaan
Tujuan diadakan pemidanaan diperlukan untuk mengetahui sifat dan dasar hukum
dari pidana. Franz Von List mengajukan problematik sifat pidana di dalam hukum
konteks itu pula dikatakan Hugo De Groot "malum passionis (quod ingligitur)
perbuatan jahat.23
menyatakan bahwa pidana mempunyai tujuan yang positif atau teori tujuan
23
Bambang Poernomo, Hukum Pidana Kumpulan karangan Ilmiah, Bina Aksara Jakarta, 1982,
hlm. 27
22
tujuan yang plural, yang merupakan gabungan dari pandangan utilitarian yang
penderitaan yang patut diterima untuk tujuan penderitaan itu sendiri dan
tidak boleh melebihi ganjaran yang selayaknya diperoleh pelaku tindak pidana.24
Hakikatnya konsepsi dari teori-teori tentang tujuan pemidanaan tersebut tidak jauh
1. Teori Absolut/Retributif
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan
suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat
mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan
kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya
kejahatan itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori menganggap
sebagai dasar hukum dari pidana atau tujuan pemidanaan adalah alam pikiran
Andenaes, tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolut ialah "untuk
24
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni, Bandung, 1985, hlm. 49
23
adil, karena akan memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh kejahatan.
perbandingan antara kesejahteraan dan perbuatan baik. Orang yang baik akan
bahagia dan orang yang jahat akan menderita atas kelakuannya yang buruk. Oleh
karena itu, ketidakseimbangan akan terjadi bilamana seorang penjahat gagal untuk
Kecendrungan untuk membalas pada diri manusia adalah suatu gejala sosial yang
depan.
Menurut Nigel Walker dalam buku Muladi dan Barda Nawawi, para penganut
25
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni,
Bandung, 1984, hlm. 11
26
Muladi, Op.Cit, hlm. 50
27
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Op.Cit, hlm. 13
24
John Kaplan membedakan teori retributive (retribution) dalam dua teori yaitu
teori pembalasan (the revenge theory), dan teori penebusan dosa (the expiation
theory.)28 Menurut John Kaplan kedua teori ini sebenarnya tidak berbeda,
tergantung dari cara orang berpikir pada waktu menjatuhkan pidana yaitu apakah
karena "ia berhutang sesuatu kepada kita". Pembalasan mengandung arti bahwa
hutangnya" (the criminal pays back). Dalam teori pembalasan mislanya dikatakan:
"Kamu telah melukai X, maka kami akan melukai kamu". Dalam teori penebusan
misalnya dikatakan: "Kamu telah mengambil sesuatu dari X, maka kamu harus
2. Teori Tujuan/Relatif
Para penganut teori ini memandang pidana sebagai sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk mencapai manfaat, baik yang berkaitan dengan orang yang
bersalah, misalnya menjadikannya sebagai orang yang lebih baik, maupun yang
28
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Op.Cit, hlm. 14
25
atau mencegah penjahat potensial, akan menjadikan dunia tempat yang lebih
baik.29
Menurut teori ini pemidanaan bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari
keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai
sehingga dasar pembenaran dari teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana
dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang membuat kejahatan) melainkan
Perbedaan ciri-ciri pokok atau karakteristik antara teori pembalasan dan teori
berikut: 30
29
Muladi, Op.Cit, hlm. 51
30
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Op.Cit, hlm. 17
26
Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa dibedakan antara
masyarakat pada umumnya, artinya pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh
melakukan tindak pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana itu
berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat.
orang tahu dan mengerti bahwa melanggar peraturan hukum itu diancam dengan
pidana, maka orang itu mengerti dan tahu juga akan dijatuhi pidana atas kejahatan
yang dilakukan. Dengan demikian tercegahlah bagi setiap orang untuk berniat
jahat, sehingga di dalam jiwa orang masing-masing telah mendapat tekanan atas
karena berbakat jahat, yang tidak akan terpengaruh atas ancaman pidana itu saja,
31
Bambang Poernomo, Op.Cit, hlm. 29
27
didalamnya pengaruh moral atau pengaruh yang bersifat pendidikan sosial dari
menekankan pada tujuan untuk mempengaruhi atau mencegah agar orang lain
juga dalam golongan teori relatif ini apa yang disebutnya "daya untuk
suatu kesatuan. Oleh karena itu teori demikian disebut dengan teori gabungan atau
pemidanaan terdiri dari proses kegiatan terhadap pelaku tindak pidana, yang
Secara serentak, masyarakat menuntut agar kita melakukan individu tersebut juga
harus ditentukan secara kasuistis. Hal inilah yang sering menimbulkan anggapan
Tokoh utama yang mengajukan teori gabungan ini adalah Pellegrino Rossi. Teori
ini berakar pada pemikiran yang bersifat kontradiktif antara teori absolut dengan
Teori gabungan ini berusaha memadukan konsep-konsep yang dianut oleh teori
absolut dan teori relatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan
34
Muladi,Op.Cit, hlm. 50
35
Muladi, Op, Cit, hal 19.
29
yaitu disamping penjatuhan pidana itu harus membuat jera, juga harus
juga mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana
diharapkan sebagai sesuatu yang akan membawa kerukunan dan pidana adalah
suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam
masyarakat.36
Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana merupakan suatu proses dinamis yang
keputusan tertentu terhadap hal-hal tertentu pada suatu saat. Hal ini
yuridis filosofis dengan dilandasi oleh asumsi dasar, bahwa tindak pidana
kerusakan individual dan sosial (individual and social damages) yang diakibatkan
oleh tindak pidana. Perangkat tujuan pemidanaan tersebut adalah: (1) pencegahan
36
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Op.Cit, hlm. 22
37
Muladi,Op.Cit, hlm. 53
30
Dalam Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2013 yang dibuat oleh Tim RUU
berikut:
ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang
pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak
hal39. Santoso mengatakan kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para
publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara
38
Ibid, hlm. 61
39
Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori dan Konsep. Media Pressindo. Yogyakarta. 2007. hlm.
20.
40
Ibid, hlm: 19
31
serampangan; (b) kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan
pemerintah; (d) kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau
negatif. 41
yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi
dengan berorientasi kepada public interest atau public needs maka yang harus
dipikirkan oleh pemerintah itu ialah How to serve the public, sehingga pemerintah
Selain Kebijakan Publik dalam hal ini juga menggunakan kebijakan hukum
pidana. Pengertian kebijakan hukum pidana disebut dengan istilah “politik hukum
41
Ibid, hlm. 23
42
M.Solly Lubis. Kebijakan Publik. Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm.23
32
pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah ini sering dikenal dengan beberapa
istilah, antara lain “penal policy”, “criminal law policy” atau “strafrechtspolitiek”
C. Sistem Pemasyarakatan
43
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra AdityaBhakti, Bandung,
2002, hlm. 24.
33
yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
anggota masyarakat).44
44
Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan Ketiga, Balai Pustaka,
Jakarta, 2001, hlm. 655.
34
yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam Tata Peradilan
Pidana.45
tetap (pasti).
45
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 1998, hlm. 114
46
Departemen Pendidikan, Op.Cit, hlm. 731.
47
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 57.
35
2. Balai Pemasyarakatan
Pemasyarakatan (BAPAS).
Pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS merupakan bagian dari suatu Sistem
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
50
Bahruddin Soerjobroto, Ilmu Pemasyarakatan (Pandangan Singkat), AKIP,Jakarta, 1986, hlm.
19
37
dilakukan terhadap:
a. Terpidana bersyarat;
1. Pengertian Narapidana
terpidana dan tahanan (yang pernah melanggar hukum) adalah dengan penjeraan
(dibuat jera). Maksud dari penjeraan, agar jera dan kapok sehingga tidak
3. Pembinaan Narapidana
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan
mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang
ada, serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan
Pembinaan warga binaan adalah segala upaya yang dilakukan oleh petugas
tersesat. Oleh karena itu, tujuan sistem pemasyarakatan adalah membina warga
lagi.
51
C.I. Harsono Hs., Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Djambatan,Jakarta, 1995, hlm. 5
40
cara membina, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna
dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Dalam arti hukum,
terarah, berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik
Pemasyarakatan" yaitu:
52
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 134
53
Ibid, hlm. 683
41
Pasal 9:
54
Ibid, hlm. 15
42
Pemasyarakatan.55
55
Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia nomor :
m.02.pr.08.03 tahun.1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim
Pengamat Pemasyarakatan
43
Pada dasarnya ruang lingkup pembinaan dapat dibagi kedalam 2 (dua) bidang
yaitu:
pertanian dan industri dan kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan bakat
masing-masing (hobby).
kepribadian sangat terkait erat dengan upaya pemulihan hubungan hidup dan
Kegiatan yang dilakukan harus dapat menciptakan iklim yang kondusif, yang
hasil asessmen pendidikan atau pelatihan pada tahap penerimaan awal. Kegiatan
maka kegiatan kerja tersebut juga harus bersifat profit oriented sebagai
maupun fungsi sosial dari pekerjaan itu sendiri. Namun demikian tujuan, fungsi
maupun sifat pekerjaan itu sendiri dalam sejarahnya tidak sama mengingat bahwa
tujuan dan fungsi pidana hilang kemerdekaan itu sendiri mengalami perubahan
bersifat profit oriented, namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana
selama maupun setelah menjalani pidana mereka dapat berperan uiuh sebagai
Empat klasifikasi tersebut tentunya harus mengafiliasi pada situasi dan kondisi
menghidupi. Langkah dan jenis pekerjaan harus mendekati dengan apa yang ada di
sebagai persiapan untuk mencari pekerjaan setelah bebas dan dapat beradaptasi
a. bahwa pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan sebagai insan dan sum-
ber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu
sistem pembinaan yang terpadu;
b. bahwa perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem
kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pe-
midanaan;
c. bahwa sistem pemasyarakatan sebagaimana dimaksud huruf b, merupakan
rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakat-
an menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab;
d. bahwa sistem kepenjaraan yang diatur dalam Ordonnantie op de Voorwaarde-
lijke Invreheidstelling (Stb. 1917-749, 27 Desember 1917 jo. Stb. 1926-488
sepanjang berkaitan dengan pemasyarakatan, Gestichten Reglement (Stb. 1917-
708, 10 Desember 1917), Dwangopvoeding Regeling (Stb. 1917-741, 24
Desember 1917), dan Uitvoeringsordonnantie op de Voorwaardedijke Veroor-
deeling (Stb. 1926-487, 6 November1926) sepanjang yang berkaitan dengan
pemasyarakatan, tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pan-
casila dan Undang-Undang Dasar 1945.
46
32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan
bulan”
Pemberian Program Bebas bersyarat tersebut merupakan salah satu hak dari
Untuk program bebas bersyarat tersebut ketentuan yang mengaturnya antara lain
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 sebagimana telah beberapa kali diubah dengan
Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan Tata Cara Pelaksanaan hak warga
negara Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Nomor
21 Tahun 2003 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti
Bersyarat.
47
Pasal 43, Pasal 43A dan Pasal 43B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Pasal 43
(1) Setiap narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil,
berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
(2) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dengan syarat:
d. Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga)
dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut sedikit 9
(sembilan) bulan;
e. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9
(sembilan) bulan terakhir di hitung sebelum tanggal 2/3 (dua per
tiga) masa pidana;
f. Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun dan
bersemangat; dan
g. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan
narapidana.
(3) Pembebasan Bersyarat bagi anak negara diberikan setelah menjalani
pembinaan paling sedikit 1 (satu) tahun.
(4) Pemberian Pembebasan Bersyarat ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(5) Pemberian pembebasan bersyarat dicabut jika narapidana atau Anak
didik Pemasyarakatan melanggar persyaratan Pembebasan bersyarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan bersyarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam peraturan Menteri.
Pasal 43A
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa
masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang
menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing,yang dipidana
karena melakukan tindak pidana terorisme.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43B
(1) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A ayat (1)
diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Direktur
Jenderal Pemasyarakatan.
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan kepentingan
keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikanpertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari
instansi terkait, yakni:
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal
Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia
yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional,
dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena
melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika; dan
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana
karena melakukan tindak pidana korupsi.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara
tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari Direktur
Jenderal Pemasyarakatan.
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi
terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur
49
Dasar hukum yang utama mengenai pembebasan bersyarat adalah tertuang dalam
Pasal 15. Pembebasan bersyarat menurut Pasal 15 ayat (1) KUHP menyebutkan
bahwa orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila
telah lalu dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling
sedikit sembilan bulan dari pada itu. Disamping itu terdapat pula aturan
Pasal 15 KUHP :
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara
yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan,
maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus
menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana itu dianggap sebagai
satu pidana.
(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa
percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama
masa percobaan.
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara
yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam
tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan
melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat
pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan
keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana
lagi, tidak waktu pidananya.
(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak
dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat,
terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa
percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi
tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan
bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan
menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan
tindak pidana selama masa percobaan.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 KUHP diatas dapat dilihat tentang syarat
sekurang-kurangnya dua pertiga dari hukuman yang dijatuhkan oleh hakim atau
sekurang kurangnya Sembilan (9) bulan dan dalam jangka waktu yang telah
Mengenai syarat pemberian pembebasan bersyarat di atur dalam Bab V Pasal 49-
Pasal 52 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
berikut:
1) Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dengan
ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan;
(sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga)
masa pidana;
bersemangat; dan
paling singkat 5 (lima) tahun karena melakukan tindak pidana narkotika dan
2) Telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan
ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sidikit 9
3) Telah menjalani Asimilasi paling sedikit ½ (satu per dua) dari sisa masa
Selain syarat diatas, ada syarat administratif yaitu dokumen yang harus
dilengkapi:
berikut:
pengadilan;
oleh asesor;
oleh lurah atau kepala desa atau nama lain yang menyatakan bahwa:
Bersyarat.
hukum;
pengadilan;
asesor;
8) Surat pernyataan dari narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak
9) Surat Jaminan kesanggupan dari piak keluarga yang diketaui oleh Lurah
1995 adalah Hak bagi setiap narapidana/anak pidana. Oleh karena itu setiap
dapat dimohonkan oleh narapidana/anak pidana itu sendiri atau keluarga atau
setempat.
Keluarga atau orang lain yang bertindak sebagai penjamin narapidana/anak pidana
Mengenai Tata Cara Pemberian Pembebasan Bersyarat di atur dalam Pasal 55-
Pasal 59 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebsan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Tata cara
kelengkapan dokumen.
56
Hukum Online, http://m.hukumonline.com/klinik/detail/syarat-dan-prosedur-pengajuan-
pembebasan-bersyarat, di akses pada 11 Juli 2014 Pukul 15.47 WIB
56
narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil yang telah
memenui syarat.
pengadilan; dan
Direktorat Jenderal.
syarat.
57
pemasyarakatan Lapas.
psikotropika; dan
Keputusan Menteri.
a. tindak pidana;
b. pelanggaran tata tertib di dalam Lapas dan tercatat dalam buku register F;
dan/atau
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak berlaku untuk
(2) Kepala Kantor Wilayah dapat mencabut keputusan pemberian Cuti Menjelang
Pemasyarakatan.
(3) Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila
oleh BAPAS.
60
menyangkut suatu penyerasian antara nilai dan segala usaha yang rasional dengan
faktor penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, terdiri dari
tiga faktor:
baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan
filosofi.
Bahwa faktor penegak hukum ini menentukan proses penegakan hukum yaitu
Pembagian ketiga faktor ini dapat di kaitkan dengan masalah penegakan hukum
pidana dan kebijakan kriminal dengan melihat dari teori yang dikemukakan oleh
yaitu:57
hukum.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta rasa didasarkan pada karsa
Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, karena merupakan esensi dari
57
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum di Indonesia, Sinar
Grafika Jakarta, 1983, hlm. 5.