PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tengah-tengah masyarakat, harta pusaka orang meninggal dunia dapat menjadi
permasalahan yang kompleks, terkadang malah rentan menimbulkan konflik diantara
keluarga. Oleh karena itu, islam menyediakan perangkat dan ketentuan tentang
kepengurusan harta pusaka yang disebut dengan mawaris. Ada banyak hal yang perlu
diperhatikan dalam penghitungan dan pembagian warisan. Dalam bab ini akan dibicarakan
cara penyelesaian dari beberapa kasus dalam penghitungan dan pembagian warisan.
Penghitungan dan pembagian warisan dilakukan setelah hak dan kewajiban muaris
terpenuhi, seperti pembayaran utang, biaya kepengurusan jenazah, dan pelaksanaan
(pembayaran) wasiat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mawaris?
2. Apa hubungannya dengan wasiat dengan mawaris?
3. Bagaimana islam mengatur pembagian harta mawaris?
4. Siapa yang berhak menerima wasiat jika terjadi kematian?
5. Bagaimana hukum wasiat adat dan hukum positif?
6. Bagaimana contoh penerapan mawaris dalam kehidupan yang dikaitkan dengan tanaman
kelor?
C. Tujuan
1. Agar mampu menjelaskan Pengertian mawaris
2. Agar mampu memahami hubungan antara wasiat dengan mawaris
3. Agar mampu menjelaskan bagaimana cara mengatur harta warisan
4. Agar mampu menjelaskan siapa yang berhak menerima harta warisan
5. Agar mampu memahami hukum wasiat adat dan hukum positif
6. Agar mampu memahami contoh penerapan mawaris dalam kehidupan yang dikaitkan
dengan tanaman kelor.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara
pusaka. Pusaka adalah peninggalan orang yang sudah mati, artinya harta benda dan hak yang
ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hukum islam. Tujuan ilmu mawaris atau Faraid adalah untuk menyelamatkan harta orang
yang meninggal agar terhindar dari pengambilan oleh orang-orang yang tidak berhak
menerimanya, dan agar jangan ada orang yang memakan harta hak milik orang lain. Warisan
dibagikan kepada ahli waris sesudah memberi warisan meninggal dunia. Perhatikan firman
Allah berikut ini! (QS. An-Nisa’:7).
Pada masa jahiliah (sebelum islam), masyarakat arab membagi harta warisan hannya
diberikan kepada laki-laki dewasa, sedang kaum perempuan dan anak-anak tidak
mendapatkan bagian. Bahkan terkadang anak angkat justru mendapatkan bagian warisan
karna perjanjian sumpah untuk dapat mewarisi. Hal yang demikian ini telah dihapus oleh
aturan dalam islam yang lebih adil.
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seorang akan mendapatkan warisan.
Menurut islam, sebab-sebab mawaris antara lain:
1. Sebab Nasab (nasab hakiki) atau pertalian darah.
2. Sebab-sebab perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan secara sah menurut
hukum agama yang menyebabkan istri atau suami dapat mewarisi, yang dalam Faraid
muncul istilah zawil furud, asabah, dan furudul Muqadarah.
3. Sebab memerdekakan hamba sahaya atau wala’ (nasabah hukum), yaitu meskipun diantara
mereka tidak ada hubungan daraah, tetapi dapat saling mewarisi. Tuan yang memerdekakan
budak itu, apabila budak yang dimerdekakan mati maka tuan dapat menerima harta warisan
budak itu.
2
4. Hubungan agama, yaitu dengan ketentuan jika orang yang meninggal dunia tidak ada. Ahli
warisnya yang tertentu; maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul Mal untuk umat
islam dengan jalan pusaka.
Ahli waris laki-laki maupun perempuan dapat terhalang mendapat warisan apabila
terdapat salah satu aebab, sebagai berikut :
1. Perbedaan agama. Berdaasarkan hadis Nabi saw. : “Tidaklah orang islam mewarisi orang
kafir, dan tidaklah orang kafir mewarisi orang islam.”(H.R. Bukhari dan Muslim).
2. Pembunuhan, yaitu orang yang membunuh ahli waris dengan cara yang tidak dibenarkan
oleh hokum, ia tidak berhak mendapatkan harta pusaka dari yang dibunuhnya.
Setelah memahami beberapa istilah dalam masalah warisan, pelu dipahami beberapa
hal yang harus diutamakan dan didahulukan sebelum pelaksanaan pembagian warisan
kepada ahli waris, antara lain:
1. Hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya. Harta itu harus
dibayarkan terlebih dahulu apabila sebelum meninggal almarhum punya nazar, karena nazar
itu hukumnya wajib untuk ditunaikan.
2. Tajhiz (biaya yang diperlukan untuk pengurusan jenazah). Contohnya biaya perawatan
selama dirumah sakit, pembelian kain kafan, menyewa ambulan, dan biaya pemakaman.
3. Ad-Dain (utang si mayat). Apabiala si mayat masih punya utang, maka untang tersebut
harus dilunasi dahulu dengan harta peninggalannya.
3
1. Orang-Orang yang Berhak Menerima Warisan
No. Ahli Waris Laki-Laki No. Ahli Waris Perempuan
1. Suami 1. Istri
2. Bapak 2. Ibu
Anak laki-laki Anak perempuan dari anak lali-
3. 3.
laki
4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 4. Cucu perempuan
5. Kakek dari bapak 5. Ibu dari ayah
6. Saudara laki-laki sekandung 6. Ibu dari ibu
7. Saudara laki-laki sebapak 7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara laki-laki seibu 8. Saudara perempuan sebapak
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Saudara perempuan seibu
9. 9.
sekandung
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Perempuan yang memerdekakan
10. 10.
sebapak budak
11. Paman sekandung
Paman sebapak
13. Anak laki-laki paman sekandung
14. Anak laki-laki paman sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan budak
Ditinjau dari ketentuan di atas, jumlah bagiannya dikenal dengan tiga istilah sebagai
berikut:
Dari uraian di atas dapat dikenal 25 orang ahli waris, 15 pria dan 10 wanita. Apa Ahli
waris pria seluruhnya ada, yang berhak mendapatkan bagian hanya 3 orang saja, yaitu
bapak, anak, dan suami. Sedangkan ahli waris wanita jika seluruhnya ada, yang berhak
mendapat bagian hanya 5 orang, yaitu istri, anak perempuan, ibu, saudara perempuan
sekandung, dan saudara perempuan seibu.
Ke-25 ahli waris ini dinamakan zawil furud. Apabila 25 orang ahli waris pria dan
wanita seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya suami atau istri, bapak, ibu,
dan anak laki-laki atau perempuan.
4
2. Bagian-Bagian Zawil Furud
5
c. Seper tiga (1/3)
d. Seperempat (1/4)
Ahli Waris yang
No. Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Suami Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Istri Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
e. Seperenam (1/6)
6
d. Dua orang saudara atau lebih, baik laki-
laki maupun perempuan, baik sekandung,
sebapak maupun seibu
3. Nenek (baik dari Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-
pihak ibu atau a. Ibu Nisa’ ayat 11
bapak) b. Bapak (khusus nenek dari bapak) dan 12
4. Cucu perempuan Apabila tidak ada ahli waris:
dari anak laki-lakia. Anak laki-laki
Q.S. An-
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
Nisa’ ayat 11
c. Anak perempuan lebih dari satu orang.
dan 12
Jika hanya satu orang anak perempuan,
cucu perempuan mendapat bagian 1/6
5. Saudara Apabila tidak ada ahli waris:
perempuan a. Anak laki-laki
sebapak b. Anak perempuan
Q.S. An-
c. Cucu laki-laki dari anak laki-aki
Nisa’ayat
d. Saudara laki-laki kandung
11 dan 12
e. Saudara laki-laki sebapak dengan syarat
ada ahli waris saudara seorang perempuan
kandung.
6. Saudara seibu Apabila tidak ada ahli waris:
tunggal, baik laki-a. Anak laki-laki
laki maupun b. Anak perempuan Q.S. An-
perempuan c. Cucu perempuan dari anak laki-laki Nisa’ ayat 11
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki dan 12
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
f. Seperdelapan (1/8)
Ahli Waris
No. yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Istri Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 11
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang menerima seluruh sisa harta warisan. Asabah ini dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Asabah binafsihi, yaitu asabah dengan sendirinya, terdiri dari semua ahli waris laki-laki
kecuali suami dan saudara laki-laki seribu.
b. Asabah bil gair, yaitu menjadi asabah karena ada ahli waris yang lain setingkat dengannya,
terdiri dari:
1) Anak perempuan dengan anak laki-laki
2) Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3) Saudara perempuan kandung dengan saudara laki-laki kandung
7
4) Saudara perempuan sebapak dengan saudara laki-laki sebapak.
c. Asabah Ma’al gair adalah menjadi adabah bersama-sama ahli waris yang lain.
1) Saudara perempuan kandung bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan.
2) Saudara perempuan sebapak bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan.
8
Maka bagian anak laki-laki dan anak perempuan dengan 2:1 adalah 39:3 = 13. Jadi
bagian masing-masing anak laki-laki mendapat (13 x 2 = 26) dan anak perempuan mendapat
(13 x 1 = 13).
a. Masalah garawain
Kata garawain berarti dua bintang yang cemerlang. Dalam hal ini, garawain disebut juga
dengan masalah Umariyah, karena Umar bin Khatab yang memutuskan kedua masalah
tersebut, yakni seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil bagian suami atau
istri, bukan sepertiga dari seluruh harta pusaka. Apabila ahliwaris seorang ibu jika bersama
ayah mendapat bagian sepertiga dari semua harta. Contoh pelaksanaan masalah garawain
tersebut misalnya apabila ada orang meninggal dunia, ahli waris suami, ibu, dan ayah. Maka
cara penyelesaiannya:
9
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu mendapat 1/3 sisa yaitu 1/3 dai 3/6 =1/6, ayah mendapat
asabah = 2/6, jumlah = 6/6.
b. Masalah Musyarakah
Musyarakah (yang diserikatkan) yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris yang
semestinya memeroleh warisan, tetapi tidak memerolehnya, maka diserikatkan kepada ahli
waris lain yang memeroleh bagian. Apabila ahli waris terdiri dari suami, ibu, atau nenek
perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki sekandung (seorang
atau lebih), maka cara pembagiannya, yakni:
(asal masalahnya 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6, saudara seibu 2 orang
1/3 x 6 = 2/6.
Dalam hitungan diatas, saudara laki-laki sekandung mestinya sebagai asabah
(mendapat sisa), tetapi ternyata tidak ada sisa. Dengan demikian terdapat kejanggalan, yang
seharusnya saudara sekandung lebih dekat hubugannya justru tidak mendapat bagian. Cara
menyelesaiannyan dengan menggabungkan antara saudara laki-laki sekandung dengan
saudara seibu yaitu mendapat 1/3, sehingga bagiannya menjadi: (asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6
Ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6
2 saudara seibu bersama saudara laki-laki sekandung 1/3 x 6 = 2/6, jumlahnya = 6/6.
10
b. Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk merima harta waris dari
yang terbunuh.
c. Pasal 171 Bab I, jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta
bendanya masuk ke Baaitul Mal dan dipergunakan untuk kepentingan umat Islam.
E. Kaitan Menerapkan Mawaris Dalam Kehidupan Sehari- hari Dengan Tanaman Kelor
Penyelesaian :
Ibu : 1 unit setifikat rumah
Anak lk(Toni) : 6 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil
Kembar (Tini) : 1,5 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil
Kembar (Tina) : 1,5 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya harta yang
diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal dunia. Ilmu mawaris juga disebut
dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara pusaka. artinya harta benda dan
hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak
menerimanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu
yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris
menurut hukum islam. Di dalam mawaris terkandung banyak ketentuan cara menghitung
dan siapa yang berhak menerima mawaris dan yang tidak berhak menerimanya. Dengan
Tujuan Agar Umat Islam Dapat membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan nash Al
Qur’an dan hadits, sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing-
masingahli waris.Kedudukan ilmu muwaris dalam agamaislam mempunyai kedudukan
yang sangat penting, karena dengan membagi hartawarisan secara benar maka salah satu
urusanhak adami manusia bisa terselesaikan dengan baik.Hal itulah yang menyebabkan
ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Al Qur’an menjelaskan
perkara mawaris secara terperinci.Demikian juga Rasulullah SAW menganggap penting
ilmu mawaris karena dikhawatirkan kalau ilmu mawaris akan dilupakan.
B. SARAN
1. Kita sebagai orang islam di tuntun untuk mempelajari tentang mawaris, agar kita itu
mengerti apa yang dimaksud mawaris, bagaimana cara perhitungannya, siapa yang berhak
menerima warisan.
2. Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris
dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana
hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.
12
MAKALAH AGAMA
“MERAIH BERKAH DENGAN MAWARIS”
NAMA KELOMPOK :
1. ANDINI FITRI Z (04)
2. DEVI DWI A (06)
3. GUNTUR BAYU P (14)
4. IQBAL PRATAMA (16)
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Meraih Berkah dengan Mawaris” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam
senantiasa terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para
sahabatnya. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu guru
pembimbing karena atas bimbingan beliau ,kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam. Makalah
ini berisikan bagaimana tentang warisan atau mawaris dalam islam. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan agar
terciptanya pendekatan kepada taraf yang sempurna. Dan semoga apa yang tersajikan dalam
makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.
Agustus 2019
Penyusun
14
15