Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Penyakit Turunan Thalasemia pada Manusia. Makalah ini kami buat sebagai tugas dari
mata kuliah Hematologi dan Sistem Imun, kami tak lupanya mengucapkan terima kasih
kepada berbagai sumber - sumber informasi yang telah memberikan arahan untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dalam penyempurnaan
makalah ini, dan kami juga minta maaf ika terdapat kekeliruan dalam penyusunan makalah
ini. Demikianlah yang dapat kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................1

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................3


A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................4
A. Definisi Thalasemia ..................................................................................................4
B. Patofisiologi ..................................................................................................4
C. Macam – Macam Thalasemia ......................................................................................4
D. Patofisiologi dan Patogenesis ......................................................................................6
E. Patofisiologi Gejala Klinis Thalasemia ..........................................................................7
F. Penyebab Thalasemia ..................................................................................................9
G. Diagnosis Thalasemia ..................................................................................................9
H. Pengobatan dan Pencegahan ....................................................................................10
I. Faktor Resiko Penderita Thalasemia ........................................................................10
J. Penatalaksanaan dan Pencegahan pada Penderita Thalasemia .....................................11
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................12
A. Kesimpulan ............................................................................................................12
B. Saran ........................................................................................................................12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak
besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak
menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan
wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak
tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia
Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama
sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus
thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.
Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang
dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia
sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua
diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip
Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan
Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan
Flores.

B. RUMUSAN MASALAH

- Apa pengertian dari thalasemia?


- Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan gejala klinis pada
penderita thalasemia?
- Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita thalasemia tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan dalam produksi hemoglobin?
- Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada penderita
thalasemia?
- Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?

C. TUJUAN PENULISAN

- Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis thalasemia.


- Dapat enetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang disebabkan
oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.

3
- Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada penderita
thalasemia.
- Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita
thalasemia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI THALASEMIA

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (komponen darah).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat,
badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros, Yunani, dr
Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk
hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.

B. PATOFISIOLOGI

Hemboglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe).
Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan
tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh
digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak
itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang
menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ
tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah
merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat
membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada
akhirnya bisa berujung pada kematian.

C. MACAM-MACAM THALASEMIA

Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :


1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen)

4
Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA
pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi
normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
 Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena
thalassemia.
 Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi
manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik
mikrositer dan MCV 60-75 fl.
 Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.
HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β
tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4).
Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai
dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
 Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga
rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang
sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan
80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.
Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah
kelahirannya.

2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)


Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a. Thalassemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA.
Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak anemis.
Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun
pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir.
Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.
Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi.
(Kapita selekta kedokteran)

b. Thalassemia β+

5
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya
sedikit.

Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :


1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah.Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun di usia 3-18 bulan
akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti
jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan.

2. Thalasemia Minor

Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah,
namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan
25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan
muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak
lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi
darah di sepanjang hidupnya.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang


menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan
anemia hemolitik.Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat
melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia.
Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu
himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput
sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap
fagositosis melalui system fagosit mononuclear.
Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak,
akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat
menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang
sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama),
sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus

6
bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat
menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.

E. PATOFISIOLOGI GEJALA KLINIS THALASEMIA

Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat,
mudah capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan oleh
penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-
jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan
berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah
eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan
tersebut menjadi pucat.
Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan
pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin.
Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung
sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia
di mana hal ini juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit).
Tetapi frekuensi respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).
Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk
oksidasi sel sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan
kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16
g/dl (Sutedjo, 2007).
Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan
hemoglobin berupa kelainan susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis
hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati.
Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit
abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh
limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat kurang dari masa hidupnya (120
hari) disebut sebagai hemolisis.
Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia
hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan
splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis
diagonal antara arcus costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis
tersebut dibagi menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).
Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun
abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi
biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma
dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.
Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit
abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga
semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang
menyebabkan adanya splenomegali.
Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi
atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan kurang
merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan
membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis
ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu penyebab
hepatosplenomegali.

7
Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di
mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif
dibandingkan makrofag pada hati.
Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat
penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana
mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi
berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan
transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan terbesar cadangan besi
dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.
Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan
penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa
sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu
pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme
patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran gastrointestinal.
Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien,
yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan faring kemerahan.
Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis, haemophilus,
streptococcus, pneumococcus, dll.
Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan
terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi limfosit
untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja berlebihan terhadap
suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran
pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan.
Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.

a. Gejala klinis thalasemia mayor :


1. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi
yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi
terhadap oksigen.
2. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia
sumsum hebat.
3. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah
berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
4. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis,
dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak
besar kadang-kandang terlihat brush appereance.
5. Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan
menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga
menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal
jatung, dan perikarditis.
6. . Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah
agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.

b. Gejala klinis Thalasemia minor

8
Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.
Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan sedikit
menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah).
Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi
ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali
mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang
diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.

F. PENYEBAB THALASEMIA

1. Gangguan genetik
Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki
gen resesif homozygote.

2. Kelainan struktur hemoglobin


- Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult,
yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana,
valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate di Hb S.
- Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis
rantai beta).

3.Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.

4.Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari
100 hari)
Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan sel
darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian
kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.

5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)


Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan
dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih
lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

G. DIAGNOSIS THALASEMIA

1.Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh
kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh
kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan
2.Pemeriksaan fisiK
- Pucat
- Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
- Dapat ditemukan ikterus
- Gangguan pertumbuhan

9
- Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi :
- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
- Retikulosit meningkat.
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
- Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4.Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

H. Pengobatan dan Pencegahan

Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat.Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat
besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum
tulang.Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum
ada obatnya, tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat
akan membantu mengurangi frekwensi transfusi darahnya .
Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten, klorofil, xantofil, dan
Fikosianin.
Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano
Spirulina berfungsiebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap
radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri
”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.
Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat
besi yang duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara
teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik
untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.

I. Faktor resiko penderita thalasemia


- Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
- Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama

10
- Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia,
Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.
- Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau
orang Philipina.

J. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita Thalasemia


Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi,
sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari
pasien.
Pada pasien anak dapat diberikan terapi:
- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya
perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit.
Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis
antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi
besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral),
desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama
pemberian kelasi besi
- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.
- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika
disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun
sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.

Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan
konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen
thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk
melihat abnormalitas pada rantai globin.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif


menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi
suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang
disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang
paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot
diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan
bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit
thalassemia.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit
tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya
anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di
dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop
fetalis. Keadaan ini sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai
usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap
setelah beribu-ribu tahun.

B. SARAN

- Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya.


- Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya
sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalasemia.
- Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari
adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia.
- Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia kepada
masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.

12

Anda mungkin juga menyukai