Dosen Pengampuh :
Pada bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim
(intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin).
Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasar
dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan
metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir normal. Penatalaksanaan dan mengenali
kondisi kesehatan bayi baru lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan
rujukan atau tindakan lanjut.
Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna
(dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke
lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan
bantuan orang lain untuk memenuhinya.
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta.
Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru – paru.
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjut
sampai sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang trimester II
dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum
usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat di klem. Tindakan ini
meniadakansuplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya serangkaian reaksi
selanjutnya. Reaksi-reaksi ini dilengkapi dengan reaksi-reaksi yang terjadi dalam paru
sebagai respons terhadaptarikan nafas pertama.Sirkulasi janin memiliki karakteristik berupa
sistem bertekanan rendah. Darah yang kaya akan oksigen inikemudian secara istimewa
mengalir ke otak melalui duktus arteriosus.Karena tali pusat diklem, sistem bertekanan
rendah yang ada pada unit janin-plasentaterputus. Sistem sirkulasi bayi baru lahir sekarang
merupakan sistem sirkulasi tertutup, bertekanan tinggi, dan berdiri sendiri. Duktusarteriosus,
yang mengalirkan darah plasenta teroksigenasi ke otak dalam kehidupan janin,sekarang
tidak lagi diperlukan. Dalam 48 jam duktus itu mengecil dan secara fungsionalmenutup
akibat penurunan kadar prostaglandin E2 yang sebelumnya disuplai oleh plasenta.Darah
teroksigenasi ini yang sekarang secara rutin mengalir melalui duktus arteriosus,
jugamenyebabkan duktus itu mengecil.
Pasca lahir, neonatus harus menyesuaikan terhadap lingkungan dengan suhu yang
lebih rendah. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap hipotermi karena:
a. Memiliki area permukaan tubuh yang relatif besar dibandingkan massanya, sehingga
terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan panas (yang berhubungan dengan
massa), dengan kehilangan panas (yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh)
b. Memiliki kulit yang tipis dan permeabel terhadap panas
c. Memiliki lemak subkutan yang sedikit untuk insulasi (penahan panas)
d. Memiliki kapasitas yang masih terbatas untuk membentuk panas, karena bergantung
pada thermogenesis tanpa menggigil dengan menggunakan jaringan adiposa (lemak)
bentuk khusus yaitu lemak coklat (the brown fat), yang terdistribusi di area leher, di
antara scapula, dan di sekitar ginjal dan adrenal.
e. Kemampuannya untuk menghasilkan panas dan respons simpatis yang sangat buruk,
menggigil hanya terjadi pada suhu kurang dari 160C pada bayi aterm dan tidak terjadi
pada bayi prematur sampai usia 2 minggu.
f. Bayi prematur tidak dapat meringkuk untuk mengurangi terpajannya kulit.
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari hipotermi adalah peningktana konsumsi oksigen dan
energi sehingga menyebabkan hipoksia, asidosis metabolik, dan hipoglikemia, apnea,
cedera dingin pada neonatus, berkurangnya koagulabilitas darah, kegagalan untuk
menambah berat badan, dan meningkatkan kematian bayi baru lahir.
Kehilangan panas pada neonatus dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu : (1) radiasi,
(2) konveksi, (3) konduksi, dan (4) evaporasi melalui kulit. Hal ini bisa dikurangi
bilamana bayi dikondisikan agar berada dalam lingkungan yang hangat (21-240C).
a. Kehilangan panas melalui konveksi ditentukan oleh perbedaan antara suhu kulit dan
udara, area kulit yang terpajan udara, dan pergerakan udara sekitar. Konveksi
merupakan penyebab penting kehilangan panas pada bayi baru lahir dan dapat
diminimalkan dengan: 1) memakaikan baju bayi, 2) meningkatkan suhu udara, 3)
menghindari aliran udara.
b. Kehilangan panas melalui konduksi adalah kehilangan panas dengan cara perpindahan
panas dari kulit bayi ke permukaan padat dimana bayi berkontak langsung
c. Kehilangan panas melalui radiasi bergantung pada perbedaan suhu antara kulit dan
permukaan di sekelilingnya, yaitu dinding isolator (incubator), atau jika di bawah
pengaruh penghangat radian, jendela dan dinding ruangan. Bayi kehilangan panas
melalui gelombang elektromagnetik dari kulit ke permukaan sekitar
d. Kehilangan panas melalui evaporasi terjadi pada saat lahir, ketika kulit basah bayi
harus dikeringkan dan dibungkus dengan handuk hangat. Panas hilang ketika air
menguap dari kulit atau pernapasan.
Persalinan membutuhkan energi terutama pada bayi untuk usaha bernafas, aktifitas otot, dan lain
sebagainya sehingga bayi baru lahir harus mengambil cadangan makanan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah sehingga tidak terjadi hipoglikemia. Disebut hipoglikemia
jika pada bayi baru lahir kadar glukosa serum kurang dari 45 mg% selama beberapa hari pertama
kehidupan.
Untuk mencegah kondisi hipoglikemia, terjadi respon adaptif dalam metabolisme yaitu
yang pertama terjadi pada bayi baru lahir adalah peningkatan glikogenolisisyang cepat dari hepar
dalam 24 jam (BBL memanfaatkan glukosa 2 kali lipat orang dewasa). Selain itu juga
berlangsung glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari zat nonkarbohidrat misalnya lemak dan
protein) dan liposis dimulai saat lahir sehingga FFA (free fatty acid atau asam lemak bebas)
dalam plasma meningkat 3 kali lipat yang dapat meningkatkan risiko terjadinya asidosis
metabolik.