Anda di halaman 1dari 14

PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

PEMERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN DARI PERSPEKTIF


VIKTIMOLOGI
(Studi Putusan No: 1770/Pid.B/2016/PN.Tng)

(Jurnal)

Oleh :
GALAN AMIR
1412011163

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA


PEMERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN DARI PERSPEKTIF
VIKTIMOLOGI
(Studi Putusan No: 1770/Pid.B/2016/PN.Tng)

Oleh
Galan Amir, Diah Gustiniati, Damanhuri Warganegara
E-mail : galanamir01@gmail.com

Terjadinya kejahatan adalah suatu hasil interaksi karena adanya interelasi antara
fenomena yang ada dan yang saling mempengaruhi. Pada masalah kejahatan maka
pada hakikatnya selain pelaku ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan,
salah satunya adalah aspek korban. Permasalahan: Bagaimana peran korban dalam
tindak pidana pemerkosaan dan pembunuhan serta bagaimana penerapan pidana
dalam tindak pidana pemerkosaan dan pembunuhan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data disajikan dalam bentuk
bentuk uraian yang disusun secara sistematis dengan analisis kualitatif.
Narasumber: Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Jaksa Kejaksaan Negeri
Tangerang dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Peran korban dalam terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan dan Pembunuhan dari
perspektif viktimologi dalam putusan Nomor: 1770/Pid.B/2016/PN.Tng adalah
Pelaku melakukan tindak pidana pemerkosaan dan pembunuhan dikarenakan
adanya dorongan dari korban, kelalaian korban, dan korban mempunyai
karakteristik yang dapat merugikan dirinya sendiri. Penerapan Pidana Pada
Tindak Pidana Pemerkosaan dan Pembunuhan Pada Putusan No:
1770/Pid.B/2016/PN.Tng telah mendasarkan pada aspek perbuatan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu, oleh karena syarat-syarat tertentu telah terpenuhi
maka dijatuhkan pidana mati. Walaupun tidak secara eksplisit peran korban tertera
di dalam putusan, namun ada beberapa unsur mengenai peran korban yang masuk
dalam pertimbangan hakim. Saran: Diharapkan kedepan dari kejaksaan perlu
adanya perhatian khusus mengenai ilmu viktimologi dalam hal ini peran korban
terjadinya tindak pidana. Diharapkan kedepan hakim perlu menganalisis secara
mendalam tentang masalah viktimologi, sehingga tercipta suatu kualitas putusan
yang terbaik, aspek peran korban sangatlah penting salah satunya adalah dalam
menentukan pemidanaannya. Hakim juga sebaiknya secara eksplisit memasukkan
pertimbangan dari unsur viktimologi khususnya mengenai peran korban.

Kata Kunci : Peran Korban, Pemerkosaan, Pembunuhan


ABSTRACT
THE ROLE OF VICTIM IN THE OCCURRENCE OF RAPE AND
MURDER CRIMINAL OF THE VICTIMOLOGY PERSPECTIVE
(Studi court verdict number: 1770/Pid.B/2016/PN Tng)

By:
Galan Amir, Diah Gustiniati, Damanhuri Warganegara
E-mail : galanamir01@gmail.com

The occurrence of crime is a result of interaction because of the interrelation


between existing phenomena and affecting each other. In the case of crime, other
than the perpetrator, there are several components that need to be considered, one
of them is the victim aspect. The problem in this research is how the role of the
victim and the application of crimein the crime of rape and murder. This research
uses juridical normative and empirical juridical approach. The data are presented
in the form of a systematically arranged description with qualitative analysis.
Resource persons: Tangerang District Court Judge, Tangerang District Attorney
General and Criminal Law Academician Faculty of Law University of Lampung.
The results of the study and discussion show that the criminal acts committed by
the perpetrator occurred because there is an element of provocation or
encouragement of the victim, negligence, and the victim is not careful in the
behavior (victimprecipitative). Implementation of Criminal on the crime of Rape
and Assassination on the Award No: 1770/Pid.B/2016/PN.Tng has based on the
aspects of deeds that meet certain requirements. There is no mitigating factor in
the verdict, since the mitigating has been closed because the crimes committed by
the defendant are very cruel. Although not explicitly the role of the victim is
contained in the verdict, but there are some elements about the role of the victim
who is considered in the judge's decision. Suggestions in this research are Public
Prosecutor of Tangerang District Attorney in the future need special attention
concerning on science of victimology in this case victim role of the existence of
crime. The Tangerang District Court Judge needs an in-depth analysis of the
ideological matters, so as to create the best quality of decision, the role of the
victim is very important, one of them is in determining the criminal punishment
and should explicitly include the consideration of the psychological element
especially on the role of the victim.

Keywords: Role of Victim, Rape, Murder


I. PENDAHULUAN pidana penjara seumur hidup, atau
selama waktu tertentu, paling lama
Pengkajian dalam masalah kejahatan dua puluh tahun.
pada hakikatnya ada beberapa
komponen yang perlu diperhatikan. Arief Gosita merumuskan perkosaan
Lazimnya masyarakat awam hanya melalui beberapa bentuk perilaku
memperhatikan suatu analisis berikut:
kejahatan hanya komponen penjahat, 1. Korban perkosaan harus seorang
undang-undang, dan penegak hukum wanita, tanpa batas umur
serta interaksi antara ketiga (objek). Sedangkan ada juga
komponen tersebut. Masalah seorang laki-laki yang diperkosa
komponen korban hampir terlupakan wanita.
dan kalaupun dipersoalkan,
2. Korban harus mengalami
analisisnya belum dikupas secara
kekerasan atau ancaman
bulat dan tuntas.
kekerasan. Ini berarti tidak ada
persetujuan dari pihak korban
Pembahasan masalah korban
mengenai niat dan tindakan
kejahatan merupakan studi tentang
perlakuan pelaku.
viktimologi. Pengertian viktimologi
berasal dari bahasa Latin victima 3. Persetubuhan di luar ikatan
yang artinya korban dan logos yang perkawinan adalah tujuan yang
artinya ilmu. Secara terminologis, ingin dicapai dengan melakukan
viktimologi berarti suatu studi yang kekerasan atau ancaman
mempelajari tentang korban, kekerasan terhadap wanita
penyebab timbulnya korban dan tertentu. Dalam kenyataan ada
akibat-akibat penimbulan korban pula persetubuhan dalam
yang merupakan masalah manusia perkawinan yang dipaksakan
sebagai suatu kenyataan sosial. 1 dengan kekerasan, yang
menimbulkan penderitaan
Perkosaan sendiri dalam Pasal 285 mental dan fisik. 2
KUHP adalah barangsiapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh Mengenai macam-macam perkosaan,
dengan dia di luar perkawinan, disebutkan oleh Mulyana W.
diancam karena melakukan Kusuma, diantaranya sebagai
perkosaan dengan pidana penjara dua berikut:
belas tahun. Kemudian pembunuhan 1. Sadistic Rape
dalam pasal 340 KUHP Pasal
barangsiapa sengaja dan dengan Perkosaan sadistis, artinya, pada
rencana lebih dahulu merampas tipe ini seksualitas dan agresif
nyawa orang lain, diancam karena berpadu dalam bentuk yang
pembunuhan dengan rencana merusak. Pelaku perkosaantela
(moord), dengan pidana mati atau Nampak menikmati kesenangan
erotik bukan melalui hubungan
1
seksnya, melainkan melalui
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris
Gultom. Urgensi Perlindungan Korban
2
Kejahatan antara Norma dan Realita. Yulia, Rena. Viktimologi Perlindungan
Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2007, hlm Hukum Terhadap Korban Kejahatan.
34. Yogyakarta, Graha Ilmu , 2010 hlm 17
serangan yang mengerikan atas dapat memicu seseorang untuk
alat kelamin dan tubuh korban berbuat kejahatan. Permasalahan
kemudian, muncul pertanyaan,
2. Seductive Rape mengapa korban yang telah nyata-
Suatu perkosaan yang terja nyata menderita kerugian baik secara
dipada situasi-situasi yang fisik mental maupun sosial, justru
merangsang, yang tercipta oleh harus pula dianggap sebagai pihak
kedua belah pihak. Pada yang mempunyai peran dan dapat
mulanya korban memutuskan memicu terjadinya kejahatan, bahkan
bahwa keintiman personal harus korban pun dituntut untuk turut
dibatasi tidak sampai sejauh memikul tanggungjawab atas
kesenggamaan. Pelaku pada perbuatan yang dilakukan oleh
umumnya mempunyai pelaku kejahatan. 4
keyakinan membutuhkan
paksaan, oleh karena tanpa itu Arif Gosita mermuskan beberapa
tak mempuyai rasa bersalah manfaat dari studi mengenai korban
yang menyangkut seks. antara lain:5
1. Dengan viktimologi akan
3. Victim Presipitatied Rape diketahui siapa korban, hal-hal
Yakni perkosaan yang terjadi yang dapat menimbulkan
(berlangsung) dengan korban, viktimisasi dan proses
menempatkan korban sebagai viktimisasi.
pencetusnya. 3 2. Viktimologi memberikan
sumbangan pemikiran tentang
korban, akibat tindakan yang
Pada penulisan skripsi yang telah menimbulkan penderitaan
mengangkat kasus pemerkosaan dan fisik, mental dan sosial.
pembunuhan ini perkosaan masuk 3. Viktimologi dapat memberikan
dalam precipitatied rape yang penjelasan peran korban dalam
dimana korban dianggap sebagai terjadinya tindak pidana.
pemicu atau peserta aktif dalam Viktimologi memberikan manfaat
menimbulkan perbuatan perkosaan. yang berkenaan dengan usaha
Perkosaan yang terjadi ditimbulkan pencegahan terjadinya korban.
oleh perilaku korban, korban
berperan aktif dalam terjadinya Peranan korban kejahatan ini antara
perkosaan. Sehingga pelaku tidak lain berhubungan dengan apa yang
sepenuhnya salah melainkan korban dilakukan pihak korban, bilamana
bisa dianggap bersalah karena dalam dilakukan sesuatu, di mana hal
precipitatied rape korban tersebut dilakukan. Peranan korban
ditempatkan sebagai pencetusnya. ini mempunyai akibat dan pengaruh
bagi diri korban serta pihaknya,
Peran yang dimaksud adalah sebagai pihak lain dan lingkungannya.
sikap dan keadaan diri seseorang Antara pihak korban dan pihak
yang akan menjadi calon korban pelaku terdapat hubungan fungsional.
ataupun sikap dan keadaan yang
4
Yulia, Rena. Viktimologi Perlindungan
3
Wahid, Abdul. Perlindungan Terhadap Hukum Terhadap Korban Kejahatan.
Korban Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Yogyakarta, Graha Ilmu , 2010 hlm 75
5
Bandung,2001 hlm 74 Ibid
Bahkan dalam terjadinya kejahatan terdiri Hakim Anak pada Pengadilan
tertentu pihak korban dikatakan Negeri Tangerang dari Jaksa pada
bertanggungjawab. 6 Kejaksaan Negeri Tangerang, dan
Akademisi Hukum Pidana pada
Mendelsohn dalam buku Yulia Rena Fakultas Hukum Universitas
mengemukakan bahwa berdasarkan Lampung. Analisis data yang
derajat kesalahannya terdapat salah diperoleh dilakukan dengan cara
satu poin yang menjadi perhatian analisis kualitatif yaitu menguraikan
khusus yaitu derajat kesalahan yang gambaran dari data yang diperoleh
menjadi korban karena kelalaiannya. dan menghubungkan satu sama lain
Kemudian Hentig beranggapan untuk mendapatkan suatu
bahwa peranan korban dalam kesimpulan umum dan disimpulkan
menimbulkan kejahatan adalah salah secara induktif.
satunya kerugian akibat tindak
kejahatan sebenarnya tidak terjadi
bila tidak ada dorongan dari si II. PEMBAHASAN
korban.7
A. Peran korban dalam terjadinya
Berdasarkan uraian di atas, penulis Tindak Pidana Pemerkosaan
mencoba untuk menulis skripsi dan Pembunuhan dari
dengan judul “Peran Korban Dalam perspektif viktimologi dalam
Terjadinya Tindak Pidana putusan
Pemerkosaan Dan Pembunuhan Dari No:1770/Pid.B/2016/PN.Tng
Perspektif Viktimologi (Studi
Putusan Firganefi menyatakan bahwa peran
No:1770/Pid.B/2016/PN.Tng).” korban dalam konteks kasus yang
penulis teliti ini terletak pada kondisi
Permasalahan dalam penulisaan korban yang sangat memancing
skripsi ini, terdiri dari : pelaku untuk berbuat kejahatan,
1. Bagaimanakah peranan kondisi korban yang berpakaian tidak
korban pemerkosaan dan pantas untuk dilihat oleh lawan jenis
pembunuhan pada putusan ditambah lagi kondisi tersebut terjadi
No:1770/Pid.B/2016/PN.Tng pada malam hari. Kondisi tersebut
? menjadi dorongan bagi pelaku untuk
2. Bagaimanakah penerapan berbuat kejahatan, dalam hal ini
pidana pada tindak pidana korban membuka kesempatan kepada
pemerkosaan dan pelaku sehingga dapat merugikan
pembunuhan dalam putusan korban itu sendiri. 8
No:1770/Pid.B/2016/PN.Tng
? Situasi dan kondisi pihak korban
dapat merangsang pihak pelaku
Pendekatan masalah yang digunakan untuk melakukan suatu kejahatan
pada skripsi ini adalah yuridis terhadap pihak korban. Pihak korban
normatif dan yuridis empiris. Terdiri sendiri dapat tidak melakukan suatu
dari Narasumber pada penelitian ini tindakan, tidak berkemauan atau rela

6 8
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan. Hasil Wawancara dengan Akademisi
Jakarta, Akademika Pressindo, 1993 hlm 37 Fakultas Hukum Universitas Lampung
7
Yulia, Rena. Loc.Cit. hlm 80-81 Firganefi, 17 Januari 2018
untuk menjadi korban. Situasi atau 3. Yang sama salahnya dengan
kondisi yang ada pada dirinyalah pelaku;
yang merangsang, mendorong pihak 4. Yang lebih bersalah daripada
lain melakukan suatu kejahatan.9 pelaku;
5. Yang korban adalah satu-
Carrol mengajukan rumus yang satunya yang bersalah (dalam
cukup popular dengan pendekatan hal ini pelaku dibebaskan).
rasional-analitis. Untuk melihat
peran, karakteristik dan korban Bila dianalisis mengenai seberapa
kejahatan, Menurutnya kejahatan tingkat kesalahan korban, maka
adalah realisasi dari keputusan yang sesuai dengan teori dari Mendelsohn
diambil dengan turut korban menurut penulis termasuk
mempertimbangkan beberapa faktor dalam tipe korban yang kedua, yaitu
antara lain SU (subjective utility), yang menjadi korban karena
p(S) (probability of success), G kelalaiannya. Pendapat ini terbangun
(gain), p(F) (probability of fail), dan mendasarkan pada kontruksi hukum
L (loss).10 bahwa terdakwa, Rahmat Alim, dan
SU = (p(S x G) – (p(F) x L) Imam Hapriadi bertemu dan
kemudian bersama-sama berencana
Rumus diatas dianalisis dengan untuk mengerjai korban. Karena
pendekatan optik korban, akan kelalaiannya korban tidur dengan
nampak bahwa faktor p(S) dan p(F) keadaan pintu tidak terkunci.
sebagian besar terletak pada korban. Kemudian terdakwa, Imam Hapriadi,
Artinya, berhasil atau gagalnya dan Rahmat Alim berhasil
rencana kejahatan tergantung pada melakukan kejahatan sesuai dengan
keadaan diri ataupun tipologi calon rencana.
korban. Sehingga pelaku kejahatan
secara dini telah dapat Berdasarkan putusan Nomor
memperkirakan besarnya keuntungan 1770/Pid.B/2016/PN.Tng, terjadinya
yang akan diperoleh. Tindak Pidana Pemerkosaan dan
Pembunuhan. Pelaku melakukan
Terdapat teori yang dikemukakan tindak pidana pemerkosaan dan
oleh Mendelsohn, berdasarkan pembunuhan, dikarenakan kelalaian
derajat kesalahannya korban korban yang tidak mengunci pintu
dibedakan menjadi lima macam, kamarnya setelah Rahmat Alim
yaitu11: keluar dari kamar korban. Lalu
1. Yang sama sekali tidak terdakwa, Rahmat Alim, dan Imam
bersalah; Hapriadi bertemu dan kemudian
2. Yang jadi korban karena bersama-sama berencana untuk
kelalaiannya; mengerjai korban dengan keadaan
pintu kamar tidak terkunci dan
9
korban yang sudah tertidur.
Arif Gosita, Loc.Cit 1993..hlm 105
10
Chaerudin & Syarif Fadillah, Korban
Kemudian terdakwa, Imam Hapriadi,
Kejahatan dalam Perspektif Viktimologi & dan Rahmat Alim berhasil
Hukum pidana Islam, Grahadika Press, melakukan kejahatan sesuai dengan
Jakarta, 2004, hlm 12 rencana. Maka menurut penulis dari
11
J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga hal ini korban adalah faktor penting
Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1987, hlm 89
dari pelaku untuk melakukan mengerjai korban, sehingga
kejahatan. terjadilah kejahatan tersebut.
Menurut penulis dari ketiga alasan
Hentig beranggapan bahwa peranan tersebut bisa dijadikan hal yang
korban dalam menimbulkan berkaitan dengan teori yang
12
kejahatan adalah : dikemukakan Hentig.
1. Tindakan kejahatan memang
dikehendaki oleh si korban Menurut Taufik Hidayat, yang
untuk terjadi. menjadi salah satu jaksa penuntut
2. Kerugian akibat tindak kejahatan umum dalam perkara ini, bahwa
mungkin dijadikan si korban peran korban dalam konteks kasus
untuk memperoleh keuntungan ini adalah pertama korban tidak
yang lebih besar. membalas sms dari Imam Hapriadi,
3. Akibat yang merugikan si kemudian yang kedua korban
korban mungkin merupakan menghina Terdakwa yang kebetulan
kerjasama antara si pelaku dan si mempunyai rasa suka terhadap
korban. korban, dan yang ketiga korban
Kerugian akibat tindak kejahatan mempersilahkan Rahmat Alim untuk
sebenarnya tidak terjadi bila tidak mengunjunginya di waktu yang
ada provokasi dari si korban. sudah tergolong larut malam dengan
keadaan pintu yang tidak terkunci.
Apabila pendapat Hentig mengenai Serta Rahmat Alim mempunyai
peranan yang dilakukan oleh korban harapan yang besar untuk bisa
diterapkan pada kasus yang penulis menyetubuhi korban tetapi korban
teliti ini yaitu perkara Nomor menolak dikarenakan takut hamil.
1770/Pid.B/2016/PN.Tng, bahwa Akan tetapi menurutnya, semua
tindakan kejahatan yang dilakukan peran yang telah dijabarkan bisa
oleh terdakwa yaitu “bersama-sama dikesampingkan oleh perbuatan yang
melakukan pemerkosaan dan terlampau keji dari pelaku. 13
pembunuhan”, maka termasuk dalam
poin ke 4 (empat) yaitu kerugian Penulis sependapat dengan
akibat tindak pidana kejahatan pernyataan yang diberikan oleh
sebenarnya tidak terjadi bila tidak Taufik Hidayat bahwa peran korban
ada provokasi dari si korban. Hal ini terletak pada sikap korban yang
bisa dilihat pertimbangan hakim dari mempersilahkan lawan jenis
keterangan terdakwa motivasi berkunjung larut malam, karena pada
melakukan perkosaan dan kondisi tersebut pelaku terdorong
membunuh korban karena terdakwa hasrat untuk memenuhi hawa
sakit hati sering dihina oleh korban, nafsunya dan pelaku akan lebih
kemudian Imam Hapriadi sakit hati mudah melakukan apa yang
karena SMS dan Telfonnya tidak diinginkannya.
pernah dibalas korban, serta Rahmat
Alim kecewa karena malu tidak jadi Menurut J.E Sahetapy kejahatan
berhubungan badan dengan korban. adalah suatu hasil interaksi, karena
Kemudian karena pelaku lainnya
memiliki alasan tersendiri untuk 13
Hasil Wawancara dengan Taufik Hidayat
Jaksa Penuntut Umum pada Pada Putusan
No: 1770/Pid.B/2016/PN Tng, 27 Desember
12
J.E. Sahetapy, Ibid. hlm 117 2017
adanya interelasi antara fenomena B. Penerapan Pidana Pada Tindak
yang ada dan saling mempengaruhi. Pidana Pemerkosaan dan
Pelaku dan korban kejahatan Pembunuhan Pada Putusan No:
berkedudukan sebagai partisipan, 1770/Pid.B/2016/PN.Tng
yang terlibat secara aktif atau pasif
dalam suatu kejahatan. 14 Istilah tindak pidana berasal dari
istilah yang dikenal dalam hukum
Berdasarkan hasil wawancara penulis pidana Belanda yaitu strafbaar feit,
dengan Narasumber Muhammad “straf” diterjemahkan atau diartikan
Irfan, yang menjadi hakim ketua sebagai pidana dan hukum.
yang mengadili perkara ini, bahwa Perkataan “baar” diterjemahkan
untuk menghitung tingkat peranan dengan kata dapat dan boleh.
korban, terdapat beberapa faktor Sementara itu “feit” diartikan sebagai
yang harus diamati yaitu dengan cara tindak, peristiwa, pelanggaran, dan
melihat latar belakang korban perbuatan. Maka strafbaar feit dapat
meliputi keluarga, lingkungan, diartikan sebagai tindak pidana yang
maupun karakteristik dari korban itu merupakan pengertian dasar dalam
sendiri. Apabila keluarga tidak hukum pidana (yuridis normatif).
memperhatikan dan mengawasi dari
hal-hal yang berbahaya maka akan Pemberlakuan ”straf” atas
semakin besar peluang seseorang pelanggaran peraturan yang telah
akan menjadi korban, kemudian diterapkan secara autoritatif oleh
lingkungan yang tidak aman Pemerintah diatur dalam hukum
membuat kelalaian dari korban pidana. Prof. Jan Remmelink
semakin besar dapat juga mendorong mengatakan bahwa kata hukum
terjadinya kejahatan, serta apabila pidana digunakan merujuk pada
korban mempunyai karakteristik keseluruhan ketentuan yang
yang dapat merugikan dirinya menetapkan syarat-syarat apa saja
sendiri. Namun hakim dalam hal ini yang mengikat negara, bila negara
mengambil kesimpulan untuk tersebut berkehendak untuk
mengenyampingkan peranan korban memunculkan hukum mengenai
karena kejahatan yang dilakukan pidana, serta aturan-aturan yang
oleh pelaku terlampau keji dan merumuskan pidana macam apa saja
sangat tidak manusiawi. Bukan yang diperkenankan. Hukum pidana
berarti hakim tidak bisa melihat dan dalam artian ini adalah hukum
memperhitungkan peranan korban pidana yang berlaku atau hukum
dalam kasus ini, tetapi karena kasus pidana positif yang mencakup 16:
ini termasuk pembunuhan yang 1) Perintah dan larangan yang atas
sangat sadis maka dari itu hakim pelanggaran terhadapnya oleh
memutuskan pidana mati untuk organ-organ yang dinyatakan
terdakwa.15 berwenang oleh undang-undang
dikaitkan ancaman pidana, serta
14
J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga
norma-norma yang harus ditaati
Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, oleh siapapun juga;
1987, hlm 7
15
Hasil Wawancara dengan Muhammad
16
Irfan Hakim Ketua Pada Putusan Andika Wijaya, Darurat Kejahatan
No:1770/Pid.B/2016/PN Tng, 28 Desember Seksual, Sinar Grafika, Surabaya, 2016, hlm.
2017 108
2) Ketentuan-ketentuan yang Pompe memberikan pengertian
menetapkan sarana-sarana apa tindak pidana menjadi 2 (dua)
saja yang dapat didayagunakan definisi, yaitu19:
sebagai reaksi terhadap 1. Definisi menurut teori adalah
pelanggaran norma-norma itu suatu pelanggaran terhadap
dan hukum penitensier atau lebih norma, yang dilakukan karena
luas serta hukum tentang sanksi; kesalahan si pelanggar dan
Aturan-aturan yang secara temporal diancamdengan pidana untuk
atau dalam jangka waktu tertentu mempertahankan tata hukum
menetapkan batas ruang lingkup dan menyelamatkan
kerja dari norma-norma. kesejahteraan umum.
2. Definisi menurut hukum positif
Menurut Prof Hamel, pidana atau adalah suatu kejadian/ feit oleh
straaf dalam hukum positif dewasa peraturan undang-undang
ini sebagai suatu penderitaan yang dirumuskan sebagai perbuatan
bersifat khusus, yang telah yang dapat dihukum.
dijatuhkan ole kekuasaan yang
berwenang untuk menjatuhkan Strafbaarfeit menurut Moeljatno
pidana atas nama negara sebagai adalah perbuatan yang dilarang oleh
penanggung jawab dari ketertiban suatu aturan hukum, larangan mana
hukum bagi seorang pelanggar, yakni disertai ancaman (sanksi) yang
semata-mata karena orang tersebt berupa pidana tertentu, bagi
telah melanggar suatu peraturan barangsiapa melanggar larangan
hukum yang harus ditegakkan oleh tersebut”.20 Bahwa suatu perbuatan
negara. 17 apakah dapat dihukum atau tidak,
haruslah memenuhi syarat-syarat
Algra-Janssen merumuskan pidana atau memenuhi unsur-unsur tertentu.
atau straaf sebagai alat yang Unsur-unsur tindak pidana tersebut
digunakan oleh penguasa (Hakim) dijabarkan menjadi dua macam, yaitu
untuk memperingatkan mereka yang unsur subjektif sebagai unsur yang
telah melakukan suatu perbuatan ada dalam diri si pelaku dan yang
yang tidak dapat dibenarkan termasuk di dalamnya yaitu segala
kemudian reaksi dari penguasa sesuatu yang terkandung dalam
tersebut telah mencabut kembali hatinya, dan unsur objektif
sebagian dari perlindungan yang merupakan unsur-unsur yang ada
harusnya dinikmati oleh terpidana hubungannya dengan keadaan-
atas nyawa, kebebasan, dan harta keadaan, yaitu dalam keadaan
kekayaannya, yaitu seandainya ia dimana tindakan-tindakan pelaku itu
telah melakukan suatu tindak harus dilakukan.
pidana. 18

19
Diah Gustiniati dan Budi Rizki H, Op.Cit.
2014.hlm. 83
20
Diah Gustiniati dan Budi Rizki H, Azas-Azas
17
P.A.F. Lamintang, Hukum penitensier Dan Pemidanaan Hukum Pidana Di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. Indonesia. Justice Publisher, Bandar
33 Lampung. 2014. hlm. 84.
18
P.A.F. Lamintang, Ibid. hlm. 34
Berkaitan dengan masalah semua unsur-unsur telah terpenuhi,
penjatuhan pidana atau pemidanaan, dan telah terbukti sah dan
Sudarto mengemukakan ada syarat- meyakinkan menurut hukum, maka
syarat yang harus dipenuhi yang Majelis Hakim berpendapat bahwa
terdiri dari:21 Terdakwa Rahmat Arifin bersalah
Syarat pemidanaan melakukan tindak pidana “Bersama-
sama melakukan pembunuhan
berencana dan perkosaan”. Terdakwa
melanggar Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP, dan Pasal 285
KUHP.

1) Perbuatan 2) Orang Hakim dalam pertimbangannya


a. Memenuhi a. Kesalahan: sebelum menjatuhkan pidana kepada
Rumusan 1. Kemampuan terdakwa, maka akan
Undang- Bertanggung dipertimbangkan lebih dahulu
Undang jawab tentang keadaan-keadaan yang
2. Dolus atau memberatkan dan keadaan-keadaan
Culpa (Tidak yang meringankan pada diri
ada alasan terdakwa, hal-hal memberatkan dan
pemaaf) meringankan yaitu:
b. Bersifat 1. Perbuatan terdakwa tergolong
Melawan sadis dan tidak memilik
Hukum perikemanusiaan,
(Tidak ada 2. Perbuatan terdakwa meninggalkan
alasan luka yang sangat dalam bagi
pembenar) orang tua korban,
3. Terdakwa tidak mengakui
Pada pembahasan dalam putusan perbuatannya,
Nomor: 1770/Pid.B/2016/PN.Tng, 4. Terdakwa tidak memperlihatkan
tidak ditemukan adanya alasan- rasa penyesalannya.
alasan yang dapat menghapuskan Sedangkan hal yang meringankan
kesalahan dari Terdakwa, dan tidak ditemukan dalam pertimbangan
perbuatan Terdakwa mampu hakim. Menurut Muhammad Iqbal
dipertanggungjawabkan. Karena Hadrajati salah satu Jaksa yang
unsur-unsur tersebut terpenuhi, maka bertindak sebagai Penuntut Umum,
Terdakwa Rahmat Arifin dinyatakan emosi yang meluap dapat
bersalah atau mempunyai mengakibatkan pelaku tidak dapat
pertanggungjawaban pidana, dan mengendalikan amarah dan hati
perbuatan terdakwa dinyatakan nuraninya tertutup dan sisi baik dari
bersifat melawan hukum. Sehingga si pelaku hilang. Menurutnya momen
semua syarat penjatuhan pidana atau penting dalam kejahatan sadis ini
pemidanaan dalam putusan Nomor: adalah saat berkumpulnya ketiga
1770/Pid.B/2016/PN.Tng terpenuhi. pelaku yang mempunyai perasaan
kesal, kecewa, dan dendam terhadap
korban. Sehingga pada saat itu ada
sebuah dorongan yang menggebu
untuk membalaskan dendam ke
21
Ibid hlm. 84.
korban, lalu ketiga pelaku langsung adalah saat berkumpulnya ketiga
memperkosa dan membunuh korban pelaku yang mempunyai perasaan
dengan sangat keji. Akibat dari kesal, kecewa, dan dendam terhadap
kekejian tersebut maka hal yang korban. Sehingga pada saat itu ada
meringankan pelaku tertutup akibat sebuah dorongan yang menggebu
kejahatan yang dilakukannya. 22 untuk membalaskan dendam ke
korban, lalu ketiga pelaku langsung
Kemudian masih menurut memperkosa dan membunuh korban
Muhammad Iqbal Hadrajati, ada dengan sangat keji. Dari pemaparan
beberapa faktor-faktor yang dapat tersebut terlihat jelas semua sikap
memberatkan Terdakwa, pertama korban terhadap ketiga pelaku dapat
keterangan yang disampaikan sangat menjadi suatu peran korban yang
berbelit-belit dan tidak masuk kepada konkrit serta semua dendam dari
pokok-pokok yang ditanyakan ketiga pelaku terkumpul menjadi satu
penyidik, kedua keterangan yang akhirnya terjadilah suatu
Terdakwa selalu berubah-ubah, dan pemerkosaan dan pembunuhan yang
yang ketiga tidak merasa bersalah.23 sangat keji, karena apa yang
Mendasarkan pada hal-hal diatas, dilakukan pelaku tergolong kejahatan
Majelis Hakim memperoleh yang sangat keji maka peran dari
keyakinan bahwa Terakwa Rahmat korban dikesampingkan.
Arifin, telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Diharapkan penjatuhan hukuman
tindak pidana “Bersama-sama atau pemidanaan, selain menegakkan
melakukan pembunuhan berencana hukum, keadilan, kepastian, juga
dan perkosaan” seperti yang harus mengejar kemanfaatan.
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Apakah dengan penjatuhan hukuman
Umum, dan karean tidak ditemukan tersebut bermanfaat bagi pelaku,
alasan pemaaf yang meniadakan sifat korban, keluarga korban dan
melawan hukum dan alasan masyarakat. Karena tujuan dari
pembenar yang meniadakan pemidanaan tidak semata-mata untuk
kesalahan dalam diri Terdakwa, memberikan penderitaan kepada
maka Terdakwa harus dinyatakan orang yang melakukan tindak pidana,
salah dan kepadanya harus dijatuhi tetapi bertujuan agar kejahatan yang
pidana. Terdakwa melanggar Pasal seperti ini tidak akan terulang lagi,
340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 khususnya kejahatan yang dimana
KUHP dan Pasal 285 KUHP. korban ikut berperan didalamnya.
Berdasarkan putusannya, Majelis
Hakim menghukum Terdakwa
dengan Pidana Mati. III. PENUTUP

Penulis menganalisis pendapat dari A. Simpulan


Muhammad Iqbal Hadrajati bahwa Berdasarkan uraian sebelumnya
hal yang krusial pada kasus ini penulis dapat menyimpulkan,
bahwa:
22
Hasil Wawancara dengan Muhammad 1. Peran korban dalam tindak pidana
Iqbal Hadrajati Jaksa Penuntut Umum pada pemerkosaan dan pembunuhan
Pada Putusan No: 1770/Pid.B/2016/PN Tng, dalam putusan Nomor:
27 Desember 2017
23
Ibid
1770/Pid.B/2016/PN.Tng antara DAFTAR PUSTAKA
lain:
a. kerugian akibat tindak pidana Chaerudin & Fadillah, Syarif. 2004,
kejahatan sebenarnya tidak Korban Kejahatan dalam
terjadi bila tidak ada dorongan Perspektif Viktimologi &
dari si korban. Hukum pidana Islam.
b. Korban adalah tipe korban Jakarta: Grahadika Press.
yang menjadi korban karena
kelalaiannya. Karena Gosita, Arif. 1993. Masalah Korban
kelalaiannya korban tidur Kejahatan. Jakarta:
dengan keadaan pintu tidak Akademika Pressindo.
terkunci, kemudian terdakwa
berhasil melakukan kejahatan Gustiniati, Diah dan Rizki H, Budi.
sesuai dengan rencana. 2014, Azas-Azas Dan
c. Korban tidak berhati-hati
Pemidanaan Hukum
dalam berperilaku (Precipitativ
victim) yaitu bahwa korban Pidana Di Indonesia.
tidak berhati-hati dalam Bandar Lampung: Justice
berperilaku yaitu bersedia Publisher.
untuk menerima kunjungan
lawan jenis larut malam dan Lamintang, P.A.F. 1984, Dasar-Dasar
tidak berhati-hati dalam Hukum Pidana
bersikap kepada orang lain Indonesia. Bandung:
disekitarnya. Sinar Baru.

B. Saran Rena, Yulia. 2010. Viktimologi


Berdasarkan hasil simpulan di atas Perlindungan Hukum
maka dalam hal ini penulis dapat
Terhadap Korban
memberikan saran bahwa :
1. Saran bagi kejaksaan adalah Kejahatan. Yogyakarta:
kedepan perlu adanya perhatian Graha Ilmu.
khusus mengenai ilmu
viktimologi dalam hal ini peran Sahetapy, J.E. 1987. Viktimologi
korban terjadinya tindak pidana, Sebuah Bunga Rampai.
sebagai bahan untuk Jakarta: Pustaka Sinar
mempertimbangkan membuat Harapan.
suatu tuntutan.
2. Saran bagi hakim adalah Wahid, Abdul. 2001. Perlindungan
perlunya analisis mendalam Terhadap Korban
tentang masalah viktimologi, Kekerasan Seksual.
sehingga tercipta suatu kualitas Bandung: Refika
putusan yang terbaik. Hakim
Aditama.
juga sebaiknya secara eksplisit
memasukkan pertimbangan dari SUMBER LAIN
unsur viktimologi khususnya
mengenai peran korban. PUTUSAN
NO:1770/Pid.B/2016/PN.Tng

Anda mungkin juga menyukai