Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir (BBL)

2.1.2 Definisi Bayi Bayi Baru Lahir (BBL)


Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan
nilai apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Jamil dkk, 2017). Bayi baru lahir adalah
bagian dari neonatus yaitu suatu organisme yang sedang bertumbuh yang baru
mengalami trauma kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan
intrauterin ke kahidupan ekstrauterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dari kehamilan 37 – 42 minggu dan berat badan 2500 – 4000 gram. (Buda,
2011). Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Tiga
faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan peoses vital neonatus yaitu
maturasi, adaptasi dan toleransi. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir yang
paling dramatik dan cepat berlangsung adalah pada sisem pernafasan, sirkulasi,
kemampuan menghasilkan glukosa (Jamil dkk, 2017).

2.1.2 Adaptasi Bayi Bayi Baru Lahir (BBL)


Adaptasi BBL adalah periode adaptasi terhadap kehidupan keluar rahim.
Periode ini dapat berlangsung hingga satu bulan atau lebih setelah kelahiran
untuk beberapa sistem tubuh bayi. Transisi paling nyata dan cepat terjadi pada
sistem pernapasan dan sirkulasi, sistem kemampuan mengatur suhu, dan dalam
kemampuan mengambil dan menggunakan glukosa (Setiyani, 2016).

2.1.3 Perubahan Fisiologis Bayi Bayi Baru Lahir (BBL)


A. Perubahan Sistem Pernafasan
1. Perkembangan paru
a. Paru berasal dari benih yang tumbuh di rahim, yg bercabang-cabang dan
beranting menjadi struktur pohon bronkus.
b. Proses ini berlanjut dari kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun ketika
jumlah bronkiol dan alveol sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan gerakan pernapasan pada trimester II dan III.
Ketidakmatangan paru terutama akan mengurangi peluang kelangsungan

5
hidup bayi baru lahir sebelum usia 24 minggu. Keadaan ini karena
keterbatasan permukaan alveol, ketidakmatangan sistem kapiler paru dan
tidak mencukupinya jumlah surfaktan.

2. Awal timbulnya pernapasan


Dua faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi:
1. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar
rahim yang merangsang pusat pernapasan di otak.
2. Tekanan dalam dada, yang terjadi melalui pengempisan paru selama
persalinan, merangsang masuknya udara ke dalam paru secara mekanik.
Interaksi antara sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan susunan saraf
pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan
serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan. Jadi sistem-sistem harus
berfungsi secara normal.

Upaya napas pertama bayi berfungsi untuk:


a. Mengeluarkan cairan dalam paru
b. Mengembangkan jaringan alveol paru untuk pertama kali. Untuk
mendapat fungsi alveol, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah melalui paru.
 Produksi surfaktan mulai 20 minggu kehamilan dan jumlahnya meningkat
sampai paru matang sekitar 30-34 minggu.
 Surfaktan mengurangi tekanan permukaan dan membantu menstabilkan
dinding alveol sehingga tidak kolaps pada akhir persalinan.
 Tanpa surfaktan alveol akan kolaps setelah tiap kali pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Untuk itu diperlukan banyak energi pada
kerja tambahan pernapasan. Peningkatan energi memerlukan dan
menggunakan lebih banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan ini
menimbulkan stress bayi.
 Pada waktu cukup bulan, terdapat cairan didalam paru bayi.
 Pada waktu bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru.
 Seorang bayi yang dilahirkan melalui SC (Sectio Caesarea) kehilangan
manfaat perasan thorax ini dapat menderita paru basah dalam jangka
waktu lama. Pada beberapa tarikan napas pertama, udara ruangan
memenuhi trachea dan bronkus bayi baru lahir. Sisa cairan di dalam paru

6
dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua
alveoli akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
Fungsi pernapasan dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskuler
 Oksigenasi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan kecukupan pertukaran udara.
 Jika terjadi hipoksia, pembuluh darah paru akan mengalami
vasokonstriksi.
 Pengerutan pembuluh darah ini berarti tidak ada pembuluh darah yang
berguna menerima oksigen yang berada dalam alveol, sehingga terjadi
penurunan oksigenasi ke jaringan, yang memperburuk hipoksia
 Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar pertukaran gas dalam
alveoli dan menyingkirkan cairan paru, dan merangsang perubahan
sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim (Setiyani, 2016).

B. Perubahan Sistem Sirkulasi


Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke
jaringan. Untuk menyelenggarakan sirkulasi terbaik mendukung kehidupan luar
rahim, harus terjadi:
a. Penutupan foramen ovale jantung
b. Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta.

Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah


1. Saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik meningkat dan
tekanan atrium kanan menurun.
2. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke
atrium kanan yang mengurangi volume dan tekanannya. Kedua kejadian
ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru
utk menjalani proses oksigenasi ulang.
 Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh paru dan
meningkatkan tekanan atrium kanan.
 Oksigen pada pernapasan pertama menimbulkan relaksasi dan terbukanya
sistem pembuluh paru (menurunkan resistensi pembuluh paru), ini akan
meningkatkan sirkulasi ke paru sehingga terjadi peningkatan volume darah
pada atrium kanan. Dengan peningkatan tekanan pada atrium kanan ini dan
penurunan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara fungsi akan

7
menutup. Dengan pernapasan kadar oksigen darah akan meningkat,
sehinggamengakibatkan duktus arteriosus mengalami konstriksi dan
menutup.
 Vena umbilikus, duktus arteriosus dan arteri hipogastrika tali pusat menutup
secara fungsi dalam beberapa menit setelah lahir dan tali pusat diklem.
 Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan (Setiyani,
2016).

B. Sistem Thermoregulasi
 Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu, sehingga akan mengalami
stress dengan adanya perubahan lingkungan.
 Saat bayi masuk ruang bersalin masuk lingkungan lebih dingin.
 Suhu dingin menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, sehingga
mendinginkan darah bayi. Pada lingkungan yang dingin, terjadi
pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan jalan utama bayi
yang kedinginan untuk mendapatkan panas tubuh. Pembentukan suhu tanpa
mekanisme menggigil merujuk pada penggunaan lemak coklat untuk
produksi panas
 Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh, mampu meningkatkan
panas sebesar 100%.
 Untuk membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna
mendapatkan energi yang mengubah lemak menjadi panas.
 Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir. Cadangan
lemak coklat akan habis dalam waktu singkat karena stress dingin. Semakin
lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat pada bayi.
Bayi yang kedinginan akan mengalami hipoglikemi, hipoksia dan asidosis.
Pencegahan kehilangan panas menjadi prioritas utama dan bidan wajib
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir.
 Fungsi otak memerlukan jumlah glukosa tertentu
 Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat.
 Koreksi penggunaan gula darah dapat terjadi 3 cara: 1. Melalui penggunaan
ASI (setelah lahir bayi didorong untuk secepat mungkin menyusu pada
ibunya) 2. Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis) 3. Melalui
pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak (glukoneogenesis) Bayi
baru lahir tidak dapat menerima makanan dalm jumlah yang cukup akan

8
membuat glukosa dari glikogen (glukoneogenesis). Hal ini dapat terjadi jika
bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang sehat akan
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen, terutama dalam hati selama
bulan-bulan terakhir kehidupan di rahim.
 Bayi lahir yang mengalami hipotermia yang mengakibatkan hipoksia akan
menggunakan persediaan glikogen dalam jam pertama kehidupannya.
 Sangat penting menjaga kehangatan bayi segera setelah lahir.
 Jika persediaan glukosa digunakan pada jam pertama kehidupannya maka
otak dalam keadaan berisiko. Bayi baru lahir yang kurang bulan, lewat bulan,
hambatan pertumbuhan dalam rahim/IUGR dan stress janin merupakan
risiko utama, karena simpanan energi berkurang atau digunakan sebelum
lahir.
 Gejala hipoglikemi tidak khas dan tidak jelas. Gejala hipoglikemia tsb antara
lain : kejang-kejang halus, sianosis, apne, tangis lemah, letargi, lunglai,
menolak makanan. Akibat jangka panjang hipoglikemia adalah kerusakan
yang tersebar seluruh sel-sel otak (Setiyani, 2016).

C. Sistem Gastrointestinal
Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah mulai terbentuk. Dengan baik pada
saat lahir. Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan
terbatas, hubungan esofagus bawah dan lambung belum sempurna sehingga
mudah gumoh terutama bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung
terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan. Kapasitas lambung akan
bertambah bersamaan dengan tambah umur. Usus bayi masih belum matang
sehingga tidak mampu melindungi diri dari zat berbahaya, kolon bayi baru lahir
kurang efisien dalam mempertahankan air dibanding dewasa sehingga bahaya
diare menjadi serius pada bayi baru lahir (Setiyani, 2016).

D. Sistem Imunologi
 Sistem imunitas bayi baru lahir, masih belum matang sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi.
 Sistem imunitas yang matang menyebabkan kekebalan alami dan buatan.
Kekebalan alami terdiri dari struktur tubuh yg mencegah dan meminimalkan
infeksi

9
 Beberapa contoh kekebalan alami:
- perlindungan oleh kulit membran mukosa
- fungsi saringan saluran napas
- pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
- perlindungan kimia oleh asam lambung.
 Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel darah yang membantu
bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing.
 Tetapi sel darah masih belum matang sehingga bayi belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan akan muncul
kemudian
 Reaksi bayi terhadap antigen asing masih belum bisa dilakukan sampai awal
kehidupan.
 Tugas utama bayi dan anak-anak awal membentuk kekebalan.
 Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi
 Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih sangat lemah dan tidak
memadai. Pencegahan pajanan mikroba seperti praktik persalinan aman,
menyusui ASI dini dan pengenalan serta pengobatan dini infeksi menjadi
sangat penting (Setiyani, 2016).

E. Sistem Ginjal
Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, kapasitasnya kecil hingga
setelah lahir. Urine bayi encer, berwarna kekuning-kuningan dan tidak berbau.
Warna coklat dapat disebabkan oleh lendir bebas membrane mukosa dan udara
asam akan hilang setelah bayi banyak minum. Garam asam urat dapat
menimbulkan warna merah jambu pada urine, namun hal ini tidak penting.
Tingkat filtrasi glomerolus rendah dan kemampuan reabsorbsi tubular terbatas.
Bayi tidak mampu mengencerkan urine dengan baik saat mendapat asupan
cairan, juga tidak dapat mengantisipasi tingkat larutan yang tinggi rendah dalam
darah. Urine dibuang dengan cara mengosongkan kandung kemih secara reflek.
Urine pertama dibuang saat lahir dan dalam 24 jam, dan akan semakin sering
dengan banyak cairan (Setiyani, 2016).

F. Sistem Reproduksi
Anak laki-laki tidak mengahasilkan sperma sampai pubertas, tetapi anak
perempuan mempunyai ovum atau sel telur dalam indung telurnya. Kedua jenis

10
kelamin mungkin memperlihatkan pembesaran payudara, kadang-kadang
disertai sekresi cairan pada puting pada hari 4-5, karena adanya gejala
berhentinya sirkulasi hormon ibu. Anak perempuan mungkin mengalami
menstruasi untuk alasan yang sama, tetapi kedua kejadian ini hanya
berlangsung sebentar (Jamil dkk, 2017).

G. Sistem Muskuloskeletal
Otot sudah dalam keadaan lengkap pada saat lahir, tetapi tumbuh melalui proses
hipertropi. Tumpang tindih atau molase dapat terjadi pada waktu lahir karena
tulang pembungkus tengkorak belum seluruhnya mengalami osifikasi. Molase ini
dapat menghilang beberapa hari setelah melahirkan. Ubun-ubun besar akan
tetap terbuka hingga usia 18 bulan (Jamil dkk, 2017)

H. Sistem Neurologi
Sistem Neurologi belum matang pada saat lahir. Refleks dapat menunjukkan
keadaan normal dari integritas sistem saraf dan sistem musculoskeletal (Jamil
dkk, 2017).
- Reflek Bayi Baru Lahir menurut El Sinta dkk (2019):
a. Reflek Moro Bayi akan mengembangkan tangan lebar dan melebarkan
jari, lalu membalikkan dengan tangan yang cepat seakan-akan memeluk
seseorang. Diperoleh dengan memukul permukaan yang rata dimana
dekat bayi dibaringkan dengan posisi telentang.
b. Reflek rooting Timbul karena stimulasi taktil pipi dan daerah mulut. Bayi
akan memutar kepala seakan mencari putting susu. Refleks ini
menghilang pada usia 7 bulan.
c. Reflek sucking Timbul bersamaan dengan reflek rooting untuk mengisap
putting susu dan menelan ASI.
d. Reflek batuk dan bersin untuk melindungi bayi dan obsmuksi pernafasan.
e. Reflek graps Timbul jika ibu jari diletakkan pada telapak tangan bayi, lalu
bayi akan menutup telapak tangannya atau ketika telapak kaki digores
dekat ujung jari kaki, jari kaki menekuk.
f. Reflek walking dan stapping Reflek ini timbul jika bayi dalam posisi berdiri
akan ada gerakan spontan kaki melangkah ke depan walaupun bayi
tersebut belum bisa berjalan. Menghilang pada usia 4 bulan.

11
g. Reflek tonic neck Reflek ini timbul jika bayi mengangkat leher dan
menoleh kekanan atau kiri jika diposisikan tengkurap. Reflek ini bisa
diamati saat bayi berusia 3-4 bulan.
h. Reflek Babinsky Muncul ketika ada rangsangan pada telapak kaki, ibu jari
akan bergerak keatas dan jari-jari lainnya membuka, menghilang pada
usia 1 tahun.
i. Reflek membengkokkan badan (Reflek Galant) Ketika bayi tengkurap,
gerakan bayi pada punggung menyebabkan pelvis membengkok ke
samping. Berkurang pada usia 2-3 bulan.
j. Reflek Bauer/merangkak Pada bayi aterm dengan posisi tengkurap. BBL
akan melakukan gerakan merangkak dengan menggunakan lengan dan
tungkai. Menghilang pada usia 6 minggu

I. Sistem Integumen
Pada bayi baru lahir cukup bulan kulit berwarna merah dengan sedikit verniks
kaseosa. Sedangkan pada bayi prematur kulit tembus pandang dan banyak
verniks. Pada saat lahir verniks tidak semua dihilangkan, karena diabsorpsi kulit
bayi dan hilang dalam 24 jam. Bayi baru lahir tidak memerlukan pemakaian
bedak atau krim, karena zat-zat kimia dapat mempengaruhi Ph kulit bayi (Jamil
dkk, 2017).

2.1.4 Perawatan Bayi Bayi Baru Lahir (BBL)


Penanganan Segera Bayi Baru Lahir Menurut JNPK-KR/POGI, APN,
asuhan segera, aman dan bersih untuk bayi baru lahir ialah :

1. Pencegahan Infeksi
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan
bayi
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril.
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk
bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita
pengukur, termometer, stetoskop.

12
2. Melakukan penilaian
a. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas Jika bayi tidak bernapas atau
bernapas megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir.

3. Pencegahan Kehilangan Panas


Mekanisme kehilangan panas (Jamil dkk, 2017)
a. Evaporasi Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
b. Konduksi Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur, timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut
c. Konveksi Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas
angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
d. Radiasi Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh
bayi, karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi
(walaupun tidak bersentuhan secara langsung)
 Mencegah kehilangan panas. Cegah terjadinya kehilangan panas melalui
upaya berikut :
a. Keringkan bayi dengan seksama Mengeringkan dengan cara
menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk
membantu bayi memulai pernapasannya.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat Ganti
handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan
selimut atau kain yang baru (hanngat, bersih, dan kering)
c. Selimuti bagian kepala bayi Bagian kepala bayi memiliki luas
permukaan yg relative luas dan bayi akan dengan cepat
kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Pelukan ibu
pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah
kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam
waktu satu (1) jam pertama kelahiran

13
e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas
tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu
selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat
badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat
berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut.
Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya enam jam setelah lahir.

Praktik memandikan bayi yang dianjurkan adalah :


1) Tunggu sedikitnya 6 jam setelah lahir sebelum memandikan bayi (lebih
lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi)
2) Sebelum memandikan bayi, periksa bahwa suhu tubuh stabil (suhu aksila
antara 36,5º C – 37º C). Jika suhu tubuh bayi masih dibawah 36,5º C,
selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepala dan
tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan persentuhan kuli
ibu-bayi dan selimuti keduanya. Tunda memandikan bayi hingga suhu
tubuh bayi tetap stabil dalam waktu (paling sedikit) satu (1) jam.
3) Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah
pernapasan
4) Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan mandinya hangat dan tidak
ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan
tubuh bayi dan siapkan beberapa lembar kain atau selimut 18 bersih dan
kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah dimandikan.
5) Memandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat
6) Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering
7) Ganti handuk yang basah dengan selimut bersih dan kering, kemudian
selimuti tubuh bayi secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi diselimuti
dengan baik
8) Bayi dapat diletakkan bersentuhan kulit dengan ibu dan diselimuti dengan
baik
9) Ibu dan bayi disatukan di tempat dan anjurkan ibu untuk menyusukan
bayinya

4. Pencegahan infeksi
a. Memberikan vitamin K Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena
defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di

14
beri vitamin K per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di
beri vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM.
b. Memberikan obat tetes atau salep mata Untuk pencegahan penyakit mata
karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat mata pada
jam pertama persalinan, yaitu pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau
tetrasiklin 1 %, sedangkan salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah
bayi lahir.

Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi, pastikan untuk melakukan
tindakan pencegahan infeksi berikut ini :
1) Cuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak
dengan bayi.
2) Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
3) Pastikan bahwa semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali
pusat telah didinfeksi tingkat tinggi atau steril, jika menggunakan bola karet
penghisap, pakai yang bersih dan baru.
4) Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan
untuk bayi telah dalam keadaan bersih.
5) Pastikan bahwa timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop dan
benda-benda lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan
bersih (dekontaminasi dan cuci setiap setelah digunakan).

1. IMD (Inisiasi Menyusu Dini)


IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam
1 jam pertama setelah melahirkan (Utami Roesli, 2008). IMD adalah pemberian
ASI (Air Susu Ibu) pada 1 jam pertama setelah melahirkan (Wibowo, 2008). IMD
dengan cara merangkak mencari payudara (the breast crawl). Dari hasil
penelitian dalam dan luar negeri, IMD tidak hanya mensukseskan pemberian ASI
Eksklusif. Lebih dari itu terlihat hasil yang nyata yaitu menyelamatkan nyawa
bayi. Oleh karena itu menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat
berperan dalam menurunkan AKB. Faktanya dalam 1 tahun, 4 juta bayi berusia
28 hari meninggal. Jika semua bayi 23 di dunia segera lahir diberikan
kesempatan menyuu sendiri dengn membeiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi
setidaknya selama 1 jam maka 1 nyawa bayi dapat diselamatkan.

15
2.1.5 Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Normal
Memberikan asuhan aman dan bersih segera setelah bayi baru lahir
merupakan bagian esensial dari asuhan pada bayi baru lahir seperti jaga bayi
tetap hangat, isap lender dari mulut dan hidung bayi (hanya jika perlu),
keringkan, pemantauan tanda bahaya, klem dan potong tali pusat, IMD, beri
suntikan Vit K, 1 mg intra muskular, beri salep mata antibiotika pada kedua mata,
pemeriksaan fisik, imunisasi hepatitis B 0.5 ml intra muscular (Kemenkes, 2010).
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat
kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk
tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Waktu pemeriksaan BBL:
• Setelah lahir saat bayi stabil (sebelum 6 jam)
• Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
• Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
• Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3) (Kemenkes, 2010)

2.2 Bayi Baru Lahir (BBL) Dengan Kolik

2.2.1 Definisi Kolik


Definisi umum dari kolik bayi adalah tangisan berlebihan yang dinyatakan
sehat dan cukup makan bayi (Gelfand, 2016). Kolik bayi adalah karakteristik
kelompok perilaku yang terlihat pada bayi muda. Ciri yang paling menonjol
adalah tangisan berkepanjangan. Karakteristik tambahan, termasuk kepalan
tangan dan fleksi pinggul. Hal ini telah mengarah pada dugaan bahwa perilaku
tersebut terkait dengan ketidaknyamanan perut; jadi istilah "sakit perut", berasal
dari kolikos, yag berasal dari Yunani (Mai dkk, 2018). Kolik infantil bukanlah
suatu penyakit, berat badan bayi tetap naik sesuai usianya. Hanya sebagian kecil
(5-10%) disebabkan oleh gangguan organik. Berbagai faktor dianggap berperan
terhadap kolik infantil, antara lain psikososial dan hubungan ibu dan anak yang
kurang baik, alergi protein susu sapi, atau PRGE (IDAI, 2016)

2.2.2 Etiologi Kolik


Etiologi kolik infantil tidak diketahui, tetapi kemungkinan multifaktorial. Etiologi
yang diusulkan termasuk faktor gastrointestinal, hormonal, perkembangan saraf,
dan psikososial (Mai dkk, 2018).

16
1. Faktor Gastrointestinal
Beberapa gangguan gastrointestinal diduga menyebabkan kolik, karena bayi
sering kali mengangkat kaki dan mengeluarkan gas saat menangis. Faktor-faktor
ini masih kontroversial, yaitu: alergi protein susu sapi atau alergi terhadap zat lain
dalam makanan ibu, produksi gas yang berlebihan, intoleransi laktosa, teknik
pemberian makan yang buruk, dan disbiosis
- Alergi protein susu sapi
Hubungan antara kolik dan alergi protein susu sapi masih samar-samar. Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa kolik infantil tidak terkait dengan intoleransi
protein susu sapi, berdasarkan prevalensi kolik yang serupa pada bayi yang
diberi susu formula versus bayi yang diberi ASI, serta kurangnya kerusakan usus
(seperti yang ditentukan oleh alpha-1-antitrypsin tinja. dan hemoglobin tinja) pada
bayi kolik. Sebaliknya, penelitian lain menyajikan bukti peradangan usus, dengan
peningkatan calprotectin tinja dan mikroflora tinja yang kurang beragam pada
bayi dengan kolik; akan tetapi, perbedaan tersebut tidak dapat dikaitkan dengan
susu formula versus pemberian ASI. Beberapa tinjauan sistematis dari uji klinis
atau uji coba terkontrol secara acak pada bayi dengan kolik telah menunjukkan
bahwa penggunaan formula protein hidrolisat mengurangi waktu menangis pada
bayi tersebut. Keterbatasan sebagian besar studi ini adalah metode pengacakan
yang tidak jelas dan / atau penyamaran yang tidak memadai.
- Intoleransi terhadap zat lain dalam makanan ibu
Makanan ibu yang terdiri dari sayuran (kembang kol, kubis, selada taman, bok
choy, brokoli, dan kubis brussel), susu sapi, bawang merah, dan coklat juga telah
disarankan sebagai penyebab kolik, dalam teori yang berhubungan dengan
kolon. Banyak dokter anak merekomendasikan ibu untuk mengurangi sayuran
tersebut dalam makanan mereka, meskipun hanya ada sedikit bukti bahwa ini
bermanfaat.
- Produksi gas
Bayi kolik dikemukakan memiliki lebih banyak gas usus yang dihasilkan sebagai
hasil fermentasi bakteri usus besar. Tiga puluh tahun yang lalu, sebuah
penelitian Australia oleh Moore menyatakan produksi gas merupakan masalah
paling banyak pada bayi dengan kolik, mendukung pertumbuhan berlebih bakteri
atau sekadar ketidakmampuan untuk mengeluarkan gas kolon efektif pada usia
ini. Jadi, literatur masih tidak meyakinkan bahwa gas yang berlebihan
menyebabkan kolik, meskipun mungkin merupakan faktor penyebabnya.

17
- Intoleransi laktosa
Temuan menunjukkan bahwa malabsorpsi laktosa bisa menjadi penting dalam
kondisi ini. Namun, kelompok kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan
antara kadar hidrogen napas postprandial ketika kami membandingkan bayi
sehat dan kolik dengan menggunakan protokol serupa. Uji klinis acak dari
pemberian laktase oral untuk memfasilitasi hidrolisis laktosa telah menunjukkan
hasil yang bertentangan dalam pengobatan kolik infantil. Oleh karena itu,
hubungan antara malabsorpsi laktosa dan kolik tidak jelas. Interpretasi kami
adalah bahwa ada tingkat tinggi fermentasi bakteri kolon pada kebanyakan bayi
pada usia ini, tetapi intoleransi laktosa dengan sendirinya tidak mungkin
menyebabkan kolik.
- Teknik pemberian makan yang buruk
Teknik pemberian makan yang tidak tepat, seperti kurang makan atau makan
berlebihan, atau jarang bersendawa, telah diduga menjadi penyebab kolik. Bayi
pertama telah dilaporkan memiliki peningkatan risiko kolik dalam 2 penelitian.
Namun, baik dalam penelitian ini maupun dalam pengalaman kami, bayi anak
terakhir sering terjadi sakit perut. Pelaporan berlebihan atau kewaspadaan
berlebihan oleh orang tua primipara (bukan ketidakmampuan orang tua) dapat
menjadi faktor.
2. Hormonal
Tingkat serotonin yang lebih tinggi juga telah diduga menjadi penyebab kolik
infantil. Serotonin yang dibuat di usus memengaruhi suasana hati dan perilaku
sosial. Menurut sebuah penelitian, bayi kolik memiliki tingkat 5-OH IAA (suatu
metabolit serotonin) urin acak yang lebih tinggi, dibandingkan dengan bayi dalam
kelompok kontrol.
3. Perkembangan Saraf
Faktor perkembangan saraf juga telah diusulkan sebagai salah satu etiologi yang
berkontribusi.
- Perkembangan emosional yang normal
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pola menangis pada bayi kolik
mirip dengan bayi sehat (onset sore dan malam, puncak menangis pada usia 2
bulan), meskipun bayi dengan kolik menangis dalam durasi yang lebih lama dan
lebih sulit untuk dihibur. Dalam sebuah penelitian, kolik digambarkan sebagai

18
tahap perkembangan emosi normal, di mana kemampuan bayi untuk mengatur
waktu tangisan berkurang.
- Migrain dan kolik
Hubungan antara migrain ibu dan kolik infantil telah ditunjukkan dalam beberapa
studi kasus kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ibu dengan migrain memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan kolik
4. Psikososial
Interaksi orang tua-bayi yang tidak memadai, kecemasan orang tua, ibu yang
merokok, dan usia ibu lanjut juga telah dianggap sebagai kontributor potensial
dari penyebab kolik. Depresi ibu dan depresi ayah juga telah terbukti terkait
dengan kolik.
- Interaksi orang tua-bayi yang tidak memadai
Interaksi ayah-bayi dan ibu-bayi kurang optimal pada satu kelompok kolik
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Juga, ada interaksi yang lebih
disfungsional antara orang tua pada kelompok kolik parah. Temuan ini belum
dicatat di sebagian besar penelitian lain.
- Kecemasan orang tua
Bayi yang lahir dari ibu dengan sifat cemas yang tinggi dan ibu dengan sikap
"takut memanjakan" memiliki risiko lebih tinggi terkena kolik. Peserta yang “takut
memanjakan diri” menjawab “sepenuhnya benar” atau “cukup benar” untuk
pernyataan, “Jika bayi terlalu banyak diangkat ke pelukan (pengasuh), ia dapat
menjadi manja atau terlalu bergantung.”
- Ibu yang merokok
Ibu yang merokok setiap hari selama kehamilan telah dikaitkan dengan kolik
pada bayi, tetapi hubungan dengan ibu yang merokok dilaporkan ketika bayi
berusia sekitar 5 minggu, yang bertentangan dengan ketergantungan pada bayi;
dan hubungan dengan kolik tidak mencapai signifikansi statistik.
- Usia ibu lanjut
Usia ibu lanjut terbukti menjadi faktor risiko terpenting untuk kolik infantil dalam
satu penelitian, sedangkan penelitian lain tidak mengkonfirmasi hubungan
tersebut.
- Depresi ibu dan ayah
Depresi ibu selama awal kehamilan jelas terkait dengan kolik infantil berikutnya.
Dalam sebuah penelitian, ada peningkatan tiga kali lipat risiko kolik infantil pada
ibu yang melaporkan kesusahan selama kehamilan. Menariknya, setelah

19
penyesuaian gejala depresi ibu, depresi ayah juga dikaitkan dengan kolik, seperti
yang ditunjukkan oleh penelitian prospektif berbasis populasi pada 4426 bayi
berusia 2 bulan oleh van den Berg. Ini bisa menjadi efek langsung, atau tidak
langsung melalui perkawinan, keluarga, atau tekanan ekonomi.
5. Peradangan (Disbiosis)
Baru-baru ini, kami menemukan bahwa tinja bayi dengan kolik meningkatkan
calprotectin tinja, penanda peradangan usus. Kadar diketahui lebih tinggi pada
bayi yang diberi ASI, tetapi ketika bayi yang diberi ASI dianalisis secara terpisah
dari bayi yang diberi susu formula, calprotectin tinja secara konsisten lebih tinggi
pada mereka yang mengalami kolik dibandingkan pada mereka yang tidak. Kami
juga menemukan bahwa populasi mikroba tinja berbeda pada bayi dengan kolik,
dengan lebih sedikit Actinobacteria (95% di antaranya adalah Bifidobacteria).
Analisis komponen utama mengungkapkan bahwa keragaman ß mikroba
berbeda secara signifikan.
Sedangkan menurut Anurogo (2019) Etiologi menangis berlebihan dapat
dijelaskan dengan tabel gambar dibawah ini:

2.2.3 Diagnosis Kolik


Meskipun semua bayi menangis, yang membedakan bayi kolik adalah
mereka lebih sering menangis sering menangis tersedu-sedu. Biasanya ada pola

20
diurnal yang dapat diprediksi hingga tangisan kolik lebih banyak daripada
tangisan yang terjadi di malam hari. Puncak tangis bayi normal pada lima hingga
enam minggu kehidupan (dikoreksi untuk usia kehamilan saat lahir) dan menurun
tiga sampai empat usia bulan. Definisi kolik bayi bermacam-macam, tapi salah
satu yang paling umum digunakan adalah kriteria Wessel yaitu menangis minimal
3 jam sehari, setidaknya 3 hari seminggu, setidaknya selama 3 minggu (Mai dkk,
2018; Gelfand, 2016). Paling sering, periode tangisan terburuk terjadi pada
malam hari dan / atau setelah menyusui. Entitas lain yang harus dipertimbangkan
dalam diagnosis banding termasuk alergi protein susu sapi, infeksi saluran kemih
atau nefrolitiasis, sariawan parah, fisura anus, konstipasi, patah tulang
tersembunyi, dan masalah neurologis (termasuk aktivitas kejang atau
penyalahgunaan obat ibu) (Mai dkk, 2018).
Sedangkan kriteria diagnosis kolik menurut IDAI (2016) adalah:
1. Usia ≤ 3 bulan
2. Sering rewel, marah, atau menangis
3. Episode berlangsung > 3 jam perhari, > 3 hari perminggu dan terjadi minimal
dalam satu minggu
4. Tidak ada gangguan pertumbuhan

2.2.4 Cara Mengatasi Kolik


1. Pendekatan Konvensional
Banyak terapi / teknik telah muncul selama bertahun-tahun, dari
akupunktur hingga mengubah teknik pemberian makan (misalnya, penyesuaian
puting), membedong saat rawan, menghilangkan atau memberikan stimulasi
lingkungan (white noise, suara lembut, dan gerak), mengganti formula,
memberikan gripe water, dan skin-to-skin bounding (kedekatan). Metode ini
belum dipelajari secara ilmiah, tetapi rasional dan bermanfaat secara anekdot.
2. Akupunktur
Akupunktur adalah metode stimulasi sistemik neurotransmiter dan
hormon di seluruh sistem saraf pusat. Telah dibuktikan bahwa akupunktur pada
hewan menghambat nyeri somatik dan viseral serta berpengaruh pada sistem
otonom. Motilitas lambung dan sekresi asam dapat dipengaruhi oleh akupunktur;
motilitas jejunal dapat dirangsang; dan dispepsia fungsional dapat membaik pada
orang dewasa
3. Chiropractic

21
Terapi chiropractic berfokus pada sistem muskuloskeletal dan saraf.
Terapi ini konon membuat penyesuaian pada keselarasan tulang belakang dan
saraf penghubung area tekanan yang menyebabkan nyeri. Ulasan Cochrane
oleh Dobson dan rekan 48 menunjukkan bahwa uji coba secara umum "positif"
tetapi tidak meyakinkan, karena risiko yang melekat pada bias kinerja karena
penilai (orang tua) tidak buta mengenai siapa yang telah menerima perawatan
chiropraktik. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan teknik ini.
4. Pengobatan Pelengkap
Perawatan medis alternatif atau pelengkap dirancang untuk merawat
tubuh yang sakit secara alami. Pendekatan holistik umum untuk kolik adalah
herbal, termasuk adas (Foeniculum vulgare), kamomil (Matricaria recutita), dan
lemon balm (Melissa officinalis); beberapa di antaranya telah efektif dalam
beberapa uji coba terkontrol secara acak untuk kolik. Menurut pendapat kami,
pengobatan herbal tidak direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama,
karena keamanan dan kemanjuran yang belum terbukti pada bayi, serta efek
biologis dan respons dosis yang tidak diketahui (Mai, 2018).
Cara mengatasi kolik menurut IDAI (2016) adalah:
 Bayi dengan gejala kolik infantil yang disertai regurgitasi berlebihan, gejala
saluran napas yang tidak respons dengan tata laksana standar, gejala atopik
baik pada dirinya maupun dalam keluarga, perlu dipertimbangkan peran
alergi sebagai penyebab keluhan tersebut. Pertimbangan kondisi ini
merekomendasikan bayi ditangani sesuai Panduan Tata Laksana Alergi
Protein Susu Sapi. Bayi yang telah mendapat susu formula, maka eliminasi
protein susu sapi dan menggantinya dengan susu formula dengan
kandungan protein terhidrolisis ekstensif atau susu formula yang
mengandung asam amino sesuai keparahan kondisi menjadi pertimbangan
utama. Pada beberapa kajian ilmiah memperlihatkan efikasi susu formula
dengan kandungan protein terhidrolisis sebagian (partially hydrolisate) pada
kolik infantil. Susu formula dengan protein terhidrolisis sebagian dapat
diberikan kepada bayi dengan kolik infantil bila gejala alergi tidak jelas. Susu
formula mengandung soya tidak terbukti kuat memperbaiki gejala kolik
infantil. Kolik Infantil tidak menjadi alasan untuk menghentikan pemberian
ASI.
 Udara yang berlebihan di dalam saluran cerna dapat disebabkan oleh teknik
pemberian minum yang kurang tepat atau intoleransi laktosa akibat masih

22
rendahnya aktivitas enzim laktase. Dengan demikian, bukti ilmiah yang
mendukung rekomendasi ini sangat terbatas.
 Pemberian obat pada kolik infantile tidak direkomendasikan.
 Empati dan reassurance merupakan kunci utama yang harus dilakukan
pertama kali. Anamnesis dan pemeriksaan fisis cermat diperlukan untuk
menyingkirkan penyebab organik dan tanda bahaya kolik infantil.
 Menangis pada kolik infantil tidak selalu merupakan respon nyeri, tetapi lebih
kepada bentuk komunikasi bayi dengan pengasuh. Pengasuhan anak
dengan interaksi yang baik, pemberian pola makan yang baik dan
memberikan pelukan pada anak saat tidur mengurangi gejala kolik infantil.
Sedangkan menurut Anurogo (2019) tata laksana menangis berlebihan
dapat dijelaskan dengan tabel gambar dibawah ini:

Untuk tatalaksana klinis, penting untuk memahami kompleksitas gejala dan


penyebab yang mendasarinya, di mana sebagian besar kasus tidak eksplisit.
Yang perlu dilakukan adalah mengenali problematika, memberikan dukungan
dan penguatan kepada keluarga, menyediakan dan menyampaikan informasi
bahwa kondisi bayi menangis itu biasa, 95% kasus mereda sendiri dan hanya 5%
memiliki penyebab primer. Dokter perlu memberi informasi dan edukasi
pencegahan shaken baby syndrome atau abusive head trauma. Informasi medis
pola normal menangis dan mekanisme pengaturan diri bayi dapat membantu
orangtua memahami masalah. Menggendong bayi (wrapping the infant) terbukti
efektif meningkatkan durasi tidur dan menurunkan aktivitas motorik bayi, lebih
efisien pada usia bayi makin muda, hingga usia 8 minggu. Pada situasi darurat
ekstrem, diperlukan layanan kegawatdaruratan malam hari (nocturnal
emergencies services) (Anurogo, 2019).

23
2.2.5 Tanda Bahaya Kolik
Menurut IDAI (2016) sekitar 5% kolik infantil disebabkan oleh gangguan
organik dan selebihnya akan mengalami resolusi bertahap setelah melewati usia
3-4 bulan. Jika tidak ditemukan tanda bahaya perlu dievaluasi cara pemberian
makan bayi
1. Penyakit Refluks Gastroeosfagus Penyakit GER dikaitkan dengan kolik infantil,
bila memperlihatkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Bayi sering memperlihatkan posisi tubuh sandifer,
b. Hematemesis,
c. Gagal Tumbuh, atau
d. Kesulitan dan penolakan makan.

2. Alergi Kolik infantil dikaitkan dengan kondisi alergi terutama terhadap protein
susu sapi, bila didapatkan riwayat atopi pada bayi maupun dalam keluarga.
Menyingkirkan alergi protein susu sapi sebagai penyebab kolik merupakan
tahapan penting dalam menangani bayi dengan kolik infantil. Walaupun
demikian, kolik infantil belum dapat diangap secara pasti sebagai akibat alergi
protein susu sapi.

3. Intoleransi laktosa
Kolik infantil dikaitkan dengan intoleransi laktosa akibat fermentasi laktosa yang
tidak terhidrolisis di dalam usus halus oleh bakteri di dalam usus besar.
Fermentasi menghasilkan asam laktat, gas hidrogen, dan peningkatan tekanan
osmosis intralumen yang menyebabkan distensi usus dan nyeri. Gejala
intoleransi laktosa mencakup:
a. Kolik,
b. flatus berlebihan,
c. diare cair,
d. distensi abdomen,
e. ruam perianal.

4. Psikologi
Kolik infantil tidak hanya menyebabkan kecemasan pada orangtua, tetapi juga
berdampak terhadap interaksi orangtua dan anak. Menangis yang tidak dapat
ditenangkan menyebabkan ibu stress. Ibu yang mengalami depresi dapat
berpengaruh terhadap perkembangan mental, sosial emosi, dan kognitif bayi
selanjutnya. Kolik infantil dapat menyebabkan penghentian perawatan bayi,

24
pengenalan makanan padat lebih dini karena orang tua/pengasuh menganggap
bayi masih lapar sehingga terus menangis, pemberian ASI terganggu, berganti-
ganti susu formula (IDAI, 2016).

2.2.6 Prognosis Kolik


Umumnya, bayi dengan kolik diyakini memiliki prognosis yang sangat
baik, karena kolik sering dianggap sebagai kelainan sementara, terlepas dari
etiologinya. Sebagian besar bayi ini berhenti menangis pada usia 4 sampai 5
bulan. Namun, selalu ada kekhawatiran bahwa "penderita perut kecil" bisa
tumbuh menjadi "penderita perut buncit". Sebuah studi tindak lanjut 10 tahun
oleh Savino dan rekan 88 dicatat (oleh "anamnesis" orang tua [riwayat]) gejala
gastrointestinal, alergi, dan psikologis pada 52 anak yang dirawat di rumah sakit
karena kolik parah saat bayi. Setelah usia 10 tahun, mereka dibandingkan
dengan 51 orang yang dirawat di rumah sakit selama masa bayi karena alasan
lain. Survei menunjukkan bahwa anak-anak yang pernah mengalami kolik secara
signifikan lebih mungkin untuk mengalami sakit perut berulang, penyakit alergi
(eksim, rinitis, asma, dan alergi makanan), dan gangguan tidur. Hebatnya, 40%
sampai 60% anak-anak dengan kolik juga mengembangkan agresivitas,
kerewelan, atau perasaan supremasi, dengan risiko relatif masing-masing
dihitung 10 kali lipat lebih tinggi daripada kontrol (Mai dkk, 2018). Penanganan
yang salah pada kolik infantil dapat menyebabkan permasalahan pada kondisi
fisik dan mental anak/keluarga. Ibu dan pengasuh perlu cukup istirahat untuk
menghindari stress dan depresi (IDAI, 2016).
Menurut Anurogo (2019) beberapa manifestasi klinis kegawatdaruratan
menangis berlebihan pada bayi, yaitu jika dijumpai gejala apnea, sianosis, napas
pendek, menangis berlebihan menetap selama 1-2 jam di bawah pengawasan
tim medis atau tim medis UGD rumah sakit. Tanda-tanda menuju
kegawatdaruratan berupa: letargi, takipnea, penurunan capillary refill, penurunan
berat badan atau berat badan tidak sesuai usia, demam tinggi (38° C atau 100,4°
F), menolak disusui atau disuapi, aktivitas abnormal paroksismal, diaforesis, sulit
makan, tampak jelas adanya trauma, memar yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, riwayat penyakit inkonsisten, intoksikasi dari pengasuh, penyakit
mental, takikardi berkelanjutan lebih dari 180 kali per menit, muntah-muntah,
feses berdarah, fontanel penuh, iritabilitas dan paradoksikal, tidak dapat
menggerakkan ekstremitas.Demam, letargi, dan distensi abdomen merupakan

25
manifestasi kegawatdaruratan (red flags) di dalam evaluasi menangis pada bayi
seperti yang terdapat pada tabel berikut:

26
2.3 Pathway Bayi Baru Lahir (BBL) Dengan Kolik

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2019. Manajemen Menangis Pada Bayi. CDK Edisi Suplemen-1/
Vol. 46 th. 2019

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kementerian Kesehatan RI (2012). Survei


Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Baston, H. & Hall, J. (2011). Midwifery Essential Postnatal, Volume 4. United
Kingdom.
Bobak., Lowdermilk., Jensen., & Perry. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 10. Jakarta : EGC
Buda E.S dan Sajekti. 2011. Buku Ajar Asuhan kebidanan Pada Neonatus Bayi
dan Balita. Jakarta: Salemba Medika

Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., & Spong,
C.Y. (2012). Obstetri Williams. Volume 1. New York: McGraw-Hill Education.
El Sinta dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan kebidanan Pada Neonatus Bayi dan Balita.
Sidoarjo: Indomedia Pustaka

Gelfand. 2016. Infant Colic. Semin Pediatr Neurologic

Halpern R, Coelho R. Excessive crying in infants. J Pediatr (Rio J). 2016; 92(3
Suppl 1):40-5.

Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka


Rihama

Hartati, S dan Maryunani (2015). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Seksio
Sesarea. Jakarta : Trans Info Media

IDAI. 2015. Kolik Pada Bayi [Online]. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-


kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-2

IDAI. 2016. Rekomendasi Gangguan Saluran cerna Fungsional. Jakarta: IDAI

37
Jamil, dkk. 2017. Asuhan kebidanan Pada Neonatus, Bayi Balita dan Anak
Prasekolah. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Kemenkes, 2016. Asuhan kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Indonesia

Kemenkes. 2010. Buku Saku Neonatal Esensial. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Indonesia

Kemenkes. 2019. Profil kesehatan Indonesia tahun 2018. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:
Kemenkes RI.
Mai dkk. 2018. Infantile Colic New Insights Into an Old Problem. Gastroenterol
Clin N Am - (2018). Page: 1-16

Manuaba, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Manuaba, dkk. 2012. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Maritalia, Dewi. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka


Belajar, 2012

Matijasic N, Premilovac ZP. Inconsolable crying in Infants: Differential diagnosis


in the pediatric emergency department. Clinical Pediatrics. 2018:1-7.

Medford J., S. Battersby, M. Evans, B. Marsh, A. Walker. 2013. Kebidanan


Oxford : dari Bidan untuk Bidan. Jakarta : EGC
Medforth, J., Battersby, S., Evans, M., Marsh, B., & Walker, A. (2006). Oxford
Handbook of Midwifery. English: Oxford University Press.
Mochtar, Rustam, 2013. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi,
Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

38
Saifuddin, A.B. (2002). Buku Acuan Maternal Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka
Yayasan Sarwono Prawirohardjo, UNFPA.
Saifuddin, AB. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Setiyani, dkk. 2016. Asuhan kebidanan Pada Neonatus, Bayi Balita dan Anak
Prasekolah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia

Varney, Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2007. Varneys Midwifery. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan, Endah Pakaryaningsih(penerjemah). Jakarta:
EGC

Wahyuningsih, dkk. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka

39

Anda mungkin juga menyukai