Anda di halaman 1dari 14

Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja

Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

PENDAHULUAN
1.1 Defenisi
BAJA (steel) adalah bahan yang kebersamaannya (homogenitasnya) tinggi. Baja
konstruksi adalah alloy steel (baja paduan) yang umumnya mengandung lebih dari 98%
besi dan kurang dari 1% karbon (Spiegel & Limbrunner, 1998). Sekalipun komposisi
aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat-sifat yang diinginkan, seperti kekuatan dan
tahanan terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya seperi
silikon, magnesium, sulfur, posfor, tembaga, krom dan nikel dalam berbagai jumlah. Baja
tidak merupakan sumber yang dapat diperbarui (renewable), tetapi dapat didaur-ulang
(recycled).
Spiegel & Limbrunner (1998) menjelaskan keuntungan yang dapat diperoleh dari
penggunaan bahan baja sebagai elemen konstruksi, yaitu keseragaman bahan dan sifat-
sifatnya yang dapat diduga secara cukup tepat, kestabilan dimensional, kemudahan
pembuatan dan waktu pelaksanaan konstruksi yang lebih cepat. Sementara itu, selain
keuntungan penggunaan tersebut, terdapat juga kerugian dari penggunaan baja, yaitu
mudahnya bahan baja mengalami korosi (kebanyakan baja, tetapi tidak semua jenis baja)
dan berkurangnya kekuatan bahan baja pada temperatur yang tinggi. Perlu pula diketahui
bahwa baja merupakan bahan yang tidak mudah terbakar.
Schodek (1998) secara sederhana mendefenisikan STRUKTUR sebagai sarana untuk
menyalurkan beban dan akibat penggunaan dan atau kehadiran bangunan ke dalam tanah.
Berkaitan dengan defenisi tersebut, perlu difahami bahwa struktur adalah objek fisik yang
nyata, yaitu bangunan yang terdiri dari gabungan sejumlah elemen struktur (balok, kolom
dan sebagainya) yang ditempatkan dan digabungkan satu sama lain dimana susunan
resultannya dan hubungan timbal balik diantara semua unsur dapat berfungsi sebagai unit
keseluruhan dalam menyalurkan semua jenis beban yang diantisifasi ke dalam tanah.
Salmon & Johnson (1990) membagi STRUKTUR BAJA dalam 3 kategori umum,
yaitu :
a. Struktur rangka (framed structure), dimana elemen pada struktur ini terdiri dari
batang tarik, kolom, balok dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban

Pendahuluan 1
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

aksial. Sebagai contoh : gedung bertingkat banyak, bangunan sekolah, gereja, arena, dan
jembatan.
b. Struktur selaput (shell structure). Tegangan aksial pada struktur ini adalah dominan.
Pada jenis ini, selaput memiliki fungsi pemakaian disamping ikut mendukung beban.
Sebagai contoh : tangki air diatas tanah, silo, tangki dan badan kapal.
c. Struktur gantung. Pada struktur ini kabel tarik merupakan elemen pendukung paling
utama. Contoh struktur pada jenis ini yang paling umum adalah jembatan gantung.

1.2 Sejarah Struktur Baja


Pemakaian logam sebagai bahan struktur bangunan dimulai dari besi tuang yang
digunakan pada pelengkung dengan bentang 100 ft (30 m) yang dibangun di Inggris pada
tahun 1777-1779. Pada periode 1780-1820 sejumlah jembatan dari bahan besi tuang
dibangun dan kebanyakan berbentuk busur dengan gelagar induk yang terdiri dari
potongan besi tuang individual (berupa balok atau rangka batang). Besi tuang juga dipakai
pada jembatan gantung sebelum tahun 1840.
Setelah tahun 1840 besi tempa mulai menggantikan besi tuang. Jembatan Britania
di Selat Menai, Wales, yang dibangun pada tahun 1846-1850 merupakan contoh yang
tertua. Jembatan ini merupakan jembatan balok tubular (berpenampang tertutup) yang
terbuat dari plat siku dan siku besi tempa.
Proses penggilingan berbagai besi profil dikembangkan pada saat besi tuang dan
besi tempa banyak digunakan. Mulai tahun 1780 batang bulat telah diproduksi dalam skala
besar. Pembuatan besi rel kereta api dimulai pada tahun 1820, dan dikembangkan menjadi
profil Ι pada tahun 1870.
Perkembangan proses Bessemer (1855), penyempurnaan konvertor Bessemer
(1870) dan dapur alas terbuka memperluas pemakaian produk biji besi sebagai bahan
bangunan. Pada akhirnya baja menggantikan besi utama sebagai bahan bangunan sejak
tahun 1890.

1.3 Proses Pembuatan Bahan Baja


Ikhtisar singkat dari proses-proses pembuatan baja adalah sebagai berikut
(Darmawan, 1984) :
a. Proses Bessemer (1855)
Baja ini diberi tanda pengenal letter B. Dapurnya seperti sebuah per yang dinamakan
convertor. Sebelah dalam berlapis bahan-bahan yang asam. Bahan dasar : besi mentah
yang kadar P-nya rendah.

b. Proses Thomas (1879)


Baja ini diberi tanda pengenal letter Th. Dapurnya disebut convertor Thomas dan
lapisan dalamnya terdiri dari bahan-bahan basa dengan bahan tambahan kapur. Bahan
dasar : besi mentah berkadar P tinggi ≥ 1,8 %, dalam hal ini P merupakan bahan pembakar
yang utama.

Pendahuluan 2
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Untuk mengeluarkan bahan yang tidak berguna (dengan dioxydasi) dari bawah
ditiupkan udara dengan tekanan ± 2 atm. Kemudian diberikan bahan bahan-bahan
tambahan yang perlu, yaitu : Ferro mangan + besi cermin, dengan masing-masing kadar C
dan Mn tinggi. Keuntungan dari proses ini adalah harga yang murah. Sedangkan kerugian :
kontrol baru dapat dilakukan pada tahap terakhir.

c. Proses Martin
Baja diberi tanda letter M. Pada proses ini, melalui lubang-lubang tertentu dimasuk-
kan gas panas, misalnya gas generator dengan suhu ± 13000 C. Melalui lubang-lubang lain
dimasukkan udara panas. Selain gas generator dan udara panas, dapat juga diguna-kan gas
dapur tinggi. Bahan dasar pada proses ini adalah besi mentah dan juga schrott, yaitu sisa-
sisa potongan besi/baja yang tidak dipakai lagi (scrap). Karena schrott digunakan sebagai
bahan dasar, maka temperatur harus sampai 20000 C.

d. Proses dengan Dapur Elektro


Baja diberi tanda pengenal letter E. Baja dibuat dalam dapur elektro dengan menggu-
nakan busur cahaya atau induksi dalam mana besi tertutup rapat dari udara luar. Juga pada
suhu-suhu yang sangat tinggi pengontrolan dapat dilakukan dengan tepat. Pada proses ini
tidak digunakan bahan pembakar yang menimbulkan gelembung, sehingga hasilnya sangat
teguh dan kenyal dan dinamakan baja elektro.

e. Proses dengan Mempergunakan Kui (Cawan Cairan)


Cawan cairan ini terdiri dari grafit dan tertutup dari udara luar. Proses ini telah
digunakan ± 200 tahun untuk pembuatan baja luar biasa (bernilai tinggi), tetapi karena
adanya dapur elektro maka proses ini kemudian terdesak. Pembuatan baja menurut proses
ini dilakukan dalam cawan cairan yang tingginya ± 40 cm, terdiri dari grafit dan ditutup
dengan tudung dari grafit pula. Bahan dasarnya : baja yang sudah dapat ditempa (bukan
besi mentah). Pemanasan dilakukan dalam dapur gas pelebur (smelt-oven).
Tujuan utama dari proses ini adalah melumerkan baja lagi dengan tertutup dari udara
luar, sehingga didapatkan sifat-sifat yang lebih merata. Sebagai contoh, baja untuk kabel
jembatan gantung terbuat dari proses ini.

f. Proses Aduk (Proses Puddle)


Proses ini ditemukan pada tahun 1784. Disini bahan yang dibuat adalah besi tempa.
Besi tempa pada waktu ini sudah tidak digunakan lagi untuk konstruksi-konstruksi baru.
Bahan besi yang pertama sekali digunakan dalam proses ini adalah besi tuang. Kemudian
bahan ini terdesak oleh besi tempa. Pada akhirnya besi tempa tersebut kemudian terdesak
lagi oleh baja bangunan.
Bahan dasar untuk proses ini adalah besi mentah + Schrott. Bahan ini dimasukkan
dalam dapur nyala (vlam-oven) dengan isi 300 – 500 kg, dan dilumerkan dengan terak
yang bisa melepaskan oxigenium yang digunakan untuk membakar bahan-bahan yang
tidak diperlukan. Bahan dasar tidak dihubungkan langsung dengan bahan baker (mis.
Arang batu), tetapi hanya dengan apinya. Dengan senantiasa diaduk maka bahan lumer

Pendahuluan 3
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

akan bergesekan dengan udara hingga kada C yang lebih akan terbakar. Dengan
berkurangnya kadar C tersebut titik cair meningkat lebih tinggi, dan bahan cait itu menjadi
lebih kental. Akhirnya dalam bentuk tepung adonan, dapat diangkat. Dengan palu uap
terak-terak yang mungkin masih tertinggal dipukul keluar. Selanjutnya bahan ini ditempa
dan digiling. Sesudah dipanaskan lagi dan ditempa, kemudian dapat digiling dan dijadikan
profil-profil tertentu.

1.4 Jenis-Jenis Profil Baja


Baja struktural adalah produk dari pabrik dan tersedia dalam berbagai mutu, ukuran
dan bentuk. Dari proses pembuatannya, baja dapat mempunyai bentuk tertentu dengan cara
melewatkannya di dalam gilasan dalam kondisi panas merah. Berikut ini akan disajikan
jenis-jenis dari profil baja menurut standar dari beberapa negara.

1.4.1. Standar Amerika


Jenis profil yang terdapat pada American Institute of Steel Construction (AISC)
adalah sebagai berikut :

- W Shape (Wide Flange)


Bentuk W ini sangat efisien dalam memikul
lentur karena flensnya lebar dan tebal badan
adalah tipis, sehingga perbandingan momen
inersia dan berat profilnya besar.
Bentuk profil ini diketemukan oleh Henry Grey
pada tahun 1870, dan digunakan untuk balok
ataupun kolom.
Contoh penulisan pada tabel AISC sebagai
berikut :
W 18 x 97, yang artinya tinggi profil 18 inch,
dengan berat 97 lb/ft.

- M Shape (Miscellaneous Shape)

Bentuk penampang adalah I tetapi flens tidak


lebar.
Contoh : M 8 x 28
Artinya tinggi profil = 8 inch, dengan berat =
28 lb/ft.

Pendahuluan 4
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

- S Shape (American Standard Beam)

Pada profil ini, flens sebelah dalam agak


miring kearah badan, dan web lebih tebal.
Dewasa ini profil I jarang dipakai karena bahan
yang berlebihan pada badannya dan kekakuan
lateralnya relative kecil (akibat sayap yang
pendek)
Misal ; pada AISC profil S 24 x 106
Tinggi profil = 24 inch
Berat profil = 166 lb/ft

- Bentuk HP (Bearing Pile Shape)

bf
Umum digunakan untuk tiang pancang
→ h ≈ bf
tf
t ≈ tf
h tw Contoh HP 14 x 117

- Channel C (American Standard Channel)

Profil ini sering dipakai baik secara tersendiri


ataupun digabungkan dengan penampang lain.
Misal. Profil [ 40 , artinya :
tinggi profil = 400 mm
lebar flens = 110 mm
tebal badan = 14 mm
tebal flens = 18 mm

- Angle (Siku L)
Contoh :9x4x½
Artinya : tinggi salah satu kaki = 9 inch
tinggi kaki lainnya = 4 inch
tebal kedua kaki = 0,5 inch

- Bentuk T
Profil ini dibuat dengan membelah dua profil sayap lebar atai balok I dan biasanya
digunakan sebagai batang pada rangka batang. Profil T misalnya diidentifikasikan
Pendahuluan 5
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

sebagai WT5 x 44, yang artinya profil ini dibuat dengan memotong profil W 10 x 88,
dengan 5 adalah tinggi nominal dan 44 adalah berat per kaki.

- Steel pipe atau pipa baja.

1.4.2. Standar Jerman


- Profil INP
Profil ini dapat dilihat pada Tabel Baja
Misal INP 100
Artinya tinggi profil = 100 mm
lebar flens = 50 mm
tebal badan = 4,5 mm
tebal flens = 6,8 mm
Flens sebelah dalam agak miring kea rah badan.
Profil ini identik dengan profil bentuk S, standar
Amerika

- Profil DIN, DIE, DIR dan DIL


Keempat profil tersebut dapat dilihat pada daftar profil baja, seperti pada buku Daftar-
daftar untk Konstruksi Baja (Bustraan dan Lambri, 2005). Sebagai contoh, pada tabel
berikut disajikan data profil DIN 100, DIR 100, DIE 100 dan DIL 100, dengan h adalah
tinggi profil, bf adalah lebar sayap (flens), tw adalah tebal badan (web), dan tf adalah
tebal sayap.
Keterangan DIN 100 DIR 100 DIE 100 DIL 100
h 100 mm 112 mm 94 mm 100 mm
bf 100 mm 104 mm 99 mm 100 mm
tw 6,5 mm 10 mm 5 mm 5 mm
tf 11 mm 17 mm 8 mm 11 mm

- Profil UNP

Misalkan untuk profil [ 40


artinya :
tinggi profil = 400 mm
lebar flens = 110 mm
tebal badan = 14 mm
tebal flens = 18 mm

Pendahuluan 6
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

- Profil siku sama kaki


Misalkan untuk profil  50 x 50 x 5,
artinya tinggi kedua kaki masing-masing
50 mm, dengan tebal kedua kakinya adalah
5 mm.

- Profil siku tak sama kaki

Misalkan untuk profil  30 x 20 x 3


artinya :
tinggi kaki yang satu = 30 mm
tinggi kaki yang lain = 20 mm
tebal kedua kaki masing-masing = 3 mm

- Profil T

Contoh, profil T 20, berarti :


tinggi profil = 20 mm
lebar flens = 20 mm
tebal badan = 3 mm
tebal flens = 3m

1.5 Sifat-Sifat Material Baja


Baja, sebagai material struktur, tersedia dalam berbagai jenis mutu. Sifat utama dari
berbagai mutu baja dinyatakan dalam tegangan leleh (fy). Selain itu, yang utama dari
berbagai jenis baja adalah kekuatan tariknya, ketahanan terhadap korosi dan kecocokan
terhadap pengelasan. Untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut, yang biasanya disebut
sebagai sifat mekanik material baja, maka perlu dilakukan pengujian tarik terhadap
material baja tersebut. Hasil pengujian tarik material baja dari berbagai mutu baja yang
dilakukan pada suhu kamar dengan laju regangan yang normal dapat dilihat pada Gambar
1.1 berikut. Pada sumbu ordinat (sumbu-Y) diplotkan tegangan nominal (stress, f) yang
terjadi, sedangkan pada sumbu axis (sumbu-X) diplotkan harga nilai regangan (strain, ε)
yang diperoleh. Tegangan diperoleh dengan cara membagi beban P dengan luas
penampang asli A dari benda uji (spesimen), sedangkan regangan diperoleh dari pembagian
hasil pertambahan panjang ∆l dengan panjang semula (l).

Pendahuluan 7
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Kurva yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai kurva hubungan tegangan-


regangan untuk baja struktural (stress-strain relationship curve). Idealisasi dari kurva
hubungan tegangan-regangan dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut

Gambar 1.1. Kurva tegangan-regangan tipikal dari


berbagai mutu baja (Salmon & Johnson, 1990)

Perbandingan tegangan terhadap regangan pada daerah garis lurus awal (lihat
Gambar 1.2) dikenal sebagai modulus elastisitas, atau modulus Young, E, yang untuk baja
struktur dapat diambil sekitar 200.000 MPa (Salmon & Johnson, 1990). Pada daerah garis
lurus, pembebanan dan penghilangan beban tidak mengakibatkan deformasi permanen, dan
daerah ini disebut sebagai daerah elastik (elastic range). Bagian kurva yang datar pada
Gambar 1.2, yaitu tercapainya tegangan leleh (fy), disebut sebagai daerah plastik (plastic
range). Pada daerah ini terjadi regangan yang besar dengan tegangan yang konstan.
Metode LRFD secara sadar telah menggunakan daerah ini. Setelah daerah plastik, atau
setelah regangan yang terjadi berkisar 15 sampai 20 kali regangan elastik maksimum,
tegangan naik lagi dengan kemiringan yang lebih datar dari kemiringan elastik aslinya.
Kenaikan dalam kekuatan ini disebut sebagai pengerasan regangan (strain hardening),
dan hal ini terus berlangsung sampai pada kekuatan tarik.

Pendahuluan 8
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 1.2. Idealisasi kurva hubungan tegangan-regangan


untuk baja struktural.

Selanjutnya sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan,


menurut SNI 03-1729-2002 pasal 5.1.2, harus memenuhi persyaratan minimum yang
diberikan pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1. Sifat mekanis baja struktural

Sifat-sifat mekanis lainnya dari baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan
menurut SNI 03-1729-2002 pasal 5.1.3 adalah :
Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa
Modulus geser : G = 80.000 MPa
Nisbah Poisson : π = 0,3
Koefisien pemuaian : α = 12×10-6/°C

1.6 Konsep Dasar Allowable Stress Design (ASD)


Metode allowable stress design (desain tegangan ijin), sering disebut pula sebagai
working stress design (desain tegangan kerja) merupakan metode tradisional dari
spesifikasi AISC. Salmon & Johnson (1990) menjelaskan bahwa fokus dalam Allowable
Stress Design (ASD) terletak pada kondisi-kondisi beban layanan (yakni tegangan-
tegangan unit yang mengasumsikan struktur elastik) yang memenuhi persyaratan
Pendahuluan 9
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

keamanan (kekuatan yang cukup) bagi struktur tersebut. Secara umum persyaratan
keamanan dapat ditulis sebagai berikut :
 R   ∑ γ Q  (1.1)
Selanjutnya untuk allowable stress design, Persamaan (1.1) dapat dirumuskan ulang
sebagai berikut :
 ౤

 ∑ Q (1.2)
Dalam filosofi ASD ini, semua beban dianggap memiliki variabilitas rata-rata yang sama,
dimana keseluruhan variabilitas beban-beban dan kekuatan-kekuatan ditempatkan pada
ruas kekuatan dari persamaan tersebut.
Terkait dengan persyaratan keamanan tersebut, Surahman (2000) menjelaskan bahwa
pada struktur yang diberi pembebanan, apabila tegangan yang terjadi telah mencapai
tegangan lelehnya, maka pada struktur akan terjadi perpanjangan (regangan) yang besar.
Dalam praktek, hal ini akan mempengaruhi bagian-bagian konstruksi lainnya yang
berhubungan dengan batang itu, walaupun perpanjangan ini belum menimbulkan putusnya
batang tersebut. Oleh sebab itu perlu dijaga agar tegangan yang terjadi pada setiap bagian
konstruksi tidak melebihi tegangan leleh, sehingga tegangan yang diijinkan (fs) pada suatu
komponen struktur harus dibatasi dengan hubungan sebagai berikut :
౯
fs = 
(1.3)
dimana SF adalah angka keamanan (safety factor). Di Indonesia, dalam ketentuan
perencanaan untuk bangunan yang disebut PPBBI, angka keamanan yang digunakan
adalah 1,5. Harga SF pada Persamaan (1.3) ini sama dengan / pada Persamaan (1.2).
Alasan penggunaan angka keamanan, menurut Surahman (2000), adalah akibat
adanya ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut dapat terjadi karena hal-hal berikut :
1. Pada saat perhitungan pembebanan. Beban hidup, beban gempa, beban angin dll,
adalah besaran-besaran yang tidak dapat dipastikan oleh perencana. Beban hidup
sangat tergantung pada sifat dan perilaku pengguna bangunan, sedangkan beban
angin, hujan dan gempa sangat tergantung pada keadaan alam yang selalu berubah-
ubah. Demikian juga dengan beban mati yang masih mempunyai andil sebagai
penyebab ketidakpastian dalam perhitungan besarnya beban. Akan tetapi
ketidakpastian ini lebih disebabkan karena kesalahan-kesalahan dalam perhitungan
berat jenis dan ukuran bahan.
2. Sifat-sifat bahan yang tidak seragam. Walaupun suatu pabrik telah menentukan
kekuatan nominal bahan baja dalam bentuk tegangan leleh, tetapi percobaan-
percobaan membuktikan bahwa kekuatan baja tidak seragam.
3. Analisa struktur yang sifatnya tidak eksak. Hal ini termasuk dalam asumsi
pendekatan yang dilakukan dari segi ukuran komponen struktur yang biasanya
dianggap garis, hingga metodologi perhitungan kekakuan, deformasi dan
keseimbangan.
4. Pelaksanaan yang tidak sempurna. Dalam hal ini kesalahan dalam pelaksanaan dapat
berupa kesalahan yang tidak disengaja, yaitu akibat faktor manusia, ataupun yang
disengaja, yaitu dalam rangka mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar.

Pendahuluan 10
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

1.7 Konsep Dasar Load and Resistance Factor Design (LRFD)


Terkait dengan adanya ketidakpastian yang telah disebutkan diatas, Surahman (2000)
menjelaskan bahwa angka keamanan harus semakin besar dengan semakin acaknya
(semakin tidak pastinya) variabel yang digunakan. Dalam kenyataannya, beban gempa
merupakan beban yang paling acak, sedangkan beban beban mati merupakan beban yang
paling dapat diperkirakan. Oleh karena itu, penggunaan suatu angka keamanan tunggal
dirasakan kurang tepat, sehingga diharapkan adanya suatu peraturan yang menggunakan
faktor beban yang berbeda untuk setiap jenis pembebanan. Anggapan inilah yang
melahirkan metode perencanaan LRFD (Load and Resistance Factor Design), dan tata cara
perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung di Indonesia, yaitu SNI 03-1729-2002,
telah berbasis pada metode LRFD ini.
Salmon & Johnson (1990) menjelaskan bahwa filosofi dari metode LRFD adalah
bahwa desain struktural harus memberikan keamanan yang cukup baik terhadap
kemungkinan kelebihan beban (overload) dan kurang kekuatan (understrength). Hal ini
berarti bahwa desain harus menyediakan cadangan kekuatan diatas yang diperlukan untuk
menanggung beban layanan; yakni, struktur harus memiliki sediaan terhadap kelebihan
beban. Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan fungsi struktur, akibat terlalu
rendahnya taksiran atas efek-efek beban karena penyederhanaan berlebihan dalam analisis
strukturnya dan akibat variasi-variasi dalam prosedur konstruksinya. Selain itu, harus ada
pula sediaan terhadap kemungkinan kekuatan material yang lebih rendah. Penyimpangan
dalam dimensi batang, meskipun dalam batas toleransi yang masih dapat diterima, dapat
mengakibatkan suatu batang memiliki kekuatan yang lebih rendah daripada yang telah
diperhitungkan.
Format umum dari spesifikasi LRFD diberikan dengan Persamaan (1.1), yaitu:
R   ∑ γ h . Dari persamaan tersebut terlihat bahwa kekuatan (R  ) yang disediakan
dalam desain paling tidak harus sama dengan pemaktoran beban-beban yang bekerja
(∑ γ Q  ). Subskrip i menunjukkan bahwa harus ada isian untuk masing-masing tipe beban
Qi, seperti beban mati (D), beban hidup (L), beban angin (L), beban angin (W), dan beban
gempa (E). Adapun faktor γi dapat berlainan untuk masing-masing tipe beban.
Beberapa kelebihan dari penggunaan metode LRFD telah diuraikan oleh Beedle
dalam Salmon & Johnson (1990), yaitu sebagai berikut:
1. Rasionalitas LRFD menjadi suatu perangsang yang menjanjikan penggunaan bahan
yang lebih ekonomis dan lebih baik untuk beberapa kombinasi beban dan konfigurasi
struktural. LRFD juga cenderung memberikan struktur yang lebih aman bila
dibandingkan dengan ASD dalam mengkombinasikan beban-beban hidup dan mati
dan memperlakukan mereka dengan cara yang sama.
2. LRFD memudahkan pemasukan informasi baru mengenai beban-beban dan variasi-
variasi beban bila informasi tersebut telah diperoleh. Pemisahan pembebanan dan
resistensinya akan memungkinkan pengubahan yang satu tanpa perlu mempengaruhi
yang lainnya.
3. Perubahan-perubahan dalam berbagai faktor kelebihan beban dan faktor resistensi φ
lebih mudah dilakukan daripada mengubah tegangan ijin dalam konsep ASD.

Pendahuluan 11
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

4. LRFD cenderung memberikan struktur yang lebih aman karena metode tersebut
seharusnya membawakan kesadaran yang lebih baik terhadap perilaku struktur.

1.8 Pembebanan pada Struktur Baja


1.8.1 Beban-beban
Standar SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.1 menetapkan bahwa pada perencanaan struktur
untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas, dan kemampu-layan batas harus
memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut :
1. beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya;
2. untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang relevan yang
disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
3. untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang
relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
4. untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-
1727-1989, atau penggantinya;
5. pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03-1726-1989, atau penggantinya;
6. beban-beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.

1.8.2 Kombinasi Pembebanan


Menurut SNI 03-1729-2002pasal 6.2.2, struktur baja harus mampu memikul semua
kombinasi pembebanan yang ditetapkan sebagai berikut :
1,4D (6.2-1) (1.4.a)
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2) (1.4.b)
1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (γL L atau 0,8W) (6.2-3) (1.4.c)
1,2D + 1,3 W + γL L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) (1.4.d)
1,2D ± 1,0E + γL L (6.2-5) (1.4.e)
0,9D ± (1,3W atau 1,0E) (6.2-6) (1.4.f)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,
tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda
bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726– 1989, atau
penggantinya
dengan,
γL = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γL = 1 bila L≥ 5 kPa.

Pendahuluan 12
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan


(1.4.c), (1.4.d) dan (1.4.e) harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang
digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar
daripada 5 kPa.

1.8.3 Aksi-aksi lainnya


Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.3, setiap aksi yang dapat mempengaruhi
kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur, termasuk yang disebutkan di bawah
ini, harus diperhitungkan:
1. gerakan-gerakan pondasi;
2. perubahan temperatur;
3. deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;
4. pengaruh-pengaruh dinamis;
5. pembebanan pelaksanaan.
Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S),
genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di
atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T, sehingga
menghasilkan kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.

1.8.4 Gaya-gaya Horizontal Minimum yang Perlu Diperhitungkan


Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.4, pada struktur bangunan berlantai banyak
harus dianggap bekerja gaya-gaya horisontal fiktif masing-masing sebesar 0,002 kali beban
vertikal yang bekerja pada setiap lantai. Gaya-gaya horisontal fiktif ini harus dianggap
bekerja bersama-sama hanya dengan beban mati dan beban hidup rencana dari SNI 03-
1727-1989, atau penggantinya dan dibandingkan dengan persamaan (1.4.e) dan (1.4.f)
untuk menghasilkan kombinasi pembebanan yang lebih berbahaya untuk keadaan-keadaan
kekuatan batas dan kemampuan-layan batas. Gayagaya horisontal fiktif ini tidak boleh
dimasukkan untuk keadaan kestabilan batas.

1.9 Prinsip dan Prosedur Perencanaan Struktur Baja


Salmon & Johnson (1990) mendefenisikan PERENCANAAN/DESAIN
STRUKTUR sebagai suatu paduan dari sains dan seni yang mengkombinasikan perasaan
intuitif seorang engineer yang berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan
pengetahuan yang mendalam mengenai prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan
dan analisis struktur, untuk menciptakan suatu struktur yang aman dan ekonomis sehingga
dapat berfungsi seperti yang diharapkan.
Desain, menurut Salmon & Johnson (1990), merupakan suatu proses untuk
menghasilkan penyelesaian optimum. Dalam suatu perencanaan, beberapa kriteria umum
yang harus ditetapkan untuk menghasilkan penyelesaian optimum adalah :
a. biaya optimum;
b. berat minimum;
c. waktu konstruksi yang minimum;

Pendahuluan 13
Diktat Kuliah Elemen Struktur Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

d. tenaga kerja minimum;


e. biaya produksi minimum bagi owner;
f. efisiensi operasi maksimum bagi owner.

Adapun SNI 03-1729-2002 pasal 6.1 menjelaskan bahwa TUJUAN


PERENCANAAN STRUKTUR adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil,
cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan
kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil apabila ia tidak mudah terguling,
miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu disebut cukup kuat
dan mampu-layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan
kemampu layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang
dapat diterima. Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan
dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur rencana bangunan yang direncanakan
tanpa pemeliharaan yang berlebihan.

PROSEDUR PERENCANAAN bisa dianggap terdiri atas dua bagian sebagai berikut
(Salmon & Johnson, 1990) : (a) Perencanaan fungsional, adalah perencanaan untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki; dan (b) Perencanaan kerangka struktural, adalah
pemilihan tata letak dan ukuran elemenn struktural sehingga beban kerja dapat dipikul
dengan aman. Garis besar prosedur perencanaan adalah sebagai berikut (Salmon &
Johnson, 1990):
1. Perancangan, penetapan fungsi yang harus dipenuhi oleh struktur. Tetapkan kriteria
yang dijadikan sasaran untuk menentukan optimum atau tidaknya perencanaan yang
dihasilkan.
2. Konfigurasi struktur prarencana, penataan letak elemen agar sesuai dengan fungsi
dalam langkah 1.
3. Penentuan beban yang harus dipikul.
4. Pemilihan batang prarencana, berdasarkan keputusan dalam langkah 1, 2 dan 3,
pemilihan ukuran batang dilakukan untuk memenuhi kriteria objektif, seperti berat
atau biaya terkecil.
5. Analisa, untuk menentukan aman (tetapi tidak berlebihan) atau tidaknya batang yang
dipilih. Termasuk dalam hal ini ialah pemeriksaan semua faktor kekuatan dan
stabilitas untuk batang serta sambungannya.
6. Penilaian, untuk mengetahui apakah semua ketentuan telah dipenuhi dan hasilnya
optimum. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan dengan kriteria yang telah
ditentukan diatas.
7. Perencanaan ulang, merupakan pengulangan suatu bagian dari langkah 1 sampai 6
yang dipandang perlu atau dikehendaki berdasarkan penilaian diatas.
8. Keputusan akhir, berupa penilaian optimum atau tidaknya perencanaan yang telah
dilakukan.

Pendahuluan 14

Anda mungkin juga menyukai