PUNTIR (TORSI)
7.1 Pendahuluan
TORSI atau puntiran terjadi akibat adanya gaya yang menyebabkan elemen struktur
berotasi terhadap sumbu longitudinalnya. Pengaruh torsi ini umumnya bersifat sekunder,
tetapi dapat mempengaruhi perencanaan struktur baja. Dalam proses perencanaan seorang
ahli struktur harus dapat membedakan keadaan torsi ini dan menerapkan perencanaan
pendekatan serta melakukan analisa tegangan jika diperlukan (Salmon & Johnson, 1980).
Masalah torsi pertama sekali diteliti oleh insinyur berkebangsaan Prancis bernama
Adhemar Jean Barrede Saint-Venant (1853), yang mengemukakan teori puntir klasik pada
French Academy of Sciences dan teori itu menjadi dasar analisa puntir sampai saat ini.
Kejadian puntir yang khas dapat dilihat pada 2 jenis benda, yaitu pada batang bulat pejal
yang homogen dan batang yang tidak berpenampang bulat. Pada batang bulat pejal,
penampang lintang batang yang semula datar akan tetap rata dan hanya berputar terhadap
sumbu batang. Puntiran jenis ini kemudian disebut torsi murni (pure torsion atau torsi saint
venant). Sedangkan pada penampang yang berbentuk tidak bulat, puntiran akan
mengakibatkan penampang yang sebelumnya datar menjadi tidak rata atau berkeluk
(bentuk berubah keluar bidang), atau sebutan lainnya adalah terpilin (warping). Kejadian
ini kemudian disebut sebagai warping torsion.
Jika ditinjau terhadap bentuk penampang profil baja yang memikul torsi, maka profil
yang baik dan paling efisien dalam memikul torsi adalah profil yang bahannya tidak jauh
tersebar dari titik berat penampang. Hal ini terdapat pada penampang kotak berongga dan
bundar berongga. Sedangkan profil baja bentuk I, T dan L dimana bahannya jauh tersebar
dari titik berat penampang kurang kuat dalam memikul torsi, tetapi justru baik sekali dalam
memikul lentur.
Kecepatan pilinan (puntiran per satuan panjang) dapat dinyatakan sebagai:
φ
= angka pilinan = (7.1)
perubahan sudut). Mengingat merupakan rotasi relatif dari penampang lintang benda
Persamaan (7.1) tersebut dapat pula dianggap sebagai kurvatur torsional (kecepatan
= rτ dA = rγG dA = r2 G dA
dengan demikian torsi T adalah:
φ
dT (7.4)
= r G dA
dengan mengintegralkan Persamaan (2.4) diperoleh:
φ
G r dA
T
φ
=
φ
= GJ (7.5)
dimana:
= r dA
J = Konstanta torsi, atau momen inersia polar terhadap pusat berat penampang
G = Modulus geser =
(Ingat, Modulus geser dari material baja = 80.000 MPa)
= γG = r G
Selanjutnya dari Persamaan (7.4) tegangan geser (τ) dapat dihitung sebagai berikut:
φ
τ
φ
karena: , diperoleh:
τ
= (7.6)
Dengan demikian, selama asumsi yang digunakan berlaku, dapat disimpulkan bahwa
tegangan geser puntir akan sebanding dengan jarak radial dari titik pusat torsi.
Subsitusi Persamaan (7.7) ke Persamaan (7.6) menghasilkan :
τ
= (7.8)
= 2 t
φ φ
γ (7.9)
Tegangan geser, τ, berdasarkan Hukum Hooke dinyatakan sebagai:
= γG=tG
φ
τ
(7.10)
Dari Teori Elastisitas diketahui bahwa τmaks akan terjadi pada titik tengah sisi yang panjang
dari sebuah persegi panjang dan akan bekerja sejajar dengannya. Sedangkan besarnya
merupakan fungsi dari rasio b/t (panjang/lebar), sehingga dapat dinyatakan sebagai:
τmaks =
(7.11)
= k bt
dan konstanta puntir, J, dapat dinyatakan sebagai:
J (7.12)
= ∑ bt
komponen tersebut. Dengan demikian, konstanta puntir dapat dinyatakan sebagai:
J (7.13)
dimana b merupakan dimensi panjang dan t dimensi bagian yang tipis dari elemen persegi
panjang tersebut.
= ∑ bt b t b t ht
Penyelesaian
45 2,5
15 2,5 70 1,8
J
=
= 448,58 cm4
d d t d d 0
Selanjutnya keseimbangan gaya pada arah z adalah:
(7.14)
t
Atau:
(7.15)
σ !I# y I$# x%
Tegangan lentur akibat lenturan adalah:
! ! "!
!I# y I$# x%
= (7.16)
⁄
! ! "!
Mengingat Vy = ∂M$ ⁄dz, dan subsitusi Persamaan (7.17) ke Persamaan (7.15) akan
= (7.17)
!I# y I$# x%
menghasilkan:
"&
! ! "!
= (7.18)
Integrasi untuk mendapatkan τt pada suatu jarak s dari ujung yang bebas akan
menghasilkan persamaan untuk aliran geser, τt, sebagai berikut:
*I# ' yt ds I$# ' xt ds,
"&
τt = ! ! "!
(7.19)
σ !I$# y I$ x%
Tegangan lentur akibat lenturan adalah:
! ! "!
Mengingat Vyx = ∂M# ⁄dz, dan mengintegrasikannya untuk mendapatkan aliran geser
= (7.20)
(shear flow) τt, akan memberikan hasil yang serupa dengan Persamaan (7.19) sebagai
' τtr ds 0
(
sebagai:
(7.22)
Mengingat pusat geser ini tidak harus berimpit dengan titik berat penampang, maka perlu
dicari letak pusat geser untuk mengevaluasi tegangan puntir yang terjadi. Adapun
penampang dengan profi I dan Z mempunyai pusat geser yang berimpit dengan titik
beratnya, sedangkan untuk profil lain – seperti profil kanal ( [ ) dan siku ( ) – tidak
berikpit.
Tinjau kembali Gambar 7.3 (b). Gaya geser Vx dan Vy bekerja pada suatu jarak dari
yang terjadi terhadap titik berat adalah sama dengan τtr ds yang diintegrasikan dari nol
titik berat , yaitu y0 dan x0. Gaya geser ini bekerja sedemikian rupa sehingga momen puntir
Hal ini berarti momen puntirnya adalah !V# x' V$ y' % pada saat beban bekerja pada
(7.23)
bidang yang melalui titik beratnya, tetapi momen puntir akan menjadi nol bila beban
bekerja pada bidang-bidang yang melalui pusat geser, atau titik x0 y0. Oleh karena itu,
jelaslah bahwa lokasi pusat geser tidak tergantung dari besar atau tipe pembebanan, tetapi
hanya tergantung pada pada konfigurasi potongan melintang penampang.
Penentuan lokasi pusat geser dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memisalkan
= τtr ds
(
& '
y0 (7.24)
Nilai τt sudah diketahui dari Persamaan (7.21), sehingga apabila disubsitusi ke Persamaan
*I yt ds I$ ' xt ds, r ds
(7.24) akan diperoleh:
" (
! ! "! ' $# '
y0 = (7.25)
' τtr ds
(
&
x0 = (7.26)
Tegangan puntir / torsi karena pilinan terdiri dari tegangan geser maupun tegangan
lentur, dan tegangan-tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan geser dan tegangan
lentur yang terjadi pada batang yang bukan disebabkan oleh puntiran.
Puntir dapat dikategorikan dalam dua tipe, yaitu: 1) puntir murni (Saint-Venant’s
torsion); dan 2) puntir terpilin, atau puntir lengkungan lateral (warping torsion).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Puntir murni terjadi jika penampang melintang batang yang rata tetap menjadi rata
setelah torsi bekerja, dan penampang hanya mengalami rotasi atau berputar terhadap
sumbu batang;
2. Puntir terpilin adalah efek keluar bidang yang terjadi saat sayap (flens) profil
mengalami perpindahan secara lateral selama puntiran. Keadaan ini sama dengan
penampang pada balok yang memikul beban lateral, dimana penampang akan
mengalami lentur keluar bidang gambar.
a) torsi murni (pure torsion) yang menyebabkan rotasi elemen sebesar θ, selanjutnya
disebut sebagai MS; dan
b) translasi yang menyebabkan balok melentur secara lateral (warping), disebut sebagai
MW.
z dari ujung batang adalah uf, sudut pilinan adalah / dan gaya geser horizontal yang terjadi
putus pada Gambar 7.6. Defleksi lateral dari salah satu flens pada suatu potongan berjarak
di flens pada potongan penampang akibat lentur lateral adalah Vf. Dalam analisis warping ,
asumsi yang digunakan adalah:
a) badan profil tetap rata selama rotasi, sehingga masing-masing flens mengalami
defleksi yang sama besarnya;
b) badan (web) profil cukup tebal dibandingkan flensnya, sehingga badan tidak
= /
*
uf (7.30)
Dari Persamaan (7.30) di atas diperoleh suatu hubungan, yaitu bahwa sudut puntir
berbanding langsung dengan defleksi lateralnya. Bila persamaan tersebut didiferensialkan
=
sebanyak tiga kali terhadap z akan menghasilkan:
+ * ,
(7.31)
Persamaan kelengkungan (curvature) untuk sebuah flens adalah:
+ "
!
= (7.32)
dimana Mf merupakan momen lentur lateral pada sebuah flens, sedangkan If adalah momen
inersia untuk satu flens terhadap sumbu y dari balok tersebut. Tanda negatif pada
Persamaan (7.32) berasal dari lentur positif (lihat Gambar 7.6).
File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Puntir (torsi) 9
Perencanaan Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih
Karena V = , maka:
+ " &
!
= (7.33)
= E I
Dengan menyamakan Persamaan (7.31) dengan Persamaan (7.33) akan diperoleh:
* ,
Vf (7.34)
Kemudian tinjau Gambar 7.7 berikut.
Komponen momen puntir, Mw, yang menyebabkan flens melentur secara lateral sama
dengan gaya geser flens dikalikan dengan lengan momen (h), sehingga dapat dinyatakan
Mw = V h E I
sebagai:
* ,
= E C
,
(7.35)
dimana Cw adalah konstanta torsi warping, atau warping torsional constants, yaitu:
! *
Cw = (7.36)
Momen puntir total yang bekerja pada balok adalah penjumlahan dari bagian yang
mengalami rotasi (torsi murni), Ms, dan bagian yang mengalami lentur lateral, Mw,
= Ms + Mw = GJ EC
sehingga dapat ditulis sebagai:
, ,
MZ (7.37)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa momen puntir (Mz) tergantung pada pembebanan
dan pada situasi yang umum merupakan fungsi polinom dari z.
- -
Bila Persamaan (7.37) dibagi dengan ECw akan diperoleh:
,
,
-
Ae !m λ m% 0
dengan subsitusi atas penyelesaian homogen memberikan:
/* = A eλ A e"λ A
dengan demikian diperoleh:
(7.40)
Persamaan tersebut dalam fungsi hiperbolik dan pengelompokan konstantanya dapat pula
/* = A sinh λz + B cosh λz + C
dinyatakan sebagai:
(7.41)
5-
dimana:
λ =
(7.42)
Nyatakanlah sudut puntir /, baik untuk turunan pertama, kedua dan ketiga dengan
di tengah bentangnya. Tumpuan di ujung-ujung balok berupa tumpuan sederhana.
Penyelesaian
Distribusi bagian momen puntir yang terjadi pada balok dapat dilihat pada Gambar 7.8
berikut.
Misalkan : /. C C z
Dari Gambar 7.8 diketahui bahwa Mz = T/2.
λ C =
-
dimana: C2 =
/ = A sinh λz B cosh λz C z
Penyelesaian dari pembebanan ini adalah:
(b)
Kondisi batas adalah: momen dan lendutan (defleksi) untuk masing-masing ujung sama
/
dengan nol, atau untuk puntiran:
= /″ 0
= 0 pada z = 0 dan z = L
,
pada z = 0 dan z = L
sudut flens sama dengan nol di L/2, atau /′ = 0, serta / = 0 dan /″ = 0 pada z = 0.
Pada kasus ini, persamaan diferensialnya tidak kontinu pada L/2, maka putaran-putaran
= Aλ cosh λ L⁄2
=
λ /0* λ1⁄
0 (e)
A
/ <λz =
Persamaan (b) menjadi:
2(* λ
λ /0* λ1⁄
= (f)
/′ <1 =
Demikian pula:
/0* λ
/0* λ1⁄
/″ < =
= (g)
λ "2(* λ
/0* λ1⁄
/′′′ = < =
= (h)
λ
"/0* λ
/0* λ1⁄
(i)
Tegangan Puntir
Tegangan geser τs karena puntir Saint-Venant Ms dihitung menurut Perasamaan (7.10)
sebagai berikut:
τ
= (7.43)
dan dengan Persamaan (7.29) akan diperoleh:
φ
Ms = G t (7.44)
Tegangan geser τw yang diakibatkan oleh warping akan berubah secara parabolik pada
arah melintang lebar flens perseginya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.9 (b) dan dapat
dihitung sebagai berikut:
τw = (7.45)
dimana:
Qf = momen statik penampang terhadap sumbu-y.
Geser pada badan tidak perlu diperhitungkan karena dapat diabaikan. Untuk tegangan
geser maksimum τw yang sebenarnya bekerja pada muka pelat badan dapat diperkirakan
bekerja pada pertengahan lebar dari flensnya, ambil Qf (lihat Gambar 7.10) sebagai:
Qf = A (7.46)
σbw = (7.48)
Tegangan ini terdistribusi melintangi lebar flens seperti terlihat pada Gambar 7.11. Momen
lentur Mf, yaitu momen lateral yang bekerja pada salah satu flens, dapat diperoleh dengan
substitusi Persamaan (7.30) ke dalam Persamaan (7.32), dan dengan memperhatikan bahwa
konstanta puntir warping (Cw) adalah:
Cw =
diperoleh:
Mf = (7.49)
Tanda negatif dihilangkan karena tarik terjadi pada salah satu sisi, sementara tekan terjadi
pada sisi lainnya.
= (7.50)
Kesimpulan:
Pada sertdtiap penampang dengan profil I atau [ (kanal) terjadi tiga macam tegangan akibat
pembebanan puntir / torsi, yaitu:
1. Tegangan geser τs pada badan dan flens karena rotasi dari elemen-elemen
penampang lintangnya (momen puntir Saint-Venant, Ms);
2. Tegangan geser τw pada flens karena lenturan lateral (momen puntir warping, Mw);
3. Tegangan normal (tarik dan tekan) σbw karena lentur lateral flens-flensnya(momen
lentur lateral pada flens, Mf).
dengan eksentrisitas pembebanan 10 cm, seperti terlihat pada gambar berikut. Hitunglah
kombinasi tegangan yang timbul akibat pembebanan tersebut.
10 cm
3,5 m P = 120 kN
7m Profil WF 600.300.14.23
Penyelesaian
Data profil WF 600.300.14.23 adalah:
Ix = 137000 cm4
Sx = 4620 cm3
Dimensi penampang profil sebagai berikut:
23 mm
14 mm 594 mm
302 mm
=
= Gt Gt <1 = <1 =
a. Analisis untuk Torsi Murni (Saint Venant’s Torsion)
, /0* λ /0* λ
τs
/0* λ1⁄
/0* λ1⁄
<1 =
8' /0* λ
843'6' /0*,×' 83''
= 2,033 t <1 =
=
/0* λ
,4
τs(flens, pada z = 0)
,4
/′′′ = < =
dimana dari Persamaan (i) diperoleh:
λ "/0* λ
/0* λ1⁄
< =
sehingga:
* λ "/0* λ
τw = E
/0* λ1⁄
< =
,8' 8345"
88' 89,8' : " /0* λ
8843'6' /0*,8'83''
= 2,268 < =
=
" /0* λ
,4
Tegangan geser ini bekerja di tengah tebal flens, dengan nilai maksimum terjadi pada z =
" /0*'
τw(flens, pada z = 0) =
,4
/″ < =
dimana dari Persamaan (h) diperoleh:
λ "2(* λ
/0* λ1⁄
=
< = < =
sehingga:
* λ "2(* λ *λ "2(* λ
σbw = 5
/0* λ1⁄ 6
/0* λ1⁄
2,6 </0*,8'83''
=
8' 8'8345"
8,8' "2(* λ
6843'6'
= 82,753 < =
=
"2(* λ
,4
45,454 MPa
Tegangan normal masimum akibat lenturan biasa adalah:
;1 ,8' 8='''
σb
5 < 585'8'
=
Tegangan geser akibat lenturan bernilai konstan dari z = 0 sampai dengan L/2, dan dapat
dihitung sebagai berikut:
&> 8'8' > ',''''5=4 >
τ !
='''8' 8
=
= 23 945576 mm
Perhitungan tegangan geser maksimum di flens:
'"5 345"
1,8 MPa
Q
',''''5=484533=
τ(flens, z = 0 dan z = L/2)
=
7,846 MPa
Q
',''''5=483'63
τ(web, z = 0 dan z = L/2) = 5
Rangkuman tegangan dengan berbagai macam kombinasi yang ditinjau dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tumpuan (MPa) Lapangan (MPa)
Tipe tegangan
(z = 0) (z = L/2)
- Lentur vertikal, σb
Tegangan normal
0 45,454
- Lentur torsi, σbw 0 70,682 +
116,136
Misalkan momen puntir T pada gambar tersebut dapat dikonversikan menjadi momen
kopel PH × h. Selanjutnya gaya PH dapat diperlakukan sebagai beban lateral yang bekerja
pada flens balok.
Sistem pengganti tersebut akan memiliki gaya geser yang konstan pada setengah
bentangnya, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.8 (a). Pada dasarnya distribusi geser lateral
yang memberikan andil terhadap defleksi lateral hanyalah yang disebabkan oleh warping [lihat
Gambar 7.8 (c)]. Dengan demikian sistem pengganti ini memberikan estimasi gaya geser lateral
yang berlebihan, atau lebih besar dari keadaan sebenarnya(over estimate). Akibat selanjutnya
adalah nilai momen lentur lateral (Mf) yang dihasilkan juga akan berlebihan.
3,5 m PH
7m
Vf = PH/2 Vf = PH/2
Penyelesaian
21015,76 N
Gaya geser lateral PH dihitung sebagai berikut:
8'
* 345"
PH =
104,928 MPa
8===36'
23 262211,5 mm
dimana momen statik flens terhadap sumbu-y adalah:
' '
5
302 23 52791915,33 mm5
Qf =
If =
2,269 MPa
maka:
& > '3,= ⁄
8,3
τw = ! 3=443,8
Perbandingan hasil perhitungan dari kedua metode tersebut, yaitu penyelesaian Soal 7.3
dan Soal 7.4, dapat dilihat pada tabel berikut.
Analogi Lenturan Pers. Diferensial
Tipe Tegangan
(MPa) (MPa)
Tegangan normal = τb + τbw 70,682 + 104,928 = 175,61 116,136
Tegangan geser web = τ + τs 7,846 + 28,466 = 36,312 21,481
Tegangan geser flens = τ + τs + τw 1,8 + 46,766 + 2,269 = 50,835 25,411
Persamaan (7.34) dapat dituliskan kembali dalam bentuk:
/0* λ
* /0* λ1⁄
Vf = (7.51)
dimana geser dari analogi lentur, T/2h, dimodifikasi dengan fungsi hiperbolik. Selanjutnya
= β *
momen lentur lateral dapat dinyatakan dengan :
1
Mf (7.52)
dimana:
/0* λ
β = /0* λ 1⁄
(merupakan faktor reduksi yang tergantung pada λL) (7.53)
Harga-harga β untuk beberapa kondisi pembebanan dan tumpuan dapat dilihat pada Tabel
7.2 sampai Tabel 7.7.
Selanjutnya apabila Persamaan (7.52) dikalikan dengan h, dan momen terpusat (T)
dianggap sebagai beban terpusat, maka Persamaan (7.52) dapat dimodifikasi lagi menjadi:
= (7.54)
Perhatikan bahwa suku (TL/4) sama dengan momen lentur biasa untuk balok bertumpuan
sederhana yang memikul beban terpusat di tengah bentang.
Tabel 7.2. Harga-harga β untuk beban terpusat dan tumpuan sederhana terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)
Tabel 7.3. Harga-harga β untuk beban terpusat dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)
Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan sederhana terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)
Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)
Tabel 7.4. Harga-harga β untuk beban merata dan tumpuan jepit terhadap torsi
(Salmon dan Johnson, 1990)
Penyelesaian
Dari penyelesaian Contoh Soal 7.4 telah diperoleh harga Mf pada satu flens sebesar
Dari Tabel 7.2, untuk a = 0,5 (beban terpusat bekerja di tengah bentang balok) dan λL =
2,54, diperoleh nilai β = 0,673, yaitu sekitar 67,3 % dari harga yang dihasilkan oleh
analogi lentur.
85=3,5
σbw = <
='8'
= 70,717 MPa
Harga σbw di atas sebanding dengan harga σbw yang dihitung melalui penyelesaian
persamaan diferensial (lihat penyelesaian pada Contoh Soal 7.3), yaitu σbw = 70,682 MPa.
untuk beban-beban terfaktor tidak boleh melebihi / f# . Hal ini menyiratkan bahwa
Untuk keperluan perencanaan, disyaratkan bahwa tegangan kombinasi yang dihitung
keseluruhan penampang lintang akan bersifat elastik, atau tidak dianggap dapat mengalami
deformasi plastik. Oleh karena itu, persamaan tegangan lentur biaksial elastik dapat
digunakan dengan mengkonversikan momen puntir menjadi sepasang momen lentur lateral
yang bekerja pada arah yang berlainan pada masing-masing flens. Kriteria perencanaan
J / f #
dinyatakan dengan persamaan berikut:
< <
(7.55)
dimana:
Mux = momen lentur vertikal
Muy = momen lentur lateral (akibat torsi)
beban hidup LL = 15 kN/m. Beban tersebut bekerja secara eksentris dengan jarak 10 cm
dari sumbu profil. Rencanakanlah profil WF bagi balok tersebut dengan menggunakan
mutu baja BJ. 37.
DL = 8 kN/m
LL = 15 kN/m
e = 10 cm
L=7m
Profil WF
Penyelesaian
Sx = 4620 cm3
Sy = 701 cm3
=
Momen lateral Mf yang bekerja pada satu flensnya, bila dihitung dengan menggunakan
L ',345"','
7 36,042 kN. m
analogi lenturan, adalah:
,
6 * 6
Mf =
Selanjutnya dengan modifikasi analogi lenturan, untuk a = 0,5 dan λL = 2,54, dari Tabel
7.4 diperoleh: β = 0,597, atau sekitar 59,7 % dari harga yang dihasilkan oleh analogi
Mengingat harga Mf ini masih untuk satu flens, maka harus dilipatduakan supaya dapat
memberikan momen ekuivalen yang bekerja pada kedua flens profil.
105,934 MPa
Tegangan yang terjadi dihitung sebagai berikut:
'3,68' 8,3=8'
< < 5'8' ='8'
Catatan : Profil WF 600.300.14.23 tersebut masih terlalu aman. Untuk itu, disarankan
supaya mencari profil lain yang lebih sesuai.
Daftar Pustaka
Gunawan, R., 1988, Tabel Profil Konstruksi Baja, dengan Petunjuk Ir. Morisco, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Mangkoesoebroto, S.P., 2007, Struktur Baja, Handout versi e-file (format PDF), Teknik
Sipil ITB.
Salmon, C.G., dan Johnson, J.E., 1990, Steel Structures, Emphasizing Load and Resistance
Factor Design, 3rd Edition, HarperCollins, Publisher inc.