Anda di halaman 1dari 98

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Kehamilan
a. Konsep Dasar Kehamilan
1) Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan
ovum kemudian dilanjutkan dengan implantasi atau nidasi.
kehamilan normal akan berlangsung selama 40 minggu atau 9
bulan terdapat dari kalender internasional jika dihitung dari
fertilisasi sampai bayi lahir. kehamilan dibagi menjadi 3 trimester
yaitu trimester 1 berlangsung dalam 12 minggu, trimester II
berlangsung minggu ke-13 hingga ke-27 dan trimester III
berlangsung dari minggu ke-28 hingga ke 40 (Saifuddin, 2013).
2) Proses Kehamilan
Firman Allah Swt yang menjelaskan asal-muasal terbentuknya
manusia yang dijelaskan dalam Al-Quran Surat. Al Mu’minuun,
ayat 12-14 sebagai berikut:
 
  
   
  
   
 
 
 
 
 
  
 
   
 

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani

8
9

(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air


mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk
yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling
baik.” Kandungan Al-Qur’an Surat Al Mu’minun ayat 12 – 14
adalah : Penegasan Allah bahwa manusia merupakan makhluk
ciptaan-Nya yang asal kejadiannya dari tanah.
Informasi dari Allah Swt tentang proses kejadian manusia ketika
masih ada dalam kandungan (QS.Al.Mu`minuun (23) :12-14).
Allah SWT berfirman:
Allah SWT telah menciptakan manusia secara berpasangan.
Ada laki-laki, ada juga perempuan. Dengan adanya pasangan
tersebut manusia dapat berketurunan dan berkembang dari masa ke
masa. Proses alami dari perkembangan manusia dalam
berketurunan adalah dengan cara berhubungan suami istri antara
laki-laki dan perempuan dalam sebuah wadah mulia dan ikatan suci
yaitu pernikahan. Dari hasil hubungan tersebut akan membuahkan
janin dalam rahim sang istri. Proses kehamilan ini merupakan suatu
yang alami dan paling mudah dalam melahirkan keturunan. Bahkan
secara naluri semua makhluk hidup juga mengetahui hal tersebut.
3) Etiologi Kehamilan
Suatu kehamilan dapat terjadi bila terdapat 5 aspek berikut yaitu:
a) Ovum
Ovum adalah suatu sel terbesar dalam tubuh manusia.
Pertumbuhan ovum (oogenesis) dimulai dengan oogonia, oosit
primer (sel-sel yang menjalani pembelahan pertama), oosit
sekunder (sel-sel yang menjalani pembelahan kedua). Saat
ovulasi pembelahan yang kedua dimulai namun ovum tidak
akan menyelesaikan pembelahan kedua jika terjadi fertilisasi
10

dan akan menghasilkan badan polar yang kedua dan satu zigot
(persatuan ovum dan sperma) (Marmi, 2014).
b) Spermatozoa
Pertumbuhan sperma (spermatogenesis) dimulai dengan
spermatogonium menjadi spermatosit primer (kromosom-
kromosom dalam jumlah diploid/2 pasang), menjadi spermatosit
sekunder (membelah 2), menjadi spermatid dan tumbuh menjadi
spermatozoa (sperma) (Marmi, 2014).
Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap
hari. Siklus spermatogenesis berlangsung rata-rata 74 hari.
Sementara itu pemasakan spermatosit menjadi sperma
memerlukan waktu 2 hari (Marmi, 2014).
c) Fertilisasi atau konsepsi
Penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba
fallopi. Peristiwa konsepsi atau fertilisasi terjadi di ampula tuba,
pada hari ke-11-14 terjadi ovulasi dari siklus menstruasi normal.
Ovulasi yang disebut juga dengan masa subur adalah peristiwa
matangnya sel telur sehingga siap dibuahi (Marmi, 2014).
  
  
 
   
   
  
   
  
   
 
  
  
Artinya:
Dan segala sesuatu yang dicptakan-Nya dibuat-Nya
dengan sebaik-baiknya, dan dimulainya menciptakan manusia
dari tanah. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari pati
air yang hina. Kemudian Ia membentuknya dan meniupkan
11

kedalamnya sebagian dari ruh-Nya, dan dijadikannya untuk


kamu pendengaran, penglihatan dan hati (pikiran dan perasaan).
Sedikit sekali kamu bersyukur (QS. As-Sajdah/32:7-9).
d) Proses nidasi atau implantasi
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi
ke dalam endometrium. Blastula diselubungi oleh suatu simpai
disebut trofoblast yang mampu menghancurkan atau mencairkan
jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium berada dalam fase sekresi. Jaringan endometrium
ini banyak mengandung nutrisi untuk buah kehamilan (Marmi,
2014).
4) Pembagian Umur Kehamilan
Pembagian umur kehamilan dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Trimester I : Umur Kehamilan 0-12 minggu.
b) Trimester II : Umur Kehamilan 12-28 minggu.
c) Trimester III : Umur Kehamilan 28-40 minggu.
(Marmi, 2014).
5) Diagnosis Kehamilan
Diagnosis kehamilan dapat ditegakkan dengan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan klinis berdasarkan tanda dan gejala
kehamilan, yaitu:
a) Tanda Mungkin Hamil
(1) Amenore (terlambat datang bulan)
(a) Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi
pembentukan folikel de graaf dan ovulasi.
(b) Mengetahui tanggal haid terakhir dengan perhitungan
rumus neegle dapat ditentukan perkiraan persalinan
(Marmi, 2014).
(2) Mual (nausea) dan muntah (emesis)
Umumnya terjadi pada wanita hamil umur 6-8
minggu. Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan
pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual dan
12

muntah terutama pada pagi hari disebut morning sicknes.


Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi.
Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang (Marmi,
2014).

(3) Ngidam
Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu,
keinginannya yang demikian disebut ngidam. Keadaan ini
biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama (Marmi, 2014).
(4) Sinkope atau pingsan
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala
(sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan
menimbulkan pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia
kehamilan 16 minggu (Marmi, 2014).
(5) Payudara tegang
Pengaruh estrogen-progesteron dan juga
somatomammotrofin dapat menimbulkan deposit lemak, air,
dan garam pada payudara. Payudara membesar dan tegang,
nyeri serta kencang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa
sakit terutama pada hamil pertama (Marmi, 2014).
(6) Weight gain
Pertambahan berat badan ibu tidak selalu berbanding
lurus dengan pertambahan berat janin. Umumnya
pertambahan berat badan normal selama kehamilan adalah
7-15 kg (Marmi, 2014).
b) Tanda tidak Pasti Kehamilan
Tanda tidak pasti kehamilan ditentukan oleh (Marmi, 2014) :
(1) Perut membesar
(2) Rahim membesar, sesuai dengan tuanya kehamilan
(3) Pada pemeriksaan dapat dijumpai
13

(a) Tanda Hegar, isthmus uteri teraba lebih panjang dan


lunak.
(b) Tanda Chadwicks, mukosa vagina berwarna kebiruan
karena hipervaskulerisasi hormon estrogen.
(c) Tanda Piscaseck, pembesaran dan perlunakan pada
tempat implantas. Biasanya ditemukan saat umur
kehamilan 10 minggu.
(d) Kontraksi Braxton Hicks, kontraksi uterus (perut terasa
kencang) tetapi tidak disertai rasa nyeri.
(e) Teraba ballottement, tanda ada benda mengapung atau
melayang dalam cairan, pada umur kehamilan 16-20
minggu.
(f) Discharge.
(g) lebih banyak dirasakan wanita hamil. Ini merupakan
pengaruh hormon estrogen dan progesteron.
(h) Tanda Goodell, portio teraba melunak.
(4) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif
c) Tanda Pasti Kehamilan
Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui (Marmi, 2014):
(1) Gerakan janin dalam rahim. Terlihat/teraba gerakan janin
dan teraba bagian-bagian janin.
(2) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Leanec,
alat kardiotokografi, dan alat Doppler. Dilihat dengan
ultrasonografi. Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu
rotgen untuk melihat kerangka janin, ultrasonografi.
6) Perubahan Anatomi dan Fisiologi Kehamilan
Perubahan Anatomi dan Fisiologis pada ibu hamil adalah:
a) Sistem Reproduksi
(1) Uterus
(a) Ukuran
14

Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30 x


25 x 20 cm dengan kapasitas lebih dari 4000 cc
(Jannah, 2012).

Tabel 2.1 TFU menurut pandangan per tiga jari


Usia Kehamilan
Tinggi Fundus Uteri (TFU)
(Minggu)
12 3 jari di atas simfisis
16 Pertengahan pusat-simfisis
20 3 jari di bawah pusat
24 Setinggi pusat
28 3 jari di atas pusat
Pertengahan pusat-prosesus
32
xiphoideus (px)
3 jari di bawah prosesus
36
xiphoideus (px)
Pertengahan pusat- prosesus
40
xiphoideus (px)
Sumber : Jannah, 2012
(b) Berat
Berat uterus naik secara luar biasa dari 30 gram
menjadi 1000 gram pada akhir bulan (Jannah, 2012).
Tabel 2.2 Bentuk uterus berdasarkan usia kehamilan
Bentuk dan Konsistensi
Usia Kehamilan
Uterus
Bulan pertama Seperti buah alpukat
15

2 bulan Sebesar telur bebek


3 bulan Sebesar telur angsa
4 bulan Berbentuk bulat
Rahim teraba seperti berisi
cairan ketuban, rahim terasa
tipis, itulah sebabnya mengapa
5 bulan
bagian-bagian janin dapat
dirasakan melalui perabaan
dinding perut
Sumber : Jannah, 2012
(c) Posisi rahim dalam kehamilan
- Pada permulaan kehamilan, dalam posisi antefleksi
atau retrofleksi.
- Pada 4 bulan kehamilan, rahim tetap berada dalam
rongga pelvis.
- Setelah itu, mulai memasuki rongga perut yang
dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati.
- Pada ibu hamil, rahim biasanya mobile, lebih
mengisi rongga abdomen kanan dan kiri
(Sulistyawati, 2012).
(d) Vaskularisasi
Arteri uterine dan ovarika bertambah dalam diameter,
panjang, dan anak-anak cabangnya, pembuluh darah
vena mengembang dan bertambah (Jannah, 2012).
(e) Serviks Uteri
Bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak, kondisi
ini yang disebut tanda goodell. Kelenjar endoservikal
membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus.
Oleh karena pertambahan dan pelebaran pembuluh
darah, warnanya menjadi livid dan ini disebut dengan
tanda Chadwick (Jannah, 2012).
(2) Ovarium
16

Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum


graviditas sampai terbentuknya plasenta yang akan
mengambil alih pengeluaran estrogen dan progesteron
(Jannah, 2012).
(3) Vagina dan vulva
Oleh karena pengaruh estrogen, terjadi hipervaskularisasi
pada vagina dan vulva sehingga pada bagian tersebut
terlihat lebih merah atau kebiruan, kondisi ini disebut tanda
Chadwicks (Jannah, 2012).

b) Sistem Urinaria
Pada trimester kedua aliran darah ginjal meningkat dan tetap
terjadi hingga usia kehamilan 30 minggu, setelah itu menurun
secara perlahan. Ginjal mengalami pembesaran dan filtrasi
glomerular. Perubahan dalam filtrasi glomerulus adalah
penyebab peningkatan urea, dan asam urat yang sangat
direabsobsi pada awal kehamilan. Protein dan asam amino
sangat sedikit direabsobsi, sementara asam amino dan vitamin
ditemukan dalam jumlah yang banyak di dalam urin wanita
hamil hanya protein yang tidak biasa ditemukan pada urin
wanita hamil (Jannah, 2012).
c) Sistem Gastrointestinal
Rahim yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus
bagian bawah, sehingga terjadi sembelit atau konstipasi.
Sembelit semakin berat karena gerakan otot di dalam usus di
perlambat oleh tingginya kadar progesteron. wanita hamil sering
mengalami rasa panas di dada dan sendawa, yang kemungkinan
terjadi karena makanan lebih lama berada di dalam lambung dan
karena relaksasi spinter dikerongkongan bagian bawah yang
memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
Ulkus dastrikum jarang ditemukan pada wanita hamil dan jika
sebelumnya menderita ulkus gastrikum biasanya akan membaik
17

karena asam lambung yang dihasilkan lebih sedikit (Jannah,


2012).
d) Sistem Pernafasan
Ruang abdomen yang membesar karena meningkatnya ruang
rahim atau pembentukan hormone progesterone menyebabkan
paru-paru berfungsi sedikit berbeda dari biasanya.wanita hamil
bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih
banyak oksigen untuk janin dan untuk dirinya (Jannah, 2012).

e) Sistem Metabolisme
Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk pembentukan
tulangnya dan ini terjadi ketika trimester terakhir. Oleh karena
itu, peningkatan asupan kalsium sangat diperlukan untuk
menunjang kebutuhan (Jannah, 2012).
7) Perubahan dan Adaptasi Psikologis Selama Masa Kehamilan
Trimester I, II, dan III
a) Trimester I (Periode penyesuaian)
(1) Ibu merasa tidak sehat dan kadang merasa benci dengan
kehamilannya.
(2) Kadang muncul penolakan, kekecewaan, kecemasan dan
kesedihan. Bahkan kadang ibu berharap dirinya tidak hamil
saja.
(3) Ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih
meyakinkan bahwa dirinya memang hamil.
(4) Setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya akan selalu
diperhatikan dengan seksama.
(5) Oleh Karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan
rahasia seorang ibu yang mungkin diberitahukannya kepada
orang lain atau dirahasiakannya (Suryati, 2011).
b) Trimester II (Periode kesehatan yang baik)
18

(1) Ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar
hormon yang lebih tinggi.
(2) Ibu sudah bisa menerima kehamilannya dan mulai dapat
menggunakan energi dan kontruktif.
(3) Pada trimester ini ibu mulai merasakan gerakan anak
(pengenalan pada fetus, pertumbuhan dan pembesaran
abdomen, serta gerakan bayi saat di USG).
(4) Merasa terlepas dari ketidaknyamanan dan kekhawatiran.
(5) Menuntut perhatian dan cinta.
(6) Merasa bahwa bayi sebagai individu yang merupakan
bagian dari dirinya.
(7) Ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan,
kelahiran dan persiapan untuk peran baru (Suryati, 2011).
c) Trimester III (Periode penantian dengan penuh kewaspadaan)
(1) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek,
aneh dan tidak menarik, Merasa tidak menyenangkan ketika
bayi tidak lahir tepat waktu.
(2) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang akan timbul
pada saat melahirkan, khawatir akan keselamatannya.
(3) Khawatir bayi yang dilahirkannya tidak normal, bermimpi
yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.
(4) Merasa sedih kerena akan terpisah dari bayinya dan
perhatian khusus yang diterima selama hamil.
(5) Merasa kehilangan perhatian.
(6) Perasaan mudah terluka (sensitif).
(7) Trimester III saat persiapan aktif untuk kelahiran bayi dan
menjadi orang tua.
(8) Keluarga mulai menduga-duga tentang jenis kelamin dan
mirip siapa bahkan mereka mungkin sudah memilih sebuah
nama untuk bayinya (Suryati, 2011).
8) Kebutuhan Ibu Hamil
a) Kebutuhan Nutrisi
19

Pada masa kehamilan, ibu hamil harus menyediakan


nutrisi yang penting bagi pertumbuhan anak dan dirinya sendiri.
Ibu hamil mengalami peningkatan kebutuhan protein sebanyak
68% atau 12% per hari (75-100 gram). Protein biasa terdapat
dalam daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya
(Sulistyawati, 2012).
Zat besi yang dibutuhkan ibu hamil meningkat sebesar
300% (1.040 mg selama hamil). Dan peningkatan ini tidak dapat
tercukupi hanya dari asupan makanan ibu selama hamil
melainkan perlu di tunjang dengan suplemen zat besi.
Pemberian suplemen zat besi dapat di berikan sejak minggu ke
12 kehamilan sebesar 30-60g setiap hari selama kehamilan dan 6
minggu setelah kelahiran untuk mencegah anemia postpartum
(Sulistyawati, 2012).
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang
kebutuhannya meningkat 2 kali lipat selama hamil. Asam folat
sangat berperan dalam metabolisme normal makanan menjadi
energi, pematangan sel darah merah, sintesis DNA,
pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Jika kekurangan asam
folat maka ibu dapat menderita anemia megalobstatik dengan
gejala diare, depresi, lelah berat dan selalu mengantuk. Jika
kondisi ini terus berlanjut dan tidak segera ditangani maka pada
ibu hamil akan terjadi BBLR, ablasio plasenta dan kelainan
bentuk tulang belakang janin (spina bipida) (Sulistyawati, 2012).
Kadar kalsium dalam darah ibu turun drastis 5%. Sumber
utama kalsium adalah susu dan hasil olahannya, udang, sarang
burung, sarden, dan beberapa bahan makanan nabati, seperti
sayuran warna hijau tua dan lain-lain (Sulistyawati, 2012).
b) Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan oksigen adalah yang utama pada manusia termasuk
ibu hamil. Berbagai gangguan pernafasan bisa terjadi saat hamil
20

sehingga akan menggangu pemenuhan kebutuhan oksigen pada


ibu yang akan berpengaruh pada bayi yang dikandung.
Untuk mencegah hal tersebut diatas dan utuk memenuhi
kebutuhan oksigen maka ibu hamil perlu :
(1) Latihan nafas melalui senam hamil
(2) Tidur dengan bantal yang lebih tinggi
(3) Makan tidak terlalu banyak
(4) Kurangi atau hentikan merokok
(5) Konsul ke dokter bila ada kelainan atau seperti gangguan
pernafasan seperti asma dan lain-lain (Suryati, 2011).

c) Kebutuhan Personal Hygiene


Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Mandi dianjurkan
sedikitnya dua kali sehari karena ibu hamil cenderung untuk
mengeluarkan banyak keringat, menjaga kebersihan diri
terutama lipatan kulit (ketiak, bawah, buah dada, daerah
genitalia dengan cara dibersihkan dengan air dan dikeringkan,
kebersihan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian karena
seringkali mudah terjadi gigi berlubang, terutama pada ibu yang
kekurangan klasium, rasa mual selama hamil dapat
menagkibatkan perburukan mulut dan dapat menimbulkan caries
gigi (Suryati, 2011).
d) Kebutuhan Istirahat
Adanya aktivitas yang dilakukan setiap hari otomatis ibu hamil
akan sering merasa lelah daripada sebelum waktu hamil karena
faktor beban dari berat janin yang semakin terasa oleh sang ibu.
Oleh karena itu, pengaturan aktivitas yang tidak berlebihan perlu
diterapkan oleh setiap ibu hamil (Jannah, 2012).
e) Kebutuhan Seks
Hubungan seksual selama hamil tidak dilarang selama tidak ada
riwayat penyakit seperti berikut:
21

(1) Sering abortus dan kelahiran prematur.


(2) Perdarahan pervaginam.
(3) Koitus harus dilakukan dengan hati-hati terutama pada
minggu terakhir kehamilan.
(4) Bila ketuban sudah pecah, koitus dilarang karena dapat
menyebabkan infeksi janin intrauteri (Sulistyawati, 2012).
f) Senam Hamil
Senam hamil merupakan keharusan, namun dengan melakukan
senam hamil akan banyak memberikan manfaat dalam
membantu kelancaran proses persalinan dan relaksasi,
menggunakan otot-otot panggul dan perut, serta melatih cara
mengedan yang benar, kesiapan ini merupakan bekal penting
bagi calon ibu saat persalinan. Senam hamil pada kehamilan
normal dapat dimulai pada kehamilan kurang lebih 16-38
minggu, pelaksanaan senam sedikitnya seminggu sekali dan
menggunakan pakaian yang sesuai dan longgar (Jannah, 2012).
Manfaat senam hamil secara teratur dan terukur sebagai berikut:
(1) Memperbaiki sirkulasi darah
(2) Mengurangi pembengkakan
(3) Memperbaiki keseimbangan otot
(4) Mengurangi resiko gangguann gastrointerstinal, termasuk
sembelit
(5) Mengurangi kejang kaki/kram
(6) Menguatkan otot perut
(7) Mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan
(Jannah, 2012).
9) Tanda Bahaya pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya ibu pada kehamilan trimester III, yaitu sebagai
berikut:
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan pada masa kehamilan yang patologis dibagi
menjadi 2 yaitu :
22

(1) Perdarahan pada awal masa kehamilan yaitu perdarahan


yang terjadi pada masa kehamilan < 22 minggu yang
ditandai dengan keluar darah merah, perdarahan yang
banyak, perdarahan dengan nyeri. Perdarahan semacam ini
perlu dicurigai terjadinya abortus, kehamilan ektopik, atau
kehamilan mola.
(2) Perdarahan pada masa kehamilan lanjut yaitu perdarahan
yang terjadi pada kehamilan setelah 22 minggu sampai
sebelum persalinan yang ditandai dengan keluar darah
merah segar atau kehitaman dengan bekuan, perdarahan
banyak kadang-kadang/tidak terus-menerus, perdarahan
disertai nyeri. Perdarahan semacam ini bisa berarti
plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptur uteri serta
gangguan pembekuan darah (Dewi,dkk, 2015).
2) Sakit kepala yang hebat
Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari
pre-eklamsi (Dewi,dkk, 2015).
3) Masalah penglihatan/pandangan kabur
Penglihatan kabur pada wanita hamil disebabkan pengaruh
hormonal, ketajaman penglihatan ibu dapat berubah dalam
kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah normal. Masalah
visual yang mendadak, misalnya pandangan kabur dan
berbayang. Perubahan penglihatan ini mungkin disertai sakit
kepala yang hebat dan mungkin menjadi suatu tanda pre-
eklamsi (Marmi, 2014).
d) Bengkak pada muka dan tangan
Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah serius jika muncul
pada muka dan tangan, dan tidak hilang stelah beristirahat, dan
disertai dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan
pertanda anemia, gagal jantung, atau pre-eklamsi (Marmi,
2014).
e) Gerakan janin berkurang
23

Ibu mulai merasakan gerakan janin mulai bulan ke-5 atau ke-6,
beberapa ibu dapat merasakan gerakan ini lebih awal, bayi
harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam 3 jam. Ibu hamil
harus waspada terhadap jumlah gerakan janin (Dewi,dkk,
2015).
f) Keluarnya air ketuban sebelum waktunya
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan mendadak disertai
bau yang khas. Adanya kemungkinan infeksi dalam rahim dan
persalinan prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan bayi (Jannah, 2012).

b. Asuhan Antenatal
1) Pengertian Asuhan Antenatal
Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan (Marmi, 2014).
2) Tujuan Asuhan Antenatal
a) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu
dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, serta
proses kelahiran bayi.
b) Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, beda,
atau obstetric selama kehamilan.
c) Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan
ibu, dan tumbuh kembang janin.
d) Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan
menghadapi komplikasi.
e) Memantau menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,
menjalankan nifas, normal, serta merawat anak secara fisik,
psikologis, dan social
24

f) Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik


dalam memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang
secara normal (Jannah, 2012).
3) Standar Asuhan Kehamilan
a) Standar 3 : Identifikasi ibu hamil
Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan
masyarakat secara berkala untuk penyuluhan dan motivasi
untuk pemeriksaan dini dan teratur (Jannah, 2012).
b) Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Sedikitnya 4 kali pelayanan kehamilan :
(1) Satu kali pada TM 1 (usia kehamilan 0-13 minggu)
(2) Satu kali pada TM II (usia kehamilan 14-27 minggu)
(3) Dua kali pada TM III ( usia kehamilan 28-40 minggu)
pemeriksaan meliputi : anamnesis dan pemantauan ibu dan
janin, mengenal kehamilan resiko tinggi nasehat dan
penyuluhan, mencatat data yang tepat setiap kunjungan,
tindakan tepat untuk merujuk (Jannah, 2012).
c) Standar 5 : Palpasi abdominal
Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukan dengan sistematika
berikut ini:
Leopold I
Menentukan tinggi fundus dan meraba bagian janin yang di
fundus dengan kedua telapak tangan (Dewi,dkk, 2015).
Cara pelaksanaannya sebagai berikut.
(1) Pemeriksa menghadap pasien.
(2) Kedua tangan meraba bagian fundus dan mengukur berapa
tinggi fundus uteri.
(3) Meraba bagian apa yang ada di fundus. Jika teraba bulat,
melenting, mudah digerakkan, maka itu adalah kepala.
Jika teraba bulat, besar, lunak, tidak melenting, dan susah
digerakkan, maka itu adalah bokong janin (Sulistyawati,
2012).
25

Gambar 2.1 Menentukan Bagian Janin dan TFU


(Dewi, 2015)

Leopold II
Kedua telapak tangan menekan uterus dengan meraba bagian
kanan dan kiri janin kearah kepala pasien, jika ingin meraba
sebelah kanan tangan kiri menekan dan jika ingin meraba
sebelah kiri tangan kanan menekan dan jika teraba keras
seperti papan (punggung Janin), dan jika teraba bagian kecil-
kecil (ektermitas) (Dewi,dkk, 2015).

Gambar 2.2 Menentukan Bagian Janin


(Dewi, 2015)

Leopold III
Satu tangan meraba bagian janin apa yang terletak di bawah
(diatas simfisis) sementara tangan lainnya menahan fundus
jika teraba bulat, melenting (Kepala Janin) (Dewi,dkk, 2015).
26

Gambar 2.3 Menentukan Bagian Terbawah Janin


(Dewi, 2015)

Leopold IV
Untuk mengetahui sudah sejauh mana masuk pintu atas
panggul (Dewi,dkk, 2015).
Berat badan janin secara sederhana dapat di ukur dengan
mempergunakan rumus diantaranya rumus Joshon Toschak.
Rumus Johson Toschok : BB=(TFU-N)×155
Keterangan : BB : Berat Badan Janin dalam gram
N : Hodge (garis Khayal dalam panggul untuk
mengetahui seberapa jauh penururan kepala
janin)
TFU :Tinggi Fundus Uteri
N : 13 bila kepala belum melewati PAP
N : 12 bila kepala berada diatas spina ischiadika
N : 11 bila kepala berada di bawah spina ischiadika
(Rukiah,dkk, 2013).
27

Gambar 2.4 Menentukan Seberapa Jauh Masuk PAP


(Dewi, 2015)

d) Standar 6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan


e) Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
f) Standar 8 : Persiapan persalinan
Memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ke-3 untuk memastikan persiapan
persalinan bersih dan aman, persiapan transportasi, dan biaya untuk
merujuk juga harus (Suryati, 2012).
4) Jadwal Kunjungan Ulang
(1) Kunjungan I (16 minggu) dilakukan untuk:
(a) Penapisan dan pengobatan anemia
(b) Perencanaan persalinan
(c) Pengenalan komplikasi akibat pada kehamilan dan
pengobatannya (Jannah, 2012).
(2) Kunjungan II (24-28 minggu) dan kunjungan III (32 minggu)
dilakukan untuk:
(a) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan
pengobatannya
(b) Penapisan PE, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
(c) Mengulang perencanaan persalinan (Jannah, 2012).
(3) Kunjungan IV (36 minggu) sampai lahir sama seperti
kunjungan II dan III, Mengenali adanya kelainan letak dan
28

presentasi, memantau rencana persalinan, mengenali tanda-


tanda persalinan (Jannah, 2012).
5) Standar Pelayanan Antenatal 10 T
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:
(1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Pengukuran tinggi badan ibu hamil normalnya adalah minimal
145 cm. Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan
antenatal. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kg
selama kehamilan setiap bulannya menunjukkan adanya
gangguan pertumbuhan janin. Kenaikan BB ibu hamil normal
rata-rata antara 9 sampai 13,9 kg berat barat ideal untuk ibu
hamil sendiri tergantung dari IMT (Indeks Masa Tubuh) ibu
sebelum hamil. Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah hubungan
antara tinggi badan dan berat badan ada rumus tersendiri untuk
menghitung IMT yakni:

Tabel 2.3 Peningkatan berat badan selama hamil


Kenaikan BB
Berat badan Sebelum Hamil
IMT Total yang
(BB/TB(𝒎)𝟐)
Dianjurkan (kg)
Berat badan kurang
<19,8 12,5-18
(underweight)
Berat badan normal (normal
19,8-26,0 11,5-16
weight)
Berat badan berlebih
26,0-29,0 7-11,5
(overweight)
>29,0
Obesitas <6,8

Sumber : Dewi, 2015


(2) Ukur tekanan darah
29

Diukur dan diperiksa setiap kali ibu datang dan berkunjung


pemeriksaan tekanan darah sangat penting untuk mengetahui
standar normal, tinggi atau rendah. Tekanan darah yang normal
adalah 110/80-120/80 mmHg.
(3) Nilai status gizi (ukur LILA/Lingkar Lengan Atas)
Normal LILA ibu hamil minimal 23,5 cm. Jika kurang dari
23,5 cm maka ibu hamil dikatakan KEK (Kekurangan Energi
Kronis). Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi
berat lahir rendah (BBLR).
(4) Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan sesuai atau
tidak dengan umur pada kehamilan. Standar pengukuran
menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
(5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II
dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika pada
trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala
janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak,
panggul sempit atau ada masalah lain.
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya
setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120
kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
(6) Pemberian tablet Fe/besi (90 tablet selama kehamilan)
Tablet ini mengandung 200 mg sulfat ferosus 0,25 mg asam
folat yang diikat dengan laktosa. Tujuan pemberian tablet Fe
pada ibu hamil dan nifas, karena pada masa kehamilan
kebutuhannya meningkat seiring pertumbuhan janin, zat besi
ini penting untuk peningkatan volume darah yang terjadi
30

selama kehamilan dan untuk memastikan pertumbuhan dan


perkembangan janin.
(7) Skrining status imunisasi TT (Tetanus Toxoid) dan pemberian
imunisasi TT (Tetanus Toxoid) adalah suatu proses untuk
membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap
infeksi tetanus.
Tabel 2.4 Pemberian imunisasi TT
Jenis Interval Lama
Status %
Suntikan Waktu Perlindungan
T0 Belum
pernah
mendapat
imunisasi
TT
T1 TT1 Pada 80
kunjungan
antenatal
pertama

T2 TT2 4 minggu 3 tahun 95


dari TT1
T3 TT3 6 bulan 10 tahun 99
dari TT2
T4 TT4 1 tahun 25 tahun 99
dari TT3
T5 TT5 3 tahun Seumur hidup
dari TT4
Sumber : Kementrian Kesehatan, 2015
(8) Test lab sederhana: Hb (ibu hamil dikatakan anemia jika
hemoglobin darahnya ibu < 11 gr%), Protein berdasarkan
indikasi (HbsAg Sifilis, HIV, Malaria, TBC, dll)
(9) Tata laksana kasus
31

(10) Temu wicara (konseling termasuk P4K/Program Perencanaan


dan Pencegahan Komplikasi) (Pusdiklatnakes, 2014).
6) Pemeriksaan Kehamilan
Menurut (Sulistyawati, 2012) pemeriksaan kehamilan meliputi:
(1) Tes urine kehamilan
Dilakukan seawal mungkin begitu diketahui ada amenorhea
(satu minggu setelah koitus), upayakan urine yang digunakan
adalah urine pagi hari.
(2) Pemeriksaan fisik ibu hamil
(a) Inspeksi
- Kepala dan leher : edema di wajah, ikterus pada mata,
bibir pucat, leher meliputi pembengkakan saluran limfe
atau pembengkakan kelenjar tiroid.
- Payudara : ukuran, simetris, puting payudara (menonjol
atau tenggelam, keluar cairan kolostrum atau cairan).
- Abdomen : luka bekas operasi, tinggi fundus uteri (jika
lebih dari 12 minggu), letak presentasi, posisi,
penurunan kepala (jika lebih dari 36 minggu),
mendengar denyut jantung janin (bila kehamilan lebih
dari 18 minggu).
(b) Palpasi
Dilakukan untuk menentukan besarnya rahim dengan
menentukan usia kehamilan serta menentukan letak anak
dan rahim. Pemeriksaan palpasi dilakukan dengan
menggunakan metode leopold.
(c) Pemeriksaan USG
Dilakukan sebagai salah satu diagnosis pasti kehamilan,
gambaran yang terlihat yaitu adanya rangka janin dan
kantong kehamilan.
(d) Pemeriksaan Rontgen
32

Merupakan salah satu alat untuk melakukan penegakan


diagnosis pasti kehamilan, terlihat gambaran kerangka
janin yaitu tengkorak dan tulang belakang.

2. Hypnopregnancy
a. Definisi Hypnopregnancy
Hypnopregnancy adalah suatu metode relaksasi dikhususkan untuk
ibu hamil. Dengan metode ini ibu hamil bisa mendapatkan relaksasi yang
mendalam, baik secara fisik, nafas dan pikiran. Dalam keadaan relaksasi
yang dalam ini seorang ibu bisa mengaktifkan pikiran bawah sadar.
Dampaknya melalui pikiran bawah sadar yang aktif, ibu hamil dengan
mudah mendapatkan suasana rileks, emosi stabil, nyaman dan bahagia.
Inilah kondisi terbaik dalam persiapannya menghadapi persalinan dan ibu
hamil yang melatih diri melalui metode hypnopregnancy, ibu hamil bisa
dengan mudah meminimalkan rasa sakit tanpa penggunaan obat obatan.
Dengan kata lain, hypnopregnancy adalah penggunaaan hypnosis untuk
proses persalinan yang alami, lancar alami. Ibu hamil masuk dalam
relaksasi yang dalam dan dialakukan dalam keadaan sadar. Selain berguna
untuk mengurangi rasa sakit dan memperlancar proses persalinan.
Hypnopregnancy atau penggunaan hypnosis selama masa kehamilan bisa
mencegah gangguan emosional baik saat sebelum persalinan dan setelah
persalinan (Yuliardiani, 2015).
Sama halnya seperti hypno-birthing, hypnopregnancy dapat
dilakukan saat merencanakan kehamilan. Bahkan ada beberapa pasangan
yang melakukannya saat akan menikah. Hypnopregnancy bermanfaat
untuk ketenangan diri, menyeimbangkan tubuh dan pikiran demi
mempersiapkan kehamilan yang sehat dan bibit yang unggul. Karena hal
penting yang harus diingat bahwa kehamilan perlu persiapan fisik, mental,
dan spiritual (Aprillia, 2010).
Keseimbangan tubuh dan pikiran dibutuhkan untuk kondisi psikis
yang sehat. Jika kondisi psikis sehat, otomatis tubuh juga akan menjadi
lebih sehat dan kekebalan tubuh pun menjadi Iebih baik. Pada akhirnya
33

keseimbangan ini akan mengarah pada terjadinya proses kehamilan.


Keseimbangan ini harus terus dipelihara selama kehamilan, karena saat
hamil, berbagai hormon yang berubah cenderung membuat tubuh dan
pikiran menjadi tidak stabil, sehingga memunculkan rasa khawatir, panik,
dan sebagainya. Akibatnya, kesehatan jadi terganggu dan ini tentunya
berpengaruh pada janin dalam kandungan (Aprillia, 2010).
b. Tujuan hypnopregnancy
Tujuan hypnopregnancy adalah mempersiapkan ketenangan diri,
menyeimbangkan pikiran dan tubuh untuk mempersiapkan kehamilan
yang sehat. Dengan begitu, ibu pun akan selalu berpikiran positif, sehingga
janin yang dikandungnya akan selalu berada dalam suasana
menyenangkan. Kelak, ini akan memengaruhi perkembangan emosinya. Ia
akan tumbuh menjadi sosok yang berpikiran positif dan memiliki emosi
yang positif pula (Nakita, 2013).
c. Manfaat hypnopregnancy
Manfaat yang didapat si Ibu dalam Hypnosis kehamilan
/Hypnopregnancy ini antara lain: mengurangi kadar rasa sakit saat
melahirkan, meminimalisir stress, depresi saat masa melahirkan karena ibu
lebih mudah mengontrol emosinya, merasakan rasa nyaman, tenang,
bahagia, mengurangi kelelahan yang berlebihan saat proses persalinan, dan
mengurangi komplikasi medis dalam melahirkan. Dalam Hypnosis
kehamilan ini si Ibu tidak hanya diajak melakukan relaksasi yang dalam,
tetapi juga mulai dapat berkomunikasi dengan si bayi agar terjalin ikatan
batin ibu dan anak. Selain itu relaksasi juga dapat meningkatkan
vaskularisasi darah di seluruh tubuh, sehingga mampu meningkatkan
produksi ASI (Seftianto, 2011).
Dengan hypnopregnancy, janin juga mendapat manfaat, seperti:
merasa adanya kedekatan emosi dan ikatan batin lebih kuat, karena saat
melakukan Hypnopregnancy ibu dan janin menjalin komunikasi dengan
pikiran bawah sadar, juga merasa damai dan mendapatkan getaran tenang
serta pertumbuhan hormon melalui plasenta lebih seimbang. Anak yang
lahir dengan ibu yang melakukan Hypnopregnancy cenderung memiliki IQ
34

(Intelegensia Quotient), SQ (Spiritual Quotient), dan EQ (Emotional


Quotient) tinggi (Rizki, 2009).
Hypnopregnancy tidak hanya bermanfaat untuk Ibu dan bayi, tapi
untuk si ayah juga mendapatkan manfaat, seperti: lebih tenang dalam
mendampingi proses kelahiran, emosi kehidupan suami-istri lebih
seimbang (karena ada wanita hamil yang emosinya tidak stabil). Jika
suami melakukan Hypnopregnancy ke istri maka akan terjalin hubungan
yang lebih mesra ke istrinya dan bisa mendekatkan dengan sang janin
(Seftianto, 2011).
d. Langkah-langkah Hypnopregnancy
Cara melakukan hypnopregnancy pada dasarnya sama seperti
melakukan hypnobirthing. Terapi dimulai dengan relaksasi kemudian
memasukkan aflrmasi/kata-kata positif ke alam bawah sadar klien.
Contoh: ”Saya sehat jasmani dan rohani untuk mempersiapkan kehamilan
yang sehat”. Setelah menanamkan sugesti/program positif, sehatkan pusat-
pusat energi klien agar dapat berpasrah diri pada Tuhan ke arah
pencerahan. Hypnopregnancy ini sebaiknya dilakukan oleh pasangan
suami-istri (Aprillia, 2010).

Bebarapa cara melakukan Hypnopregnancy


1. Posisi tubuh dibuat senyaman mungnkin, dengan duduk atau berbaring
telentang atau miring. Jika berbaring, lakukan posisi menyamping ke
kiri agar dapat memperbaiki aliran darah ke rahim atau plasenta.
2. Kondisikan seluruh tubuh dalam keadaan relaks. Pejamkan mata dan
mulai bernafas dalam-dalam melalui hidung secara perlahan dan teratur.
Kendurkan otot-otot seluruh tubuh dan istirahatkan pikiran.
Berkonsentrasilah pada niat untuk melakukan relaksasi dan
Hypnopregnancy.
3. Bayangkan dan niatkan proses persalinan yang menyenangkan dan
membahagiakan, proses bersalin yang lancar, serta membayangkan bayi
yang sehat dan lucu.
35

4. Setelah kondisi relaks, tanamkan sugesti dan niat positif ke alam bawah
sadar. Misalnya : "Aku bisa melahirkan secara alami,, lancar dan
normal" atau "Bayiku terlahir sehat."
5. Saat hendak selesai, biarkan otot-otot semakin relaks dengan menghirup
nafas panjang dan buang nafas perlahan lewat hidung. Kembali ke
kondisi normal dan siap melakukan kegiatan lain atau beristirahat.
6. Pada saat bersalin, tetaplah tenang, bernafaslah secara teratur,
selaraskan energi dengan datangnya kontraksi sehingga tenaga tidak
terbuang percuma (Yuliardiani, 2015).
Dengan metode Hypnopregnancy, rasa sakit yang dialami saat
persalinan akan berkurang atau bahkan tidak dirasakan sama sekali, Selain
itu, ibu akan mendapatkan ketenangan diri saat proses persalinan, dan
memungkinkan ibu untuk tidak berteriak/mengamuk/menjerit kala
menahan sakit akibat kontraksi (Yuliardiani, 2015).
Saat seorang ibu sedang melakukan set-up dan relaksasi terdapat
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain :
1. Pastikan kondisi ruangan tidak terlalu panas maupun dingin. Jika
memakai AC maka pastikan temperatur ruangan benar-benar dalam
keadaan sejuk.
2. Jika terdapat bunyi-bunyian yang mengganggu ketenangan, maka
sebaiknya dapat anda sikapi seperti menggunakan headphone sambil
anda mendengarkan musik relaksasi.
3. Pastikan selama anda melakukan imajinasi nantinya, anda benar-benar
tidak diganggu oleh sapaan orang lain.
4. Pastikan segala macam aktivitas rumah tangga seperti memasak,
memompa air, menjemur pakaian dll. Telah anda bereskan terlebih
dahulu, hal ini sangat mempengaruhi kinerja bawah sadar dalam
melakukan proses aktivasinya (Nakita, 2013).

3. Persalinan
a. Konsep Dasar Persalinan
1) Pengertian Persalinan
36

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput


ketuban keluar dari uterus ibu bersalin, persalinan yang normal
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37
minggu atau lebih tanpa penyulit (Nugrahaeni, 2017).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri) (Sulistyawati, 2013).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Sukarni, 2013).
Ketika akan memulai persalinan pasien diajarkan doa bagi yang
beragama Islam.
 
 
  
 
  
 
 
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan (QS.
Al-Ahqaaf/46:15.).
2) Fisiologi Persalinan
Persalinan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos
miometrium yang relative tenang yang memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan janin intra uterin sampai dengan kehamilan
aterm. Menjelang persalinan otot polos uterus mulai menunjukkan
aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan satu
37

periode elaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan,


serta berangsur hilang pada periode postpartum (Winkjosastro,
2014).
3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Keberhasilan proses persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor ibu (power, passage, psikologis) faktor janin (faktor
plasenta), dan faktor penolong persalinan (Rukiah,dkk, 2014).
a) Power (Kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his,
kontraksi otor-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari
ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan dalam persalinan
adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah
tenaga meneran ibu (Rohani, dkk, 2012).
b) Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang
padat, dasar panggul, vagina, dan introitus. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku, oleh
karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentuan sebelum
persalinan dimulai (Rohani,dkk, 2012).
Bidang hodge terbagi empat antara lain sebagai berikut:
(1) Bidang hodge I: bidang setinggi pintu atas panggul (PAP)
yang dibentuk oleh diatas simfisis dan promontorium
(2) Bidang hodge II: bidang setinggi pinggir bawah simfisis
pubis, berhimpit dengan PAP (hodge I)
(3) Bidang hodge III: bidang setinggi spina ischiadica kiri dan
kanan berhimpit dengan PAP (hodge I)
(4) Bidang hodge IV: bidang setinggi ujung koksigis berhimpit
dengan PAP (hodge I) (Rohani,dkk, 2014).
38

Gambar 2.8 Perhitungan penurunan kepala


(Obstetric. 2014: Medical Mini Notes)

c) Passenger (Janin dan Plasenta)


Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin
posisi dan besar kepala janin dapat mempengaruhi jalannya
persalinan sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan
janin kelak. Hidup sempurna, cacat atau akhirnya meninggal.
Biasanya apabila kepala janin sudah lahir, maka bagian-bagian
lain dengan mudah menyusul kemudian (Rukiah,dkk, 2014).
d) Psikis (Psikologis)
Faktor psikologis meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Melibatkan psikologis ibu, emosi, dan persiapan intelektual
(2) Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya
(3) Kebiasaan adat
(4) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
(Rohani,dkk, 2012).
e) Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin,
dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan persiapan penolong
dalam menghadapi proses persalinan (Rohani,dkk, 2012).
4) Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan terdiri dari beberapa gerakan meliputi :
a) Turunnya kepala janin
39

Sebenarnya janin mengalami penurunan terus-menerus dalam


jalan lahir sejak kehamilan trimester ketiga, antara lain masuknya
bagian terbesar janin kedalam pintu atas panggul (PAP) yang
pada primigravida 38 minggu atau selambat-lambatnya awal kala
II.
b) Fleksi
Pada permulaan persalinan kepala janin biasanya berada dalam
sikap fleksi. Dengan adanya his dan tahan dari dasar panggul
yang makin besar, maka kepala janin makin turun dan semakin
fleksi sehingga dagu janin menekan pada dada dan belakang
kepala (oksiput) menjadi bagian bawah. Keadaan ini dinamakan
fleksi maksimal. Dengan fleksi maksimal kepala janin dapat
menyesuaikan diri dengan ukuran panggul ibu terutama bidang
sempit panggul yang ukurannya 10 cm. Untuk dapat melewatinya
kepala janin yang awalnya masuk dengan diameter oksipito
frontalis (11,5 cm) harus fleksi secara maksimal menjadi diameter
oksipito bregmatik (9,5 cm).
c) Rotasi (putaran paksi dalam)
Makin turunnya kepala janin dalam jalan lahir, kepala janin akan
berputar sedemikian rupa sehingga diameter terpanjang rongga
panggul atau diameter anterior posterior kepala janin akan
bersesuaian dengan diameter terkecil antero posterior pintu bawah
panggul (PBP). Bahu tidak berputar bersama-sama dengan kepala
dan akan membentuk sudut 45. Keadaan demikian disebut
putaran paksi dalam dan ubun-ubun kecil berada dibawah
simfisis.
d) Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan
karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah
kedepan dan keatas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi
untuk melaluinya kalau tidak terjadi ekstensi maka kepala akan
40

tertekan pada pertemuan dan menembusnya. Dengan ekstensi ini


maka sub oksipito bertindak sebagai hipomochilion (sumbu
putar).
e) Rotasi (putaran paksi luar)
Pada hakikatnya kepala janin kembali menyesuaikan dengan
sumbu panjang bahu, dengan sumbu panjang kepala berada pada
satu garis lurus.
f) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai dibawah simfisis
dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang.
Kemudian bahu belakang meyusul dan selanjutnya seluruh tubuh
bayi lahir searah dengan paksi jalan lahir (Ruqiyah, 2013).
5) Perjalanan Persalinan secara Klinis
a) Lightening
Pada minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang
disebabkan oleh:
(1) Kontraksi Braxton hicks
(2) Ketegangan dinding perut
(3) Ketegangan ligamentum rotundum
(4) Gaya berat janin kepala kearah bawah
(Sulistyawati, 2013).
Masuknya kepala janin ke dalam p anggul dapat dirasakan oleh
wanita hamil dengan tanda-tanda:
(1) Terasa ringan di bagian atas dan rasa sesak berkurang
(2) Dibagian bawah terasa penuh dan mengganjal
(3) Kesulitan saat berjalan
(4) Sering berkemih (Sulistyawati, 2013).
b) Terjadinya his permulaaan
Makin tua usia kehamilan, pengeluaran progesteron dan
esterogen semakin berkurang sehingga oksiosin dapat
menimbulkan kontraksi, yang lebih sering disebut his palsu.
41

Sifat his palsu :


1) Rasa nyeri ringan dibagian bawah
2) Datangnya tidak teratur
3) Tidak ada perubahan serviks
4) Durasinya pendek
5) Tidak bertambah jika beraktivitas (Sulistyawati, 2013).
c) Tanda-tanda pesalinan
(1) Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai ciri:
(a) Pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan
(b) Sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuataanya
makin besar
(c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
(d) Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah
(Manuaba, 2014).
2) Pengeluaran lendir dan darah
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan
menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
(Sulistyawati, 2013).

3) Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan
pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah
menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam
(Manuaba, 2014).
6) Sebab-sebab Mulainya Persalinan
1) Penurunan kadar progesteron
42

Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya


estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan
terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di
dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his.
2) Teori oxitosin
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi braxton hicks, menurunya konsentrasi progesteron
karena matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosin
meningkatkan aktivitasnya dalam merangsang otot rahim untuk
berkontraksi, dan akhirnya persalinan dimulai (Sulistyawati,
2013).
3) Keregangan otot
Dengan majunya kehamilan, maka makin tereganglah otot-otot
rahim sehingga timbullah kontraksi untuk mengeluarkan janin
(Sulistyawati, 2013).
4) Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin dianggap mempunyai
peranan penting oleh karena itu pada ancephalus kelahiran sering
lebih lama dari biasanya (Nurasiah, 2012).

5) Teori prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga
aterm terutama saat persalinan yang menyebabkan kontraksi
meometrium pada setiap umur kehamilan (Rukiah,dkk, 2014).
7) Tahapan persalinan (kala I, II, III dan IV)
 
 
  
 
43

  
 
   
  
  
  
 
  
  
  
  
   
  
 
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh
tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"
(QS. Al-Ahqaf/46:15).
a) Kala I (kala pembukaan)
Kala I adalah dimulai sejak adanya his yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatanya) yang menyebabkan
pembukaan, sampai serviks membuka lengkap 10 cm
(Nurasiah,dkk, 2012).
Proses pembukaan servik pada kala I dibagi menjadi dua fase
yaitu sebagai berikut:
(1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat
dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
44

dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,


berlangsung dalam 7 - 8 jam (Nurasiah,dkk, 2012).
(2) Fase aktif (pembukaan serviks 4 - 10 cm), berlangsung
selama 6 jam dan di bagi 3 subfase.
(a) fase akselarasi: berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
(b) fase dilatasi maksimal: berlangsung selama 2 jam,
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(c) fase deselerasi: berlangsung lambat, dalam 2 jam
pembukaan jadi 10 cm atau lengkap (Nurasiah,dkk,
2012).
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi
uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi
penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve
friedman, perhitungan pembukaan pada primigravida 1
cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam (Nurasiah,
2012).
b) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada
primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.
Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang
menunjukan:
(1) Pembukaan serviks telah lengkap
(2) Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina
(Nurasiah,dkk, 2012).
Tanda dan gejala kala II, yaitu sebagai berikut:
(1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit
(2) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
45

(3) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum


dan vagina
(4) Perineum terlihat menonjol
(5) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
(6) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah (Nurasiah,dkk,
2012).
Tabel 2.5 Lamanya persalinan
Lama persalinan

Primipara Multipara

Kala I 10-12 jam 6-8 jam

Kala II 1 -1,5 jam 0,5-1 jam

Kala III 10 menit 10 menit

Kala IV 2 jam 2 jam

Jumlah (tanpa
8-10 jam
memasukkan kala
IV yang bersifat
observasi

Sumber : Manuaba, 2014.


c) Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengaluaran plasenta.
Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit,
kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit berlangsung lebih
dari 30 menit, dengan lahirnya bayi dan proses retraksi uterus,
maka plasenta lepas dari Nitabusch lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda:
(1) Uterus menjadi berbend, karena plaseuk bundar
(2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen
bawah rahim
(3) Tali pusat bertambah panjang
46

(4) Terjadi perdarahan


Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan crede
pada fundus uterus. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan
dengan memerhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus
terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan seecara
crede pada fundus uteri (Sulistyawati, 2013).
d) Kala IV (Kala pengawasan)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran pasien,
pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan,
kontraksi uterus, dan terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap
normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc (Sulistyawati,
2013).
Pemantauan keadaan umum ibu pada kala IV
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan pasca persalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama
setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk
memantau ibu secara ketat segera setelah setiap tahapan atau kala
persalinan diselesaikan.
Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca
persalinan.
(1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih,
dan perdarahan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan
setiap 30 menit dalam satu jam kedua pada kala IV
(2) Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras,
setiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 menit
dalam jam kedua kala IV
(3) Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali
pada jam kedua pasca persalinan
47

(4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15


menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua
(5) Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan
perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika
uterus menjadi lembek (Rohani,dkk, 2012).
8) Tanda-Tanda Bahaya persalinan
Ada beberapa tanda bahaya pada persalinan kala II, yaitu sebagai
berikut:
a) Perdarahan lewat jalan lahir
b) Ibu mengalami kejang
c) Air ketuban keruh dan berbau
d) Tali pusar atau tangan bayi keluar dari jalan lahir
e) Ibu tidak kuat mengejan
f) Ibu gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat (Buku KIA,
2015).
9) Penggunaan Partograf
Partograf merupakan alat untuk mencapai informasi bardasarkan
observasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan.
Hal tersebut sangat penting khususnya untuk membuat keputusan
klinis selama kala I persalinan.
a) Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks saat pemeriksaan dalam
b) Menentukan apakah persalinan berjalan normal atau persalinan
lama, sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai
kemungkinan persalinan lama (Rohani,dkk, 2012).

Berikut ini adalah komponen dalam halaman depan partograf


(1) Informasi tentang ibu
(2) Kondisi janin
(3) Kemajuan persalinan
(4) Jam dan waktu
48

(5) Kontraksi uterus


(6) Obat-obat dan cairan yang di berikan
(7) Kondisi ibu
(8) Asuhan pengamatan dan keputusan klinik lainnya
(Rohani,dkk, 2012).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara
seksama, yaitu sebagai berikut:
(1) Denyut jantung janin diperiksa setiap ½ jam
(2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus diperiksa setiap ½
jam
(3) Nadi diperiksa setiap ½ jam
(4) Pembukaan serviks diperiksa setiap 4 jam
(5) Penurunan diperiksa setiap 4 jam
(6) Tekanan darah dan temperatur tubuh diperiksa setiap 4 jam
(7) Produksi urin, aseton, dan protein diperiksa setiap 2 - 4 jam
(Rohani, 2012).
Pencatatan selama fase aktif persalinan
(1) Informasi tentang ibu
(2) Keselamatan dan kenyaman janin
(a) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis
tebal angka 180 dan 100. Tetapi penolong sudah harus
waspada bila DJJ dibawah 120 atau diatas 160 (Rohani,dkk,
2012).
(b) Warna dan adanya air ketuban
U : Ketuban utuh belum pecah
J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
49

(kering)
(Obstetric, 2014: Medical Mini Notes).
(c) Molase (penyusupan tulang kepala janin)
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih tapi masih
dapat dipisahkan
4 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan
(Obstetric, 2014: Medical Mini Notes).
(d) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
Catat pembukaan serviks setiap 4 jam sekali dan diberi
tanda “X”
(2) Penurunan bagian terbawah janin
Nilai dan catat turunnya terbawah janin setiap kali
melakuan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam) atau lebih
sering bila ada tanda-tanda penyulit. Pada persalinan
normal, kemajuan pembukaan serviks diikuti turunnya
bagian terbawah janin tapi kadang kala terjadi. Setelah
pembukaan serviks sebesar 7 cm. Beri tanda “O” pada
garis waktu yang sesuai
(3) Garis waspada dan harus bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm
dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap,
diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm/jam. Jika
pembukaan serviks mengarah sebelah kanan waspada
(pembukaan kurang dari 1 cm/jam), maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit, pertimbangkan juga
adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya
persiapan rujukan ke fasilitas rujukan yang mampu
50

menangani penyulit dan kegawatdaruratan (Rohani,dkk,


2012).
Garis bertindak sejajar dengan garis waspada, jika
pembukaan serviks berada disebelah kanan garis
bertindak maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan
harus dilakukan. Ibu harus tiba ditempat rujukan sebelum
garis bertindak dilampaui (Rohani,dkk, 2012).
(e) Jam dan waktu
Jam dan waktunya : Waktu mulainya fase aktif persalinan,
dibagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16, setiap
kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan (Rukiah,dkk, 2014).
(f) Kontraksi uterus
Catat setiap ½ jam, lakukan palpasi untuk menghitung
banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap–tiap
kontraksi dalam hitungan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan tanda:
a. Beri titik–titik dikotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi kurang dari 20 detik.
b. Beri garis–garis dikotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi selama 20 – 40 detik.
c. Isi penuh kotak untuk menyatakan kontraksi selama lebih
dari 40 detik.

(g) Obat–obatan dan cairan yang diberikan


Dibawah lajur observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV.
(Rohani,dkk, 2012).
(h) Kondisi ibu
51

Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan


dengan kesehatan dan kenyamanan ibu.
1) Nadi, Tekanan darah, dan suhu:
a) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama masa fase
aktif persalinan. lebih sering jika dicurigai adanya
kelainan.
b) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama
masa fase aktif persalinan. Beri tanda panah pada
partograf pada kolom waktu yang sesuai.
c) Nilai dan catat suhu tubuh ibu setiap 2 jam dan catat
pada kotak yang sesuai.
d) Volume urine, protein, atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu minimal 2 jam
(setiap kali ibu berkemih), jika memungkinkan setiap
kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton
atau protein dalam urine.
(i) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya:
(1) Jumlah cairan yang dikonsumsi
(2) Keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur
(3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
(4) Persiapan sebelum melakuan rujukan
(5) Upaya rujukan (Rohani, dkk, 2012).
b. Asuhan Persalinan Normal
1) Asuhan Persalinan
Asuhan persalinan normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik
ibu maupun janin (Sukarni,dkk, 2013).
Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman
selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan
komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hiportemia, dan
asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya adalah
52

mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu


pergeseran paradigm dari sikap menunggu dan menangani
komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin terjadi
(Prawirohardjo, 2014).
2) Tujuan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal adalah untuk menjaga
kelangsungan hidup dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan
bayi, dengan melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap
serta terintervensi minimal, sehingga prinsip keamanan dan kualitas
pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Sulistyawati,
2013).
3) Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
Ada beberapa kebutuhan dasar ibu bersalin diantaranya sebagai
berikut:
a) Asuhan tubuh dan fisik
Asuhan ini berorientasi pada tubuh ibu selama dalam proses
persalinan, hal ini juga yang akan menghindarkan ibu dari infeksi.
Asuhan yang dapat diberikan adalah sebagi berikut (Rohani,dkk,
2012).
(1) Menjaga kebersihan diri
Menganjurkan ibu membasuh sekitar kemaluanya sesudah
BAK/BAB dan menjaganya agar tetap bersih dan kering.
(2) Berendam
Air telah menghubungkan dengan suatu perasaan sejahtera
selama berabad-abad yang lalu.

(3) Perawatan mulut


Ibu yang sedang dalam proses persalinan biasanya napasnya
berbau, bibir kering dan pecah-pecah, tenggorokan kering
terutama jika dalam persalinan selama beberapa jam tanpa
cairan oral dan tanpa perwatan mulut (Rohani,dkk, 2012).
(4) Pengipasan
53

Ibu yang sedang dalam proses persalinan biasanya banyak


mengeluarkan keringat, bahkan pada ruang persalinan
dengan kontrol suhu terbaik pun mereka akan mengeluh
berkeringat pada beberapa waktu tertentu. Tempat persalinan
yang tidak menggunakan pendingin akan menyebabkan
perasaan tidak nyaman dan sangat menyengsarakan ibu. Oleh
karena itu, gunakan kipas atau bisa juga dengan kertas atau
lap yang dapat digunakan sebagai pengganti kipas
(Rohani,dkk, 2012).
4) Posisi ibu saat meneran
a) Posisi duduk/setengah duduk

Gambar 2.9 Posisi duduk/setengah duduk


Sumber: Rohani,dkk, 2012

Keuntungan :
(1) Memanfaatkan gaya gravitasi
(2) Memberi kesempatan untuk istirahat
(3) Memudahkan melahirkan kepala
(4) Memudahkan melahirkan kepala bayi
(5) Membuat ibu nyaman
(6) Jika merasa lelah, ibu bisa beristirahat dengan mudah
(Rohani,dkk, 2012).
b) Posisi jongkok/berdiri
54

Gambar 2.10 Posisi jongkok/ berdiri


Sumber: Rohani,dkk, 2012

Keuntungan:
(1) Memperluas rongga panggul
(2) Proses persalinan lebih mudah
(3) Menggunakan gaya gravitasi
(4) Mengurangi trauma pada perineum (Rohani, dkk, 2012).
c) Berbaring miring kekiri

Gambar 2.11 Berbaring miring kekiri


Sumber: Rohani,dkk, 2012

Keuntungan:
(1) Peredaran darah balik ibu menjadi lancar
(2) Kontraksi uterus akan lebih lancar
(3) Memudahkan bidan dalam menolong persalinan
(4) Persalinan berlangsung lebih nyaman (Rohani, dkk, 2013).
55

d) Posisi merangkak

Gambar 2.12 Posisi merangkak


Sumber: Rohani,dkk, 2012

Keuntungan :
(1) Posisi yang paling baik bagi ibu yang mengalami nyeri
punggung
(2) Dapat mengurangi rasa sakit
(3) Mengurangi keluhan haemoroid (Rohani, dkk, 2012).
5) Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan
a) Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan merupakan proses pemecahan masalah
yang akan digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan
bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014).
Empat langkah proses pengambilan keputusan klinik:
(1) Pengumpulan data yaitu data subjektif dan data objektif
(2) Diagnosis
(3) Penatalaksanaan asuhan dan perawatan
(a) Membuat rencana
(b) Melaksanakan rencana
(4) Evaluasi (Prawirohardjo, 2014).
b) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Beberapa prinsip dasar
asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan
keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
56

hasil penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan


dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan
asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan
rasa aman dan hasil yang lebih baik (Prawirohardjo, 2014).
Berikut ini asuhan sayang ibu dalam proses persalinan yaitu
sebagai berikut:
(1) Panggil ibu sesuai dengan namanya, hargai dan jaga
martabatnya.
(2) Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu
sebelum memulai asuhan tersebut.
(3) Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
(4) Anjurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa
takut atau khawatir.
(5) Dengarkan dan tanggapi pertanyaan dan kekhawatiran
ibu.
(6) Berikan dukungan, besarkan dan tentramkan hatinya
serta anggota-anggotanya.
(7) Anjurkan ibu untuk ditemani suami dan/atau anggota
keluarganya lain selama persalinan dan kelahiran bayi.
(8) Ajarkan suami dan anggota-anggota keluarga tentang
bagaimana mereka memperhatikan dan mendukung ibu
selama persalinan dan kelahiran bayinya.
(9) Laksanakan praktik-praktik pencegahan infeksi yang
baik secara konsisten.
(10) Hargai privasi ibu.
(11) Anjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama
persalinan dan kelahiran bayi.
(12) Anjurkan ibu untuk minum dan makan makanan ringan
sepanjang ia menginginkannya.
(13) Hargai dan perbolehkan praktik-praktik tradisional yang
tidak merugikan kesehatan ibu.
57

(14) Hindari tindakan belebihan dan merugikan seperti


episiotomi, pencukuran dan klisma.
(15) Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin
untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi, inisiasi menyusu
dini dan membangun hunbungan psikologis.
(16) Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam
pertama setelah bayi lahir.
(17) Siapkan rencana rujukan (bila perlu).
(18) Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan
baik dan mencukupi semua bahan yang diperlukan. Siap
untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap
kelahiran (Prawirohardjo, 2014).
Asuhan sayang ibu dan bayi pada masa pascapersalinan antara
lain:
(1) Anjurkan ibu untuk selalu berdekatan dengan bayinya
(rawat gabung).
(2) Bantu ibu untuk menyusukan bayinya, anjurkan
memberikan ASI sesuai dengan yang diinginkan bayinya
dan ajarkan tentang ASI ekslusif.
(3) Ajarkan ibu dan keluarganya tentang nutrisi dan istirahat
yang cukup setelah melahirkan.
(4) Anjurkan suami dan keluarganya untuk memeluk bayi dan
mensyukuri kelahiran bayi.
(5) Ajarkan ibu dan keluarganya tentang gejala dan tanda
bahaya yang mungkin terjadi dan anjurkan mereka
mencari pertolongan jika timbul masalah atau
kekhawatiran (Prawirohardjo, 2014).
c) Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi harus diterapkan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan
dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi
karena bakteri, virus dan jamur (Prawirohardjo, 2014).
58

Memakai sarung tangan, mengenakan perlengkapan


pelindung pribadi (kacamata, master, celemek, dll) dapat
melindungi penolong terhadap kemungkinan tekena percikan
(Prawirohardjo, 2014).
d) Pencatatan (dokumentasi)
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/
atau bayinya. Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa
hal tersebut tidak dilakukan. Pencatatan adalah bagian penting
dari proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan
penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan
asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran
bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk
menganalisa data yang telah dikumpulkan dan dapat lebih
efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat
rencana asuhan atau perawatan bagi ibu dan bayinya.
(Prawirohardjo, 2014).
e) Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih
lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan
bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014).
6) Langkah-langkah Asuhan Persalinan Normal
60 Langkah asuhan persalinan normal (Prawirohardjo, 2014)
a) Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua
(1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II.
(a) Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
(b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada
rektum dan vagina
(c) Perineum menonjol
(d) Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
(Prawirohardjo, 2014).
b) Menyiapkan Pertolongan Persalinan
59

(2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan


esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan
komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi
disediakan tempat resusitasi datar, rata, cukup keras,
bersih, kering dan hangat, 2 kain dan 1 handuk bersih dan
kering, alat penghisap lender, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm dari tubuh bayi, tabung balon dan sungkup.
(a) Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi
serta mengganjal bahu bayi.
(b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali
pakai di dalam partus set.
(3) Pakai celemek plastik.
(4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang di
pakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan dengan handuk pribadi bersih dan
pakai.
(5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yaang akan
digunakan untuk periksa dalam.
(6) Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik. (gunakan
tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril
(pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
(Prawirohardjo, 2014).
c) Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin
Baik
(7) Membersihkan vulva dan perineum.
(a) Menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang
dengan menggunakan kapas atau kassa yang telah di
basahi dengan air DTT.
(b) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi
tinja, bersihkan dengan seksama dari arah ke belakang.
(c) Buang kapas atau kassa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia.
60

(d) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi,


lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % = langkah
9).
(8) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah
dan pembukaan sudah lengkap lakukan amniontomi.
(9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua tangan
setelah sarung tangan dilepaskan.
(10) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160
x/menit).
(a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
(b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ
dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainya pada
partograf (Prawirohardjo, 2014).
d) Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses
Pimpinan Meneran
(11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi
yang nyaman bagi dan sesuai dengan keinginanya.
(a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti
pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan
semua temuan yang ada.
(b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada
ibu untuk meneran secara benar.
(12) Mintalah keluarga membantu menyiapkan posisi meneran
(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang
61

kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau ke posisi


lain yang di inginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
(13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada
dorongan yang kuat untuk meneran.
(a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.
(b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
(c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihanya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang
lama).
(d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
(e) Anjurkan keluargaa memberikan dukungan dan semangat
untuk ibu.
(f) Berikan cukup asupan cairan peroral (minum).
(g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
(h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1 jam) meneran (multigravida).
(i) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan
untuk meneran dalam 60 menit.
(Prawirohardjo, 2014).

e) Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi


(14) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di
perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm.
(15) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah
bokong ibu.
62

(16) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan


alat dan bahan.
(17) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
(Prawirohardjo, 2014).
f) Menolong Kelahiran Bayi
Lahirnya Kepala
(18) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering.
Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan
ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan
dangkal.
(19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi
dengan kain atau kasa yang bersih. (Langkah ini tidak
harus dilakukan)
(20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera
lanjutkan proses kelahiran bayi:
(a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
(b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di
dua tempat dan potong diantara dua klem tersebut.
(21) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan (Prawirohardjo, 2014).

g) Lahirnya Bahu
(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar secara
spontan, pegang kepala bayi secara biparietal, anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkus pubis, dan kemudian
63

gerakkan ke arah atas dan distal untuk melahirkan bahu


belakang.
(23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah
perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku
sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
(24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusurkan tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki.
Memegang kedua mata kaki bayi (masukkan telunjuk
diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya) (Prawirohardjo,
2014).
h) Penanganan Bayi Baru Lahir
(25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian
meleteakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala
bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat
terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan
resusitasi.
(26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan
handuk dan biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan
penyuntikan oksitosin/IM
(27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari
klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari
klem pertama (ke arah ibu).
(28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi
dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem
tersebut.
(29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan
menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih
dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali
64

pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas,


ambil tindakan yang sesuai.
(30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu
untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika
ibu menghendakinya (Prawirohardjo, 2014).
i) Oksitosin
(31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan
palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan
adanya bayi kedua.
(32) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik.
(33) Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, berikan
suntikan oksitosin 10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha
kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih
dahulu (Prawirohardjo, 2014).
j) Pengendalian Tali Pusat Terkendali
(34) Memindahkan klem pada tali pusat.
(35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu,
tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini
untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan
uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan lain.
(36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan
penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengn lembut.
Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian
bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan
belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak
lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. Jika uterus
tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota
keluarga untuk merangsang puting susu (Prawirohardjo,
2014).
k) Mengeluarkan Plasenta
65

(37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran


sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke
arah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan
tekanan berlawanan arah pada uterus.
(a) Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirnya plasenta.
(b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan
tali pusat:
(1) Beri dosis ulang oksitosin 10 unit IM.
(2) Lakukaan kateterisasi atau (aseptik) jika kandung
kemih penuh.
(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
(4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya.
(5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir atau bila terjadi pendarahan, segera lakukan
plasenta manual.
(38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta
hingga selaput ketuban terpelin kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah di sediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarun tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk
mengeluarkan bagian selaput tertinggal (Prawirohardjo,
2014).

l) Pemijatan Uterus
(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakan telapak tangan di fundus dan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
66

(a) Lakukan tindakan yang diperlukan, jika uterus tidak


berkontraksi setelah 15 detik masase (Prawirohardjo,
2014).
m)Menilai Perdarahan
(40) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi
dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan
plasenta ke dalam kantung palstik atau tempat khusus.
(41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi
menyebabkan pendarahan.
(Prawirohardjo, 2014)
n) Melakukan Prosedur Pascapersalinan
(42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
pendarahan pervaginam.
(43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan
ke dalam larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan
yang masih bersarung tangan tersebut dengan air DTT dan
mengeringkannya denga kain yang bersih dan kering.
(44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau
steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi
dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari
pusat.
(45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang
berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
(46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam
larutan klorin 0,5%.
(47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian
kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau
kering.
(48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
(49) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
pendarahan pervaginam.
67

(a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan.


(b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan.
(c) Setiap 20-30 menit pada jam ke kedua
pascapersalinan.
(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,
melakukan asuhan yang sesuai untuk
menatalaksanakan atonia uteri.
(e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,
lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan
menggunakan teknik yang sesuai.
(50) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan
menilai kontraksi.
(51) Mengevaluasi kehilangan darah.
(52) Memeriksa tekanan darah, nadi ibu dan keadaan kandung
kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pascapersalinan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan.
(a) Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2
jam pertama pascapersalinan.
(b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang
tidak normal (Prawirohardjo, 2014).
o) Kebersihan dan Keamanan
(53) Tempatkan semua peralalatan bekas pakai dalam larutan
clorin 0.5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan
bilas peralalatan setelah dekontaminasi.
(54) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah
yang sesuai.
(55) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan
sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu
memakaikan pakaian yang bersih dan kering.
68

(56) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.


Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minum dan makan
yang di inginkannya.
(57) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
selama 10 menit.
(58) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5%, balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
(59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
(Prawirohardjo, 2014).
p) Dekontaminasi
(60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
(Prawirohardjo, 2014).

3. Nifas
a. Konsep Dasar Masa Nifas
1) Pengertian Masa Nifas
Asuhan masa Nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai
dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil
(Saleha, 2013).
Masa nifas adalah masa setelah partus selesai sampai pulihnya
kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil.lamanya masa
nifas ini yaitu 6-8 minggu (Walyani,dkk, 2017).
Masa Nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi
yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang
umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho,dkk, 2014).
Masa nifas (puerperium )adalah masa setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha,
2013).
2) Tujuan Asuhan Masa Nifas
69

a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis


b) Melaksanakan skrining secara komprenshif, deteksi dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi
c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian
imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari
d) Memberikan pelayanan keluarga berencana
e) Mendapatkan kesehatan emosi (Nugroho,dkk, 2014).
3) Tahapan Masa Nifas
a) Pueperium dini adalah suatu masa kepulihan dimana ibu
diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
b) Pueperium intermedial adalah suatu masa dimana kepulihan diri
organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.
c) Remote Puerpium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu
selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi
(Nugroho,dkk, 2014).
4) Perubahan Fisiologi dalam Masa Nifas
Perubahan-perubahan fisiologis pada masa nifas, sebagai berikut:
a) Perubahan Sistem Reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna
berangsur-angsur kembali keadaan sebelum hamil. Perubahan
keseluruhan alat genetalia ini disebut involusi. Pada masa ini
terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan
yang terjadi sebagai berikut:

(1) Uterus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus maka dimulailah masa nifas. Oksitosin yang dilepaskan
dari kelenjar hipofisis posterior menginduksi kontraksi
miometrium yang saling berkaitan dan kuat. Rongga uterus telah
70

kosong, maka uterus secara keseluruhan berkontraksi ke arah


bawah dan dinding uterus kembali menyatu satu sama lain, dan
ukuran uterus secara bertahap kembali seperti sebelum hamil
(Saleha, 2013).
Tabel 2.6 Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum
Involusi Tinggi Berat Uterus Diameter
Uteri Fundus Uteri Uterus
Plasenta lahir 2 jari di bawah 1000 gram 12,5 cm
pusat
7 hari (1 Pertengahan 700 gram 7,5 cm
minggu) pusat dan
sympisis
14 hari (2 Tidak teraba 500 gram 5 cm
minggu) diatas simfisis
6 minggu Normal 50 gram 2,5 cm
8 minggu Normal tapi 30 gram 1 cm
sebelum hamil
Sumber : Saleha, 2013
(2) Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum
uteri dan vagina selama masa nifas, lochea terbagi menjadi tiga
jenis yaitu :
(a) Lochea rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi
darah segar sisa-sisa selaput ketuban, desidua, verniks
caseosa, lanugo, dan mekonium selama 2 hari
pascapersalinan, inilah lochea, yang akan keluar selama
dua sampai tiga hari postpartum.
(b) Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7
pascapersalinan.
71

(c) Lochea serosa adalah lochea yang berbentuk serum dan


berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning, hari ke-
7 sampai ke-14 pascapersalinan.
(d) Lochea alba adalah dimulai dari hari ke-14 berbentuknya
seperti cairan berbentuk krim serta terdiri atasleukosit dan
sel-sel desidua (Saleha, 2013).
(3) Genitalia Eksterna, Vagina, dan Perineum
Selama proses persalinan, vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan. Beberapa setelah hari persalinan,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Perubahan
perineum pascamelahirkan terjadipada saat perienum mengalami
robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi atas indikasi tertentu (Saleha,
2013).
b) Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, di antaranya tingginya kadar progesteron yang
dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan
kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.
Pascamelahirkan, kadar progesteron mulai menurun. Namun
faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal
(Saleha, 2013).
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali secara
teratur antara lain sebagai berikut:
- Pengaturan diet/menu makanan yang mengandung serat
tinggi.
- Pemberian cairan yang cukup, minimal delapan gelas per
hari.
- Pengetahuan tentang pola eliminasi pascamelahirkan.
- Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
- Melakukan mobilisasi (Saleha, 2013).
c) Sistem Perkemihan
72

Saluran kemih kembali normal dalam waktu dua sampai delapan


minggu. hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan/status sebelum
persalinan, lamanya partus kala II dilalui, besarnya tekanan
kepala yang menekan pada saat persalinan. Kandung kemih pada
masa nifas sangat kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah,
sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buah air kecil masih
tertinggal urine residual (normal ±15 cc). Sisa urine dan trauma
pada kandung kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi. Urine biasanya berlebihan (poliuria) antara hari kedua dan
kelima (Saleha, 2013).
d) Sistem Musculoskeletal
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan
menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendur.
Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungan turun” setelah
melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat
genitalia menjadi kendur. Stabilitas secara sempurna terjadi pada
6-8 minggu setelah persalinan (Saleha, 2013).
e) Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormone-hormon yeng berperan
dalam proses tersebut (Saleha, 2013).
f) Perubahan tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah suatu proses pengukuran
tanda-tanda fungsi vital tubuh yang dilakukan oleh tenaga medis
untuk mendeteksi adanya perubahan pada sistem tubuh
(Marliandiani,dkk, 2015).
Perubahan tanda-tanda vital pada ibu masa nifas adalah sebagai
berikut:
a) Suhu tubuh
73

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 ºC, sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 ºC dari keadaan normal,
sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu bada
akan kembali normal, bila suhu lebih dari 38 ºC mungkin
terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2013).
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Pada
saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami
peningkatan (Saleha, 2013).
c) Tekanan Darah
Tekanan darah normal untuk sistole berkisar 110-140 mmHg
dan untuk diastole 60-80 mmHg. Setelah persalinan, tekanan
darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil
karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan
(Marliandiani,dkk, 2015).
d) Pernapasan
Pada ibu postpartum pada umumnya pernapasan menjadi
lambat atau kembali normal seperti saat sebelum hamil pada
bulan keenam setelah persalinan. Nadi berkisar 60-80 x/menit.
Hal ini karena ibu dalam kondisi istirahat (Saleha, 2013).
g) Perubahan sistem kardiovaskular
Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi
secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada
proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskular pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan darah sekitar
200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC pengeluaran 2
kali lipatnya. Perubahan terdiri atas volume darah dan kadar Ht
(hematokrit) (Saleha, 2013).
h) Sistem Hematologi
74

Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan


diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin
pada hari ke 3-7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu
postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan
kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama postpartum berkisar
500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Saleha,
2013).
i) Sistem Endokrin
Perubahan Sistem endokrin yang terjadi pada ibu masa nifas di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Hormon plasenta
Hormon plasenta HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
menurun dengan cepat setelah persalinan dan menetap sampai
10% dalam tiga jam hingga hari ketujuh postpartum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ketiga postpartum
(Saleha, 2013).
2. Hormon pituitari
Menurunya kadar estrogen merangsang kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara dan merangsang
produksi ASI (Saleha, 2013).
3. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa
hamil. Pada wanita menyusui kadar prolaktin tetap meningkat
sampai minggu keenam setelah melahirkan.kadar prolaktin
serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama tiap kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
Untuk ibu yang menyusui akan mempengaruhi lamanya ibu
mendapatkan menstruasi kembali (Saleha, 2013).
4. Hormon estrogen dan progesteron
Setelah persalinan, kadar estrogen menurun 10% dalam kurun
waktu sekitar 3 jam. Progesteron turun pada hari ketiga
75

postpartum kemudian digantikan dengan peningkatan hormon


prolaktin dan prostaglandin yang berfungsi sebagai
pembentukan ASI dan meningkatkan kontraksi uterus sehingga
mencegah terjadinya perdarahan (Saleha, 2013).
5) Perubahan Psikologis pada Masa Nifas
Minggu pertama merupakan masa rentan, masih terdapat rasa
gembira berganti depresi atau berubah-ubah di antara keduanya.
Perasaan tidak mampu jadi ibu, merawat bayi, terutama jika ibu
menyusui dan bertambah dan menurunnya minat terhadap seks
(Saleha, 2013).
Timbulnya gejala-gejala psikologis tersebut dipengaruhi oleh:
a) Jenis persalinan yang ibu alami
b) Dukungan dari lingkungan sekitar
c) Bertambahnya tugas dan tanggung jawab ibu dengan adanya
kehadiran bayi
Periode masa nifas merupakan waktu di mana ibu mengalami stress
pascapersalinan, terutama pada ibu primipara. Hal-hal yang dapat
membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai
berikut :
1. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat
2. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya
3. Harapan, keinginan, dan aspirasi ibu saat hamil juga, melahirkan
(Saleha, 2013).
Teori Revarubin (1963) menjelaskan bahwa.”seorang ibu baru
melahirkan mengalami adaptasi psikologis pada masa nifas dengan
melalui tiga fase penyesuaian ibu (perilaku ibu) terhadap perannya
sebagai ibu”. Tiga fase adaptasi psikologis ibu nifas dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1. Fase taking in
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan
sangat bergantung pada orang lain, focus perhatian terhadap
tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan
76

persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan


meningkat (Saleha, 2013).
2. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan sudah mulai ada rasa
tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih
sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan
dalam komunikasi yang baik, dukungan, dan pemberian
penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan
bayinya (Saleha, 2013).
3. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan/ibu
sudah kembali dirumah. Ibu sudah mulai dapat menyusuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Terjadinya peningkatan akan
perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa lebih percaya diri akan
peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dari
bayinya. Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk
mengobservasi bayi, hubungan antar pasangan memerlukan
penyesuaian dengan kehadiran anggota baru (bayi). Dukungan
suami dan keluarga dalam merawat bayi akan sangat membantu
ibu, sehingga kebutuhan akan istirahat tetap terpenuhi untuk
menjaga kondisi fisiknya (Saleha, 2013).
6) Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit 3 kali. Kunjungan ini
bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk
mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah-masalah yang
terjadi.
a) Kunjungan pertama
Kunjungan ini 6 jam – 3 hari setelah melahirkan.
b) Kunjungan kedua
Kunjungan ini pada hari ke 4 – 28 hari setelah melahirkan.
77

c) Kunjungan ketiga
Kunjungan ini pada hari ke 29 – 42 hari setelah melahirkan.
(Kemenkes RI, 2017).
7) Pemeriksaan Fisik
Tabel 2.8 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Yang Keadaan Normal
Dilakukan

Lihat postur tonus dan aktifitas 1. Posisi tungkai dan lengan


fleksi
2. Bayi sehat akan bergerak
aktif

Lihat kulit 1. Wajah, bibir dan selaput


lendir, dada harus berwarna
merah muda, tanpa adanya
kemerahan
atau bisul.

Hitung pernapasan dan lihat 1. Frekuensi napas normal 40-


tarikan dinding dada kedalam 60 kali per menit
ketiak bayi sedang tidak 2. Tidak ada tarikan diding
menangis dada kedalam yang kuat

Hitung denyut jantung dengan 1. Frekuensi denyut jantung


meletakkan stetoskop kedada normal 120-160 kali per
kiri setinggi apeks kordis. menit

Lakukan pengukuran suhu 1. Suhu normal adalah 36,5-


ketiak dengan thermometer 37,5oC

(Lanjutan)
78

Lihat dan raba bagian kepala 1. Bentuk kepala terkadang


simetris karena penyesuaian
pada saat proses persalinan,
umumnya hilang dalam 48
jam
2. Ubun-ubun besar rata atau
tidak membonjol, dapat
sedikit membonjol saat bayi
menangis

Lihat mata 1. Tidak ada kotoran/secret

Lihat bagian dalam mulut 1. Bibir, gusi, langit-langit dan


(masukan satu jari yang tidak ada bagian yang
menggunakan sarung tangan terbelah
kedalam mulut, raba langit- 2. Nilai kekuatan isap bayi
langit) (bayi akan mengisap kuat jari
pemeriksa)

Lihat dan raba perut dan lihat 1. Perut bayi datar dan
tali pusat teraba lemas. Tidak ada
perdarahan, pembengkakan,
nanah, bau yang tidak enak
pada tali pusat atau
kemerahan pada sekitar tali
Pusat

Lihat punggung dan raba 1. Kulit terlihat utuh, tidak


tulang belakang terdapat lubang dan benjolan
pada tulang belakang

Lihat ekstremitas 1. Hitung jumlah jari tangan


dan kaki
2. Lihat apakah kaki posisinya
baik atau bengkok kedalam
atau keluar
3. Lihat gerakan ekstremitas
simetris atau tidak

Lihat lubang anus (hindari 1. Terlihat lubang anus dan


masukan alat atau jari dalam periksa apakah mekonium
memeriksa anus) tanyakan sudah keluar
bayi apakah sudah buang air 2. Biasanya mekonium keluar
Besar dalam 24 jam setelah lahir
(Lanjutan)
79

Lihat dan raba alat kelamin 1. Bayi perempuan kadang


luar (tanyakan pada ibu apakah terlihat cairan vagina
bayi sudah buang air kecil) berwarna putih atau
kemerahan
2. Bayi laki-laki terdapat
lubang uretra pada ujung
penis
3. Pastikan bayi sudah buang
air kecil dalam 24 jam
setelah lahir

Timbang bayi dengan 1. Berat lahir 2500-4000 gram


menggunakan selimut. Hasil 2. Dalam minggu pertama
dikurangi selimut berat bayi mungkin turun
dahulu baru kemudian naik
kembali dan pada usia 2
minggu umumnya telah
mencapai berat lahirnya.
Penurunan berat badan
maksimal untuk bayi baru
lahir cukup bulan maksimal
10% untuk bayi kurang
bulan maksimal 15%

Mengukur panjang dan lingkar 1. Panjang lahir normal 48-52


Kepala cm
2. Lingkar kepala normal 33-37
cm

Menilai cara menyusui (minta 1. Kepala dan badan dalam


ibu untuk menyusui bayinya) garis lurus, wajah bayi
menghadap payudara, ibu
mendekatkan bayi
ketubuhnya
2. Bibir bawah melengkung
keluar, sebagian besar
areola berada didalam mulut
bayi
3. Menghisap dalam dan pelan
kadang disertai berhenti
sesaat
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan neonatal esensial
(Kemenkes RI, 2015).

8) Tanda-Tanda Bahaya Nifas


80

Tanda bahaya masa nifas menurut (Rukiyah, 2010) adalah sebagai


berikut:
a) Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba
(melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi
lebih dari dua pembalut saniter dalam waktu setengah jam
b) Pengeluaran cairan vaginal yang berbau busuk dan keras
c) Rasa nyeri di perut bagian bawah punggung
d) Sakit kepala pada wajah dan tangan
e) Demam, muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau merasa
tidak enak badan
f) Payudara memerah, kelembutan atau pembengkakan pada kaki
g) Merasa sangat sedih atau merasa tidak mampu mengurus diri
sendiri atau bayi
h) Merasa sangat letih atau bernafas bernafas terengah-engah
9) Kebutuhan Dasar Ibu pada Masa Nifas
Kebutuhan dasar pada ibu nifas adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan gizi
Ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut:
(1) Mengonsumsi tambahan 500-700 kalori tiap hari
(2) Penuhi diet berimbang, terdiri atas protein, kalsium, mineral,
vitamin, sayuran hijau, dan buah.
(3) Kebutuhan cairan sedikitnya 3 liter air per hari yang dapat
diperoleh dari air putih, sari buah, susu, atau sup.
(4) Untuk mencegah anemia konsumsi tablet zat besi selama
masa nifas.
(5) Vitamin A (200.000 unit) selain untuk ibu, vitamin A dapat
diberikan kepada bayi melalui ASI (Marliandiani,dkk, 2015).
b) Ambulasi dini (early ambulation)
Membimbing ibu selekas mungkin turun dari tempat tidur setelah
persalinan akan membantu ibu cepat pulih asal dilakukan secara
bertahap, hati-hati, dan seizin dokter. Keuntungan early
ambulation adalah sebagai berikut:
81

(1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat


(2) Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik
(3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan maupun
pendidikan kepada ibu mengenai cara perawatan bayi sehari-
hari.
(4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis)
(Marliandiani,dkk, 2015).
c) Eliminasi
(1) Buang Air Kecil
Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien harus dapat buang
air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih
maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan,
misalnya infeksi (Marliandiani,dkk, 2015).
(2) Buang Air Besar
Dalam 24 jam pertama, pasien harus dapat buang air besar
karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan
semakin sulit untuk buang air besar secara lancar
(Marliandini,dkk, 2015).
d) Kebersihan diri
Tujuan melakukan personal higiene antara lain sebagai berikut:
(1) Meningkatkan derajat kesehatan
(2) Mengurangi risiko infeksi
(3) Memberikan rasa nyaman
(4) Memperbaiki personal higiene yang kurang
(Marliandiani,dkk, 2015).
Tindakan yang dapat dilakukan bidan dalam perawatan
kebersihan diri ibu nifas, antara lain sebagai berikut:
(1) Anjurkan ibu untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan
air mengalir sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelamin.
(2) Anjurkan ibu untuk mandi atau berseka.
82

(3) Mengajarkan cara membersihkan daerah kelamin yaitu


membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan daerah anus.
(4) Segera mengganti pembalut setiap kali terasa penuh atau
minimal 4 kali dalam sehari (Marliandini,dkk, 2015).
e) Istirahat
Ibu nifas sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya. Kurang istirahat pada ibu
nifas dapat memengaruhi beberapa hal sebagi berikut:
(1) Mengurangi jumlah produksi ASI.
(2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan.
(3) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan dalam merawat
bayi dan dirinya sendiri (Marliandini,dkk, 2015).
f) Seksual
Masa nifas yang berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
merupakan masa pembersihan rahim. Setelah 6 minggu
diperkirakan pengeluaran lokia telah bersih, semua luka akibat
persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas SC biasanya
telah sembuh dengan baik, sehingga ibu dapat memulai kembali
hubungan seksual (Marliandini,dkk, 2015).
g) Latihan/senam nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu pascapersalinan,
sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah persalinan.
Setelah ibu cukup beristirahat dan dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan kontinu. Tujuan senam nifas adalah sebagai
berikut:
(1) Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu
(2) Mempercepat proses invokusi uteri.
(3) Membantu pemulihan dan mengencangkan otot panggul,
perut, dan perineum.
(4) Memperlancar pengeluaran okia.
83

(5) Membantu mengurangi rasa sakit.


(6) Mengurangi risiko komplikasi (Marliandiani,ddk, 2015).
10) Peran Bidan dalam Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian
asuhan postpartum, adapun peran dan tanggung jawab dalam masa
nifas antara lain:
a) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa
nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mrngurangi ketegangan
fisik dan psikologis selama masa nifas
b) sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga
c) Memberitahukan ibu untuk menyusui bayinya dengan
meningkatkan rasa nyaman
d) Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan
ibu dan anak, mampu melakukan kegiatan administrasi
e) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
f) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga
gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman
g) Melakukan manajemen asuhan kebidannan dengan cara
mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan
serta melaksanakanya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi
selama periode nifas
h) Memberikan asuhan secara professional (Nugroho, 2014).
11) Kontrasepsi Pascamelahirkan
a) Metode Amenorea Laktasi (MAL)
Pasca persalinan klien dianjurkan memberi ASI ekslusif kepada
bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan. MAL (Metode
Amenore Laktasi) merupakan kontrasepsi yang mengandalkan
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan. Metode ini akan efektif jika ibu belum haid lagi, bayi
84

disusui secara eksklusif dan sering, dan bayi berumur kurang dari
6 bulan (Saifudin, 2013).
b) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat
dari berbagai bahan. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan,
tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Kontrasepsi ini
efektif bila dipakai dengan benar (Saifudin, 2013).
c) Pil
Kontrasepsi ini dapat menekan ovulasi, mencegah implantasi,
lendir serviks mengental, pergerakan tuba terganggu sehingga
transport telur dengan sendirinya akan terganggu pula.
Kontrasepsi ini mengandung hormon estrogen dan progesterone.
Efektif dan reversible, harus diminum setuap hari. Efek samping
biasanya mual, perdarahan, bercak (Saifudin, 2013).
d) Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik ada 2 jenis yaitu 3 bulan (Depo
Medroksiprogesteron) dan 1 bulan (Depo Noretisteron Asetat).
Cara kerja kontrasepsi ini untuk mencegah ovulasi, mengentalkan
lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma, selaput lendir rahim tipis dan menghambat transportasi
gamet oleh tuba. Kontasepsi suntik ini sangat efektif, aman dan
dapat dipakai oleh semua wanita dalam usia reproduktif
(Saifudin, 2013).
e) Implant
Cara kerja kontrasepsi implant dapat mengentalkan lendir serviks,
mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit
terjadi implantasi, mengurangi transportasi sperma, dan menekan
ovulasi. Implant sangat efektif dengan jangka waktu 5 tahun,
nyaman tetapi pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan, cocok
untuk semua wanita dalam usia reproduktif, kesuburan akan
segara kembali setelah implant dicabut. Efek samping berupa
perdarahan tidak teratur (Saifudin, 2013).
85

f) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)


Kontrasepsi ini sangat efektif, cara kerja dapat menghambat
sperma untuk masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilisasi
sebelum ovum mencapai cavum uteri, mencegah sperma bertemu
dengan ovum dan mencegah implantasi. Kontrasepsi ini tidak
boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar dengan Infeksi
Menular Seksual (Saifudin, 2013).
g) Tubektomi
Tubektomi adalah prosedur beda untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan. Sangat efektif dan permanen.
Mekanisme kerja kontrasepsi dengan mengoklusi tuba falopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Yang boleh menjalani
tubektomi yaitu usia > 26 tahun, paritas 2, pascapersalinan, pasca
keguguran (Saifuddin, 2013).
12) Proses Laktasi dan Menyusu
a) Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara tersusun dari jaringan kelenjar, jaringan ikat, dan
jaringan lemak. Diameter payudara sekitar 10-12 cm. Pada wanita
yang tidak hamil berat kurang lebih 200 gram, bergantung pada
individu. Saat hamil beratnya berkisar 400-600 gram dan saat
menyusui beratnya mencapai 600-800 gram (Marliandiani,dkk,
2015).
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
1) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
3) Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak
payudara.
86

Gambar 2.13 Anatomi Payudara


Sumber: Marliandiani, 2015

b) Fisiologi Laktasi
a) Produksi ASI (prolaktin)
Pada proses laktasi terdapat dua refleks yang berperan, yaitu refleks
prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting
susu dikarenakan isapan bayi (Marliandiani,dkk, 2015).
(a) Repleks prolaktin
Refleks prolaktin merupakan stimulasi produksi ASI yang
membutuhkan impuls saraf dari puting susu, hipotalamus,
hipofise anterior, prolaktin, alveolus, dan ASI itu sendiri. Pada
akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peran untuk
membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas
dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan
progesteron yang masih tinggi (Marliandiani,dkk, 2015).
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu 2-3. Sementara pada ibu menyusui, prolaktin
akan meningkat dalam keadaan seperti stres atau pengaruh psikis,
anestesi, operasi, dan rangsangan puting susu (Marliandiani,dkk,
2015).
87

(b) Refleks aliran (Let Down Refleks)


Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise
posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga
menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras susu
yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus
dan selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk
kemulut bayi (Marliandiani,dkk, 2015).
Faktor-faktor yang meningkatkan Let Down Refleks adalah
sebagai berikut:
1. Ibu dalam keadaan tenang
2. Dengan melihat, mengamati bayi
3. Mendengarkan suara celoteh/tangisan bayi
4. Mencium dan mendekap bayi
5. Memikirkan untuk menyusui bayi
Kondisi yang dapat menghambat Let Down Refleks adalah
ibu takut, cemas, khwatir/bingung, ragu terhadap kemampuannya
merawat bayi.
Refleks yang penting dalam mekanisme isapan bayi antara
lain sebagai berikut:
1. Refleks menangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir, pipi disentuh, dan bayi akan
menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan
puting susu, maka bayi akan membuka mulut, dan berusaha
akan menangkap puting susu (Marliandiani,dkk, 2015).
2. Refleks Mengisap (Sucking Refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh
oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka sebagian
besar areola haru masuk ke dalam mulut bayi. Dengan
demikian, sinus tektiferus yang berada di bawah areola,
88

tertekan antara gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar


(Marliandiani,dkk, 2015).
3. Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia
akan menelannya (Marliandiani,dkk, 2015).
(c) Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila disusui, maka gerakan mengisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitari
posterior, sehingga keluar hormon oksitosin (Marliandiani,dkk, 2015).
c) Cara Menyusui yang Benar
(1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai (bila duduk menggunakan
kursi yang rendah agar kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu
bersandar pada sandaran kursi).
(2) Sebelum menyusui bersihkan puting sampai areola dengan kapas
dibasahi air hangat (DTT) lalu ASI dikeluarkan sedikit, kemudian
dioleskan pada puting dan sekitar areola payudara (cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan
puting susu).
(3) Teknik memegang bayi antara lain:
- Kepala dan badan bayi berada pada satu garis.
- Perut menempel pada perut ibu dengan meletakkan satu tangan
bayi di belakang badan ibu dan yang satu di depan.
- Muka bayi menghadap payudara, sedangkan hidungnya ke arah
puting susu.
- Untuk BBL, ibu harus menopang badan bayi bagian belakang, di
samping kepala dan bahu.
(4) Ibu menopang payudara dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menopang di bawah serta jangan menekan puting susu dan areolanya.
(5) Buka mulut bayi dengan menyentuh sudut mulut bayi dengan puting
susu kemudian setelah bayi membuka mulut masukkan puting susu
dan sebagian besar areola ke mulut bayi.
89

(6) Setelah bayi mulai mengisap, ibu tidak memegang atau menyangga
payudara lagi.
(7) Ibu memperhatikan bayi selama menyusui.
(8) Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking dimasukkan ke mulut
bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.
(9) Setelah menyusui, oleskan sedikit ASI pada puting susu dan areola.
Biarkan kering dengan sendirinya (Marliandiani,dkk, 2015).
b. Senam Nifas
1) Pengertian Senam Nifas
Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat
mungkin setelah melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami
peregangan selama kehamilan dan persalinan dapat kembali kepada
kondisi normal seperti semula (Maryunani,dkk, 2011).
Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu
setelah melahirkan, dimana fungsinya adalah untuk mengembalikan
kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan, mencegah
timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada
otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung,
dasar panggul dan perut. Latihan ini dapat dimulai sejak hari 1 setelah
melahirkan hingga minggu ke enam setelah melahirkan (Walyani,
2015).
2) Tujuan Senam Nifas
Tujuan dilakukannya senam nifas pada ibu setelah melahirkan adalah:
a) Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu
b) Mempercepat proses involusi uterus dan pemulihan fungsi
kandungan membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-
otot panggul, perut dan perineum terutama otot yang berkaitan
selama kehamilan dan persalinan
c) Memperlancar pengeluaran lochea
d) Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan
e) Merelaksasi otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan
persalinan
90

f) Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya


emboli, trombosia, dan lain-lain (Walyani, 2015).
3) Manfaat Senam Nifas
Manfaat senam nifas secara umum sebagai berikut:
a) Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang
mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian
tersebut ke bentuk normal
b) Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar
diakibatkan kehamilan dan persalinan, serta mencegah pelemahan
dan peregangan lebih lanjut
c) Menghasilkan manfaat psikologis yaitu menambah kemampuan
menghadapi stres dan bersantai sehingga mengurangi depresi
pascapersalinan (Maryunani,dkk, 2011).
4) Waktu Dilakukan Senam Nifas
Senam ini dilakukan pada saat ibu benar-benar pulih dan tidak ada
komplikasi obstetrik atau penyulit masa nifas (misalnya hipertensi,
demam). Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, kemudian dilakukan secara teratur setiap hari. Dengan
melakukan senam nifas sesegera mungkin, hasil yang didapat
diharapkan dapat optimal dengan melakukan secara bertahap. Senam
nifas bisa dilakukan pagi atau sore hari. Gerakan senam nifas ini
dilakukan dari gerakan yang paling sederhana hingga yang tersulit.
Sebelum melakukan senam nifas, sebaiknya bidan mengajarkan kepada
ibu untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu Pemanasan dapat
dilakukan dengan melakukan latihan pernapasan dengan cara
menggerak-gerakkan kaki dan tangan secara santai. Hal ini bertujuan
untuk menghindari kejang otot selama melakukan (Marmi, 2012).
5) Persiapan Senam Nifas
Sebelum melakukan senam nifas ada hal-hal yang perlu dipersiapkan
yaitu sebagai berikut:
a) Memakai baju yang nyaman untuk berolahraga
b) Persiapkan minum, sebaiknya air putih
91

c) Bisa dilakukan di matras atau tempat tidur


d) Ibu yang melakukan senam nifas di rumah sebaiknya mengecek
denyut nadinya dengan memegang pergelangan tangan dan
merasakan adanya denyut nadi kemudian hitung selama satu menit
penuh. Frekuensi nadi yang normal adalah 60-90 kali per menit
e) Boleh diiringi dengan musik yang menyenangkan
f) Petunjuk untuk bidan atau tenaga kesehatan yang mendampingi ibu
untuk melakukan senam nifas: perhatikan keadaan umum ibu dan
keluhan-keluhan yang dirasakan, pastikan tidak ada kontra indikasi
dan periksa tanda vital secara lengkap untuk memastikan pulihnya
kondisi ibu yaitu tekanan darah, suhu pernafasan, dan nadi.
Perhatikan pula kondisi ibu selama senam. Tidak perlu memaksakan
ibu jika tampak berat dan kelelahan. Anjurkan untuk minum air putih
jika diperlukan (Marmi, 2012).

4. Bayi Baru Lahir


a. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir
1) Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta
harus dapat melakukan penyesuain diri dari kehidupan intrauterine ke
kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013).
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepal melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000
gram, nilai Apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2013).
Setelah bayi lahir diadzani ditelinga sebelah kanan dan dibacakan doa :
  
  
 
 
92

Artinya : "Sesungguhnya aku mohon perlindungan untuknya serta


anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada
setan yang terkutuk”. (QS. Ali-Imran/3:36)
2) Tujuan Asuhan Bayi Baru Lahir
Tujuan atau aspek penting dari asuhan bayi baru lahir normal
menurut Putra (2012) adalah sebagai berikut:
a) Menjaga agar bayi tetap hangat dan terjadi kontak
antara kulit bayi dengan kulit ibu
b) Mengusahakan adanya kontak antara kulit bayi
dengan kulit ibunya dengan segera
c) Menjaga pernapasan
d) Merawat mata
3) Ciri-ciri bayi baru lahir normal
Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah sebagai berikut:
a) Lahir aterm antara 37-42 minggu
b) Berat badan 2500-4000 gram
c) Panjang badan 48-52 cm
d) Lingkar dada 30-38 cm
e) Lingkar kepala 33-35 cm
f) Lingkar lengan 11-12 cm
g) Frekuensi denyut jantung 120-160 x per menit
h) Pernafasan ± 40 - 60 x/menit
i) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang
cukup
j) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna
k) Kuku agak panjang dan lemas
l) Nilai APGAR >7
m) Gerak aktif
n) Bayi lahir langsung menangis dengan kuat
o) Refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
93

p) Refleks sucking (menghisap saat disusui) sudah terbentuk dengan


baik
q) Refleks swallowong (menelan saat disusui) sudah terbentuk dengan
baik
r) Refleks morro (pergerakan tangan yang simetris seperti merangkul)
sudah terbentuk dengan baik
s) Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
t) Refleks tonick neck (kepala bayi ditolehkan ke satu sisi selagi
beristirahat) sudah baik
u) Refleks Babinski (saat telapak kaki disentuh, jempol kaki fleksi
sementara jari-jari lain ekstensi) sudah terbentuk dengan baik
v) Refleks walking (gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari
fleksi ke ekstensi) sudah terbentuk dengan baik
w) Genetalia
(1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang
(2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra
yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora
x) Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24
jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan, waspada bila terjadi
perut yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, disertai
muntah, dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera
konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut (Dewi, 2013).
4) Manajemen Bayi Baru Lahir
a) Pengaturan suhu
Bayi kehilangan panas melalui empat cara, yaitu:
(1) Konduksi adalah Pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek lain
melalui kontak langsung (seperti contoh konduksi bisa terjadi
ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat
tangan dingin, dan menggunakan stetoskop di ingin untuk
pemeriksaan BBL.
94

(2) Konveksi adalah Jumlah panas yang hilang bergantung pada


kecepatan dan suhu udara (seperti contoh, konveksi dapat terjadi
ketika membiarkan atan menempatkan BBL dekat jendela, atau
membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin).
(3) Radiasi adalah Pemindahan panas antara 2 objek yang yang
mempunyai suhu berbeda (seperti contoh, membiarkan BBL dalam
ruangan AC tanpa diberikan pemanas (radiant warmer),
membiarkan BBL dalam keadaan telanjang atau menidurkan BBL
berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat dinding).
(4) Evaporasi adalah kehilangan panas melalui penguapan air pada
kulit bayi yang basah. Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah
kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Karna itu bayi
harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan rambut,
sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan
handuk hangat untuk mencegah hilangnya panas secara konduktif
(Dewi, 2013).
b) Resusitasi neonatus
Resusitasi tidak rutin dilakukan pada bayi bari lahir. Akan tetapi,
penilaian untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi harus
dilakukan pada setiap neonatus oleh petugas terlatih dan kompeten
dalam resusitasi neonatus. Pada bayi sehat dengan napas spontan, tonus
baik dan ketuban jernih, tidak dilakukan resusitasi, tetapi harus tetap
dilakukan perawatan rutin. Bila bayi gagal bernapas spontan, hipotonus,
atau ketuban keruh bercampur mekonium, maka harus dilakukan
langkah resusitasi sebagai berikut :
(1) Semua peralatan harus disiapkan dan dicek sebelum persalinan
(2) Tempatkan bayi dibawah pemanas radian/infant warmer
(3) Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk
membuka jalan nafas, handuk diletakkan dibawah bahu untuk
membantu mencegah fleksi leher dan penyumbatan jalan napas
(4) Bersihkan jalan nafas atas dengan menghisap mulut terlebih dahulu
kemudian hidung, dengan menggunakan bulb syringe, alat
95

pengisap lendir, atau kateter pengisap (pengisapan dan pengeringan


tubuh dapat dilakukan bersamaan bila air ketuban bersih dari
mekonium). Perhatikan untuk menjaga bayi dari kehilangan panas
(5) Pengisapan yang kontinyu dibatasi 3-5 detik pada satu pengisapan,
mulut diisap terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi
(6) Pengisapan lebih agresip hanya boleh dilakukan jika terdapat
mekonium pada janin nafas (kondisi ini dapat mengarah ke
bradikardia), bila terdapat mekonium dan bayi tidak bugar, lakukan
pengisapan dari trakea)
(7) Keringkan, stimulasi, ganti kain yang basah dengan yang kering,
dan reposisi kepala
(8) Tindakan yang dilakukan sejak bayi lahir sampai reposisi kepala
dilakukan tidak lebih dari 30 detik (nilai pernafasan)
(9) Jika bayi mulai bernapas secara teratur memadai, periksa denyut
jantung, jika denyut jantung > 100 kali/menit pada bayi tidak
mengalami sianosis, hentikan resusitasi, akan tetapi, jika sianosis
ditemui berikan oksigen (prawirohardjo, 2014).
c) Inisiasi menyusi dini (IMD)
Manfaat IMD pada bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan,
mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan
incubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan
mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat
normal karna pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat
menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit
juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih
baik. Dengan demikian, berat badan bayi cepat meningkat. Bagi ibu
IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormone oksitosin, prolaktin,
dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi
(Prawirohardjo, 2014).
d) Perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam
minggu pertama secara makna mengurangi insiden pada neonatuas.
96

Yang paling penting dalam perawatan tali pusat ialah: menjaga agar tali
pusat tetap kering dan bersih, cuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum marawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut disekitar tali
pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan longgar atau
tidak terlalu rapat dengan kasa bersih dan steril tanpa membubuhkan
apapun pada daerah sekitar tali pusar. Popok atau celana bayi diikat
dibawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak
dengan feses dan urin. Hindari penggunaan kancing, koin dan uang
logam untuk membalut tekan tali pusat (Prawirohardjo, 2014).
Lama lepasnya tali pusat dikatakan cepat jika kurang dari 5 hari,
normal jika antara 5-7 hari, dan lambat jika lebih dari 7 hari (Dewi,
2013).
e) Profilaksis mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada
bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti
gonore dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada dua
minggu pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotic profilaksis pada
mata terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis
mata yang sering digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1%, salep mata
eritromisin, dan salep mata tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk
mencegah konjungtivitis gonore. Saat ini silver nitrat tetes mata tidak
dianjurkan lagi karna sering terjadi efek samping berupa iritasi dan
kerusakan mata (Prawirohardjo, 2014).
f) Pemberian Vitamin K
(1) Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1.
(2) Dosisi untuk semua bayi baru lahir.
(a) Intramuscular, 1 mg dosis tunggal
(b) Oral, 3 kali 2 mg, diberikan pada bayi baru lahir, umur 3-7
hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 bulan
(3) Bayi ditolong oleh dukun wajib diberikan vitamin K1 secara oral.
97

(4) Penyediaan vitamin K1 dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, dosis oral 2


mg/tablet yang dikemas dalam bentuk sirup 3 tablet atau
kelipatannya.
(5) Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai
program nasional (Prawirohardjo, 2014).
g) Pengukuran berat dan panjang lahir
Bayi yang baru lahir harus ditimbang berat lahirnya. Dua hal yang
selalu ingin diketahui oleh orang tua tentang bayinya yang baru lahir
adalah jenis elamin dan beratnya. Pengukuran panjang lahir tidak rutin
dilakukan karna tidak banyak bermakna. Pengukuran dengan
menggunakan pita ukur tidak akurat. Bila diperlukan data mengenai
panjang lahir, maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
stadiometer bayi dengan menjaga bayi dalam posisi lurus dan
ektremitas dalam keadaan ekstensi (Prawirohardjo, 2014).
h) Memandikan bayi
Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi
masih banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi. Saat
mandi bayi dalam keadaan telanjang dan basah sehingga mudah
kehilangan panas. Karna itu, harus dilakukan upaya untuk mengurangi
terjadinya kehilangan panas. Suhu ruangan saat memandikan bayi harus
hangat (>25oC)dan suhu air yang optimal adalah 40oC untuk bayi
kurang dari 2 bulan dan dapat berangsur turun sampai 30oC untuk bayi
diatas 2 bulan (Prawirohardjo, 2014).
5) Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan di Luar
Uterus
Ada beberapa adaptasi fisiologis bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar
uterus, adalah sebagai berikut:
a) Perubahan sistem pernafasan
Frekuensi nafas bayi yang normal 40-60 x/menit yang cenderung
dangkal dan jika bayi tidak sedang tidur, kecepatan irama dan
kedalamnya tidak teratur, namun jika ditemukan nafas bayi 30-60
98

x/menit dapat terlihat sebagai pernafasan Cheyne Stokes dengan periode


apneu singkat tanpa bukti adanya stress pernapasan (Saleha, 2013).
Dua faktor yang berperan pada ransangan nafas pertama bayi adalah
sebagai berikut:
(1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik
lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan diotak.
(2) Tekanan terhadap rongga, yang terjadi karena kompresi
paru-paru selama persalinan yang merangsang masuknya udara
kedalam paru-paru secara mekanis (Saleha, 2013).
b) Perubahan pada sistem peredaran darah
Setelah lahir darah bayi baru lahir melewati paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi tubuh guna mengantarkan oksigen ke
jaringan. Terjadi dua perubahan besar untuk membuat sirkulasi yang
baik guna mendukung kehidupan di luar rahim.
(1) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung.
(2) Penutupan Duktus arterious antara arteri paru-paru dan aorta
(Saleha, 2013).
Dua peristiwa besar yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh
darah adalah sebagai berikut:
(1) Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistematik
meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium
kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan
tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan
atrium itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan
kandungan oksigen sedikit ke paru-paru untuk menjalani
oksigenasi ulang.
(2) Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-
paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada
pernafasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya
sistem pembuluh darah paru-paru (menurunkan resistensi
pembuluh darah paru-paru). Peningkatan sirkulasi ke paru-paru
mengakibatkan peningkatan volume darah pada tekanan atrium
99

kanan, dengan peningkatan tekanan pada atrium kanan ini sehingga


menurunnya tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara
fungsional akan menutup (Saleha, 2013).
c) Perubahan suhu
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga
akan mengalami stress dengan adanya perubahan-perubahan
lingkungan. Pada saat bayi meninggalkan lingkungan rahim ibu yang
hangat, bayi tersebut kemudian masuk kedalam lingkungan ruang
bersalin yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan air
ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan darah bayi. Pada
lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme
menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa
menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat untuk
produksi panas (Saleha, 2013).
d) Perubahan sistem gastrointestinal
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk dengan
baik pada saat lahir. Kemampuan bayi lahir cukup bulan untuk menelan
dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Untuk
menghindari gumoh maka bayi diberi ASI sedikit-sedikit tetapi sering
(minimal 2 jam sekali), jangan langsung banyak atau on demand,
jangan biarkan bayi menghisap puting saja, tetapi areola (bagian
kecoklatan atau kehitaman di sekitar puting) juga harus masuk atau
menempel ke mulut bayi, kemudian tepuk-tepuk punggung bayi sampai
sendawa sesaat setelah disusui. Jangan langsung membaringkan bayi di
tempat tidur (Saleha, 2013).
e) Perubahan sistem kekebalan tubuh
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga
menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.
Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan yang alami
100

maupun yang didapat. Kekebalan alami terdiri dari struktur tubuh yang
mencegah atau meminimalkan infeksi (Saleha, 2013).
6) Pemeriksaan Fisik Bayi
a) Telinga, periksalah dalam hubungan letak dengan mata dan kepala
b) Mata, periksa tanda-tanda infeksi yakni pus
c) Hidung dan mulut, bibir dan langitan, periksa adanya sumbing atau
tidak, refleks hisap, dinilai dengan mengamati bayi saat menyusu badan
d) Leher, periksa adakah pembengkakan
e) Dada, bunyi nafas, bunyi jantung, dan puting
f) Bahu, lengan, dan tangan, periksa apakah gerakan normal, jumlah jari
g) Sistem saraf, adanya refleks morro, lakukan rangsangan dengan suara
keras, yaitu pemeriksa bertepuk tangan
h) Perut, bentuk, penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan
tali pusat
i) Kelamin laki-laki, periksa apakah testis berada pada skrotum, penis
berlubang atau tidak
j) Kelamin perempuan, periksa vagina berlubang atau tidak, uretra, labia
minor dan labia mayor
k) Tungkai dan kaki, periksa apakah gerakan normal atau tidak, dan
jumlah jari
l) Punggung dan anus, adakah pembengkakan atau cekungan, apakah anus
berlubang atau tidak. Kulit adakah verniks jika ada tidak perlu
dibersihkan, warna, pembengkakan atau bercak-bercak hitam atau tanda
lahir (Saleha, 2013).
7) Tanda-Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
Beberapa tanda bahaya pada bayi baru lahir harus diwaspadai, dideteksi
lebih dini untuk segera dilakukan penangan agar tidak mengancam nyawa
bayi. Beberapa tanda bahaya pada bayi baru lahir tersebut, antara lain :
a) Pernafasan sulit atau > 60 x/menit
b) Suhu terlalu panas > 38oC atau terlalu dingin < 36oC
c) Warna abnormal, yaitu kulit atau bibir biru atau pucat, memar
atausangat kuning (terutama pada 24 jam pertama)
101

d) Pemberian asi sulit (hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak


muntah)
e) Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan (pus), berbau busuk
f) Mekoneum tidak keluar setelah 3 hari pertama kelahiran
g) Urine tidak keluar dalam 24 jam pertama
h) Distensi abdomen
i) Feses hijau, berlendir, dan darah
j) Lelah, lunglai, kejang, tidak tenang, dan menangis terus-menerus
(Saleha, 2013).
8) APGAR Score

Tabel 2.8 APGAR Score


Tanda-tanda Nilai : 0 Nilai: 1 Nilai: 2

A : Appearance Pucat/biru Badan merah, Seluruh tubuh


(Rupa/warna seluruh tubuh ekstermitas biru kemerah-
kulit) merahan
P : Palse/heart Tidak ada Lambat (< 100 (>100 per
rate (Frekuensi per menit) menit)
jantung)
G : Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Reaksi
(Reaksi terhadap melawan,
rangsang) menangis
A : Activity Lumpuh Ekstermitas Gerakan aktif
(Tonus otot) fleksi sedikit
R : Respiration Tidak ada Lambat tidak Menangis kuat,
(Pernafasan) teratur usaha napas
baik
Sumber : Dewi , 2013
Keterangan:
1. Nilai 1 - 3 asfiksia berat;
2. Nilai 4 - 6 asfiksia sedang;
3. Nilai 7 - 10 asfiksia ringan (normal)
102

9) Tahapan Bayi Baru Lahir


a) Tahap 1 terjadi segera lahir, selama menit-menit pertama kelahiran ,
pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring
gray untuk interaksi bayi dan ibu.
b) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan prilaku.
c) Tahap III disebut tahap periodic, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2013).
10) Kunjungan Neonatal
Tabel 2.9 Kunjungan Neonatal
Kunjungan Penatalaksanaan

Kunjungan Neonatal 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi


ke-1 (KN-1) dilakukan Hindari memandikan bayi hingga
dalam kurun waktu 6- sedikitnya enam jam dan hanya setelah
48 jam setelah bayi itu jika tidak terjadi masalah medis dan
lahir. jika suhunya 36.5 Bungkus bayi
dengan kain yang kering dan hangat,
kepala bayi harus tertutup
2. Pemeriksaan fisik bayi
3. Dilakukan pemeriksaan fisik
a. Gunakan tempat tidur yang hangat
dan bersih untuk pemeriksaan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah
pemeriksaan lakukan pemeriksaan
c. Telinga : Periksa dalam hubungan
letak dengan mata dan kepala
d. Mata :. Tanda-tanda infeksi
e. Hidung dan mulut : Bibir dan
langitan Periksa adanya sumbing
Refleks hisap, dilihat pada saat
menyusu
f. Leher : Pembekakan, gumpalan
g. Dada : Bentuk, puting, bunyi
nafas,, bunyi jantung
h. Bahu lengan dan tangan : Gerakan
Normal, Jumlah Jari
i. System syaraf : Adanya reflek
moro
j. Perut : Bentuk, Penonjolan sekitar
tali pusat pada saat menangis,
Pendarahan tali pusat ? tiga
pembuluh, Lembek (pada saat tidak
103

menangis), dan tonjolan

k. Kelamin laki-laki : Testis berada


dalam skrotum, Penis berlubang
pada letak ujung lubang
l. Kelamin perempuan : Vagina
(Lanjutan)
berlubang, uretra berlubang, labia
minor dan labia mayor
m. Tungkai dan kaki : Gerak normal,
tampak normal, dan jumlah jari
n. Punggung dan Anus : Pembekakan
atau cekungan, ada anus atau
lubang
o. Kulit : Verniks, warna,
pembekakan atau bercak hitam,
dan tanda-tanda lahir
p. Konseling : Jaga kehangatan,
Pemberian ASI, Perawatan tali
pusat, agar ibu mengawasi tanda-
tanda bahaya
q. Tanda-tanda bahaya yang harus
dikenali oleh ibu : Pemberian ASI
sulit, sulit menghisap atau lemah
hisapan, kesulitan bernafas yaitu
pernafasan cepat > 60 x/m atau
menggunakan otot tambahan,
letargi-bayi terus menerus tidur
tanpa bangun untuk makan, warna
kulit abnormal-kulit biru (sianosis)
atau kuning, suhu-terlalu panas
(febris) atau terlalu dingin
(hipotermi), tanda dan perilaku
abnormal atau tidak biasa,
ganggguan gastro internal misalnya
tidak bertinja selama 3 hari,
muntah terus-menerus, perut
membengkak, tinja hijau tua dan
darah berlendir, mata bengkak atau
mengeluarkan cairan
r. Lakukan perawatan tali pusat.
Pertahankan sisa tali pusat dalam
keadaan terbuka agar terkena udara
dan dengan kain bersih secara
longgar, lipatlah popok di bawah
tali pusat, jika tali pusat terkena
kotoran tinja, cuci dengan sabun
dan air bersih dan keringkan
104

dengan benar
4. Gunakan tempat yang hangat dan
bersih
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan pemeriksaan
6. Memberikan Imunisasi HB-0
(Lanjutan)

Kunjungan Neonatal 1. Menjaga tali pusat dalam keadaaan


ke-2 (KN-2) dilakukan bersih dan kering
pada kurun waktu hari 2. Menjaga kebersihan bayi
ke-3 sampai dengan 3. Pemeriksaan tanda bahaya seperti
hari ke 7 setelah bayi kemungkinan infeksi bakteri, ikterus,
lahir. diare, berat badan rendah dan masalah
pemberian ASI
4. Memberikan ASI Bayi harus disusukan
minimal 10-15 kali dalam 24 jam)
dalam 2 minggu pascapersalinan.
5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga
untuk memberikan
8. ASI eksklusif pencegahan hipotermi
dan melaksanakan perawatan bayi baru
lahir dirumah dengan menggunakan
buku KIA Penanganan dan rujukan
kasus bila diperlukan

Kunjungan Neonatal 1. Pemeriksaan fisik


ke-3 (KN-3) dilakukan 2. Menjaga kebersihan bayi
pada kurun waktu hari 3. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda
ke-8 sampai dengan bahaya bayi baru lahir
hari ke-28 setelah lahir. 4. Memberikan ASI Bayi harus disusukan
minimal 10-15 kali dalam 24 jam)
dalam 2 minggu pasca persalinan
5. Menjaga keamanan bayi
6. Menjaga suhu tubuh bayi
7. Konseling terhadap ibu dan keluarga
untuk memberikan ASI eksklusif
pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru
lahir dirumah dengan menggunakan
buku KIA
8. Memberitahu ibu tentang imunisasi
BCG Penanganan dan rujukan kasus
bila diperlukan
Sumber : Dewi, 2013
105

Anda mungkin juga menyukai