Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tengah-tengah masyarakat, harta pusaka orang meninggal dunia dapat menjadi
permasalahan yang kompleks, terkadang malah rentan menimbulkan konflik diantara
keluarga. Oleh karena itu, islam menyediakan perangkat dan ketentuan tentang
kepengurusan harta pusaka yang disebut dengan mawaris. Ada banyak hal yang perlu
diperhatikan dalam penghitungan dan pembagian warisan. Dalam bab ini akan dibicarakan
cara penyelesaian dari beberapa kasus dalam penghitungan dan pembagian warisan.
Penghitungan dan pembagian warisan dilakukan setelah hak dan kewajiban muaris
terpenuhi, seperti pembayaran utang, biaya kepengurusan jenazah, dan pelaksanaan
(pembayaran) wasiat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mawaris?
2. Apa hubungannya dengan wasiat dengan mawaris?
3. Bagaimana islam mengatur pembagian harta mawaris?
4. Siapa yang berhak menerima wasiat jika terjadi kematian?
5. Bagaimana hukum wasiat adat dan hukum positif?
6. Bagaimana contoh penerapan mawaris dalam kehidupan yang dikaitkan dengan tanaman
kelor?

C. Tujuan
1. Agar mampu menjelaskan Pengertian mawaris
2. Agar mampu memahami hubungan antara wasiat dengan mawaris
3. Agar mampu menjelaskan bagaimana cara mengatur harta warisan
4. Agar mampu menjelaskan siapa yang berhak menerima harta warisan
5. Agar mampu memahami hukum wasiat adat dan hukum positif
6. Agar mampu memahami contoh penerapan mawaris dalam kehidupan yang dikaitkan
dengan tanaman kelor.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mawaris dan Sebab-Sebab Mawaris


Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya harta yang
diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal dunia.

Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara
pusaka. Pusaka adalah peninggalan orang yang sudah mati, artinya harta benda dan hak yang
ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut
hukum islam. Tujuan ilmu mawaris atau Faraid adalah untuk menyelamatkan harta orang
yang meninggal agar terhindar dari pengambilan oleh orang-orang yang tidak berhak
menerimanya, dan agar jangan ada orang yang memakan harta hak milik orang lain. Warisan
dibagikan kepada ahli waris sesudah memberi warisan meninggal dunia. Perhatikan firman
Allah berikut ini! (QS. An-Nisa’:7).

‫َصيب ِم َّما ت َ َر َك‬


ِ ‫اء ن‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫َصيب ِم َّما ت َ َر َك ْال َوا ِلد‬
َ ِِّ‫ان َواأل ْق َربُونَ َو ِللن‬ ِ ‫لر َجا ِل ن‬ِّ ِ ‫ِل‬
ً ‫َصيبًا َم ْف ُرو‬
‫ضا‬ ِ َ‫ْال َوا ِلد‬
ِ ‫ان َواأل ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ أ َ ْو َكث ُ َر ن‬
Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi seorang wanita ada hak bagian (pula) dan peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan (QS. An-
Nisa’:7).

Pada masa jahiliah (sebelum islam), masyarakat arab membagi harta warisan hannya
diberikan kepada laki-laki dewasa, sedang kaum perempuan dan anak-anak tidak
mendapatkan bagian. Bahkan terkadang anak angkat justru mendapatkan bagian warisan
karna perjanjian sumpah untuk dapat mewarisi. Hal yang demikian ini telah dihapus oleh
aturan dalam islam yang lebih adil.

Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seorang akan mendapatkan warisan.
Menurut islam, sebab-sebab mawaris antara lain:
1. Sebab Nasab (nasab hakiki) atau pertalian darah.
2. Sebab-sebab perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan secara sah menurut
hukum agama yang menyebabkan istri atau suami dapat mewarisi, yang dalam Faraid
muncul istilah zawil furud, asabah, dan furudul Muqadarah.
3. Sebab memerdekakan hamba sahaya atau wala’ (nasabah hukum), yaitu meskipun diantara
mereka tidak ada hubungan daraah, tetapi dapat saling mewarisi. Tuan yang memerdekakan
budak itu, apabila budak yang dimerdekakan mati maka tuan dapat menerima harta warisan
budak itu.

2
4. Hubungan agama, yaitu dengan ketentuan jika orang yang meninggal dunia tidak ada. Ahli
warisnya yang tertentu; maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul Mal untuk umat
islam dengan jalan pusaka.
Ahli waris laki-laki maupun perempuan dapat terhalang mendapat warisan apabila
terdapat salah satu aebab, sebagai berikut :
1. Perbedaan agama. Berdaasarkan hadis Nabi saw. : “Tidaklah orang islam mewarisi orang
kafir, dan tidaklah orang kafir mewarisi orang islam.”(H.R. Bukhari dan Muslim).
2. Pembunuhan, yaitu orang yang membunuh ahli waris dengan cara yang tidak dibenarkan
oleh hokum, ia tidak berhak mendapatkan harta pusaka dari yang dibunuhnya.

B. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Harta Warisan Dibagikan


Apabila terjadi kematian, kita akan mengenal beberapa istilah. Untuk memahami hal
itu perhatikanlah kolom berikut:

No. Istilah Penjelasan


1. Muaris Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan.
2. Waris Orang yang berhak menerima harta peninggalan muaris
Pesan seseorang sebelum meninggal yang akan dilaksanakan
3. Wasiat
setelah meninggal dunia.
Harta peninggalan yang sudah dapat dibagi setelah dikeluarkan
4. Miras
biaya perawatan jenazah adan pelunasan utang.
Harta peninggalam muaris yang belum dapat dibagi karna masih
5. Tirkah
dikeluarkan biaya perawatan jenazah dan pelunasan utang.
Ilmu yang mempelajari ketentuan bagian harta peninggalan bagi
6. Faraid
setiap ahli waris.

Setelah memahami beberapa istilah dalam masalah warisan, pelu dipahami beberapa
hal yang harus diutamakan dan didahulukan sebelum pelaksanaan pembagian warisan
kepada ahli waris, antara lain:
1. Hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya. Harta itu harus
dibayarkan terlebih dahulu apabila sebelum meninggal almarhum punya nazar, karena nazar
itu hukumnya wajib untuk ditunaikan.
2. Tajhiz (biaya yang diperlukan untuk pengurusan jenazah). Contohnya biaya perawatan
selama dirumah sakit, pembelian kain kafan, menyewa ambulan, dan biaya pemakaman.
3. Ad-Dain (utang si mayat). Apabiala si mayat masih punya utang, maka untang tersebut
harus dilunasi dahulu dengan harta peninggalannya.

4. Melaksanakan Wasiat. Wasiat adalah pesan almarhum sebelum meninggal. Memberikan


wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta pusaka yang ditingkatkan, kecuali ada
persetujuan dari ahli waris yang membolehkan memberikan wasiat lebih dari sepertiga. Jika
semua hak di atas sudah terselesaikan dengan baik, barulah harta peninggalan almarhum itu
dibagiakan kepada ahli waris menurut pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah dalam
Al-Qur’an.

3
1. Orang-Orang yang Berhak Menerima Warisan
No. Ahli Waris Laki-Laki No. Ahli Waris Perempuan
1. Suami 1. Istri
2. Bapak 2. Ibu
Anak laki-laki Anak perempuan dari anak lali-
3. 3.
laki
4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 4. Cucu perempuan
5. Kakek dari bapak 5. Ibu dari ayah
6. Saudara laki-laki sekandung 6. Ibu dari ibu
7. Saudara laki-laki sebapak 7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara laki-laki seibu 8. Saudara perempuan sebapak
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Saudara perempuan seibu
9. 9.
sekandung
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Perempuan yang memerdekakan
10. 10.
sebapak budak
11. Paman sekandung
Paman sebapak
13. Anak laki-laki paman sekandung
14. Anak laki-laki paman sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan budak

Ditinjau dari ketentuan di atas, jumlah bagiannya dikenal dengan tiga istilah sebagai
berikut:

No. Istilah Penjelasan Jumlah Bagian


Ahli waris yang berhak mendapatkan 1/2 , 1/4 , 1/3 , 1/8
1. Zawil Furud bagian tertentu yang sudah ditentukan oleh , 1/6, 2/3.
Al-qur’an (furudul muqaddarah).
Ahli waris yang berhak mendapat seluruh Semua sisa harta.
2. Asabah
sisa harta (bagiannya tidak menentu).
Ahli waris yang berhak mendapatkan Sesuai
3. Zawil arqam bagaian tertentu dari sisa harta karena kesepakatan ahli
pertalian keluarganya telah jauh. waris yang ada.

Dari uraian di atas dapat dikenal 25 orang ahli waris, 15 pria dan 10 wanita. Apa Ahli
waris pria seluruhnya ada, yang berhak mendapatkan bagian hanya 3 orang saja, yaitu
bapak, anak, dan suami. Sedangkan ahli waris wanita jika seluruhnya ada, yang berhak
mendapat bagian hanya 5 orang, yaitu istri, anak perempuan, ibu, saudara perempuan
sekandung, dan saudara perempuan seibu.

Ke-25 ahli waris ini dinamakan zawil furud. Apabila 25 orang ahli waris pria dan
wanita seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya suami atau istri, bapak, ibu,
dan anak laki-laki atau perempuan.

4
2. Bagian-Bagian Zawil Furud

1) Dua pertiga ( 2/3)


Ahli Waris yang
No. Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Dua orang anak Apabila tidak ada anak laki-laki Q.S. An-Nisa’
perempauan ayat 11
2. Dua orang cucu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
perempuan dan laki-
a. Anak laki-laki ayat 11
laki b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
e. Saudara laki-laki sekandung
f. Bapak
g. Kakek dari bapak
b. Setengah (1/2)

No. Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli


Memeroleh
1. Anak perempuan tunggal Apabila tidak ada ahli waris anak Q.S. An-Nisa’
laki-laki ayat 17
2. Cucu perempuan tunggal Apabila tidak ada ahli waris : Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 17
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Anak perempuan
3. Saudara kandung Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
tunggal a. Anak laki-laki ayat 17
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-
laki
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
4. Saudara perempuan Apabila tidak ada ahli waris :
sebapak a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-
laki
d. Saudara laki-laki sekandung
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak
5. Suami Apabila tidak ada ahli waris:
a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-
laki

5
c. Seper tiga (1/3)

Ahli Waris yang


No. Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Ibu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
e. Dua orang saudara atau lebih, baik
laki-laki maupun perempuan, baik
sekandung maupun seibu.
2. Dua orang saudara Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
atau lebih yang seibu
a. Anak laki-laki ayat 12
baik laki-laki maupun
b. Anak perempuan
perempuan c. Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak

d. Seperempat (1/4)
Ahli Waris yang
No. Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Suami Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Istri Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki

e. Seperenam (1/6)

Ahli Waris yang


No. Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Bapak Apabila ada ahli waris:
a. Anak laki-laki
Q.S. An-
b. Anak perempuan
Nisa’ ayat 11
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Ibu Apabila ada ahli waris:
a. Anak laki-laki Q.S. An-
b. Anak perempuan Nisa’ ayat 12
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki

6
d. Dua orang saudara atau lebih, baik laki-
laki maupun perempuan, baik sekandung,
sebapak maupun seibu
3. Nenek (baik dari Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-
pihak ibu atau a. Ibu Nisa’ ayat 11
bapak) b. Bapak (khusus nenek dari bapak) dan 12
4. Cucu perempuan Apabila tidak ada ahli waris:
dari anak laki-lakia. Anak laki-laki
Q.S. An-
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
Nisa’ ayat 11
c. Anak perempuan lebih dari satu orang.
dan 12
Jika hanya satu orang anak perempuan,
cucu perempuan mendapat bagian 1/6
5. Saudara Apabila tidak ada ahli waris:
perempuan a. Anak laki-laki
sebapak b. Anak perempuan
Q.S. An-
c. Cucu laki-laki dari anak laki-aki
Nisa’ayat
d. Saudara laki-laki kandung
11 dan 12
e. Saudara laki-laki sebapak dengan syarat
ada ahli waris saudara seorang perempuan
kandung.
6. Saudara seibu Apabila tidak ada ahli waris:
tunggal, baik laki-a. Anak laki-laki
laki maupun b. Anak perempuan Q.S. An-
perempuan c. Cucu perempuan dari anak laki-laki Nisa’ ayat 11
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki dan 12
e. Bapak
f. Kakek dari pihak bapak

f. Seperdelapan (1/8)

Ahli Waris
No. yang Ketentuan Dalil Naqli
Memeroleh
1. Istri Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 11
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki

3. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang menerima seluruh sisa harta warisan. Asabah ini dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Asabah binafsihi, yaitu asabah dengan sendirinya, terdiri dari semua ahli waris laki-laki
kecuali suami dan saudara laki-laki seribu.
b. Asabah bil gair, yaitu menjadi asabah karena ada ahli waris yang lain setingkat dengannya,
terdiri dari:
1) Anak perempuan dengan anak laki-laki
2) Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3) Saudara perempuan kandung dengan saudara laki-laki kandung

7
4) Saudara perempuan sebapak dengan saudara laki-laki sebapak.
c. Asabah Ma’al gair adalah menjadi adabah bersama-sama ahli waris yang lain.
1) Saudara perempuan kandung bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan.
2) Saudara perempuan sebapak bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan.

4. Hijab dan Mahjub


a. Hijab
Hijab adalah ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sebab ia lebih dekat
hubungannya dengan si mayat.
1) Hijab Nuqsan yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sehingga bagian ahli
waris itu berkurang dari semestinya.
2) Hijab Hirman yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain sehingga tidak
mendapat bagian warisan sama sekali.
b. Mahjub
Mahjub adalah ahli waris yang terhalang (tertutup) oleh ahli waris yang lain yang lebih
dekat, sehingga ia tidak mendapat bagian warisan. Contoh: Kakek termahjub oleh ayah.
C. Pelaksanaan Pembagian Warisan
Apabiala seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka terlebih dahulu
harta itu dipakai untuk mengurus perawatan jenazahnya, baik berupa penguburan, biaya
rumah sakit, dan biaya pengurusan jenazah lainnya. Setelah itu, dibayarkan utangnya dan
diselesaikan wasiatnya. Setelah utang dan wasiatnya terbayar, maka barulah harta dibagikan
kepada ahli waris. Hal itu berdasarkan firman Allah swt. Q.S. An-Nisa’ ayat 12:
Artinya: “Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utang-
utangnya.” (Q.S. An-Nisa’/4:12)

1. Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian


Dalam melaksanakan pembagian warisan harta pusaka, seseorang perlu menetapkan
terlebih dahulu ahli warais yang berhak menerima. Misalnya, seseorang meninggal dunia,
meninggalkan ayah, ibu, istri, anak laki-laki, anak perempuan, paman, kakek, dan saudara
kandung, maka ahli waris berhak mendapatkan bagian:
a. Ayah, karena ada anak bagiannya 1/6.
b. Ibu, Karena ada anak mendapat 1/6.
c. Istri, Karena ada anak mendapat 1/8.
d. Anak laki-laki dan perempuan mendapat asabah dengan perbandingan 2:1. Sedang paman,
kakek, dan saudara kandung terhalang (terhijab).
Cara pembagiannya ditentukan terlebih dahulu KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil)
atau diistilahkan dengan asal masalahnya yakni 24, berarti:
Ayah 1/6 x 24 = 4
Ibu 1/6 x 24 = 4
Istri 1/8 x 24 = 3
11
Sisanya 24 – 11 = 13
Sisa 13 ini dibagi rata untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Karena tidak dapat
langsung dibagi, maka caranya: 3 x 24 = 72 (angka 3 berasal dari pembanding 2:1),
penyelesaiannya menjadi:
Ayah 1/6 x 72 = 12
Ibu 1/6 x 72 = 12
Istri 1/8 x 72 = 9
33
(Sisanya adalah 72 – 33 = 39)

8
Maka bagian anak laki-laki dan anak perempuan dengan 2:1 adalah 39:3 = 13. Jadi
bagian masing-masing anak laki-laki mendapat (13 x 2 = 26) dan anak perempuan mendapat
(13 x 1 = 13).

2. Aul, Rad, dan Cara pembagian Sisa Harta


Aul menurut bahasa artinya naik/bertambah, Sedang menurut istilah, aul adalah
adanya kelebihan dalam saham-saham para ahli waris dari besarnya asal masalahnya,
maksutnya aul merupakan cara mengatasi kesulitan pembagian warisan bila asal masalah
yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari jumlah penyebutnya.
Penyelesaian masalahnya dengan membulatkan angka pembilang. Misalnya:
seseorang meninggal dan ahli waris terdiri dari suami dan dua saudara prempuan sekarang.
Maka bagian suami 1/2, sedang saaudara perempuan sekandung dua, berarti 2/3. Asal
masalahnya 6, berarti : 2 Saudara perempuan kandung 2/3 x 6 = 4/6 + 7/6, Karena dengan
asal masalah 6, terjadi kekurangan, maka ditampuh dengan cara membulatkan asal masalah
menjadi 7, sehingga : Suami mendapat 3/7, sedangkan 2 saudara perempuan kandung 4/7.
Apabila harta yang ditinggalkan sebesar 104 juta rupiah, maka: Suami 3/7 x 104 jt = 60 jt.
2 Saudara perempuan kandung 4/7 x 104jt = 80jt
Sedangkan rad adalah mengembalikans sisa harta pusaka kepada ahli waris. Misalnya,
seorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang ibu dan anak perempuan. Ibu mendapat 1/6
dan anak perempuan mendapat 1/2. Asal masalahnya 6, maka:
Ibu mendapat 1/6 x 6 = 1/6 sedang anak perempuan mendapat 1/2 x 6 =3/6, maka totalnya
adalah 4/6 .
Dari asal masalah 6 menjadi 4, berarti berkurang 2(6 - 4 = 2), maka asal masalahnya
berubah menjadi 4, berarti: ibu mendapat saham 1/4 , dan anak perempuan mendapat 3/4,
makajumlahnya 4/4. Bila harta yang ditinggalkan sejumlah 400 juta, maka:
Ibu mendapat 1/4 x 400jt = 100jt.
Anak perempuan mendapat 3/4 x 400jt = 300jt.
Adapun cara pembagian sisa harta dapat dibagi dengan cara sebagai berikut:
a. Apabila yang memeroleh bagian kembali hanya seorang saja, misalnya ibu saja, maka harta
pusaka akan dikembalikan semua kepadanya, 1/3 bagian diperoleh melalui ketentuan dan
2/3 diperoleh melalui pembagian kembali/sisa.
b. Apabila yang memmeroleh pembagian kembali 2 orang atau lebih yang sederajat, maka
harta dibagikan rata kepada mereka.
c. Apabila yang mendapat pembagian sisa terbilang, sedang derajat (bagian) mereka tidak
sama, maka dibagi kembali sesuai dengan ketentuan mawaris (rad) di atas.

3. Beberapa Masalah dalam Urusan Mawaris


Pada data pelaksanaannya, ketika membagikan warisan, terdapat berbagai masalah yang
muncul belakangan, yang pada akhirnya memunculkan ijtihad ataupun kebijakan-kebijakan
baru, Seperti masalah garawai, dan musyarakah.

a. Masalah garawain
Kata garawain berarti dua bintang yang cemerlang. Dalam hal ini, garawain disebut juga
dengan masalah Umariyah, karena Umar bin Khatab yang memutuskan kedua masalah
tersebut, yakni seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil bagian suami atau
istri, bukan sepertiga dari seluruh harta pusaka. Apabila ahliwaris seorang ibu jika bersama
ayah mendapat bagian sepertiga dari semua harta. Contoh pelaksanaan masalah garawain
tersebut misalnya apabila ada orang meninggal dunia, ahli waris suami, ibu, dan ayah. Maka
cara penyelesaiannya:

9
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu mendapat 1/3 sisa yaitu 1/3 dai 3/6 =1/6, ayah mendapat
asabah = 2/6, jumlah = 6/6.

b. Masalah Musyarakah
Musyarakah (yang diserikatkan) yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris yang
semestinya memeroleh warisan, tetapi tidak memerolehnya, maka diserikatkan kepada ahli
waris lain yang memeroleh bagian. Apabila ahli waris terdiri dari suami, ibu, atau nenek
perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki sekandung (seorang
atau lebih), maka cara pembagiannya, yakni:
(asal masalahnya 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6, saudara seibu 2 orang
1/3 x 6 = 2/6.
Dalam hitungan diatas, saudara laki-laki sekandung mestinya sebagai asabah
(mendapat sisa), tetapi ternyata tidak ada sisa. Dengan demikian terdapat kejanggalan, yang
seharusnya saudara sekandung lebih dekat hubugannya justru tidak mendapat bagian. Cara
menyelesaiannyan dengan menggabungkan antara saudara laki-laki sekandung dengan
saudara seibu yaitu mendapat 1/3, sehingga bagiannya menjadi: (asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6
Ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6
2 saudara seibu bersama saudara laki-laki sekandung 1/3 x 6 = 2/6, jumlahnya = 6/6.

D. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif


1. Hukum Waris adat
Hukum waris adat erat hubunganya dengan sifat dan bentuk kekeluaargaan. Di
Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu:
a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun hanya
berlaku pihak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak, Ambon, Irian
Jaya, dan Bali.
b. Matrilianal, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu yang
berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sistem ini berlaku pada masyarakat
Minagkabau.
c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara ayah dan ibu punya peran yang sama. Karena itu
warisan laki-laki maupun perempuan memeroleh bagiannya. Sistem ini berlaku sebagian
besar masyarakat Indonesia.

2. Hukum Waris Positif


Di Indonesia ada dua sistem penyeleaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH
Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130. Kewenangan ada pada pengadilan Negri.
Kedua, UU No. 7 tahun 1989. Undan-undang ini khususnya berlaku bagi umat islam dalam
penyelesaian warisan. Wewenangnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan
Pengadilan Agama adalah:
a. Menentukan para ahli waris
b. Menentukan harta peninggalan
c. Menentukan bagian masing-masing ahli waris
d. Pelaksanaan dalam pembagian harta peninggalan tersebut.
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989, merupakan
implementasi dari hukum islam, misalnya:
a. Bab III Pasal 176-182, tentang ketentuan para ahli waris (dzawil furud).

10
b. Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk merima harta waris dari
yang terbunuh.
c. Pasal 171 Bab I, jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta
bendanya masuk ke Baaitul Mal dan dipergunakan untuk kepentingan umat Islam.

E. Kaitan Menerapkan Mawaris Dalam Kehidupan Sehari- hari Dengan Tanaman Kelor

Dikisahkan sebuah keluarga beranggotakan orang tua,1 anak laki-laki,dan 2 anak


perempuan (kembar) yang hidup berkecukupan harta. Orang tua tersebut bernama Pak
Tono dan Bu Tono,anak mereka bernama Tito,Tini, dan Tina. Tito berusia 25 tahun dan
kedua adiknya berusia 18 tahun.
Pak Tono dan Tono adalah seorang petani yang sukses. Mereka mempunyai
perkebunan kelor yang cukup luas dan tersebar diberbagai daerah. Jika dihitung total luas
semua perkebunan pak Tono dan bu Tono adalah 12 hektare atau 120.000 m².
Suatu hari Pak Tono mendapat musibah kecelakaan mobil ketika sedang perjalanan
menuju kebunnya. lalu dirawat di rumah sakit.Setelah beberapa hari di rumah sakit,
kondisi beliau semakin memburuk.Allah mempunyai kehendak lain. Pak Tono dinyatakan
meninggal dunia. Setelah 7 hari kematian Pak Tono, pihak keluarga membahas tentang
pembagian hak waris. Pak Tono telah meninggalkan sebuah sertifikat rumah,3 unit mobil,
dan 12 hektare kebun kelor yang diatas namakan beliau. Maka pembagian waris tersebut
diberikan kepada siapa saja dan masing-masing mendapatkan berapa bagian?

PAK TONO BU TONO

TONI TINI TINA

Penyelesaian :
Ibu : 1 unit setifikat rumah
Anak lk(Toni) : 6 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil
Kembar (Tini) : 1,5 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil
Kembar (Tina) : 1,5 hektare kebun kelor dan 1 unit mobil

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya harta yang
diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal dunia. Ilmu mawaris juga disebut
dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan perkara pusaka. artinya harta benda dan
hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak
menerimanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu
yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris
menurut hukum islam. Di dalam mawaris terkandung banyak ketentuan cara menghitung
dan siapa yang berhak menerima mawaris dan yang tidak berhak menerimanya. Dengan
Tujuan Agar Umat Islam Dapat membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan nash Al
Qur’an dan hadits, sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing-
masingahli waris.Kedudukan ilmu muwaris dalam agamaislam mempunyai kedudukan
yang sangat penting, karena dengan membagi hartawarisan secara benar maka salah satu
urusanhak adami manusia bisa terselesaikan dengan baik.Hal itulah yang menyebabkan
ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Al Qur’an menjelaskan
perkara mawaris secara terperinci.Demikian juga Rasulullah SAW menganggap penting
ilmu mawaris karena dikhawatirkan kalau ilmu mawaris akan dilupakan.

B. SARAN

1. Kita sebagai orang islam di tuntun untuk mempelajari tentang mawaris, agar kita itu
mengerti apa yang dimaksud mawaris, bagaimana cara perhitungannya, siapa yang berhak
menerima warisan.
2. Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris
dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana
hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

12
MAKALAH AGAMA
“MERAIH BERKAH DENGAN MAWARIS”

NAMA KELOMPOK :
1. ANDINI FITRI Z (04)
2. DEVI DWI A (06)
3. GUNTUR BAYU P (14)
4. IQBAL PRATAMA (16)

KELAS XII IPA4

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 BOJONEGORO

JL.AKBP.M SOEROKO NO. 30. BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


13
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Meraih Berkah dengan Mawaris” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam
senantiasa terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para
sahabatnya. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu guru
pembimbing karena atas bimbingan beliau ,kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam. Makalah
ini berisikan bagaimana tentang warisan atau mawaris dalam islam. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan agar
terciptanya pendekatan kepada taraf yang sempurna. Dan semoga apa yang tersajikan dalam
makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.

Agustus 2019

Penyusun

14
15

Anda mungkin juga menyukai