Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MANDIRI

Oleh:

Dian Fuspita Dewi S.


70100111022
Farmasi A

SAMATA-GOWA

2013
BAB I

PEMBAHASAN

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf


pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respon terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain
yang tidak termasuk golongan obat depresan SSP. Walaupun obat tersebut
memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek
yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil dari pada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif khususnya golongan
benzodiazepin, tetapi selain itu juga berdaya anxiolitis, antikonvulsif, dan
relaksasi otot. Kerja anxiolitis (menghalau rasa takut dan kegelisahan) tidak
tergantung dari daya sedatif, bahkan transquilizer (anxiolitik) yang ideal
hendaknya berefek sedatif seringan mungkin.
Pada hakikatnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki empat daya
kerja tersebut di atas, yakni khasiat anxiolitis, sedatif-hipnotis, antikonvulsif dan
daya relaksasi otot. Setiap efek ini dapat berbeda-beda kekuatannya pada setiap
derivat, yang juga memperlihatkan perbedaan jelas mengenai kecepatan resorpsi
dan eliminasinya.
A. Kimia
Rumus benzodiazepin terdiri dari cincin benzen (cincin A) yang
melekat pada cincin aromatik diazepin (cincin B). Karena benzodiazepin yang
penting secara farmakologis selalu mengandung gugus 5-aril (cincin C) dan
cincin 1,4-benzodiazepin, rumus bangun kimia golongan ini selalu
diidentikkan dengan 5-aril-1,4-benzodiazepin.
Struktur kimia benzodiazepin yang digunakan untuk terapi

Berbagai modifikasi pada struktur cincin maupun gugusannya, secara


umum dapat menghasilkan senyawa dengan aktivitas serupa atau berefek
antagonis, misalnya pada flumazenil.
Di samping berbagai benzodiazepin atau imidazobenzodiazepin, telah
disintesis beberapa senyawa nonbenzodiazepin yang memiliki potensi
mengikat secara spesifik reseptor CNS seperti benzodiazepin dan flumazenil.
Senyawa ini termasuk golongan β-karbolin, imidazopiridin, imidazopirimidin,
imidazokuinolin, dan siklopirolon, contohnya antara lain: zaleplon, zolpidem,
dan zolpiklon.

B. Mekanisme Kerja
Kerja benzodiazepin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor
penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat
(GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan
dibedakan dalam dua bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan
reseptor GABAB. Reseptor ionotropik GABAA, terdiri dari lima atau lebih
subunit (bentuk majemuk dari α, β, dan γ subunit) yang membentuk suatu
reseptor kanal ion klorida kompleks. Reseptor GABAA berperan pada
sebagian besar neurotransmiter di SSP. Sebaliknya reseptor GABAB yang
terdiri dari peptida tunggal dengan tujuh daerah transmembran, digabungkan
terhadap mekanisme signal transduksinya oleh protein-G. Benzodiazepin
bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB.
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ)
reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA
berikatan pada subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan
kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan
menyebabkan sel sukar tereksitasi. Efek klinis berbagai benzodiazepin
tergantung pada afinitas pada ikatan obat masing-masing pada kompleks
saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.

C. Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini
pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan antikonvulsi. Hanya dua efek
saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer. Vasodilatasi
koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV, dan
blokade neuromuskular yang hanya terjadi pemberian dosis tinggi.
Berbagai efek yang menyerupai benzodiazepin yang diamati secara in-
vivo maupun in-vitro telah digolongkan sebagai: efek agonis penuh yaitu
senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepin misalnya diazepam;
Efek agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum
yang kurang kuat dibandingkan diazepam; Efek inverse agonists, yaitu
senyawa yang menghasilkan efek kebalikan dari efek diazepam pada saat
tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepin (benzodiazepin-like
agonists), dan efek invers-agonis parsial (partial inverse agonists).
Sebagian besar efek agonis dan invers agonis dapat dilawan atau
dicegah oleh agonis benzodiazepin flumazenil, melalui persaingan ikatannya
dengan reseptor benzodiazepin. Zat ini mewakili berbagai golongan senyawa
yang bekerja memblok secara spesifik efek agonis dan invers-agonis
benzodiazepin.
1. Susunan saraf pusat
Walaupun benzodiazepin mempengaruhi semua tingkatan aktivitas
saraf, namun beberapa derivat benzodiazepin pengaruhnya lebih besar
terhadap SSP dari derivat yang lain. Benzodiazepin tidak mampu
menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau
anastesi umum. Semua benzodiazepin memiliki profil farmakologi yang
hampir sama, namun efek utamanya sangat bervariasi, sehingga indikasi
kliniknya dapat berbeda. Peningkatan dosis benzodiazepin menyebabkan
depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan dari hipnosis ke
stupor, keadaan ini dinyatakan sebagai efek anestesia, tapi obat golongan
ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anestesi umum yang spesifik,
karena kesadarn pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang diperlukan
untuk pembedahan tidak tercapai. Namun pada dosis preanestetik,
benzodiazepin menimbulkan amnesia anterograd terhadap kejadian yang
berlangsung setelah pemberian obat. Sebagai anestesi umum untuk
pembedahan, benzodiazepin harus dikombinasikan dengan obat
pendepresi SSP lain. Belum dapat dipastikan, apakah efek antiansietas
benzodiazepin identik dengan efek hipnotik sedatifnya atau merupakan
efek lain.
Profil farmakologi benzodiazepin sangat berbeda pada spesies
yang berbeda; pada spesies tertentu, hewan coba dapat meningkat
kewaspadaannya sebelum timbul depresi SSP. Pada mencit, tikus, dan
monyet, pemberian 7-nitro-benzodiazepin menginduksi reakasi
hiperaktivitas, tetapi tidak pada spesies lain. Efek relaksasi otot pada
kucing dan antikonvulsi pada tikus sesuai dengan efek sedasi, hipnosis,
dan antiansietas pada manusia.
Beberapa benzodiazepin menginduksi hipotonia otot tanpa
gangguan gerak otot normal, obat ini mengurangi kekakuan pada pasien
cerebral palsy. Efek relaksasi otot diazepam 10 kali lebih selektif
dibandingkan meprobamat, namun tingkat selektif ini tidak jelas terlihat
pada manusia. Klonazepam dosis non sedatif pada manusia sudah
merelaksasi otot, tapi diazepam dan benzodiazepin lain tidak. Toleransi
terjadi terhadap efek relaksasi otot maupun efek ataksia obat ini.
Pada hewan coba, benzodiazepin menghambat aktivitas bangkitan
yang diinduksi oleh pentilentetrazol dan pikrotoksin, tapi bangkitan yang
diinduksi oleh striknin dan elektrosyok maksimal hanya disupresi pada
dosis yang mengganggu aktivitas gerakan otot. Flurazepam, triazolam,
klonazepam bromazepam, dan nitrazepam merupakan antikonvulsi yang
lebih selektif dibandingkan derivat lain. Adanya toleransi terhadap efek
konvulsi membatasi kegunaan benzodiazepin untuk mengobati kelainan
bangkitan pada manusia.
Walaupun terlihat adanya efek analgetik benzodiazepin pada
hewan coba, pada manusia hanya terjadi analgesi selintas setelah
pemberian diazepam IV. Belum pernah dilaporkan adanya efek analgesik
derivat benzodiazepin lain. Benzodiazepin memperlihatkan efek analgesia
dan efek hiperalgesia.
2. Efek pada elektroensefalogram (EEG) dan tingkatan tidur
Efek benzodiazepin pada EEG menyerupai hipnotik sedatif lain.
Aktivitas alfa menurun, namun terjadi peningkatan dalam aktivitas cepat
teganganp rendah (low-voltage fast activity). Toleransi terjadi terhadap
efek tersebut.
Sebagian besar benzodiazepin mengurangi waktu jatuh tidur (Sleep
latency), terutama pada penggunaan awal, dan mengurangi jumlah
terbangun dan waktu yang dibutuhkan pada tingkatan 0 (tingkatan terjaga).
Lamanya waktu pada tingkatan 1 (keadaan kantuk) biasanya berkurang,
dan terjadi penurunan yang nyata dalam lamanya waktu pada tingkat tidur
gelombang lambat (tingkatan 3 dan 4). Sebagian besar benzodiazepin
menaikkan lamanya waktu tidur REM menjadi singkat. Namun siklus tidur
REM biasanya bertambah.
Secara keseluruhan efek pemberian benzodiazepin menaikkan tidur
total, terutama karena penambahan waktu pada tingkatan 2, yang
merupakan bagian terbesar pada tidur non-REM.
3. Pernapasan
Benzodiazepin dosis hipnotik tidak berefek pada pernapasan orang
normal. Penggunaannya perlu diperhatikan pada anak-anak dan individu
yang menderita kelainan fungsi hati. Pada dosis yang lebih tinggi misalnya
pada anestesi premidikasi atau pada endoskopi, benzodiazepin sedikit
mendepresi ventilasi alveoli, dan menyebabkan asidosis respirator, hal ini
lebih karena penurunan keadaan hipoksia dari pada dorongan hiperkaptik;
efek terutama terjadi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK), yang mengakibatkan hipoksia alveolar, dan/atau narkosis CO2.
Obat ini dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau bila diberi
bersama opiat. Gangguan pernapasan yang berat pada intoksikasi
benzodiazepin biasanya memerlukan bantuan pernapasan hanya bila
pasien juga mengkonsumsi obat pendepresi SSP yang lain, terutama
alkohol.
Benzodiazepin dapat memperburuk keadaan tidur yang
berhubungan dengan kelainan pernapasan dengan ganggu kontrol terhadap
otot pernapsan bagian atas atau menurunkan respon ventilasi CO2. Efek
yang belakangan ini sudah cukup dapat menyebabkan hipoventilasi dan
hipoksemia pada beberapa pasien PPOK. Pada pasien apnea saat tidur
karena sumbatan (Obstructive Sleep Apnea=OSA), efek hipnotik
benzodiazepin dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas atas dan
meningkatkan terjadinya episode apnea pada hipoksia alveolar, hipertensi
pulmonaris dan pembebanan ventrikular jantung. Hal tersebut
menyebabkan alkohol dan obat-obat hipnotik-sedatif, termasuk
benzodiazepin dikontraindikasikan pada pasien yang secara regular tidur
mendengkur , obat ini dapat mngubah penyumbatan jalan napas parsial
menjadi OSA.
4. Sistem kardiovaskular
Efek benzodiazepin pada sistem kardiovaskular umumya ringan
kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis praanetesia semua
benzodiazepin dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan denyut
jantung.
5. Saluran cerna
Benzodiazepin diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan
saluran cerna yang berhubungan dengan adanya ansietas. Diazepam secara
nyata menurunkan sekresi cairan lambung waktu malam.

D. Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat
mempengaruhi penggunannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya.
Semua benzodiazepin dalam bentuk non ionik memiliki koefisien distribusi
lemak:air yag tinggi; namun sifat lipofiliknya dapat bervariasi lebih dari 50
kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas pada senyawa
benzodiazepin.
Semua benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna, kecuali klorazepat;
klorazepat baru diabsorpsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetil diazepam (nordazepam). Beberapa
benzodiazepin misalnya prazepam dan flurazepam, hanya bentuk metabolit
aktifnya yang mencapai aliran sistemik.
Benzodiazepin dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma.
Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya, berkisar dari
70% (alprazolam) sampai 99% (diazepam). Kadarnya pada cairan
serebrospinal (CSF) kira-kira sama dengan kadar obat di dalam plasma.
Profil kadar plasma sebagian besar benzodiazepin secara tepat
mengikuti model kinetik dua kompartemen, namun bagi benzodiazepin yang
sangat larut lemak, profil kinetiknya lebih sesuai dengan model kinetik tiga
kompartemen. Dengan demikian, setelah pemberian benzodiazepin IV (atau
peroral bagi benzodiazepin yang diabsorpsi sangat cepat) ambilan ke dalam
otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya terjadi sangat cepat, diikuti
dengan redistribusi ke jaringan yang kurang baik perfusinya, seperti otot dan
lemak. Kinetika redistribusi diazepam dan benzodiazepin yang lipofilik
menjadi rumit dengan adanya sirkulasi enteropatik. Volume distribusi
benzodiazepin adalah besar, dan banyak di antaranya meningkat karena usia
lanjut. Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan disekresi ke dalam ASI.
Benzodiazepin dikonsumsi secara ekstensif oleh kelompok enzim
sitokrom P450 di hati, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa
benzodiazepin seperti oksazepam, dikonjugasi langsung dan tidak
dimetabolisme oleh enzim tersebut. Beberapa penghambat CYP3A4, antara
lain: eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol, ketokenazol, nefazodon,
dan sari buah grapefruit dapat mempengaruhi metabolisme benzodiazepin.
Mmetabolit aktif benzodiazepin umumnya dibiotransformasi lambat
dari senyawa asalnya, sehingga lama kerja benzodiazepin tidak sesuai dengan
waktu paruh eliminasi obat asalnya; misalnya waktu paruh flurazepam 2-3
jam, tetapi waktu paruh metabolit aktifnya (N-desalkil flurazepam) 50 jam
atau lebih. Sebaliknya pada benzodiazepin yang diinaktifkan pada reaksi
pertama kecepatan metabolisme menjadi penentu lama kerjanya; misalnya
oksazepam, lorazepam, temazepam, triazolam, dan midazolam. Metabolisme
benzodiazepin terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (1) desalkilasi; (2) hidroksilasi;
dan (3) konjugasi.
Hipnotik ideal harus memiliki mula kerja cepat, mampu
mempertahankan tidur sepanjang malam dan tidak meninggalkan efek residu
pada keesokan harinya. Diantara benzodiazepin yang digunakan sebagai
hipnotik, secara teoritis triazolam paling mendekati kriteria tersebut. Namun
dalam praktek, bagi beberapa pasien penggunaan hipnotik yang cepat
tereliminasi dalam darah merugikan karena masa kerja pendek, sehingga lama
tidurnya kurang dan kecenderungan timbulnya rebound insomnia pada saat
penghentian obat. Flurazepam kurang sesuai sebagai hipnotik, sebab
kecepatan eliminasi metabolit aktifnya yang sangat lambat. Namun dengan
pemilihan dosis yang sangat hati-hati, flurazepam dan benzodiazepin lain yang
memiliki kecepatan eleiminasi yang lebih lambat dari triazolam masih dapat
digunakan secara efektif.

E. Penggunaan dalam Terapi


Beberapa benzodiazepin mempunyai perbedaan kecil dalam
kemampuannya sebagai ansiolitik, antikonvulsi dan sedatif. Lama kerja hanya
berbeda di antara kelompok obat sehingga pertimbangan farmakokinetik
kadang-kadang perlu ketika memilih obat.
1. Gangguan ansietas
Benzodiazepin digunakan untuk pengobatan ansietas yang
menyertai depresi dan skizofren. Obat-obat ini jangan digunakan untuk
stress normal dalam kehidupan sehari-hari, tetapi hanya untuk ansietas
yang lebih hebat, berkepanjangan dan kemudian obat dihentikan setelah
penggunaan jangka pendek karena mempunyai potensi adiksi. Obat yang
bekerja panjang seperti diazepam digunakan untuk pasien dengan ansietas
yang memerlukan pengobatan jangka lama. Efek antiansietas
benzodiazepin kurang menimbulkan toleransi dibanding efek sedatif dan
hipnotik. Untuk gangguan panik, digunakan alprazolam sebagai terapi
jangka pendek dan jangka panjang, meskipun dapat menyebabkan gejala
putus obat pada sekitar 30% penderita.
2. Gangguan otot
Diazepam digunakan untuk pengobatan spasme otot skelet seperti
terjadi pada kaku otot dan dalam mengobati spastik akibat gangguan
degeneratif seperti pada multipel sklerosis dan palsi serebral.
3. Kejang (konvulsi)
Klonazepam berguna dalam pengobatan epilepsi, sedangkan
diazepam adalah obat pilihan untuk menghilangkan kejang epileptik grand
mal dan status epileptikus. Klordiazepoksid, klorazepat, diazepam dan
oksazepam digunakan untuk pengobatan akut putus alkohol.
4. Gangguan tidur
Tidak semua benzodiazepin digunakan sebagai obat tidur,
meskipun semua mempunyai efek sedatif dan penenang. Tiga
benzodiazepin yang paling banyak digunakan untuk gangguan tidur adalah
flurazepam, yang bekerja lama, termazepam kerja menengah, dan
triazolam kerja singkat.

F. Keuntungan
Obat-obat benzodiazepin dibandingkan dengan barbital dan obat tidur
lainnya adalah tidak atau hampir tidak menrintangi tidur REM. Dahulu obat
ini diperkirakan tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek
hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti
cepatnya menidurkan, juga perpanjangan dan pendalaman tidur berkurang.
Lagi pula toksisitasnya rendah sekali (dosis letal sangat tinggi), hingga sukar
sekali di salah gunakan untuk bunuh diri. Namun jika digunakan terus
menerus untuk jangka waktu yang lama (lebih dari 2-4 minggu) dapat pula
mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis, bahkan adiksi. Oleh karena
itu, di beberapa negara, termasuk Belanda, semua senyawa benzodiazepin
dimasukkan ke dalam Undang-undang Narkotik (Opium Wet).
Namun demikian benzodiazepin bila digunakan untuk hanya beberapa
minggu, oleh banyak ahli dianggap sebagai obat tidur yang relatif aman dan
merupakan hipnotika pilihan pertama.

G. Efek Samping
Pada permulaan terapi dapat terjadi efek samping, tetapi biasanya
hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Yang sering terjadi adalah
rasa kantuk, ataksia, letih, lesu, dan reaksi psikis (pikiran kacau, daya reaksi
diperlambat). Efek samping lainnya adalah pusing-pusing dan nyeri kepala,
mulut kering, rasa pahit di mulut, gangguan lambung/usus dan penglihatan
berganda karena otot mata mengendur. Pusing dan kelemahan otot dapat
menyebabkan jalan kurang stabil, terjatuh dan patah tulang, khususnya pada
lansia. Adakalanya berat badan bertambah karena meningkatnya selera makan,
juga hilangnya libido.
Efek samping penting lainnya berupa:
1. Hangover sebagai akibat dari sisa-sisa metabolit di dalam darah dengan
kerja panjang, yang diperkuat oleh kumulasi pada penggunaan yang
berulang. Gejalanya adalah perasaan yang termangu dan berkurangnya
daya konsentrasi, daya reaksi, kewaspadaan, serta koordinasi antara mata
dan tangan, terutama pada lansia. Pengemudi keadaan bermotor yang
menggunakan benzodiazepin mempunyai resiko lima kali lebih besar
untuk mengalami kecelakaan.
2. Amnesia anterograde adalah hilangnya ingatan (sementara) pada hal-hal
yang terjadi setelah dihinggapi penyakit penyebab amnesia, khusus pada
lansia serta berkurangnya fungsi belajar dan daya memahami sesuatu.
Obat long acting seperti diazepam dan flunitrazepam, lebih sering
menimbulkan efek dari pada derivatnya dengan kerja singkat, kecuali
triazolam, midazolam, dan lorazepam.
3. Gejala paradoksal adakala dapat terjadi pada anak-anak serta lansia dan
dapat berupa seksitasi, gelisah, marah-marah, mudah terangsang, dan
kejang-kejang. Kadang kala timbul pada nitrazepam dan flurazepam.
4. Toleransi dan ketergantungan
Pada umumnya benzodiazepin kurang menimbulkan induksi enzim,
meskipun demikian toleransi untuuk efek hipnotis sudah timbul setelah 1-
2 minggu. Toleransi untuk efek ansiolitisnya mungkin baru terjadi setelah
beberapa bulan dan bersifat lebih ringan.
5. Sindrom abstinensi (efek penarikan). Pada penggunaan benzodiazepin
diperkirakan produksi endogen dari zat-zat yang mirip benzodiazepin yang
biasanya menempati reseptor-reseptor di otak akan tertekan, sseperti yang
terjadi pada penggunaan hormon. Bila penggunaannya dihentikan dengan
mendadak, maka produksi endogen tidak dapat memenuhi dengan
sekaligus kekurangan yang terjadi sampai tingkat semula. Pada derivat
short acting, kadar plasma menurun lebih pesat dibandingkan senyawa
efek panjang, yang metabolit aktifnya masih bersirkulasi selama 3-5 hari.
Akibatnya adalah timbul efek penarikan 1-5 hari setelah penghentian obat,
tergantung pada besarnya dosis dan jangka waktu penggunaan. Inilah
sebabnya kenapa efek abstinensi lebih mudah timbul pada obat-obat short
acting.
Gejala abstinensi berupa keluhan yang mirip sebelum obat diberikan,
tetapi bersifat lebih kuat, misalnya sukar tidur dengan impian tidak enak
(nightmares), perasaan takut, cemas dan ketegangan yang hebat,
sedangkan tidur REM dapat meningkat. Di samping “rebound insomnia”
ini dapat terjadi gejala somatis ringan selewat, misalnya berkeringat,
gemetar dan jantung berdebar. Karena efek inilah pasien cenderung
meneruskan medikasi tanpa bisa menghentikannya, sehingga timbul
ketergantungan. Ada beberapa indikasi bahwa gejala abstinensi bersifat
lebih hebat pada triazolam, midazolam, lorazepam, dan flunitrazepam.

H. Penghentian
Guna menurunkan resiko akan sindrom abstinensi, sebaiknya terapi
jangan dihentikan mendadak setelah penggunaan lama, melainkan dengan
jalan mengurangi dosisnya sedikit demi sedikit 1-2 minggu. Bagi pasien baru
dianjurkan agar benzodiazepin sebagai obat tidur jangan diberikan lebih lama
dari 2 minggu, sebagai transquilizer minimal sampai 8 minggu. Setelah masa-
masa tersebut, sebaiknya pengobatan dilanjutkan secara intermitten (selang-
seling bila masih diperlukan).

I. Kontraindikasi
Benzodiazepin tidak boleh diberikan pada pasien myasthenia gravis
(MS, penyakit lemah otot). Walaupun praktis tidak mendepresi pernapasan,
pasien CARA (asma, bronkitis dan sebagainya) hendaknya menggunakan
obat-obat ini dengan hati-hati. Efek hang-over disebabkan oleh pembentukan
metabolit dengan kerja panjang, sedangkan penggunaan yang berulang dapat
menimbulkan efek kumulatif.
J. Penggolongan Benzodiazepin
1. Zat long acting
a. Klordiazepoksida (cetabrium, librium)

Daya anxiolitis benzodiazepin tertua ini (1961) tidak sekuat


diazepam, kontraindikasi setaraf dengan oksazepam. Tetapi khasiat
sedatifnya lemah, hingga bahaya efek sisanya juga ringan. Zat ini
termasuk transquilizer yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
Penggunaannya selain pada keadaan takut dan tegang, juga pada
keadaan eksitasi akut dan untuk melawan efek abstinensi alkohol.
Resorpsinya di usus baik dan cepat dengan mencapai kadar
darah maksimal setelah 1 jam. PP-nya KI 95%, plasma t1/2nya 5-30
jam. Dalam hati diubah menjadi metabolit desmetilnya dan
demoksepam aktif (metabolit aktif) dengan masa paruh panjang,
sampai 200 jam.
Dosis: 3-4 dd 5-10 mg, pada kasus serius sampai 100 mg
sehari.
b. Diazepam

Diazepam memiliki plasma t1/2 dari 20-54 jam, sedangkan t1/2


derivat desmetilnya (metabolit aktif) sampai 120 jam, sehingga
efeknya sangat diperpanjang. Oleh karenya, zat ini lebih layak
digunakan sebagai obat anxiolitas dari pada sebagai obat tidur.
c. Nitrazepam (Mogadon, Dumolid)

Senyawa nitro ini (1965) di samping berkhasiat hipnotis-


sedatif, juga memiliki kerja antikonvulsif (anti kejang) dan meredakan
otot (relaksans) yang baik, sehingga berguna sebagai obat epilepsi.
Nitrazepam menyebabkan perintangan tidur REM dan REM
rebound yang ringan, sedangkan efektivitasnya agak berkurang setelah
digunakan beberapa minggu. Pada penggunaan lama dapt terjadi
kumulasi dengan efek sisa (hang-over) dan efek samping sentral
seperti gangguan koordinasi dan melantur, yang terutama sering terjadi
pada orang-orang di atas 65 tahun. Pada beberapa pasien, secara
paradoksal dapat terjadi ketegangan dan agresi. Tidur dapat timbul
dalam waktu 30 menit, plasma t1/2nya panjang (30-40 jam), namun
pada gangguan tidur daya kerjanya hanya selama 6-8 jam. Pada dosis
rendah (2,5-5 mg) dan penggunaan sesekali, zat ini tidak mengganggu
kewaspadaan dan daya konsentrasi pada keesokan harinya. Untuk
lansia dosis dari 2,5 mg sering kali sudah mencukupi.
Dosis: 2,5-10 mg setengah jam sebelum tidur, pada epilepsi
dimulai dengan 1 dd 5 mg, lambat laun dinaikkan sampai 10-30 mg
sehari.
d. Flunitrazepam (Rohypnol)
Merupakan derivat flour dan metil yang berdaya hipnotis
sangat kuat (1974), afinitasnya terhadap reseptor benzodiazepin
hampir sekuat lormetazepam. Mulai kerjanya juga sama cepatnya,
kurang dari ½ jam. Pada dosis biasa praktis tidak mengganggu tidur
REM dan tidak hilang efektivitasnya setelah digunakan beberapa
minggu. Walaupun t1/2nya panjang (16-35 jam), distribusi dan
ekskresinya cepat sekali, sehingga kumulasi dapat diabaikan. Pada
dosis lebih dari 2 mg sering kali timbul amnesia anterograde, yakni
hilangnya ingatan mengenai hal-hal dan peristiwa yang terjadi setelah
minum obat.
Senyawa ini sering kali disalahgunakan oleh pecandu narkotika
(drug addicts) dan keracunan serius telah dilaporkan bila dikombinasi
dengan alkohol atau obat psikotrop lainnya yang meningkatkan daya
kerja sedatifnya.
Dosisnya sebagai obat tidur 1-2 mg ½ jam a.n
e. Flurazepam (Dalmadorm)

Derivat klor-flour ini (1968) juga tidak mempengaruhi tidur


REM dan masih aktif sesudah beberapa minggu. Plasma t1/2nya amat
pendek (1 jam), tetapi dari metabolit aktifnya sangat panjang, yaitu 40-
100 jam. Oleh karena ini, resiko kumulasi dan efek hang-overnya besar
sekali. Lama kerjanya 7-8 jam. Sebaliknya pada penghentian terapi
jarang menimbulkan rebound insomnia. Sebaiknya jangan digunakan
secara terus menerus, melainkan secara intermiten. Berhubung efeknya
yang panjang, sebaiknya jangan diberikan pada pasien non-ambulan
dan lansia. Dosis: 15-30 mg 1 jam sebelum tidur.
2. Zat short acting
a. Oksazepam (desmetilhidroksidiazepam, Seresta)

Metabolit diazepam ini (1964) bersifat agak polar (hidrofil),


maka resorpsinya di usus agak lambat. Puncak plasma baru tercapai
setelah 2-4 jam, sehingga tidak begitu cocok sebagai obat penidur.
Senyawa ini banyak digunakan sebagai transquilizer karena daya
anxiolitisnya yang baik. Plasma t1/2 nya relatif singkat, rata-rata 10
jam, karena tidak dirombak secara enzimatik. Resiko kumulasi dan
hang-over hampir tidak ada, tetapi resiko efek reboundnya lebih besar,
seperti pada zat-zat short acting lainnya.
Dosis: malam hari 20-30 mg; sebagai transquilizer 2-3 dd 10-
50 mg.
b. Lorazepam (kloroksazepam, ativan, temesta)

Lorazepam lebih kuat daya kerjanya karena adanya atom klor


yang meningkatkan afinitasnya untuk reseptor otak. Zat ini bersifat
kurang lipofil, sehingga resorpsinya agak lambat dan kecepatan
melintasi membran juga berkurang. Oleh karena itu, mulai kerjanya
baru setelah lebih kurang 1 jam. Daya anxiolitisnya setaraf dengan
diazepam dan lebih kuat dari pada benzodiazepin lainnya. Plasma
t1/2nya rata-rata 14 jam. Dosis sebagai transquilizer 2-3 dd 0,5-1 mg,
sebagai obat tidur malam hari 1-2,5 mg a.n. dosis untuk lansia
setengahnya.
c. Lormetazepam (metillorazepam, loramet, noctamid)

Lebih kuat lagi aktivitasnya berkat masuknya gugusan-metil


pada posisi N1 (1980). Zat ini juga lebih lipofil dengan resorpsi dan
mulai kerja yang pesat sekali (kurang dari 30 menit). Pada dosis di atas
2,5 mg dapat timbul efek rebound. Plasma t1/2nya k.l. 10 jam. Dosis:
1-2 mg ½ jam sebelum tidur, lansia 0,5-1 mg.
d. Termazepam (metiloksazepam, normison)

Adalah turunan metil (1969), yang resorpsi dan mulai kerjanya


cepat sekali (kurang dari 30 menit) bila diberikan sebagai larutan
dalam kapsul lunak. Sebagai serbuk dalam kapsul keras (levanxol),
mulai kerjanya lebih lambat dan digunakan untuk efek anxiolitisnya.
Dosis: 10-30 mg sebelum tidur; sebagai transquilizer 3 dd 5-10
mg. Dosis untuk lansia setengahnya.
e. Loprazolam (Dormonoct)

Merupakan derivat imidazol pula (1983). Daya hipnotisnya


kuat dengan afinitas besar untuk reseptor benzodiazepin di otak. Daya
kerjanya singkat (t1/2nya 7 jam), sehingga tidak berkumulasi dan
kemungkinan timbulnya hang-over juga berkurang. Dosis: malam hari
1 mg (mesilat).
f. Zopiclon (Imovane)

Derivat cyclopyrrolon ini (1985) adalah hipnotikum yang


berkhasiat anxiolitis, anti agresi, antikonvulsif dan merelaksasi otot.
Zat ini terikat pada benzodiazepin dengan memperlancar
neurotransmisi oleh GABA, tetapi mekanisme kerjanya berlainan
dengan benzodiazepin. Praktis tidak mempengaruhi tidur REM atau
kedalaman tidur. Plasma t1/2nya singkat, k.l 5 jam.
Efek sampingnya yang paling serius berupa sejumlah reaksi
neuropsikiatris yang agak hebat (halusinasi, hilang ingatan, dan
gangguan perilaku). Resiko akan amnesia dan efek rebound lebih
ringan dari pada benzodiazepin. Obat ini rasanya pahit sekali. Dosis:
7,5 mg malam hari, maks. 15 mg.
3. Zat ultra short acting
a. Triazolam (Halcion)

Derivat triazolo ini (1978) mungkin memiliki daya hipnotis


yang terkuat dari semua benzodiazepin, dan kerjanya paling singkat
(t1/2 3-4 jam), dari metabolitnya lebih kurang 8 jam, tetapi
aktivitasnya sangat lemah. Oleh karenanya zat ini tidak berkumulasi
dan tidak menimbulkan efek sisa, seperti menurunnya daya prestasi
dan kewaspadaan. Terapi hendaknya dihentikan setelah penggunaan 2
minggu dan sebaiknya dosis diturunkan secara bertahap untuk
menghindarkan efek rebound. Dosis: 0,25-1 mg sebelum tidur.
b. Midazolam (Dormicum)

Adalah derivat dengan gugusan triazolo digantikan oleh


gugusan oksi-imidazol (1982). Mulai kerjanya cepat, yaitu dalam 30
menit dan bertahan sampai 5-7 jam. Plasma t1/2nya sangat singkat
kurang lebih 2 jam, dari derivat aktifnya 60-80 menit. Zat ini berguna
sebagai pramedikasi pada operasi THT kecil yang singkat berhubung
timbulnya sedasi, anxiolyse dan amnesia anterograde yang
menguntungkan.
Dosis: obat tidur 7,5-15 mg (maleat) a.n; premedikasi anestesia
lokal oral 25 mg 45 menit sebelumnya, i.m 5 mg (klorida).
c. Estazolam (Esilgan)

Adalah derivat triazolo pula yang relatif lebih lemah


khasiatnya, karena hilangnya atom klor dan gugusan metil. Sifat-sifat
lainnya mirip triazolam. Dosis: 1-2 mg sebelum tidur.
BAB II

INTERPRETASI AYAT

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa golongan obat


benzodiazepin merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa takut
atau cemas yang berlebih (ansietas), sedatif (penenang) dan juga dapat
meregangkan otot (releksan), dimana kecemasan tersebut timbul disebabkan
karena beberapa hal, yaitu kehilangan orang/barang yang kita sayangi, pekerjaan
yang menumpuk, sehingga pikiran kita menjadi kacau balau dan merasa tertekan.
Hal tersebut mengakibatkan kita menjadi pelupa, linglung, mudah marah, sering
melamun, dan juga sulit untuk tidur atau yang lebih dikenal dengan penyakit
insomnia.

Rasa takut dan cemas yang berlebihan tersebut jika tidak diatasi dapat
berakibat fatal, seperti stress, depresi, bahkan gangguan kejiwaan.

Dalam hal ini dijelaskan dalam surah al-Fushilat: 30-32 tentang rasa takut
atau cemas dalam diri seseorang.
Artinya:
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu.” 31. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan
dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. 32. Sebagai
hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dengan memahami dan mentadabburi ayat tersebut diatas diharapkan


muncul dihati kita semangat untuk tetap teguh dan istiqomah beriman pada Allah.
Disamping itu muncul keyakinan bahwa Allah akan mengirimkan bantuan para
MalaikatNya dalam mengatasi berbagai masaah yang sedang kita hadapi. Insya
Allah keyakinan itu akan melenyapkan rasa sedih dan duka yang sedang dialami.

Selanjutnya dalam surah Al-Baqarah: 155, yaitu:

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa Allah akan menguji seluruh manusia
termasuk kita. Bentuk ujian ada dua macam yaitu berupa kenikmatan, jabatan,
berlimpahnya harta, ilmu yang tinggi, semua itu sebenarnya ujian untuk mereka
dengan apa yang telah dimilikinya itu apakah masih mau mendekati Allah atau
tidak, apakah mereka banyak bersyukur kepada Allah atau sebaliknya kufur
kepada Nya . Sebaliknya kepada mereka ataupun mungkin termasuk kita di
dalamnya yang sedang diuji ketakutan, kekurangan, kelaparan, kesengsaraan,
penderitaan, ini semua juga ujian dari Allah, apakah kesemuanya itu menerima
dengan ikhlas, lalu bersabar sambil berikhtiar dan berserah diri kepada Allah.
Oleh karena itu, jika kita dilanda ketakutan dan kecemasan yang berlebih
yang mengakibatkan kita untuk sulit tidur (insomnia) atau bahkan depresi, maka
selain dengan cara mengkonsumsi obat yang merupakan suatu bentuk ikhtiar atau
usaha, kita juga harus berdoa meminta bantuan kepada Allah dan mendekatkan
diri kepada-Nya, karena sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. Bahwa:

ِ ً‫َما أ َ ْن َز ًَل للاً دَاءً ِإ ًلا أ َ ْن َزل لَه‬


ً‫شفَاء‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw. Pernah bersabda, tak ada
penyakit yang diturunkan oleh Allah kecuali disertai dengan obatnya. (HR.
Buhari).

Dengan demikian jika kita mengamalkan beberapa dalil ayat al-Qur’an


maupun hadis di atas, maka kita akan memperoleh ketenangan hati dan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zabidi. Ringkasan Shahih Al-Bukhari. Bandung: Mizan Pustaka. 2004

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

Muhammad, Ahsin Sakho & Maria Ulfah. Mushaf Maqamat. Jakarta: Institut

Ilmu Al-Qur’an (IIQ). 2010.

Mycek, Mary J, dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya

Medika. 2001.

Sweetman, Sean C. Martindale The Complete Drug Reference ed.36th. London,

Chicago: Pharmaceutical Press. 2009.

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Alex Media

Kumpotindo. 2010.

Anda mungkin juga menyukai