Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA BAYI

DISUSUN OLEH :

Irma Ismawati
40017038

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
PERUBAHAN FISIOLOGI PADA BAYI

Topik : Perubahan Fisiologi pada Bayi


Hari/Tanggal : Selasa, 03 Maret 2020
Waktu : 09.30 WIB s/d selesai
Penyaji : Irma Ismawati
Tempat : Di Balai Desa Pangkalan Gelebak II Kecamatan Rambutan
Kabupaten Banyuasin

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan orang tua dapat
memahami tentang perubahan fisiologi pada bayi.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 1 x 30 menit, sasaran dapat:
a. Menyebutkan definisi fisiologi pada bayi dengan tepat dan benar
b. Menjelaskan tentang menjelakan perubahan fisiologis pada bayi dengan
tepat dan benar
c. Menjelaskan kembali tentang perubahan pada sistem pernafasan,
peredaran darah pada bayi dengan tepat dan benar
d. Menjelaskan tentang perubahan fisiologis pada sistem pencernaan,
ginjal dan sistem persyarafan pada bayi dengan tepat dan benar

B. Sasaran
Ibu yang mempunyai bayi berumur 0 sampai 12 bulan di Desa Pangkalan
Gelebak II Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin.

C. Materi
(Terlampir)
D. Pelaksanaan Kegiatan
No Langkah- Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Sasaran
Langkah
1 Pendahuluan 5 menit a. Memberi salam - Menjawab salam
b. Memperkenalkan diri - Menjawab
c. Menjelaskan maksud pertanyaan
dan tujuan
d. Kontrak waktu
e. Apersepsi
2 Penyajian 15 a. Menjelaskan tentang - Mendengarkan
Menit pengertian perubahan dengan seksama
fisiologi pada bayi.
b. Menjelaskan tentang
perubahan sistem
pernafasan pada bayi.
c. Menjelaskan tanda
perubahan system
peredaran darah pada
bayi.
d. Menjelaskan perubahan
system pengaturan
tubuh, metabolisme
glukosa,
gastrointestinal, dan
kekebalan tubuh pada
bayi.
e. Menjelaskan perubahan
sistem pencernaan pada
bayi
f. Menjelaskan perubahan
sistem ginjal dan
keseimbangan cairan
pada bayi.
g. Menjelaskan perubahan
sistem adaptasi
perubahan kulit pada
bayi.
h. Menjelaskan perubahan
sistem persyarapan
pada bayi.
3 Evaluasi 8 menit a. Memberikan - Partisipasi aktif
kesempatan kepada
klien untuk bertanya
b. Menjawab pertanyaan
yang berkaitan dengan
materi yang belum jelas
4 Penutup 2 menit a. Menyimpulkan materi - Menjawab salam
yang telah
disampaikan
b. Penyaji mengucapkan
terimakasih
c. Menutup dengan salam
penutup

E. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

F. Media
1. Leaflet
2. Flip Chart

G. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud perubahan fisiologi pada bayi ?
2. Bagaimana perubahan fisiologis sistem pernafasan dan peredaran darah
pada bayi ?
3. Bagaimana perubahan sistem fisiologis pengaturan tubuh, metabolisme
glukosa, gastrointestinal, dan kekebalan tubuh?
4. Bagaimana perubahan-perubahan fisiologis pada sistem pencernaan, ginjal
dan sistem persyarafan?
Lampiran Materi

MENGENAL PERUBAHAN FISIOLOGI PADA BAYI

A. Definisi Perubahan Fisiologi pada Bayi


Perubahan fisiologis pada bayi merupakan suatu proses adaptasi dengan
lingkungan luar atau di kenal dengan kehidupan ekstra uteri. Sebelumnya bayi
cukup hanya beradaptasi dengan kehidupan intra uteri.

B. Perubahan Sistem Pernafasan


Perubahan sisitem ini di awali dari perkembangan organ paru itu sendiri
dengan perkembangan struktur bronkus, bronkiolus, serta alveolus yang terbentuk
dalam proses kehamilan sehingga dapat menentukan proses pematangan dalam
sistem pernapasan. Proses perubahan bayi baru lahir adalah dalam hal pernapasan
yang dapat di pengaruhi oleh keadaan hipoksia pada akhir persalinan dan
rangsangan fisik (lingkungan) yang merangsang pusat pernapasan medula
oblongata di otak. Selain itu juga jadi tekanan rongga dada karena kompresi paru
selama persalinan,sehingga merangsang masuknya udara ke dalam paru,kemudian
timbulnya pernapasan dapat terjadi akibat interaksi sistem pernapasan itu sendiri
dengan sisitem kardiovaskuler dan susunan saraf pusat. Selain itu adanya
surfaktan dan upaya resfirasi dalam pernapasan dapat berfungsi untuk
mengeluarkan cairan dalam paru serta mengembangkan jaringan alveolus paru
agar dapat berfungsi. Surfaktan tersebut dapat mengurangi tekanan permukaan
paru dan membantu menstabilkan diding alveolus untuk mencegah kolaps (Betz
dan Sowden, 2002).
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang
bercabang kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus, proses ini terus berlanjut sampai sekitar usia 8 tahun, sampain
jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun
janin memperlihatkan adanya gerakan nafas selama trimester dua dan
trimester tiga. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi
kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini di sebabkan
karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidak matangan sistem kaviler,
paru-paru yang tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
b. Awal adanya nafas
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi adalah :
1. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan
luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.
2. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru-
paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara, ke
dalam paru-paru secara mekanis.
Interaksi antara sistem pernafasan, kardiovaskuler, dan susunan
saraf pusat menimbulkan pernafasan yang teratur dan
berkesinambungan serta denyut yang di perlukan untuk kehidupan.
3. Penimbunan karbondioksida (CO2)
Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan
merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan mengurangi
gerakan nafas janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan
menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
4. Perubahan suhu
Keadaan dingin akan merangsang pernafasan.
c. Surfaktan dan upaya resfirasi untuk bernafas
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
1. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan (lemak
lesitin/sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru-paru.
Produksi surfaktan di mulai pada 20 minggu kehamilan, yang
jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34
minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi
tekan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasaan.
Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir
pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan
kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan
glukosa. Bebagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi
uyang sebelumnya sudah terganggu.
d. Dari cairan menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-parunya. Pada saat
beyi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini di
peras keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang di lahirkan secara SC
kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan dapat menderita
paru-paru basah dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan beberapa
kali tarikan nafas yang pertama udara memenuhi ruangan trakhea dan
brokus BBL. Sisa cairan di paru-paru di keluarkan dari paru-paru dan di
serap oleh pembuluh limpe dan darah.
e. Fungsi sistem pernafasan dan kaitannya dengan fungsi kardiovaskuler
Oksigenasi yang memadai merupakan faktor yang sangat penting
dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara. Jika terdapat
hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami vasokontriksi. Jika
hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna
menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan
penurunan oksigen jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas
dalam alveolus dan akan membantu menghilangkan cairan paru-paru dan
akan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim.

C. Perubahan Sistem Peredaran Darah


Pada sistem peredaran darah, terjadi perubahan fisiologis pada bayi baru
lahir, yaitu setelah bayi itu lahir akan terjadi proses pengantaran oksigen ke
seluruh jaringan tubuh, maka terdapat perubahan,yaitu penutupan foramen ovale
pada atrium jantung dan penutupan duktus ateriosus anatara arteri paru dan aorta.
Perubahan ini terjadi akibat adanya tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah,
dimana oksigen dapat menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tenaga
dengan cara meningkatkan atau mengurangi resistensi. Perubahan tekanan sistem
pembuluh darah dapat terjadi saat tali pusat di potong, resistensinya akan
meningkat dan tekanan atrium kanan akan menurun karena suplai darah ke atrium
kanan berkurang yang dapat menyebabkan volume dan tekanan atrium kanan juga
menurun.
Proses tersebut membantu darah mengalami proses oksigenasi ualng, pada
saat terjadi pernafasan pertama dapat menurunkan resistensi dan meningkatkan
atrium kanan. Kemudian oksigen pada pernapasan pertama dapat menimbulkan
relaksi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru yang dapat menurunkan
resistensi pembuluh darah paru. Terjadinya peningkatan sirkulasi paru
mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan, dengan
meningkatkan tekanan pada atrium kanan akan terjadi penurunan atrium kiri,
foramen ovale akan menutup, atau dengan pernafasan kadar oksigen dalam darah
akan meningkat yang dapat menyebabkan duktus arteriosus mengalami kontriksi
dan menutup. Perubahan lain adalah menutupnya vena umbilikus, dutus venosus,
dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa
menit setelah tali pusat di klem dan penutupan jaringan fibrosa membutuhkan
waktu sekitar 2-3 bulan ( Betz dan Sowden, 2002 ).
Perbedaan sirkulasi darah fetus dan bayi :
a. Sirkulasi darah fetus
1. Struktur tambahan pada sirkulasi fetus
a) Vena umbilikalis : membawa darah yang mengalami deoksigenasi
darin plasenta ke permukaan dalam hepar.
b) Ductus venosus : meninggalkan vena umbilikalis sebelum
mencapai hepar dan mengalihkan sebagian besar darah baru yang
mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior.
c) Foramen ovale : merupakan lubang yang memungkinkan darah
lewat atrium dextra ke dalam vebtriculue sinistra.
d) Ductus arteriosus: merupakan bypass yang terbentang dari
ventriculuc dexter dan aorta desendens
e) Arteri hypogastrika: dua pembuluh darah yang mengembalikan
darah dari vetus ke plasenta. Pada fenikulus umbilicalis, arteri ini
di kenal sebagai arteri umbilikalis. Di dalam tubuh fetus arteri
tersebut di kenal sebagai arteri hypogastika.
2. Sistem sirkulasi fetus
a) Vena umbilikalis : membawa darah yang kaya oksigen dari
plasenta ke permukaan dalam hepar. Vena hepatika meninggalkan
hepar dan mengembalikan darah ke vena cava inferior.
b) Ductus venosus : adalah cabang-cabang dari vena umbilikalis dan
mengalirkan sejumlah besar darah yang mengalami oksigenasi ke
dalam vena cava inferior.
c) Vena cava inferior : telah mengalirkan darah yang telah beredar
dan ekstremitas inferior dan badan fetus, menerima darah dari
vena hepatica dan ductus venosus dan membawanya ke atrium
dextrum.
d) Foramen ovale : memungkinkan lewatnya sebagian besar darah
yang mengalami oksigenasi dalam ventriculus dextra untuk
menuju ke atrium sistra, dari sini darah melewati valvula mitralis
ke ventriculuc sinister dan kemudian melalui aorta asuk ke dalam
cabang ascendensnya untuk memasok darah bagi kepala dan
ekstremitas superior. Dengan demikian hepar jantung dan
cerebelum menerima darah baru yang mengalami oksigenasi.
e) Vena cava superior : mengembalikan darah dari kepala dan
ekstremitas superior ke atrium dextrum. Daerah ini bersama sisa
cairan yang di bawa vena cava inferior melalui valvula
tricuspidalis masuk ke dalam ventriculus.
f) Arteria pulmonaris: mengalirkan darah campuran ke paru-paru
yang non fungsional, yang hanya memerlukan nutrien sedikit .
g) Ductus arteriosus: mengalirkan sebagian besar darah dari vena
ventrikulus dexter ke dalam aorta desenden untuk memasok darah
bagi abdomen, pelvis dan ekstremitas interior.
h) Arteria hipogastrika: merupkan lanjutan dari arteria iliaca interna,
membawa darah kembali ke plasenta dengan mengandung lebih
banyak oksigen dan nutrien yang di pasok dari peredaran darah
maternal.
b. Perubahan pada saat lahir
1. Penghentian pasokan darah dari plasenta
2. Pengembangan dan pengisian udara pada paru-paru
3. Penutupan poramen oval
4. Fibrosis
a. Vena umbilicalis
b. Ductus venosus
c. Arteriae hypogastrica
d. Ductrus arteriosus

D. Perubahan Sistem Pengaturan Tubuh, Metabolisme Glukosa,


Gastrointestinal, dan Kekebalan Tubuh.
1. Sistem Pengaturan Tubuh
Ketika bayi lahir dan langsung berhubungan dunia luar
(lingkungan) yang lebih dingin, maka dapat menyebabkan air ketuban
menguap melalui kulit yang dapat mendinginkan darah bayi. Pada saat
lingkungan dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa melalui mekanisme
menggigil yang merupakan cara untuk mendapatkan kembali panas
tubuhnya serta hasil penggunaan lemak coklat untuk produksi panas.
Adanya timbunan lemak tersebut menyebabkan panas tubuh meningkat,
sehingga terjadilah proses adaptasi. Dalam pembakaran lemak, agar
menjadi panas, bayi menggunakan kadar gluksa. Selanjutnya cadangan
lemak tersebut akan habis dengan adanya stres dingin dan bila bayi
kedinginan akan mengalami proses hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis.
2. Metabolisme Glukosa
Setelah tali pusat di ikat atau di klem, maka kadar glukosa akan di
pertahankan oleh si bayi itu sendiri serta mengalami penurunan waktu
yang cepat 1-2 jam. Guna mengetahui atau memperbaiki kondisi tersebut,
maka di lakukan dengan menggunakan air susu ibu (ASI), penggunaan
cadangan glikogen (glikogenolisis), dan pembuataan glukosa dari sumber
lain khususnya lemak (glukoneogenesis). Seorang bayi yang sehat akan
menyimpan glukosa sebagai glikogen dalam hati.
Koreksi penurunan kadar gula darah dapat di lakukan dengan 3 cara :
a. Melalui penggunaan ASI
b. Melalui penggunaan cadangan glikogen
c. Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak.
3. Sistem Gastrointestinal
Proses menghisap dan menelan sebelum lahir sudah di mulai.
Refleks gumoh dan batuk sudah terbentuk ketika bayi lahir.kemampuan
menelan dan mencerna makananmasih terbatas, mengikat hubungan
esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang dapat
menyebabkan gumoh dan kapasitasnya sangat terbatas kurang lebih 30 cc.
4. Sistem Kekebalan Tubuh
Perkembangan sistem imunitas pada bayi juga mengalami proses
penyesuaian dengan perlindugan oleh kulit membran mukosa, fungsi
saluran nafas, pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus, serta
perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung. Perkembangan
kekebalan alami pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya
sistem kekebalan melalui pemberian kolostrum dan lambat laun akan
terjadi kekebalan sejalan dengan perkembangan usia (Jane Ball, 1999).
Bayi dilahirkan dengan beberapa kemampuan melawan infeksi.
Lini pertama dalam pertahanan adalah: kulit dan membran mukosa yang
melindungi dari invasi mikro-organisme. Lini kedua adalah elemen sel
pada sistem imunologi yang menghasilkan jenis-jenis sel yang mampu
menyerang fatogen seperti neurofil, monosit, ensinofil. Lini ke tiga adalah
susunan spesifik dari antibodi ke antigen, proses ini membutuhkan
pemaparan dari agen asing sehingga anti body dapat di hasilkan. Bayi
umumnya tidak dapat mengahsilkan Ig (ImunoGlobin) sendiri samapai
usia 2 bulan. Bayi menerima dari imun ibu yang berasal dari sirkulasi
plasenta dan ASI. Bila ibu memiliki anti body terhadap penyakit menular
tertentu, anti body tersebut mengalir ke bayi melalui plasenta. Diantara
anti bodi tersebut mungkin adalah anti body terhadap gondok,difteri, dan
campak. Imunitas pasif ini berakhir dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan.

E. Perubahan Sistem Pencernaan


Kemampuan bayi untuk mencerna, menyerap dan metabolisme bahan
makanan sudah adekuat tetapi terbatas pada fungsi-fungsi tertentu. Terdapat
enzim untuk mengkatalisasi protein dan karbohidrat sederhana (Monosakarida dan
Disakarida) tetapi untuk karbohidrat kompleks yang belum terdapat.
1. Mulut
Bibir bayi baru lahir harus kemerahan dan lidahnya harus rata dan
simetris. Lidah tidak boleh memanjang atau menjulur diantara bibir.
Jaringan penunjang melekatkan ke sisi bawah lidah. Atap dari mulut
(langit-langit keras) harus tertutup, dan harus terdapat uvula (langit-langit
lunak). Kadang- kadang terdapat tonjolan putih kecil yang sepanjang
langit-langit keras, yang di sebut “ Epsteins Pearls “, tempat menyatunya
bagian langit-langit keras. Tonjolan tersebut akan hilang sendirinya.
Beberapa kelenjar saliva berfungsi pada saat lahir, kebanyakan belum
mensekresi saliva samapi dengan umur 2-3 bulan.
2. Lambung
Pada saat lahir, kapasitas lahir antara 30-60 ml dan meningkat dengan
cepat sehingga pada hari ke tiga dan keempat, kapasitanya mencapai 90ml.
Bayi membutuhkan makan yang jumlahnya sedikit tapi frekuensinya
sering. Lambung bayi akan kosong dalam waktu 2-4 jam. Bayi di berikan
susu formula dari botol atau dengan ASI payu dara ibunya. Pada bayi yang
di beri ASI, karena di berikan ASI, maka bayi akan menghisap puting atau
udara. Hal ini akan menimbulkan rasa kenyang yang palsu karena lambung
penuh. Maka harus di sendawakan sehingga bayi akan minum susu elbih
banyak.
3. Usus
Usus pada bayi jika di bandingkan dengan panjang tubuh bayi terlihat
sangat panjang. Feses pertama bayi adalah hitam kehijauan, tidak berbau,
substansi yang kental/lengket yang di sebut mekonium. Yang biasanya
keluar dalam 24 jam pertama. Feses ini mengandung sejumlah cairan
amnion, vernix, sekresi saluran pencernaan, empedu, lanugo, dan zat sisa
dari jaringan tubuh. Feses transisi yang berwarna hijau kecoklatan keluar
selama 2-3 hari. Feses pada bayi yang menyusu pada hari ke 4 adalah hijau
kekuningan/kuning emas, berair atau encer, dan bereaksi terhadap asam.
Feses dari bayi yang menyusu formula, biasanyau berwarna kuning
terang/kuning pucat, berbau, berbentuk garing agak keras netral samapi
sedikit alkali. Normalnya defekasi pertama dalam waktu 24 jam.

F. Sistem Ginjal Dan Keseimbangan Cairan


Pengeluaran urine pada janin terjadi pada bulan ke empat. Sementara itu,
pada saat lahir fungsi ginjal bayi sebanding dengan 30% sampai 50% dari
kapasitas dewasa dan belum cukup matur untuk memekatkan urin. Artinya, pada
semua bayi semua struktur ginjal sudah ada tetapi kemampuan ginjal untuk
mengosentrasikan urine dan mengatur kondisi cairan setra fluktuasi elektrolit
belum maksimal. Namun demikian, urin terkumpul dalam kandung kemih bayi
biasanya dalam waktu 24 jam pertama kelahirannya. Volume pengeluaran urine
total per 24 jam pada bayi baru lahir sampai dengan akhir minggu pertama adalah
sekita 200-300 ml, dengan frekunsi 2-6 kali hingga 20 kali/hari. Penting untuk
mencatat saat berkemih pertama kali bila terjadi anuria harus dilaporkan, karena
hal ini mungin menandakan anomali kongenital dari sistem perkemihan. Berat
badan bayi biasanya turun 5%-15% pada hari ke empat sampai ke lima. Hal ini
salah satu peningkatan buang air besar, pemasukan kurang dan metabolisme
meningkat. Setelah hari kelima berat badab bayi biasanya meningkat kembali.
Mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit, terjadi pada volume total
pada tubuh, volume cairan ekstra sel pada masa transisi janin ke fase pasca lahir.
Pada masa janin, cairan ekstraseluler lebih banyak daripada cairan intraseluler.
Namun, hal ini segera berganti pada pasca natal. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh karena pertumbuhan yang membutuhakan cairan ekstraseluler.
G. Perubahan Sistem Adaptasi Kulit
Semua struktur kulit bayi sudah terbentuk pada saat lahir, tetapi masih
belum matang . epidermis dan Dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis.
Verniks caseosa juga melapisi epidermis dan berfungsi sebagai lapisan
pelindung. Verniks caseosa berbentuk seperti keju yang di sekresi oleh kelenjar
sebasea dan sel-sel epitel. Pada saat lahir beberapa bayi di lapisi oleh verniks
caseosa yang tebal, sementara yang lainnya hanya tipis saja pada tubuhnya.
Hilangnya pelindungnya yaitu verniks caseosa meningkatkan deskumasi kulit
(pengelupasan), verniks biasanya menghilang dalam 2-3 hari. Pada bayi baru lahir
seringkali terdapat bintik putih khas terlihat di hidung, dahi dan pipi bayi yang di
sebut milia. Bintik ini menyumbat kelenjar sebasea yang belum berfungsi. Setelah
sekitar 2 minggu, ketika kelenjar sebasea mulai bersekresi secara bertahap tersapu
dan menghilang.
Rambut halus atau lanugo dapat terlihat pada wajah, bahu, dan punggung,
dan biasanya cenderung menghilang selama minggu pertama kehidupan.
Pelepasan kulit (deskuamasi) secara normal terjadi selama 2-4 minggu pertama
kehidupan. Mungkin terlihat eritema toksikum (ruam kemerahan) pada saat lahir,
yang bertahan sampai beberapa hari. Ruam ini tidak menular dan kebanyakan
mengenai bayi yang sehat. Terdapat berbagai tanda lahir (nevi) yang bersifat
sementara (biasanya di sebabkan pada saat lahir) maupun permanen (biasanya
karena kelainan struktur pikmen, pembuluh darah, rambut atau jaringan lainnya).
Pada kulit dan sklera mata bayi mungkin di temukan warna kekuningan
yang di sebut ikteri. Ikteri di sebabkan karena billirubin bebas yang berlebihan
dalam darah dan jaringan, sebagai akibatnya pada sekitar hari ek dua atau ke tiga,
terjadi hampir 60% hari ke 7 biasanyamenghilang. Ikteri ini di sebabkan ikterik
fisiologis atau ikterik neonatorum.

H. Perubahan Sistem Persyarafan


Telah dihitung bahwa neonatus telah memiliki semua
sel sarafnya dan mereka berjumlah sekitar 10 pangkat
10 sampai 15 pangkat 10. Jumlah ini tidak bertambah,
tetapi sel-sel ini akan bertambah ukurannya dan
mengalami mielinisasi. Sementara tidak mampu untuk melakukan
koordinasi gerakan neonatus memperlihatkan sejumlah refleks-refleks.
Tonus dari otot-otot fleksor melampaui tonus otot -otot anti
gravitasi dan arena itu postur istirahat dari neonatus merupakan modifikasi
dari sikap janin dengan fleksi generalisata. Gerakan-gerakannya
merupakan aksi refleks dan telah diuraikan terdapatnya sekitar 70 refleks
primitif. Beberapa dari refleks ini dimungkinkan karena mielinisasi
berlanjut sehingga memungkinkan pengendalian yang lebih besar dari
gerakan dan postur.
1. Refleks oral
Refleks dari area maxillomandibularis
berkembang dengan baik pada neonatus.
Refleks “memyelidiki” atau “mancari”
merupakan respon terhadap rabaan
perioral. Jika pipi bayi berkontak dengan
mammae ibu atau bagian lain, maka bayi
“mencari” susu. Hal ini memungkinkan
bayi untuk menemukan papilla mammae tanpa dibimbing ke
tujuannya. Jika mulut bayi disentuh dengan ringan, bibir bawah
menurun pada sisi yang sama dan lidah bergerak kedepan kearah titik
rangsangan.
2. Refleks mata
Ditemukan sejumlah reflek mata. Misalnya reflek berkedip dapat
ditimbulkan dengan berbagai rangsangan seperti cahaya yang terang,
sentuhan nyeri atau usapan pada alis mata. Refleks pupil timbul
sebagai akibat respon terhadap cahaya, respon mata boneka dinamakan
demikian karena merupakan hambatan dalam gerakan mata setelah
kepala dipalingkan. Jika kepala dipalingkan dengan lambat pada salah
satu sisi secara normal mata tidak bergerak bersama kepala.
3. Refleks moro
Refleks ini terdiri dari abduksi dan ekstensi lengan. Tangan membuka
tetapi jari-jari seringkali tetap melengkung. Keadaan ini diikuti dengan
adduksi dari lengan seperti ketika memeluk. Pada saat yang sama
disertai dengan tangisan, ekstensi dari badan dan kepala dengan
gerakan-gerakan tungkai. Refleks moro ditemukan pada bayi-bayi
prematur, kecuali pada mereka yang sangat kecil. Respon moro
merupakan refleks vestibular. Refleks ini hilang pada sekitar umur 3
atau 4 bulan. Refleks moro dapat ditimbulkan dengan memegang
tangan bayi dan mengangkatnya perlahan-perlahan sedikit diatas meja.
Pelepasan tangan dengan cepat menyebabkan gerakan cepat dari
daerah servical yang mengawali refleks.
4. Refleks terkejut
Refleks ini timbul dengan menimbulkan
suara keras secara mendadak atau dengan
menepuk sternum. Siku dalam keadaan
fleksi dan tangan tetap tergenggam. Refleks
ini hilang pada umur 4 bulan.

5. Refleks menggenggam
Jika telapak tangan dirangsang jari-jari
akan fleksi dan menggenggam benda.
Sekali refleks genggam dicapai jari-jari
dapat ditarik dengan lembut keatas. Pada
saat ini dilakukan, genggaman akan
diperkuat dan terdapat ketegangan progresif
dari otot-otot mulai dari pergelangan tangan sampai bahu, hingga bayi
bergantung sebentar pada jari-jari. Respon yang serua dapat
ditimbulkan dengan menggosok telapak kaki dibelakang jari-jari kaki
secara lembut. Refleks genggam sebagian besar dinilai dengan melihat
intensitas, sebagian dengan melihat simetri dan sebagian dengan
melihat persistensinya setelah umur 4 bulan dimana seharusnya
refleks ini telah hilang.
6. Refleks tonus leher
Refleks ini dapat diobservasi ketika bayi berada dalam posisi
terlentang dan tidak menangis. Bayi dapat
terlihat terlentang dengan kepala berpaling
pada satu sisi dengan lengan yang terbentang
ke sisi yang sama. Lutut kontralateral
seringkali dalam keadaan fleksi. Refleks
tonus leher asimetris dan simetris dan penting dalam menentukan
postur dari neonatus. Refleks ini lebih nyata pada bayi spastic dan
menetap lebih lama dibandingkan bayi normal. Fungsi lain dari
refleks-refleks ini pada minggu-minggu awal adalah untuk mencegag
bayi berguling dari keadaan telungkup ke terlentang atau sebaliknya.
7. Refleks berjalan dan penempatan
Reaksi penempatan ditimbulkan dengan
menyandarkan aspek anterior tibia atau ulna pada
tepi meja. Bayi mengangkat tungkai ke atas untuk
menjejakan kaki pada meja, atau mengangkat
lengan untuk menempatkan tangan pada meja.
Refleks ini terdapat pada bayi-bayi aterm dengan
berat diatas 1800 gram. Juga dapat ditimbulkan pada bayi-bayi
preterm dengan berat 1700 gram, setelah 24 jam pertama.
Refleks berjalan dicapai dengan memegang tegak diatas sebuah meja,
sehingga telapak kaki menekan meja. Keadaan ini mengawali fleksi
dan ekstensi tungkai, menyerupai keadaan berjalan. Refleks berjalan
juga dapat diawali pada bayi-bayi prematur tetapi mereka cenderung
berjalan pada jari-jari kakinya. Pada bayi normal reflek berjalan hilang
pada umur 5 atau 6 minggu.
8. Refleks meluruskan
Keadaan ini memungkinkan bayi untuk
berguling dari posisi telungkup ke posisi
terlentang dan sebaliknya. Refleks ini
membantu bayi untuk mempengaruhi tangan
dan lutut dan duduk. Refleks ini menimbulkan kemampuan untuk
mengembalikan posisi normal kepala dalam ruang serta untuk
mempertahankan keterkaitan postur yang normal dari kepala, dan
anggota gerak selama aktivitas-aktivitas. Refleks ini termasuk yang
berikut:
a) Refleks meluruskan leher. Refleks ini terdapat pada saat lahir dan
paling kuat pada umur 3 bulan. Memalingkan kepala ke satu sisi
akan diikuti dengan gerakan tubuh secara keseluruhan.
b) Refleks meluruskan labyrinth yang bekerja pada kepala. Refleks
ini ditemukan pada umur 2 bulan dan paling kuat pada umur 10
bulan. Refleks ini memungkinkan bayi untuk mengangkat kepala
pada posisi telungkup, ketika ia berumur sekitar 1 sampai 2 bulan
dan kemudian ketika ia berbaring pada posisi terlentang.
c) Refleks meluruskan tubuh bekerja pada tubuh. Refleks ini
memodifikasi refleks meluruskan leher dan memainkan peranan
penting dalam usaha awal dari anak yang masih muda untuk
duduk dan berdiri. Timbul pada umur 7 sampai 12 bulan.
9. Reflek parasut
Refleks ini dapat timbul pada umur 6
sampai 9 bulan dan menetap seumur
hidup. Dapat ditimbulkan dengan
memegang bayi dalam suspensi
ventral dan dengan tiba-tiba
menurunkan bayi kearah permukaan
(tempat tidur atau meja bayi). Lengan
akan membentang seakan-akan untuk
melindungi dirinya dari jatuh. Pada
bayi dengan serebral palsy refleks ini tidak ada atau tidak lengkap
sebagai akibat tonus fleksor yang kuat dalam posisi ini.
Refleks lain yang ditemukan pada neonatus dan bayi muda termasuk
refleks tendon, klonus pergelangan kaki, refleks abdomen, refleks
menghisap dan menelan. Tidak adanya kedua refleks terakhir
menunjukkan adanya suatu kelainan neurologi.

Daftar Referensi

Dewi,Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :
Salemba Medika.

Hidayat, A.Aziz Alimul.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta:Salemba Medika.

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya.

Saifuddin A.B 2007. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai