Anda di halaman 1dari 19

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas dari kebidanan Dalam Islam

Dosen Pengampu : Ririn Wahyu Hidayati S. ST., M.K.M

Disusun Oleh :
Siti Nurhajah (1610104034)
Rika Gustin ADP (1610104037)
Asia Novita (1610104040)
Wiwin Setiyaningsih (1610104042)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Segala Puji kita panjatkan Kehadirat uhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Makalah
Gangguan Sistem Endokrin ( Hipotiroid, Hipertiroid dalam kebidanan)”. Kami berharap makalah
ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membaca makalah ini.
Selain itu kami juga berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya. Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bila mana isi
makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurag tepat.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat kami harapkan, mengingat tidak ada yag sempurna tanpa saran yang membangun.
Demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi saya dalam
pembuatan makalah di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas kita ini dapat belajar
bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 19 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua
mempelai. Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak
mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun
begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah
melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang
bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak
sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih
bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua mempelai manakala
berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta, sebagaimana yang dituntunkan
Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa syariat Islam yang sempurna.
Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini
merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan
berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan
kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan
kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.
Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu
terkandung dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini
diarahkan pada pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Dalam penjabaran
pengertian, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Agama
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah
menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang
harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain
Islam. Allah ta’ala berfirman,
ِ ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
ِ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬
‫اإل ْسالَ َم دِينا‬
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah
cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi
kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)
Salah satu tujuan diturunkannya agama Islam adalah memperbaiki akhlak
manusia. Ahklak hanya dapat dperbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun
informal. Betapa pentingnya pendidikan sehingga ayat yang pertama diturunkan adalah
perintah Allah kepada manusia untuk membaca, membaca semua penomena yang terjadi
di alam dunia ini. Konsep membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan menurut Islam adalah agar seseorang dapat memahami tentang
kekuasaan Allah SWT (yang tersirat dan tersurat) dengan segala peraturan-peraturan
Allah serta mampu menempatkan posisinya sebagai hamba Allah SWT. Mengkaji makna
pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya merupakan kewajiban setiap
muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun muamalah
merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu, penulis akan
menggali khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik pengertian, tujuan
ataupun ruang lingkup pendidikan menurut ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana malam pertama dalam pandangan islam ?
2. Bagaimna kewajiban suami istri dalam islam ?
3. Bagaimana cara mendidik anak dalam islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui malam pertama dalam pandangan islam
2. Untuk mengetahui kewajiban suami istri dalam islam
3. Untuk mengetahui cara mendidik anak dalam islam
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Malam Pertama
Menjadi pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua
mempelai. Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak
mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun
begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah
melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang
bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak
sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih
bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua mempelai manakala
berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta, sebagaimana yang dituntunkan
Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa syariat Islam yang sempurna.
1. Adab-adab Malam Pertama
a. Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk memperindah diri masing-masing
dengan berhias, memakai wewangian, serta bersiwak.
1) berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia
menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi
wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada
beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu
tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya
karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas
tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad
hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul
Zifaf].
2) Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap
setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah
radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula
jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi
sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis
pada saat itu.
b. Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan
kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :

َ ‫علَ ْي ِه َوأَع ُْوذُ بِكَ ِم ْن ش ِ َّر َها َوش ِ َّر َما َج َب ْلتَهَا‬
‫علَ ْي ِه‬ َ ‫سأَلُكَ ِم ْن َخي ِْر َها َو َخي ِْر َما َجبَ ْلتَهَا‬
ْ َ ‫اللّه َّم إِنِّي أ‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan
kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan
kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash
radhiyallaahu ‘anhu].

c. Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama.


Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya
diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat
Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih
menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud,
Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun membimbingku, mengatakan, ‘Apabila
istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah perlindungan kepada
Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya
terserah engkau dan istrimu. “Dalam riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud
radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
d. Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya
semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam
hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya.
Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang
menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan
cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam
ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
e. Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai
keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri
sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan
orang lain.
Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya
terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang
suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang
hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.
f. Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika istri hanya
diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu
kemaluan.
Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai. Allah berfirman yang artinya,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu
kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita
diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang
diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat
kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada
Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
g. Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha
menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan.
Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah.
Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab
kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
‫طانَ َجنِِّ ْبنَا اللَّ ُه َّم للاِ بِس ِْم‬
َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ب ال‬ َّ ‫َرزَ ْقتَنَ َما ال‬
َ ‫ش ْي‬
ِ ‫طانَ َو َج ِِّن‬
“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah
syaithan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhu]. Dalam hadits tersebut
disebutkan bahwa seandainya Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan
bisa memudharati anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan
tidak akan bias mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.
h. Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama
lain. Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata,
“Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam
keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
i. Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi apabila hendak
shalat. Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila
dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur.
Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada
Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur
ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan
Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau
hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
j. Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya
diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan
kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu
Sa’id Al Khudri radhiyallaahu ‘anhu].
Dari poin-poin yang telah dijelaskan nampaklah betapa agungnya kesempurnaan
syariat Islam dalam mengatur semua sisi kehidupan ini. Sehingga pada setiap gerak
hamba ada nilai ibadah yang bisa direngkuh pahalanya. Tidak sekedar aktivitas rutin
tanpa faedah, tak semua pemenuhan kebutuhan tanpa hikmah. Oleh sebab itu tak ada
yang sia-sia dalam mengikuti aturan Ilahi dan meneladani sunnah Nabi. Semuanya
memiliki makna serta mengandung kemaslahatan, karena datangnya dari Allah Dzat
Yang Maha Tinggi Ilmu-Nya lagi Maha sempurna Hikmah-Nya. Maka dari itu syariat
yang Allah turunkan selaras dengan fitrah hamba-Nya sebagai manusia, sebagimana
disyariatkan pernikahan.
Kesempurnaan syariat Islam ini menunjukkan betapa besarnya perhatian
Allah terhadap hamba-Nya melebihi perhatian hamba terhadap dirinya sendiri.
Oleh karenanya, hendaklah setiap hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di
atas agama allah agar dirinya selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di
atas fitrah) yang Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar
Rum: 30]. Allahu a’lam
B. Kewajiban Suami Istri
1. Macam-macam kewajiban suami ke istri
a. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-Taubah : 24)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-
Nya. (At-Taghabun : 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan : 74)
d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah : Membayar mahar, Memberi
nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil
jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
e. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan : (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan
pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’ : 34) ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan
istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
f. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
g. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.
(Ath-Thalaq: 7)
h. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
i. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
j. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
k. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih
sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
l. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
m. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya,
dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)
n. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
o. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’ : 3)
p. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
q. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
r. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah : 180)
2. Macam-macam kewajiban Istri ke suami
a. Hendaknya istri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki
adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
b. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
c. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
d. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
1) Menyerahkan dirinya,
2) Mentaati suami,
3) Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
4) Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
5) Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
e. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang
dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
f. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya,
lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga
suami meridhainya. (Muslim)
g. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada
hak orang tuanya. (Tirmidzi)
h. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia
dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
i. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.:
“Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri
bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
j. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
k. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami
(Thabrani)
l. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’ : 34)
m. Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: Banyak anak , Sedikit harta ,
Tetangga yang buruk , lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
n. Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama
empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
o. Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan
menjaga kemaluannya. (An-Nur : 30-31)
C. Mendidik Anak
Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran.
Adanya kata pengajaran itu sendiri berarti adanya suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang sebut dengan belajar.Dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan
bahwa” “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.” Sedangan fungsi pendidikan nasional adalah: “mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m,
dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima,
menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan
penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan
menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam
sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk
agama) Islam... Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan
sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."
Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali
kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.
1. Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.
Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat
manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan
keluarga, di Satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan maupun
masyarakat. Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi
spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam
Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi menjadi 5,
yaitu:
a) Pendidikan Keimanan
Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah mengenalkan peserta didik
kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan pembelajaran tentang
keesaan Allah, kewajiban manusia terhadap Allah dan aspek-aspek aqidah lainnya.
Dalam hal ini dapat dikaji dari nasehat Luqman kepada anaknya yang digambarkan
Allah dalam firmannya:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan
pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.”
(Q.S 31:13)
Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan peserta didik
melalui proses pendidikan, antara lain:
1) Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis
2) Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut,
bertingkah laku positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan
sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari) serta “Barang siapa mempunyai anak kecil,
hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih
dan Ibnu Asakir)

3) Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin

4) Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang
jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik
seperti beli roti.
5) Memanfaatkan momen religius

6) Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka


shaum bersama.

7) Memberi kesan positif tentang Allah

8) Kenalkan sifat-sifat baik AllahJangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau


kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.

9) Beri teladan

10) Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan
orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)

11) Kreatif dan terus belajar

12) Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan
pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak
malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan
mengikuti perkembangan anak

b) Pendidikan Akhlak
Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari Ibnu
Abas bahwa Rasulullah pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah
akhlak mereka.”, begitu juga Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu
melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka
kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat
tidur mereka.” (HR. Abu Daud).
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui proses pendidikan,
antara lain:
1) Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan
emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying
sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits
Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R
Bukhari)
2) Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
Sebagaimana firman Allah yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan
yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu,
sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik,
memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
3) Memenuhi janji
Dalam hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu
kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat,
bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
4) Meminta maaf jika melakukan kesalahan
c) Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses
kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan
intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang
Psikolog yang membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga
dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam
perkembangan kognitif manusia, yaitu:
1) Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motoric)
Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan
memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat
suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah.
2) Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan
mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
3) Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah
SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
4) Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep

d) Pendidikan fisik

Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan
aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas
seperti yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang
dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)

e) Pendidikan Psikis

Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan
pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika
kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139) Upaya dalam melaksanakan
pendidikan psikis terhadap anak antara lain :

1) Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian,


berperilaku santun dan bijak.

2) Menumbuhkan rasa percaya diri

3) Memberikan semangat tidak melemahkan

3. Tiga Tahapan Pendidikan Anak menurut Islam


Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/
penggolongan usia, yaitu:
a) Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira
7 tahun.

b) Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira


7 tahun sampai 14 tahun.
c) Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira
mulai 14 tahun ke atas.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menjadi pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua
mempelai. Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak
mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun
begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah
melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang
bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak
sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih
bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua mempelai manakala
berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta, sebagaimana yang dituntunkan
Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa syariat Islam yang sempurna.

B. Saran
Suami-istri mampu memahami hak dan kewajibannya masing-masing secara baik dan
mengamalkannya secara bersama-sama pula dalam suasana saling mendukung dan
menguatkan satu sama lain maka mudahlah mewujudkan keluarga yang diharapkan yaitu
keluarga yang tentram dan sejahtera, sakinah mawaddah warahmah.
DAFTAR PUSTAKA
Ustd. Mukaffi ‘Arafat, Keutamaan Mempelajari Ilmu Fiqih, 2011
https://basaudan /2011/05/31/keutamaan-mempelajari-ilmu-fiqih/

Tuan Yuherman, Pengertian dan Jenis Fiqih, 2014


https://wadahsufiyah /2014/05/pengertian-dan-jenis-fiqih.html

Aswaja NU Jatim, Hak Kewajiban Suami kepada Istri dan Istri Kepada Suami, 2013
http://aswajanucenterjatim.com/utama/kewajiban-suami-terhadap-istri/

Anda mungkin juga menyukai