Disusun Oleh :
Kelompok 2
1 Rismawati
2 Ira
3 Ajeng
4 Ratna
5 Noor
6 Eli
7 Fitri
8 Santi
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang
“ADAPTASI FISIOLOGI FETUS DARI INTRAUTERINE KE EKSTRAUTERIN” agar
mahasiswa dapat memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Biologi
Reproduksi Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan
kemudahan bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim
(intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin).
Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasar
dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan
metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir normal. Penatalaksanaan dan mengenali
kondisi kesehatan bayi baru lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan
rujukan atau tindakan lanjut.
Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna
(dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke
lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan
bantuan orang lain untuk memenuhinya.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, bidan harus mampu memahami tentang beberapa adaptasi
atau perubahan fisiologi bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus mampu beradaptasi dari keadaan yang sangat
tergantung (plasenta) menjadi mandiri secara fisiologi. Setelah lahir, bayi harus mendapatkan
oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi per oral untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan setiap
penyakit atau infeksi.
1.2 Tujuan
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang
bermutu dan sesuai dengan standard.
1.3 Manfaat
PEMBAHASAN
Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat cepat yaitu zigot mengalami
pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel blastomer), kemudian menjadi blastokis (terdapat
cairan di tengah) yang mencapai uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang
menjadi embrio (sampai minggu ke-27). Setelah minggu ke-10 hasil konsepsi disebut janin.
Dengan demikian adaptasi fetus sudah terjadi secara fisiologis.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau masa gestasinya
dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu. Bayi baru lahir normal harus menjalani
proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke kehidupan di luar rahim
(ekstrauterin).
2.2 Perubahan Pernafasan
2.3 Perubahan Sirkulasi
A. Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami “Stress
Dingin” atau Cold Stress terutama karena perubahan lingkungan dari dalam rahim ke dunia
luar yang jauh lebih dingin.
Secara fisiologis, tubuh bayi akan menggunakan timbunan lemak coklat (Brown Fat) untuk
menghasilkan panas. Namun cadangan lemak coklat ini akan habis dan bayi akan mudah
mengalami hipoglisemia, hipoksia dan asidosis.
Untuk itu, pencegahan kehilangan panas sangatlah diperlukan.Perubahan kondisi terjadi pada
neonatus yang baru lahir. Di dalam tubuh induknya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu
lahir maka hubungan dengan induk sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan suhu
tubuhnya sendiri melalui aktifitas metabolismenya.
Semakin kecil tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan lemaknya. Semakin kecil tubuh
neonatus juga semakin tinggi rasio permukaan tubuh dengan massanya.
Suhu permukaan kulit meningkat atau turun sejalan dengan perubahan suhu lingkungan.
Sedangkan suhu inti tubuh diatur oleh hipotalamus. Namun pada pediatrik, pengaturan
tersebut masih belum matang dan belum efisien. Oleh sebab itu pada pediatrik ada lapisan
yang penting yang dapat membantu untuk mempertahankan suhu tubuhnya serta mencegah
kehilangan panas tubuh yaitu rambut, kulit dan lapisan lemak bawah kulit.
Ketiga lapisan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan efisien atau tidak bergantung pada
ketebalannya. Sayangnya sebagian besar pediatrik tidak mempunyai lapisan yang tebal pada
ketiga unsur tersebut. Transfer panas melalui lapisan pelindung tersebut dengan lingkungan
berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama panas inti tubuh disalurkan menuju kulit. Tahap
kedua panas tubuh hilang melalui radiasi, konduksi, konveksi atau evaporasi.
B. Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan
penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan
kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu
cepat (1 sampai 2 jam).
Pada dasarnya turunnya suhu tubuh ini dapat terjadi akibat penurunan produksi
panas, peningkatan panas yang hilang atau gangguan pada pengatur suhu tubuh
termoregulasi). Ahli kesehatan anak menerangkan bahwa penurunan produksi panas
dapat berhubungan dengan sistem endokrin, seperti gangguan hormon tiroid
atau pituitary. Peningkatan panas yang hilang dapat terjadi akibat berpindahnya panas
tubuh ke lingkungan sekitar. Sedangkan gangguan termoregulasi dapat terjadi akibat
gangguan di hipotalamus yaitu suatu bagian otak yang Salah Satu fungsinya mengatur
suhu tubuh.
Pengaturan suhu pada neonatus masih belum baik selama beberapa saat. Karena
hipotalamus bayi masih belum matur, dan bayi masih rentan terhadap hipotermia, terutama
jika terpapar dingin atau aliran udara dingin, saat basah, sulit bergerak bebas, atau saat
kekurangan nutrisi. Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin dari pada saat kelahiran,
dengan suhu kamar bersalin 210 C yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu
37,70 C. Pada saat lahir, faktor yang berperan dalam kehilangan panas pada bayi baru lahir
meliputi area permukaan tubuh bayi baru lahir, berbagai tingkat insulasi lemak subkutan,
dan derajat fleksi otot.
Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat amnion menguap dari kulit. Setiap
milimeter penguapan tersebut memindahkan 500 kalori panas (Rutter 1992). Bayi
kehilangan panas melalui empat cara, yaitu:
1) Konduksi
Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin.
Contoh: Bayi yang diletakkan di atas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan
cepat mengalami kehilangan panas tubuh akibat proses konduksi.
2) Konveksi
Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi terpapar dengan udara sekitar
yang lebih dingin.
Contoh: Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan dalam ruangan yang dingin akan cepat
mengalami panas. Kehilangan panas juga dapat terjadi jika ada tiupan kipas angin, aliran
udara atau penyejuk ruangan.
Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 200 C dan sebaiknya tidak berangin.
Tidak boleh ada pintu dan jendela yang terbuka. Kipas angin dan AC yang kuat harus cukup
jauh dari area resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan
konveksi udara sekitar bayi.
3) Evaporasi
Evaporasi adalah kehilangan panas akibat bayi tidak segera dikeringkan.
Contoh: Kehilangan panas terjadi karena meguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh
setelah bayi lahir karena tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Hal yang sama dapat terjadi
setelah bayi dimandikan. Karena itu bayi harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala
dan rambut, sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik lagi menggunakan handuk
hangat untuk mencegah kehilangan panas secara konduksi.
4) Radiasi
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi yang di tempatkan dekat benda yang
mempunyai tempratur tubuh lebih rendah dari tempratur tubuh bayi.
Contoh: Bayi akan mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih
dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
Upaya Mencegah Kehilangan Panas :
1. Keringkan bayi secara seksama
2. Selimuti bayi dengan selimut bersih, kering dan hangat
3. Tutupi kepala bayi
4. Anjurkan ibu memeluk dan memberikan ASI
5. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi
6. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang
besar ( lebih tinggi dibandingkan tahanan vaskuler sistemik=SWR) hanya 10% dari keluaran
ventrikel kanan yang sampai paru, sedangkan sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat umbilical cord
dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik
(SVR) naik dan pada saat yang sama paru-paru mengembang, tahanan vaskuler paru
menyebabkan penutupan foramen ovale (menutup setelah berberapa minggu), aliran darah
dari duktus arteriosus Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini tersebut sirkulasi
transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang
disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-
3 minggu.
Pada neonatus, reaksi pembuluh darah masih sangat kurang sehingga keadaan kehilangan
darah, dehidrasi, dan kelebihan volume juga sangat kurang untuk ditoleransi. Manajemen
cairan pada neonatus harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan
indikator yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai
parameter yang adekuat terhadap penggantian volume. Oteregulasi aliran darah otak pada
bayi baru lahir tetap dipelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi
nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan (selain susu)
masih terbatas. Hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang
mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus, kapasitas lambung masih terbatas
kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah
secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang sering
oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand.
2.7 Perubahan Sistem Imunitas
Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin
berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva
mata.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru
lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kucing.
Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih
dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL
karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan
penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh
kembang bayi.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna
(dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke
lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan
bantuan orang lain untuk memenuhinya.
Adapun perubahan yang dialami oleh fetus dari intrauterine ke ekstrauterin antara lain yaitu:
1) Perubahan Pernafasan (Respirasi)
2) Perubahan Sirkulasi
3) Perubahan Termoregulasi dan Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme yang meliputi :
a. Pengaruh hipotermi terhadap bayi baru lahir.
b. Mekanisme kehilangan panas pada Neonatus.
4) Perubahan Sistem Hematologi
5) Perubahan Sistem Gastrointestinal
6) Perubahan Sistem Imun
7) Perubahan Sistem Ginjal
8) Ikterus Neonatorum Fisiologi
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang Adaftasi Fisiologi Fetus dan bagian-
bagiannya serta dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu Kami mohon saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono, Prawirohardjo., (2010), Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka sarwono
Prawirohardjo.
2. Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kesehata Masyarakat, (2004), Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal, Jakarta: Departemen Kesehatan
3. Aprilia Nuruh Baety. 2011. Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Yogjakarta: Graha
Ilmu.
4. Wulanda, Febri Ayu. 2012, Biologi Reproduksi, Jakarta :Salemba Mediaka
5. Varney, Helen, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakrta: EGC
6. Kusmiyati, Y. 2010. Perawatan Ibu Hamil. Cetakan ke VI. Yogyakarta: Fitramaya. Hlm: 55-
57.
7. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi-ObstetriPatologi. Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hlm: 35-36.
8. Neil, W.R. 2001. Panduan Lengkap Perawatan Kehamilan. Jakarta: Dian Rakyat.
9. Sulistyawati, A. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.Jakarta: Salemba Medika.
10. Walsh, Winda. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 79-82 Image,
telegraph.co.uk
11. pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../endokrinologi_kehamilan.pdf(Download Sabtu, 24-11-2012
pukul 18.00 )