Anda di halaman 1dari 24

Perencanaan Struktur Baja

Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

PUNTIR (TORSI)
7.1 Pendahuluan
TORSI atau puntiran terjadi akibat adanya gaya yang menyebabkan elemen struktur
berotasi terhadap sumbu longitudinalnya. Pengaruh torsi ini umumnya bersifat sekunder,
tetapi dapat mempengaruhi perencanaan struktur baja. Dalam proses perencanaan seorang
ahli struktur harus dapat membedakan keadaan torsi ini dan menerapkan perencanaan
pendekatan serta melakukan analisa tegangan jika diperlukan (Salmon & Johnson, 1980).
Masalah torsi pertama sekali diteliti oleh insinyur berkebangsaan Prancis bernama
Adhemar Jean Barrede Saint-Venant (1853), yang mengemukakan teori puntir klasik pada
French Academy of Sciences dan teori itu menjadi dasar analisa puntir sampai saat ini.
Kejadian puntir yang khas dapat dilihat pada 2 jenis benda, yaitu pada batang bulat pejal
yang homogen dan batang yang tidak berpenampang bulat. Pada batang bulat pejal,
penampang lintang batang yang semula datar akan tetap rata dan hanya berputar terhadap
sumbu batang. Puntiran jenis ini kemudian disebut torsi murni (pure torsion atau torsi saint
venant). Sedangkan pada penampang yang berbentuk tidak bulat, puntiran akan
mengakibatkan penampang yang sebelumnya datar menjadi tidak rata atau berkeluk
(bentuk berubah keluar bidang), atau sebutan lainnya adalah terpilin (warping). Kejadian
ini kemudian disebut sebagai warping torsion.
Jika ditinjau terhadap bentuk penampang profil baja yang memikul torsi, maka profil
yang baik dan paling efisien dalam memikul torsi adalah profil yang bahannya tidak jauh
tersebar dari titik berat penampang. Hal ini terdapat pada penampang kotak berongga dan
bundar berongga. Sedangkan profil baja bentuk I, T dan L dimana bahannya jauh tersebar
dari titik berat penampang kurang kuat dalam memikul torsi, tetapi justru baik sekali dalam
memikul lentur.

7.2 Torsi Murni pada Penampang Homogen


Tinjau Gambar 7.1, dimana suatu benda pejal (solid) dengan material homogen dan
penampang lintang seragam sedang memikul momen puntir T. Asumsikan bahwa tidak
terjadi warping ke luar bidang selama momen puntir bekerja.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 1


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 7.1. Puntiran dari sebuah batang prismatik


Kecepatan pilinan (puntiran per satuan panjang) dapat dinyatakan sebagai:


= angka pilinan = (7.1)

perubahan sudut). Mengingat  merupakan rotasi relatif dari penampang lintang benda
Persamaan (7.1) tersebut dapat pula dianggap sebagai kurvatur torsional (kecepatan

tersebut pada z dan (z + dz) yang menyebabkan regangan, besarnya perpindahan


(displacement) pada suatu titik tertentu akan sebanding dengan jarak r dari pusat puntiran.
Sudut regangan, γ, atau regangan geser satuan, pada suatu elemen r dari titik pusatnya
adalah:
γ dz = r d φ
= r   rθ

γ (7.2)
Dengan menggunakan Modulus Geser, G, tegangan geser satuan (τ) menurut Hukum
Hooke adalah:
τ = γG (7.3)

= rτ dA = rγG dA = r2 G dA
dengan demikian torsi T adalah:

dT (7.4)

=  r   G dA
dengan mengintegralkan Persamaan (2.4) diperoleh:

G  r  dA
T


=

= GJ  (7.5)
dimana:

=  r  dA
J = Konstanta torsi, atau momen inersia polar terhadap pusat berat penampang

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 2


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih




G = Modulus geser =
(Ingat, Modulus geser dari material baja = 80.000 MPa)

= γG = r   G
Selanjutnya dari Persamaan (7.4) tegangan geser (τ) dapat dihitung sebagai berikut:

τ





karena: , diperoleh:

τ

= (7.6)
Dengan demikian, selama asumsi yang digunakan berlaku, dapat disimpulkan bahwa
tegangan geser puntir akan sebanding dengan jarak radial dari titik pusat torsi.

Tinjauan pada Penampang Lingkaran (Sirkular)


Untuk penampang berbentuk lingkaran dengan diameter t, mengingat pada penampang ini
tidak terjadi pelengkungan (warping) maka dalam analisisnya tidak diperlukan asumsi apa
pun. Tinjau penampang lingkaran berikut ini.

Gambar 7.1. Diagram tegangan geser akibat puntir


pada penampang lingkaran

Momen inersia polar (J) adalah:




J = (7.7)


Subsitusi Persamaan (7.7) ke Persamaan (7.6) menghasilkan :
  


τ 
   
=  (7.8)


Tinjauan pada Penampang Persegi


Analisis pada penampang berbentuk persegi panjang agak rumit karena tegangan gesernya
dipengaruhi oleh pelengkungan (warping), meskipun pada dasarnya sudut puntirnya tidak
terpengaruh. Tinjau Gambar 7.3, yaitu suatu batang berpenampang persegi yang memikul
gaya geser, dimana regangan gesernya adalah:

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 3


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

= 2    t 
φ  φ
γ (7.9)
Tegangan geser, τ, berdasarkan Hukum Hooke dinyatakan sebagai:
= γG=tG 
φ 
τ

(7.10)
Dari Teori Elastisitas diketahui bahwa τmaks akan terjadi pada titik tengah sisi yang panjang
dari sebuah persegi panjang dan akan bekerja sejajar dengannya. Sedangkan besarnya
merupakan fungsi dari rasio b/t (panjang/lebar), sehingga dapat dinyatakan sebagai:

τmaks =  
(7.11)

= k  bt 
dan konstanta puntir, J, dapat dinyatakan sebagai:
J (7.12)

Gambar 7.3. Puntiran pada penampang persegi panjang


(Salmon dan Johnson, 1990)

Selanjutnya harga-harga k1 dan k2 dapat dilihat pada Tabel 7.1 berikut;

Tabel 7.1. Harga k1 dan k2 untuk berbagai perbandingan b/t


(Salmon dan Johnson, 1990)
b/t 1 1,2 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 ∼
k1 4,81 4,57 4,33 4,07 3,88 3,75 3,55 3,44 3,00
k2 0,141 0,165 0,196 0,229 0,249 0,263 0,281 0,291 0,333

Tinjauan pada Penampang Persegi


Apabila rasio b/t semakin besar, maka harga-harga k1 dan k2 akan menjadi konstan. Oleh
karena itu, konstanta puntir, J, untuk berbagai penampang yang terbentuk dari persegi
panjang tipis dapat dihitung sebagai jumlah konstanta puntir dari masing-masing
komponen dengan mengabaikan pengaruh dari bagian fillet dari pertemuan komponen-

= ∑  bt 
komponen tersebut. Dengan demikian, konstanta puntir dapat dinyatakan sebagai:

J (7.13)
dimana b merupakan dimensi panjang dan t dimensi bagian yang tipis dari elemen persegi
panjang tersebut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 4


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Contoh Soal 7.1


Hitung konstanta torsi (J) dari penampang
berikut.

= ∑ bt   b t    b t    ht   
Penyelesaian
 

45  2,5 
 15  2,5   70  1,8 

 
J


=
= 448,58 cm4

7.3 Tegangan-Tegangan Geser Akibat Lenturan Penampang Lintang Terbuka


Berdinding Tipis
Tinjau Gambar 7.4 yang menunjukkan suatu penampang berdinding tipis dengan
sumbu x dan sumbu y sebagai sumbu-sumbu titik berat (sentroid). Perhatikan
keseimbangan elemen t ds dz yang bekerja pada tegangan lentur σz dan tegangan geser τ,
keduanya akibat momen lentur. Tegangan geser τ dikalikan dengan tebal t disebut sebagai
aliran geser (shear flow) τt.

Gambar 7.4. Tegangan-tegangan pada penampang terbuka berdinding tipis


pada keadaan lentur (Salmon dan Johnson, 1990)

d d  t d d  0
Selanjutnya keseimbangan gaya pada arah z adalah:


 
(7.14)

 t
Atau:


 
(7.15)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 5


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

1. Asumsikan bahwa momen hanya bekerja pada bidang yz saja, yakni My = 0.

σ !I# y  I$# x%
Tegangan lentur akibat lenturan adalah:

! ! "!

!I# y  I$# x%
= (7.16)
   ⁄
 ! ! "!

Mengingat Vy = ∂M$ ⁄dz, dan subsitusi Persamaan (7.17) ke Persamaan (7.15) akan
= (7.17)

!I# y  I$# x%
menghasilkan:
 "&
 ! ! "!
= (7.18)
Integrasi untuk mendapatkan τt pada suatu jarak s dari ujung yang bebas akan
menghasilkan persamaan untuk aliran geser, τt, sebagai berikut:
*I# ' yt ds  I$# ' xt ds,
"&  
τt = ! ! "!
(7.19)

2. Asumsikan bahwa momen hanya bekerja pada bidang xz saja, yakni Mx = 0.

σ !I$# y  I$ x%
Tegangan lentur akibat lenturan adalah:

! ! "!

Mengingat Vyx = ∂M# ⁄dz, dan mengintegrasikannya untuk mendapatkan aliran geser
= (7.20)

(shear flow) τt, akan memberikan hasil yang serupa dengan Persamaan (7.19) sebagai

*I$# ' yt ds  I$ ' xt ds,


berikut:
&  
τt = ! ! "!
(7.21)

3. Asumsikan momen-momen bekerja pada bidang yz maupun bidang xz. Bila


dikehendaki, tegangan geser dapat dihitung dengan men-superimposisi-kan hasil-hasil dari
Persamaan (19) dengan Persamaan (21).

7.4 Pusat Geser


Pusat geser (shear center) adalah lokasi pada penampang lintang dimana tidak terjadi
puntiran ketika geser lentur bekerja pada bidang yang melewati lokasi tersebut. Dengan
kata lain, beban-beban yang bekerja melalui pusat geser tidak akan menyebabkan
terjadinya tegangan-tegangan puntir (Salmon dan Johnson, 1990). Hal ini dinyatakan

' τtr ds  0
(
sebagai:
(7.22)
Mengingat pusat geser ini tidak harus berimpit dengan titik berat penampang, maka perlu
dicari letak pusat geser untuk mengevaluasi tegangan puntir yang terjadi. Adapun
penampang dengan profi I dan Z mempunyai pusat geser yang berimpit dengan titik
beratnya, sedangkan untuk profil lain – seperti profil kanal ( [ ) dan siku (  ) – tidak
berikpit.
Tinjau kembali Gambar 7.3 (b). Gaya geser Vx dan Vy bekerja pada suatu jarak dari

yang terjadi terhadap titik berat adalah sama dengan τtr ds yang diintegrasikan dari nol
titik berat , yaitu y0 dan x0. Gaya geser ini bekerja sedemikian rupa sehingga momen puntir

sampai dengan n, sehingga diperoleh:


File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 6
Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

V# x'  V$ y'  ' τtr ds


(

Hal ini berarti momen puntirnya adalah !V# x'  V$ y' % pada saat beban bekerja pada
(7.23)

bidang yang melalui titik beratnya, tetapi momen puntir akan menjadi nol bila beban
bekerja pada bidang-bidang yang melalui pusat geser, atau titik x0 y0. Oleh karena itu,
jelaslah bahwa lokasi pusat geser tidak tergantung dari besar atau tipe pembebanan, tetapi
hanya tergantung pada pada konfigurasi potongan melintang penampang.
Penentuan lokasi pusat geser dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memisalkan

V$ y'  ' τtr ds


(
salah satu gaya geser yang bekerja sama dengan nol, misalnya Vy = 0, diperoleh:

=   τtr ds
 (
& '
y0 (7.24)
Nilai τt sudah diketahui dari Persamaan (7.21), sehingga apabila disubsitusi ke Persamaan

 *I  yt ds  I$ ' xt ds, r ds
(7.24) akan diperoleh:
" (  
! ! "! ' $# '
y0 = (7.25)

V# x'  ' τtr ds


(
Untuk mendapatkan nilai x0, maka misalkan Vx = 0, sehingga Persamaan (7.23) menjadi:

' τtr ds
 (
&
x0 = (7.26)

 *I  yt ds  I$# ' xt ds, r ds


Subsitusi Persamaan (7.19) ke Persamaan (7.26) menghasilkan:
" (  
! ! "! ' # '
x0 = (7.27)

7.5 Tegangan Puntir pada Penampang Baja dengan Profil - I


Penerapan beban pada suatu bidang yang tidak melalui pusat geser, seperti
ditunjukkan pada Gambar 7.5, akan menyebabkan batang tersebut terpuntir, kecuali bila
ada kekangan-kekangan eksternal yang mencegah terjadinya puntir tersebut.

Gambar 7.5. Contoh pembebanan puntir pada profil baja


(Salmon dan Johnson, 1990)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 7


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Tegangan puntir / torsi karena pilinan terdiri dari tegangan geser maupun tegangan
lentur, dan tegangan-tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan geser dan tegangan
lentur yang terjadi pada batang yang bukan disebabkan oleh puntiran.
Puntir dapat dikategorikan dalam dua tipe, yaitu: 1) puntir murni (Saint-Venant’s
torsion); dan 2) puntir terpilin, atau puntir lengkungan lateral (warping torsion).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Puntir murni terjadi jika penampang melintang batang yang rata tetap menjadi rata
setelah torsi bekerja, dan penampang hanya mengalami rotasi atau berputar terhadap
sumbu batang;
2. Puntir terpilin adalah efek keluar bidang yang terjadi saat sayap (flens) profil
mengalami perpindahan secara lateral selama puntiran. Keadaan ini sama dengan
penampang pada balok yang memikul beban lateral, dimana penampang akan
mengalami lentur keluar bidang gambar.

7.5.1. Puntir Murni (Saint Venant’s Torsion)


Untuk menganalisis besar tegangan geser akibat torsi pada suatu penampang, maka
berdasarkan hubungan antara lengkungan (curvature) lentur dengan momen lentur pada
tinjauan batang lentur (balok), dimana lengkungan lentur (perubahan kemiringan per
satuan panjang) sama dengan momen dibagi dengan kekakuan lentur EI, atau:
 #
! 
= (7.28)
Hal yang sama terjadi pada kasus puntir murni, yaitu bahwa momen torsi Ms (disimbolkan
demikian karena puntir murni) dibagi kekakuan puntir (rigiditas torsional), GJ, sama
dengan lengkung puntir (perubahan sudut puntir per satuan panjang, φ), atau:

Ms = GJ (7.29)
dimana :
Ms = momen puntir/torsi murni
G = modulus elastisitas geser, merupakan fungsi modulus elastisitas (E) dan rasio

Poisson (µ), dirumuskan sebagai : G = µ

; µ = 0,3 (untuk material baja).


J = konstanta puntir/torsi

7.5.2. Puntir Terpilin (Warping Torsion)


Tinjau Gambar 7.6, dimana ditunjukkan sebuah balok dari profil I yang memikul
momen puntir Mz. Akibat momen puntir tersebut, bagian flens (sayap) profil yang tertekan
akan melengkung pada salah satu arah lateral, dan sebaliknya bagian flens yang tertarik
akan melengkung ke arah lainnya. Akibat pemilinan (warping), penampang yang semula
datar menjadi tidak datar (non planar). Hal ini berarti sistem kekangan telah menimbulkan
tegangan.
Pada Gambar 7.6 terlihat bahwa pemilinan pada ujung-ujung balok dicegah dengan
adanya kekangan. Akan tetapi, bagian flens sebelah atas (yang tertekan) mengalami
defleksi sebesar uf. Pelenturan flens pada arah lateral ini menyebabkan tegangan-tegangan
normal lentur (tarik dan tekan) maupun tegangan geser yang melintang lebar flens. Dengan
demikian torsi terpilin terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu:
File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 8
Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

a) torsi murni (pure torsion) yang menyebabkan rotasi elemen sebesar θ, selanjutnya
disebut sebagai MS; dan
b) translasi yang menyebabkan balok melentur secara lateral (warping), disebut sebagai
MW.

Gambar 7.6. Puntiran pada penampang berprofil I


(Salmon dan Johnson, 1990)

7.5.3. Persamaan Dipferensial untuk Puntir pada Penampang Profil I dan [


Tinjau kembali posisi sebuah garis pusat flens yang terdefleksi, yaitu garis putus-

z dari ujung batang adalah uf, sudut pilinan adalah / dan gaya geser horizontal yang terjadi
putus pada Gambar 7.6. Defleksi lateral dari salah satu flens pada suatu potongan berjarak

di flens pada potongan penampang akibat lentur lateral adalah Vf. Dalam analisis warping ,
asumsi yang digunakan adalah:
a) badan profil tetap rata selama rotasi, sehingga masing-masing flens mengalami
defleksi yang sama besarnya;
b) badan (web) profil cukup tebal dibandingkan flensnya, sehingga badan tidak

Selanjutnya secara geometri untuk harga-harga / diperoleh:


melentur selama puntiran, karena resistensi puntir flens-flensnya sangat tinggi.

= /
*
uf (7.30)
Dari Persamaan (7.30) di atas diperoleh suatu hubungan, yaitu bahwa sudut puntir
berbanding langsung dengan defleksi lateralnya. Bila persamaan tersebut didiferensialkan

=   
sebanyak tiga kali terhadap z akan menghasilkan:
 + *  ,

(7.31)
Persamaan kelengkungan (curvature) untuk sebuah flens adalah:
 + "
 !
= (7.32)
dimana Mf merupakan momen lentur lateral pada sebuah flens, sedangkan If adalah momen
inersia untuk satu flens terhadap sumbu y dari balok tersebut. Tanda negatif pada
Persamaan (7.32) berasal dari lentur positif (lihat Gambar 7.6).
File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 9
Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih



Karena V = , maka:
 + " &
  !
= (7.33)

= E I  
Dengan menyamakan Persamaan (7.31) dengan Persamaan (7.33) akan diperoleh:
*  ,
 
Vf (7.34)
Kemudian tinjau Gambar 7.7 berikut.

Gambar 7.7. Gaya geser warping pada penampang Profil I

Komponen momen puntir, Mw, yang menyebabkan flens melentur secara lateral sama
dengan gaya geser flens dikalikan dengan lengan momen (h), sehingga dapat dinyatakan

Mw = V h  E I
sebagai:
*  ,
 

= E C
 ,

(7.35)
dimana Cw adalah konstanta torsi warping, atau warping torsional constants, yaitu:
! *

Cw = (7.36)
Momen puntir total yang bekerja pada balok adalah penjumlahan dari bagian yang
mengalami rotasi (torsi murni), Ms, dan bagian yang mengalami lentur lateral, Mw,

= Ms + Mw = GJ   EC 
sehingga dapat ditulis sebagai:
,  ,
MZ (7.37)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa momen puntir (Mz) tergantung pada pembebanan
dan pada situasi yang umum merupakan fungsi polinom dari z.

 -   -
Bila Persamaan (7.37) dibagi dengan ECw akan diperoleh:
 , ,



Misalkan: λ  ; juga λ =  dan /  Ae


(7.38)

 
-

Ae !m  λ m%  0
dengan subsitusi atas penyelesaian homogen memberikan:

yang mensyaratkan: m!m  λ %  0 ∴ m = 0, m = ± λ


(7.39)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 10


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

/* = A eλ  A e"λ  A
dengan demikian diperoleh:
(7.40)
Persamaan tersebut dalam fungsi hiperbolik dan pengelompokan konstantanya dapat pula

/* = A sinh λz + B cosh λz + C
dinyatakan sebagai:
(7.41)

 5-
dimana:

λ = 
(7.42)

Contoh Soal 7.2


Suatu balok dengan panjang L memikul beban berupa momen puntir terpusat yang bekerja

Nyatakanlah sudut puntir /, baik untuk turunan pertama, kedua dan ketiga dengan
di tengah bentangnya. Tumpuan di ujung-ujung balok berupa tumpuan sederhana.

menggunakan persamaan diferensial.

Penyelesaian
Distribusi bagian momen puntir yang terjadi pada balok dapat dilihat pada Gambar 7.8
berikut.

Gambar 7.8. Distribusi bagian momen puntir pada balok

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 11


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Misalkan : /.  C  C z
Dari Gambar 7.8 diketahui bahwa Mz = T/2.

Subsitusi harga /. ke Persamaan (7.38) akan menghasilkan:


(a)

λ C =   

-



dimana: C2 =

/ = A sinh λz  B cosh λz  C  z
Penyelesaian dari pembebanan ini adalah:


(b)
Kondisi batas adalah: momen dan lendutan (defleksi) untuk masing-masing ujung sama

/
dengan nol, atau untuk puntiran:

= /″  0
= 0 pada z = 0 dan z = L
 ,

pada z = 0 dan z = L

sudut flens sama dengan nol di L/2, atau /′ = 0, serta / = 0 dan /″ = 0 pada z = 0.
Pada kasus ini, persamaan diferensialnya tidak kontinu pada L/2, maka putaran-putaran

Selanjutnya dengan φ = 0 pada z = 0, dari Persamaan (b) diperoleh:

dengan /″ = 0 pada z = 0, diperoleh :


0 = B+C (c)

/″ = Aλ sinh λz  Bλ cosh λz


0 = B (d)
dengan demikian dari Persamaan (c) diperoleh:

dengan /′ = 0 pada z = L/2:


C = 0

= Aλ cosh λ L⁄2 



=   λ /0* λ1⁄
0 (e)

A

/ <λz  =
Persamaan (b) menjadi:
2(* λ
 λ /0* λ1⁄
= (f)

/′ <1  =
Demikian pula:
/0* λ
 /0* λ1⁄

/″ < =
= (g)
λ "2(* λ
 /0* λ1⁄

/′′′ = < =
= (h)
λ 
"/0* λ
 /0* λ1⁄
(i)

Tegangan Puntir
Tegangan geser τs karena puntir Saint-Venant Ms dihitung menurut Perasamaan (7.10)
sebagai berikut:

τ

= (7.43)
dan dengan Persamaan (7.29) akan diperoleh:

Ms = G t  (7.44)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 12


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Tegangan geser τw yang diakibatkan oleh warping akan berubah secara parabolik pada
arah melintang lebar flens perseginya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.9 (b) dan dapat
dihitung sebagai berikut:
τw = (7.45)
dimana:
Qf = momen statik penampang terhadap sumbu-y.

Gambar 7.9. Arah dan distribusi tegangan geser pada Profil I

Geser pada badan tidak perlu diperhitungkan karena dapat diabaikan. Untuk tegangan
geser maksimum τw yang sebenarnya bekerja pada muka pelat badan dapat diperkirakan
bekerja pada pertengahan lebar dari flensnya, ambil Qf (lihat Gambar 7.10) sebagai:
Qf = A (7.46)

Gambar 7.10. Dimensi-dimensi untuk menghitung


momen statik penampang Qf

Subsitusi Qf dan Vf dari Persamaan (7.34) ke dalam Persamaan (7.45) menghasilkan:


τw = E (7.47)
yang diambil harga mutlaknya.
Tegangan normal (tarik maupun tekan) karena lentur lateral dari flens-flensnya (yaitu
warping pada penampang lintang) seperti terlihat pada Gambar 7.10 dapat dinyatakan
sebagai:

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 13


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

σbw = (7.48)
Tegangan ini terdistribusi melintangi lebar flens seperti terlihat pada Gambar 7.11. Momen
lentur Mf, yaitu momen lateral yang bekerja pada salah satu flens, dapat diperoleh dengan
substitusi Persamaan (7.30) ke dalam Persamaan (7.32), dan dengan memperhatikan bahwa
konstanta puntir warping (Cw) adalah:
Cw =
diperoleh:
Mf = (7.49)
Tanda negatif dihilangkan karena tarik terjadi pada salah satu sisi, sementara tekan terjadi
pada sisi lainnya.

Gambar 7.11. Warping penampang lintang

Tegangan maksimum terjadi pada x = b/2, sehingga bila disubsitusikan ke Persamaan


(7.48), maka dari Persamaan (7.49) akan diperoleh:
σbw =

= (7.50)

Kesimpulan:
Pada sertdtiap penampang dengan profil I atau [ (kanal) terjadi tiga macam tegangan akibat
pembebanan puntir / torsi, yaitu:
1. Tegangan geser τs pada badan dan flens karena rotasi dari elemen-elemen
penampang lintangnya (momen puntir Saint-Venant, Ms);
2. Tegangan geser τw pada flens karena lenturan lateral (momen puntir warping, Mw);
3. Tegangan normal (tarik dan tekan) σbw karena lentur lateral flens-flensnya(momen
lentur lateral pada flens, Mf).

Contoh Soal 7.3


Balok dari profil WF 600.300.14.23 dengan bentang 7 meter bertumpuan sederhana pada
ujung-ujungnya. Balok tersebut memikul beban terpusat P = 120 kN di tengah bentangnya

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 14


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

dengan eksentrisitas pembebanan 10 cm, seperti terlihat pada gambar berikut. Hitunglah
kombinasi tegangan yang timbul akibat pembebanan tersebut.
10 cm

3,5 m P = 120 kN

7m Profil WF 600.300.14.23

Penyelesaian
Data profil WF 600.300.14.23 adalah:
Ix = 137000 cm4
Sx = 4620 cm3
Dimensi penampang profil sebagai berikut:
23 mm

14 mm 594 mm

302 mm

= 120  0,10  12 kN. m  12  10 N. mm


Besarnya momen puntir yang bekerja adalah:

  21  0,3  2,6


T
  µ

  
=

= ∑  bt   B  2  302  23 C  B  !594  2  23%  14 C


 µ
  
J

   302  23  8,606  10 mm


= 2950860 mm4
! *  345"

 
Cw =

= 5  5,86,'8'  3,631  10"5 ⁄mm


(catatan : untuk penentuan nilai h lihat Gambar 7.10)
43'6'
λ
-

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 15


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

= Gt  Gt <1  = <1  =
a. Analisis untuk Torsi Murni (Saint Venant’s Torsion)
, /0* λ  /0* λ
τs
  /0* λ1⁄  /0* λ1⁄

<1  =
8'  /0* λ
843'6' /0*,×' 83''

= 2,033 t <1  =
=
/0* λ
,4

= 2,033  23 <1  =  22,431 MPa


Tegangan geser bernilai maksimum pada z = 0, dan bernilai nol pada z = L/2, maka:
/0*'

τs(flens, pada z = 0) ,4

= 2,033  14 <1  =  13,653 MPa


/0*'

τs(flens, pada z = 0)
,4

b. Analisis untuk Warping


b.1. Perhitungan Tegangan Geser
Tegangan geser dihitung dengan Persamaan (7.47) sebagai berikut:
 *  ,
τw = E
 

/′′′ = < =
dimana dari Persamaan (i) diperoleh:
λ "/0* λ
 /0* λ1⁄

< =
sehingga:
 * λ "/0* λ
τw = E   /0* λ1⁄

< =
,8' 8345"
88' 89,8' : " /0* λ


8843'6' /0*,8'83''

= 2,268 < =
=
" /0* λ
,4
Tegangan geser ini bekerja di tengah tebal flens, dengan nilai maksimum terjadi pada z =

2,268 < =  2,268 MPa


L/2, sedangkan nilai minimumnya pada z = 0.
" /0*9,8'83'':
τw(flens, pada z = L/2)
,4

2,268 < =  1,18 Mpa


=

" /0*'

τw(flens, pada z = 0) =
,4

b.2. Perhitungan Tegangan Normal


Tegangan normal dihitung dengan Persamaan (7.50) sebagai berikut:
*  ,
σbw =
5 

/″ < =
dimana dari Persamaan (h) diperoleh:
λ "2(* λ
 /0* λ1⁄
=

< = < =
sehingga:
* λ "2(* λ *λ  "2(* λ
σbw = 5  /0* λ1⁄ 6 /0* λ1⁄

 2,6  </0*,8'83''
=
8' 8'8345"
8,8' "2(* λ
6843'6'

= 82,753 < =
=
"2(* λ
,4

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 16


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

= 82,753 < =  70,682 MPa


Tegangan normal mencapai maksimum di z = L/2 dan bernilai nol di z = 0
"2(*9,8' 83'':
σbw (flens, pada z = L/2) ,4

c. Analisis untuk Lentur Biasa

  45,454 MPa
Tegangan normal masimum akibat lenturan biasa adalah:
;1 ,8' 8='''
σb
5 < 585'8'
=
Tegangan geser akibat lenturan bernilai konstan dari z = 0 sampai dengan L/2, dan dapat

 
dihitung sebagai berikut:
&>  8'8'  > ',''''5=4 >


τ ! 

='''8' 8  
=

=    23     945576 mm
Perhitungan tegangan geser maksimum di flens:
'"5 345"
 

 1,8 MPa
Q
',''''5=484533=
τ(flens, z = 0 dan z = L/2)

=

= <302  23  =<  14  =  2508615 mm


Perhitungan tegangan geser maksimum di badan (web):
345"
9345"8
: 9345"8
:
  5

 7,846 MPa
Q
',''''5=483'63
τ(web, z = 0 dan z = L/2) = 5

Rangkuman tegangan dengan berbagai macam kombinasi yang ditinjau dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tumpuan (MPa) Lapangan (MPa)
Tipe tegangan
(z = 0) (z = L/2)

- Lentur vertikal, σb
Tegangan normal
0 45,454
- Lentur torsi, σbw 0 70,682 +
116,136

- Torsi murni (Saint Venant), τs


Tegangan geser, web
13,635 0
- Lentur vertikal, τ 7,846 + 7,846
21,481
Tegangan geser, flens
- Torsi murni (Saint Venant), τs 22,431 0
- Torsi warping, τw 1,18 2,268
- Lentur vertikal, τ 1,8 + 1,8
25,411

7.6 Analogi antara Puntir dengan Lenturan Bidang


Penyelesaian kasus puntir dengan persamaan diferensial ternyata membutuhkan
waktu yang lama sehingga hanya cocok dilakukan untuk analisis saja. Sementara itu,
terdapat cara yang lebih praktis dalam perencanaan balok yang mengalami puntiran, yaitu
dengan membuat analogi antara puntir dengan lentur biasa. Tinjau Gambar 7.12 berikut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 17


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Misalkan momen puntir T pada gambar tersebut dapat dikonversikan menjadi momen
kopel PH × h. Selanjutnya gaya PH dapat diperlakukan sebagai beban lateral yang bekerja
pada flens balok.

Gambar 7.12. Analogi antara lenturan dengan puntiran

Sistem pengganti tersebut akan memiliki gaya geser yang konstan pada setengah
bentangnya, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.8 (a). Pada dasarnya distribusi geser lateral
yang memberikan andil terhadap defleksi lateral hanyalah yang disebabkan oleh warping [lihat
Gambar 7.8 (c)]. Dengan demikian sistem pengganti ini memberikan estimasi gaya geser lateral
yang berlebihan, atau lebih besar dari keadaan sebenarnya(over estimate). Akibat selanjutnya
adalah nilai momen lentur lateral (Mf) yang dihasilkan juga akan berlebihan.

Contoh Soal 7.4


Hitung kembali tegangan-tegangan yang terjadi pada Profil WF 600.300.14.23 pada
Contoh Soal 7.3 dengan menggunakan analogi lentur. Sebagai catatan, gambar soal di
bawah ini merupakan sistem pengganti dari balok pada Contoh Soal 7.3.

3,5 m PH

7m
Vf = PH/2 Vf = PH/2
Penyelesaian

  21015,76 N
Gaya geser lateral PH dihitung sebagai berikut:
8'
* 345"
PH =

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 18


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

= V      3500  36777580 N. mm


Momen lateral yang bekerja pada satu flens adalah:
1 '3,=

Mf
Tegangan normal pada flens akibat momen yang bekerja pada keseluruhan penampang
(untuk dua flens) adalah:

σbw = <

→ Sy = 701 cm3

 104,928 MPa
8===36'

Untuk tegangan geser puntir, karena Mz = 12  10 ⁄2  6  10 N. mm


='8'
=

  46,766 MPa (flens)


 8' 8
τs 
43'6'

  28,466 MPa (web)


=
 8' 85
τs 
43'6'
=
Untuk tegangan geser flens akibat lentur lateral:
& >
τw = ! 

 23   262211,5 mm
dimana momen statik flens terhadap sumbu-y adalah:
' '
 5
 302  23  52791915,33 mm5
Qf =


If =

  2,269 MPa
maka:
& > '3,= ⁄
8,3
τw = !  3=443,8
Perbandingan hasil perhitungan dari kedua metode tersebut, yaitu penyelesaian Soal 7.3
dan Soal 7.4, dapat dilihat pada tabel berikut.
Analogi Lenturan Pers. Diferensial
Tipe Tegangan
(MPa) (MPa)
Tegangan normal = τb + τbw 70,682 + 104,928 = 175,61 116,136
Tegangan geser web = τ + τs 7,846 + 28,466 = 36,312 21,481
Tegangan geser flens = τ + τs + τw 1,8 + 46,766 + 2,269 = 50,835 25,411

7.7 Modifikasi Analogi Lenturan


Dari hasil penyelesaian Contoh Soal 7.4 di atas terlihat bahwa penggunaan analogi
lenturan tanpa modifikasi merupakan metode pendekatan yang sangat konservatif (hasil
perhitungan lebih besar), sehingga secara praktis tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu
perlu dilakukan suatu modifikasi yang akan dijelaskan berikut ini.

 
Persamaan (7.34) dapat dituliskan kembali dalam bentuk:
/0* λ
* /0* λ1⁄
Vf = (7.51)
dimana geser dari analogi lentur, T/2h, dimodifikasi dengan fungsi hiperbolik. Selanjutnya

= β * 
momen lentur lateral dapat dinyatakan dengan :
1
Mf (7.52)
dimana:
/0* λ
β = /0* λ 1⁄
(merupakan faktor reduksi yang tergantung pada λL) (7.53)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 19


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Harga-harga β untuk beberapa kondisi pembebanan dan tumpuan dapat dilihat pada Tabel
7.2 sampai Tabel 7.7.
Selanjutnya apabila Persamaan (7.52) dikalikan dengan h, dan momen terpusat (T)
dianggap sebagai beban terpusat, maka Persamaan (7.52) dapat dimodifikasi lagi menjadi:
= (7.54)
Perhatikan bahwa suku (TL/4) sama dengan momen lentur biasa untuk balok bertumpuan
sederhana yang memikul beban terpusat di tengah bentang.

Tabel 7.2. Harga-harga β untuk beban terpusat dan tumpuan sederhana terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)

Tabel 7.3. Harga-harga β untuk beban terpusat dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 20


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan sederhana terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)

Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)

Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 21


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Contoh Soal 7.5


Hitunglah kembali tegangan-tegangan akibat lentur pada balok dari Contoh Soal 7.4
dengan menggunakan metode analogi lentur modifikasi yang memanfaatkan harga β yang
sesuai.

Penyelesaian
Dari penyelesaian Contoh Soal 7.4 telah diperoleh harga Mf pada satu flens sebesar

λL = 3,631  10"5  7000  2,54


36777580 N.mm., dan:

Dari Tabel 7.2, untuk a = 0,5 (beban terpusat bekerja di tengah bentang balok) dan λL =
2,54, diperoleh nilai β = 0,673, yaitu sekitar 67,3 % dari harga yang dihasilkan oleh
analogi lentur.

Mf = 36777580  0,673  24751311,34 N. mm


Dengan demikian, analogi lentur modifikasi memberikan:


 85=3,5
σbw = <

='8'
= 70,717 MPa
Harga σbw di atas sebanding dengan harga σbw yang dihitung melalui penyelesaian
persamaan diferensial (lihat penyelesaian pada Contoh Soal 7.3), yaitu σbw = 70,682 MPa.

7.8 Perencanaan Penampang yang Mengalami Puntir atau Kombinasi Puntir


dengan Lentur

untuk beban-beban terfaktor tidak boleh melebihi / f# . Hal ini menyiratkan bahwa
Untuk keperluan perencanaan, disyaratkan bahwa tegangan kombinasi yang dihitung

keseluruhan penampang lintang akan bersifat elastik, atau tidak dianggap dapat mengalami
deformasi plastik. Oleh karena itu, persamaan tegangan lentur biaksial elastik dapat
digunakan dengan mengkonversikan momen puntir menjadi sepasang momen lentur lateral
yang bekerja pada arah yang berlainan pada masing-masing flens. Kriteria perencanaan

 J / f #
dinyatakan dengan persamaan berikut:
 
< <
(7.55)
dimana:
Mux = momen lentur vertikal
Muy = momen lentur lateral (akibat torsi)

/ = faktor reduksi = 0,90


Sx, Sy = tahanan momen terhadap sumbu x dan sumbu y

fy = tegangan leleh material baja


Untuk kasus perencanaan ini, balok diasumsikan cukup stabil sedemikian rupa sehingga
keadaan batas tekuk torsi-lateralnya (lateral torsional buckling) tidak menentukan.

Contoh Soal 7.5


Diketahui suatu balok bertumpuan sederhana dari profil WF dengan bentang L = 7 meter
direncanakan untuk memikul beban mati DL = 8 kN/m (termasuk berat sendiri balok) dan

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 22


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

beban hidup LL = 15 kN/m. Beban tersebut bekerja secara eksentris dengan jarak 10 cm
dari sumbu profil. Rencanakanlah profil WF bagi balok tersebut dengan menggunakan
mutu baja BJ. 37.
DL = 8 kN/m
LL = 15 kN/m
e = 10 cm

L=7m

Profil WF

Penyelesaian

= 1,2  8  1,6  15  33,6 kN/m


Perhitungan beban terfaktor yang bekerja secara eksentris:
qu

q+ L   33,6  7  205,8 kN. m


Momen terfaktor Mux adalah:
 
6 6
Mux =

mu = 33,6  0,1  3,36 m. kN/m


Momen torsi terfaktor yang terdistribusi secara merata adalah:

Dicoba profil WF 600.300.14.23, dengan dimensi penampang profil sebagai berikut:

Sx = 4620 cm3
Sy = 701 cm3

Perhitungan λL sebagai berikut:


  21  0,3  2,6
  µ

  
=

= ∑  bt   B  2  302  23 C  B  !594  2  23%  14 C


 µ
  
J

   302  23  8,606  10 mm


= 2950860 mm4
! *  345"

 
Cw =

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 23


Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

= 5  5  3,631  10"5 ⁄mm


43'6'
λ
- ,86,'8'

λL = 3,631  10"5  7000  2,541


maka :

Momen lateral Mf yang bekerja pada satu flensnya, bila dihitung dengan menggunakan

L   ',345"','
 7  36,042 kN. m
analogi lenturan, adalah:
   ,
6 * 6
Mf =
Selanjutnya dengan modifikasi analogi lenturan, untuk a = 0,5 dan λL = 2,54, dari Tabel
7.4 diperoleh: β = 0,597, atau sekitar 59,7 % dari harga yang dihasilkan oleh analogi

Mf = 36,042  0,597  21,517 kN. m


lentur. Dengan demikian, analogi lentur modifikasi memberikan:

Mengingat harga Mf ini masih untuk satu flens, maka harus dilipatduakan supaya dapat
memberikan momen ekuivalen yang bekerja pada kedua flens profil.

    105,934 MPa
Tegangan yang terjadi dihitung sebagai berikut:
  '3,68' 8,3=8'
< < 5'8' ='8'

/ f#  0,9  240  216 MPa M 105,934 NOP (OK)


diperoleh:

Catatan : Profil WF 600.300.14.23 tersebut masih terlalu aman. Untuk itu, disarankan
supaya mencari profil lain yang lebih sesuai.

Daftar Pustaka
Gunawan, R., 1988, Tabel Profil Konstruksi Baja, dengan Petunjuk Ir. Morisco, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

Mangkoesoebroto, S.P., 2007, Struktur Baja, Handout versi e-file (format PDF), Teknik
Sipil ITB.

Salmon, C.G., dan Johnson, J.E., 1990, Steel Structures, Emphasizing Load and Resistance
Factor Design, 3rd Edition, HarperCollins, Publisher inc.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 24

Anda mungkin juga menyukai