Anda di halaman 1dari 14

Hindawi Publishing Corporation

Advances in Orthopedics
Volume 2015, Article ID 543412,8 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2015/543412

Tinjauan Artikel
Sindrom Kompartemen Akut dalam Bidang Ortopedi:
Penyebab, Diagnosa, dan Manajemen

Hasnain Raza and Anant Mahapatra

Our Lady of Lourdes Hospital, Drogheda, Ireland

Correspondence should be addressed to Hasnain Raza; hasnain95@yahoo.com

Received 31 August 2014; Accepted 23 December 2014

Academic Editor: Rene C. Verdonk

Copyright © 2015 H. Raza and A. Mahapatra. This is an open access article distributed under the
Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and
reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Hampir semua ahli bedah ortopedi menemui kasus Sindrom Kompartemen Akut (SKA) pada praktik
klinis mereka. Diagnosa SKA kebanyakan diperoleh dari temuan klinis. Jika terjadi misdiagnosa
sehingga terapi tidak diberikan, maka bisa memberikan konsekuensi yang membahayakan
ekstremitas dan hidup pasien, serta juga menjadi risiko bagi klinisi untuk menghadapi jalur hukum.
Artikel ini meninjau berbagai karakteristik SKA yang akan membantu ahli bedah otropedi untuk
memahami patofisiologi, riwayat alamiah, pasien-pasien berisiko tinggi, penegakan diagnosa, dan
terapi pembedahan terhadap kondisi tersebut.

1. Pendahuluan variasi tanda dan gejala klinis pada


pemeriksaan sekuensial. Jika terjadi
Hampir semua ahli bedah ortopedi
misdiagnosa dan tidak diterapi, maka
menemui kasus Sindrom Kompartemen
gangguan ini bisa menyebakan cedera
Akut (SKA) dalam praktik medis sehari-
serius pada jaringan lunak pada ekstremitas,
hari. Dr. Volk, seorang dokter dari Jerman
termasuk kerusakan otot, saraf, dan
pada tahun 1881 menggambarkan Sindrom
pembuluh darah, hingga kehilangan
Kompartemen Akut melalui pelaporan
ekstremitas dan menyebkan kematian.
kejadian kontraktur tangan sebagai akibat
Seorang ahli bedah ortopedi harus
dari kondisi sindrom ini. Pada tahun 1888,
memahami kondisi ini, termasuk cedera
Petersen untuk pertama kalinya melaporkan
spesifik dan kelompok yang rentan
manajemen untuk pasien Sindrom
mengalami SKA. Selain itu, ahli bedah juga
Kompartemen Akut. Sindrom kompartemen
harus mengerti dasar-dasar sindrom
umumnya terdiagnosa dengan berbagai
2

kompartemen, termasuk patofisiologi, peningkatan tekanan intrakompartemen


epidemiologi, penegakan diagnosa, dan memiliki pengaruh yang signifikan
manajemen terapinya. terhadap pemulihan fungsi neurologik.
Tekanan yang mencapai 40-80 mmHg
2. Patofisiologi selama 4 jam tidak menyebabkan disfungsi
saraf yang permanen, namun jika
Sindrom Kompartemen Akut didefenisikan
peningkatan tekanan intrakompartemen
sebagai suatu kondisi berupa peningkatan
berlangsung selama 12 jam atau lebih,
tekanan tertutup kompartemen sehingga
maka akan terjadi perubahan nerologis.
menyebabkan penurunan aliran
Sebagai kesimpulan, jumlah otot skeletal
mikrosirkulasi pada jaringan tersebut.
yang mengalami nekrosis berbanding lurus
Terdapat dua faktor yang bertanggung
dengan durasi iskemia dan berbanding
jawab terhadap terjadinya kondisi ini, yakni
terbalik dengan temperatur lokal.
penurunan volume kompartemen,
peningkatan isi kompartemen, atau
3. Epidemiologi
keduanya. Sindrom Kompartemen Akut
terjadi jika terjadi peningkatan tekanan Sindrom Kompartemen Akut biasanya
kompartemen akibat meningkatnya aliran terjadi pada pasien-pasien yang mengalami
vena balik. Peningkatan tekanan trauma seringkali dikacaukan dengan
intrakompartemen mengakibatkan tekanan diagnosa lain. Dalam manajemen pasien ini,
venous capillary end meningkat, sehingga klinisi seharusnya memiliki kecurigaan
tekanan hidrostatik juga meningkat, besar ke arah diagnosa SKA. Lokasi yang
akibatnya terjadi kompresi aliran darah tersering mengalami sindrom kompartemen
arteriolar. Kompresi pada mikrovaskular akut yaitu lengan bawah, lengan atas, paha,
menyebabkan penurunan perfusi dan kaki, regio gluteal, tangan, dan abdomen.
oksigenasi yang mengakibatkan iskemia Berbagai faktor risiko dihubungkan
jaringan, anoksia, hingga kematian sel. dengan terjadinya sindrom kompartemen,
Jaringan pada kompartemen yang paling usia merupakan salah satu faktor penting.
rentan mengalami iskemia adalah jaringan Pasien yang lebih muda memiliki
otot rangka. Adanya kematian sel kecenderungan mengalami sindrom
tergantung pada durasi iskemia, suhu kompartemen akut dibandingkan dengan
jaringan, dan masih adanya mikrosirkulasi pasien berusia tua dengan riwayat trauma
residual. Ketersediaan pembuluh darah yang sama. Faktor risiko yang lain meliputi
kolateral dan suhu lokal yang rendah bisa tipe dan lokasi sindrom. Fraktur tibia
mempelambat terjadinya iskemia. Rorabeck tertutup merupakan penyebab tersering
dan Clarke menunjukkan bahwa durasi sindrom kompartemen dan menjadi
3

Revaskularisasi setelah cedera vaskular


atau obstruksi juga bisa menyebabkan
terjadinya sindroma kompartemen akut,
oleh karena itu, kebanyakan kasus
membutuhkan tindakan fasiotomi setelah
revaskularisasi.
Laki-laki memiliki kecenderungan
mengalami SKA sepuluh kali lipat
dibandingkan wanita. Insidensi kasus SKA
setara pada kasus fraktur tertutup dan
terbuka. Penyebab kurang sering SKA pada
kasus trauma juga termasuk luka bakar dan
trauma tumpul pada ekstremitas. SKA juga

penyebab sepertiga kasus yang ada. bisa terjadi karena posisi kaki yang buruk

Seperempat kasus sindroma kompartemen selama prosedur pembedahan, khususnya

disebabkan oleh trauma tumpul dan posisi litotomi. Latihan yang berlebihan

kerusakan jaringan lunak ekstremitas, pada atlet atau aktivitas fisik yang kurang

sementara 20% penyebab lainnya adalah juga bjsa menyebabkan SKA pada kaki

fraktur radius dan ulna. Cedera kaki pada yang membutuhkan perhatian medis yang

kecelakaan lalu lintas berkisar 6% pada urgen. SKA juga bisa disebabkan oleh

semua kasus SKA, sementara cedera kaki kasus nontrauma, seperti sindroma nefrotik,

bagian bawah memiliki insiden terendah. myositis viral, hipotiroidisme, kelainan


4

perdarahan, keganasan, dan diabetes yaitu pain, paralisis, parasthesia, pallor,


melitus. Diabetes-associated Muscle dan pulseless. Tanda dan gejala tersebut
Infarction (DMI) merupakan kondisi pada merupakan temuan klinis yang penting,
penderita diabetes melitus yang bisa namun tidak semuanya bisa didapatkan
menimbulkan SKA. Ruptur kista Baker pada setiap kasus. Adaya pulselessnes
juga dilaporkan sebagai penyebab terjarang menandakan terlambatnya untuk
kasus SKA. mendapatkan prognosis baik. Gejala
kardinal SKA pada pasien sadar berupa
4. Diagnosa Klinis "pain out proportion", yaitu nyeri saat
beristirahat dan regangan pasif. Namun jika
Sindrom kompartemen paling sering
SKA sudah berada pada tahap akhir, maka
didiagnosa berdasarkan gejala klinisnya.
nyeri bisa saja sudah tidak menjadi temuan
Kurangnya ilmu dan pengalaman menjadi
klinis akibat dari nekrosis reseptor nyeri
penyebab misdiagnosa kasus ini.
dan serabut saraf. Selain itu, nyeri juga bisa
Pemeriksaan serial harus dilakukan untuk
tidak dijumpai pada pasien yang
mebuat diagnosa definitif. Jika tanda dan
mendapatkan anestesi regional dan
gejala yang ada meragukan, maka
tersedasi di Unit Perawatan Intensif.
dibutuhkan pendapat lain dari ahli bedah
Gejala pertama iskemia saraf adalah
senior. Salah satu faktor penting yang
parasthesia, diikuti dengan hiposthesi,
menentukan progosis SKA adalah waktu
anestesi, paresis, dan paralisis. Penilaian
antara kejadia SKA dengan penegakan
sensorik sebaiknya dilakukan denga
diagnosa dan terapi tindakan pembedahan.
pemeriksaan tes tusuk jarum, sentuhan
Menurut literatur, gambaran klinis SKA
ringan, dan tes diskriminasi 2 titik pada
secara sederhana disingkat menjadi 5 P,
pasien-pasien sadar. Defisit motorik pada
5

ekstremitas yang mengalami SKA bisa teraba keras. Pada pasien yang mengalami
menjadi petunjuk adanya iskemia saraf penurunan kesadaran, gejala klinis sulit
dan/atau otot atau terdapatnya nyeri ditemukan, oleh karena itu dibutuhkan alat
sekunder. Paralisis komplit ditemukan pada pengukur tekanan intrakompartemen.
tahap akhir sindrom kompartemen akut dan
mengindikasikan adanya kerusakan saraf 5. Pemantauan Tekanan Intrakompartemen
dan/atau otot yang irreversibel. Berbagai teknik dan alat untuk mengukur
Pulselessness juga ditemukan pada tekanan intrakompartemen disebutkan
tahap akhir SKA. Pada SKA, tekanan dalam beberapa literatur. Pengukuran
intrakompartemen biasanya tidak terlalu tekanan intrakompartemen pada pasien
cukup tinggi untuk mengompresi arteri. yang sadar masih menjadi kontroversi.
Adanya kehilangan pulsasi dan ekstremitas Tekanan intrakompartemen mendekati 8
yang pucat mengindikasikan terjadinya mmHg pada orang dewasa dan dua kali
cedera langsung pada arteri. Pengisian lipatnya pada anak-anak. Berbagai teknik
kapiler umumnya masih baik jika tidak ada pengukuran tekanan intakompartemen
cedera langsung pada arteri. termasuk hand-held monitor untuk
Satu-satunya tanda klinis pada pembacaan tekanan tunggal, stryker needle
impending SKA yaitu pembengkakan masif dengan side portal, dan regular needle
pada ekstremitas dengan kompartemen dengan pengaturan arterial line. Jika
6

peralatan pemeriksaan yang memuaskan sedangkan Mubarak et al menggunakan


tidak tersedia, tekanan intrakompartemen nilai 30 mmHg. McQueen dan Court
dapat diukur dengan intravenous tubing, a Brown menyarankan jika selisih nilai
three-way stopcock, syringe, dan tekanan diastolik dan intrakompartemen
manometer merkuri, berdasar deskripsi oleh kurang dari 30 mmHg, maka hal ini
Whitesides et al. (gambar 1). Boody dan mengindikasikan kecurigaan besar adanya
Wongworawat membandingkan tiga SKA dan dibutuhkan tindakan dekompresi.
perangkat alat yang paling sering digunakan Gelberman et al juga merekomendasikan
untuk mengukur tekanan fasiotomi dekompresi untuk tekanan
intrakompartemen, yaitu Stryker intrakompartemen di atas nilai 30 mmHg.
Intracompartmental Pressure Monitor Penulis lainnya merekomendasikan
System (gambar 2), arterial line manometer, fasiotomi jika nilai tekanan
dan Whitesides apparatus (gambar 3). intrakompartemen lebih dari 40 mmHg atau
Boody et al melaporkan bahwa arterial line delta value 40 mmHg (perbedaan antara
manometer merupakan alat pengukur paling tekanan arteri rata-rata dengan tekanan
akurat, diikuti oleh Stryker device dan intrakompartemen). Adanya diagnosis dari
penggunaan side port needle memberikan pemeriksaan pada pasien sadar bisa jadi
hasil yang lebih baik daripada stright tidak membutuhkan tindakan pembedahan.
needle. McQueen et al. melaporkan dalam suatu
Tekanan intrakompartemen ditemukan studi retrospektif, sensitivitas 93% nilai
berbeda pada berbagai lokasi cedera; maka tekanan intrakompartemen pada pasien
dari itu terdapat hubungan antara tekanan yang diduga mengalami SKA dengan
intrakompartemen dengan jarak lokasi estimasi spesifitas senilai 98%, estimasi
fraktur. Heckman et al menyarankan agar nilai prediksi positif sebesar 93% dan nilai
tekanan intrakompartemen diukur pada prediksi negatif sebesar 99%. Sementara
tempat-tempat yang berbeda pada semua itu, Whitney et al. menyebutkan terdapat
kompartemen dan pada jarak 5 cm pada 35% nilai positif palsu dalam mendiagnosa
lokasi fraktur. SKA dengan fraktur tibia pada pengukuran
Beberapa penulis menyebutkan nilai tekanan intrakompartemen pada satu waktu
tekanan intrakompartemen yang berbeda sebelum terjadi anestesi hingga fiksasi
yang menjadi pertimbangan untuk fraktur tibia. Faktanya, secara klinis mereka
dilakukannya pembedahan fasiotomi tidak memiliki bukti klinis sindrom
dekompresi. Matsen et al menggunakan kompartemen pre dan postoperatif, serta
nilai 45 mmHg sebagai diagnosa dan fasiotomi belum dilakukan. Literatur
pertimbangan dilakukannya fasiotomi, mendukung adanya pemantauan tekanan
7

intrakompartemen dibandingkan hanya Elliot mendeskripsikan pengaruh


mengukur tekanan intrakompartemen pada pemantauan pH intramuskular untuk
satu waktu untuk mendiagnosa SKA. mendiagnosis SKA. Beliau melaporkan
Pasien yang tidak sadar atau spesifisitas yang lebih tinggi pada
mendapatkan anestesi regional atau pengukuran pH intramuskular hingga
analgesia postoperatif harus diobservasi senilai 80% dengan pH kurang dari 6,8,
ketat. Klinisi seharusnya memiliki sementara spesifisitas senilai 27%-30%
kecurigaan yang tinggi terhadap diagnosa pada pemantauan tekanan
ska pada pasien-pasien tertentu dan tidak intrakompartemen. Beliau juga
menunda pemantauan dan pengukuran merekomendasikan ska dapat didiagnosa
tekanan intrakompartemen dengan secara dini dan akurat menggunakan
peralatan yang tersedia. pemantauan pH IM, sehingga
berkonsekuensi menurunkan morbiditas
6. Spektroskopi Inframerah yang disebabkan oleh ska.

Sebuah teknik terbaru bernama Near


8. Fasiotomi
Infrared Spectroscopy (NIRS) merupakan
peralatan noninvasif dan berkelanjutan. Sekali diagnosa SKA ditegakkan, maka
Peralatan ini berdasarkan pada penyerapan pembedahan fasiotomi untuk dekompresi
cahaya spektrum inframerah yang harus dilakukan secepatnya, teknik
berkorespondesi dengan oksigenasi dan pembedahan yang baik harus tetap
deoksigenasi hemoglobin. Penilaian dijalankan. Jika rencana fasiotomi sudah
oksigenasi jaringan dilakukan dengan diputuskan, maka penyusunan tindakan
membandingkan konsentrasi oksi- harus dilakukan segera. Sementara itu, kaki
hemoglobin dengan deoksihemoglobin di pasien harus dielevasi untuk menaikkan
dalam darah vena. Garr et al aliran vena balik sehingga mengurangi
mendemonstrasikan perbandingan terbalik pembengkakan pada tungkai. Semua
antara tekanan intrakompartemen dengan balutan pada bagian yang akan difasiotomi
oksigenasi pada hewan coba. harus dilonggarkan atau dibuka. Selain itu
dilakukan pengiriman sampel darah dan
7. Pemantauan pH Intrakompartemen lembar skrining sebagai persiapan jika
dibutuhkan transfusi selama periode
Sebagai tambahan temuan klinis dan
postoperatif.
pengukuran tekanan intrakompartemen,
8

Berbagai literatur menyebutkan setelah dilakukan tindakan fasiotomi.


terdapat beberapa vaiasi teknik fasiotomi Warna merah/merah muda pada otot dan
pada kaki, termasuk fasiotomi insisi tunggal adanya kontraksi sebagai respon terhadap
dengan fibulektomi, fasiotomi insisi stimulus menandakan otot tersebut masih
tunggal tanpa fibulektomi, dan teknik memiliki viabilitas. Semua otot yang tidak
pembedahan dengan pendekatan fasiotomi viabel sebaiknya dieksisi. Tendon,
dua insisi, yaitu insisi anterolateral dan periosteum, dan otot yang terekspos harus
posteromedial. dijaga kelembabannya untuk mencegah
Pada teknik dua insisi, insisi kekeringan jaringan dan mencegah infeksi.
anterolateral dibuat sebagai pendekatan Insisi kedua yaitu insisi posteromedial,
dengan kompartemen anterior dan lateral, dibuat sepanjang 2 cm dari posterior ke
yang terletak diantara krista tibia dan kaput garis medial pada tibia. Insisi ini digunakan
fibula (gambar 4). Insisi dimulai pada jarak untuk membebaskan kompartemen
5 cm dari distal ke kaput fibula, lalu superfisial dan profunda, serta untuk
diperpanjang sejauh 5 cm dari proksimal ke membuat akses dengan otot pada
distal maleolus. Fasia pada kompartemen kompartemen, yang digunakan untuk
anterior dan lateral harus dibebaskan menilai viabilitas otot. Insersi otot soleus
selama tindakan insisi. Ahli bedah harus dilakukan untuk mendekompresi
sebaiknya berhati-hati agar tidak secara adekuat kompartemen posterior. Ahli
mencederai nervus peroneal superfisial bedah sebaiknya menghindari untuk
yang melintas di sekitar 10-12 cm dari mencederai nervus dan vena saphena
proksimal ke lateral maleolus ketika keluar selama melakukan prosedur pembedahan.
dari fasia. Pendekatan ini bisa mengekspos Teknik insisi tunggal telah berhasil
periosteum maleolus lateral dan tendon dilakukan oleh tangan-tangan
peroneal. Viabilitas otot harus dinilai berpengalaman, namun teknik ini kurang
9

populer (gambar 5). Maheshwari et al Kompartemen volar paling sering terlibat


melaporkan hasil yang sangat memuaskan dan membutuhkan tindakan dekompresi.
pada 58 kasus kaki yang diterapi dengan Berbagai pola insisi disebutkan dalam
fasiotomi insisi tunggal. Sebuah insisi literatur-literatur, termasuk lazy S shaped
tunggal dibuat melewati fibula, dan insisi melengkung. Insisi yang
diperpanjang sejauh 5 cm dari distal ke dilakukan harus mengikuti aspek ulnaris
kaput fibula dan 5 cm dari proksimal ke pada pergelangan tangan untuk mencegah
lateral meleolus. Sepanjang teknik ini, cedera arteri radialis dan nervus medianus
kompartemen anterior, lateral, dan posterior yang terletak superfisial pada pergelangan
superfisial dibebaskan, diikuti dengan tangan. Insisi volar sebaiknya selalu
pembebasan kompartemen posterior melibatkan palmaris proksimal untuk
profunda pada tempat insersi fibula membebaskan ligamen carpal transversa
posterolateral di septum intramuskular dari kanal carpal (gambar 6).
lateral. Teknik ini berisiko mencederai
nervus peroneal dan pembuluh darah yang
memasuki kompartemen posterior
profunda. Ahli bedah harus menginsisi
septum intramuskular lateral pada insersi
fibula tersebut.
Setelah fibulektomi dan insisi tunggal
lateral, dipertimbangkan teknik yang
populer untuk keempat fasiotomi
komportemen pada tungkai, yaitu teknik
Setelah membebaskan flexor digitorum
fasiotomi dua insisi dengan risiko
superficialis, otot volar profunda, seperti
morbiditas yang lebih rendah.
flexor digitorum profundus, pronator
Lokasi tersering kedua terjadinya
quadratus, dan flexor carpi ulnaris
sindrom kompartemen adalah lengan
seharusnya juga dikompresi. Mengikuti
bawah. Terdapat 4 kompartemen pada
pembebasan kompartemen volar, tekanan
lengan bawah, yaitu volar, dorsal, Mobile
kompartemen dorsal sebaiknya diukur.
wad of Henry, dan pronator quadratus.
Kebanyakan dekompresi kompartemen
Kompartemen lengan bawah tidak terikat
volar membebaskan kompartemen
secara utuh antara satu sama lain, seperti
ekstensor dengan baik. Untuk
pada tungkai. Oleh karena itu, setiap
membebaskan kompartemen dorsal, sebuah
kompartemen tidak membutuhkan
insisi longitudinal dibuat sepanjang 4 cm
penangan tunggal/masing-masing.
dari distal ke lateral epikondulus ke Lister
10

fraktur. Ahli bedah sebaiknya berhati-hati


dengan nervus dan vena superfisialis
selama tindakan ini.
Tindakan fasiotomi bukanlah prosedur
yang tidak memiliki bahaya bagi perbaikan
fungsi kontraksi otot dengan dan tanpa
cedera vaskular pada pasien. Pasien-pasien
ini dapat mengalami insufisiensi vena
kronik yang mengikuti trauma dan tindakan
fasiotomi.
tubercle.
Untuk mengisolasi sindrom
9. Manajemen Luka setelah Terapi
kompartemen pada kalkanea, dengan
kompresi pada nervus dan pembuluh darah Fasiotomi merupakan prosedur untuk
nervus plantaris, sebuah insisi tunggal harus menyelamatkan ekstremitas dari morbiditas
dibuat dari sisi medial tumit. Pendekatan ini yang signifikan. Insisi fasiotomi dapat
dimulai dengan insisi pada sisi planter pada menimbulkan luka yang besar, mengganggu
metatarsal I. Muskulus abductor hallucis kosmetik, dan bersifat kronik. Pada waktu
merupakan otot pada kompartemen medial 48-72 jam setelah fasiotomi, pasien
yang seharusnya dibelah secara sebaiknya menjalani prosedur debridemen
longitudinal. Luka akibat pembelahan untuk mengangkat jaringan yang sudah
tersebut dapat terutup oleh penutupan nekrosis. Jika tidak ada lagi jaringan
primer yang lambat atau pemulihan nekrotik yang tersisa, kulit akan tertutup
sekunder yang sengaja dilakuan. Mubarak dengan longgar. Jika penutupan alamiah
dan Owen mendeskripsikan suatu yang sempurna tidak memungkinkan, maka
pendekatan pada daerah dorsal untuk perlu dilakukan metode penutupan bantuan.
membebaskan kompartemen interosseus Metode populer untuk membantu
yang merupakan lokasi tersering terjadinya penutupan luka fasiotomi adalah terapi
sindrom kompartemen pada kaki. tekanan negatif (NPWT). Pemasangan
Teknik ini terdiri dari dua insisi dorsal NPWT menggunakan sistem tertutup
yang melewati metatarsal I dan II, menjaga dengan pengaplikasian vakum bertekanan
pelebaran maksimum jembatan jaringan subatmosferik pada luka yang terbalut busa
sehingga mencegah nekrosis kulit (gambar berpori, mengurangi tekanan ekstravaskular
7). Pendekatan dorsal ini membantu akses dan edema pada kompartemen,
semua kompartemen dan penyediakan memperbaiki sirkulasi, granulasi, dan
paparan yang adekuat untuk memfiksasi memperdekat batas luka, sehingga
11

mengurangi kolonisasi bakteri. NPWT memberikan inform consent kepada pasien


mengurangi risiko infeksi, namun harus mengenai kemungkinan komplikasi
diakhiri dengan tindakan skin grafting. penyembuhan fraktur.
Penutupan luka secara dinamis
menggunakan vascular loop atau shoelace 11. Kesimpulan
technique juga telah dideskripsikan sebagai
Sindrom Kompartemen Akut merupakan
pilihan manajemen (gambar 8). Metode ini
satu dari beberapa kedaruratan dalam
membutuhkan pendekatan tepi luka
bidang ortopedi yang mengancam viabilitas
menggunakan vascular loops anchored oleh
ekstremitas dan kehidupan pasien jika
skin staples dan secara bertahap menekan
terjadi keterlambatan penegakan diagnosa
mereka melintasi batas luka. Metode ini
dan terapi. Tenaga medis yang terlibat
bertujuan untuk menghindari dilakukannya
dalam menangani kasus darurat ini harus
skin grafting.
memiliki kewaspadaan yang tinggi dan
ambang rendah untuk melakukan tindakan
10. Aspek Medikolegal
fasiotomi.
Terdapat aspek medikolegal yang signifikan
Referensi
pada sindrom kompartemen akut dan
[1] R. Volkmann, “Die ischaemischen
hasilnya dalam praktik klinik. Muskellahmungen und Kon- ¨ trakturen,”
Bhattacharyya and Vrahas meninjau semua Zentralblatt fur Chirurgie ¨ , vol. 8, pp. 801–
803, 1881.
kasus dan klaim yang berhubungan dengan
[2] C. H. Rorabeck, “The treatment of
SKA yang terdokumentasi dengan asuransi compartment syndromes of the leg,” Journal of
yang besar selama lebih dari 23 tahun. Data Bone and Joint Surgery, vol. 66, no. 1, pp. 94–
97, 1984.
tersebut menunjukkan bahwa lebih dari
[3] R. M. Taylor, M. P. Sullivan, and S. Mehta,
50% kasus memutuskan untuk melawan
“Acute compartment syndrome: obtaining
dokter. Shadgan et al melaporkan 55% diagnosis, providing treatment, and minimizing
medicolegal risk,” Current Reviews in
kasus yang secara resmi telengkapi. Musculoskeletal Medicine, vol. 5, no. 3, pp.
206–213, 2012.
Reverte et al menyebutkan insiden
yang signifikan pada kejadian fraktur tibia [4] J. Tuckey, “Bilateral compartment syndrome
complicating prolonged lithotomy position,”
yang mengalami union atau nonunion British Journal of Anaesthesia, vol. 77, no. 4,
dengan sindrom kompartemen. Mereka pp. 546–549, 1996.

melaporkan terdapat 55% kasus nonunion [5] A. Tiwari, A. I. Haq, F. Myint, and G.
Hamilton, “Acute compartment syndromes,”
atau union yang terlambat pada SKA, British Journal of Surgery, vol. 89, no. 4, pp.
sedangkan 17,8% pada fraktur tanpa SKA 397–412, 2002.

dalam suatu studi meta analisis. Oleh [6] F. W. Blaisdell, “The pathophysiology of
skeletal muscle ischemia and the reperfusion
karena itu, sangat direkomendasikan untuk syndrome: a review,” Cardiovascular Surgery,
12

vol. 10, no. 6, pp. 620–630, 2002. 507–508, 2007.

[7] P. F. Petrasek, S. Homer-Vanniasinkam, and [17] D. P. Petros, J. F. Hanley, P. Gilbreath, and


P. M. Walker, “Determinants of ischemic injury R. D. Toon, “Posterior compartment syndrome
to skeletal muscle,” Journal of Vascular Surgery, following ruptured Baker’s cyst,” Annals of the
vol. 19, no. 4, pp. 623–631, 1994. Rheumatic Diseases, vol. 49, no. 11, pp. 944–
945, 1990.
[8] C. H. Rorabeck and K. M. Clarke, “The
pathophysiology of the anterior tibial [18] M. M. McQueen, J. Christie, and C. M.
compartment syndrome: an experimental Court-Brown, “Acute compartment syndrome in
investigation,” Journal of Trauma, vol. 18, no. tibial diaphyseal fractures,” Journal of Bone and
5, pp. 299–304, 1978. Joint Surgery—Series B, vol. 78, no. 1, pp. 95–
98, 1996.
[9] M. M. McQueen, P. Gaston, and C. M.
Court-Brown, “Acute compartment syndrome,” [19] J. M. Staudt, M. J. C. Smeulders, and C. M.
Journal of Bone and Joint Surgery B, vol. 82, A. M. van der Horst, “Normal compartment
no. 2, pp. 200–203, 2000. pressures of the lower leg in children,” Journal
of Bone and Joint Surgery—Series B, vol. 90,
[10] R. F. Jeffers, H. Boon Tan, C. no. 2, pp. 215–219, 2008.
Nicolopoulos, R. Kamath, and P. V. Giannoudis,
“Prevalence and patterns of foot injuries [20] T. E. Whitesides Jr., T. C. Haney, K.
following motorcycle trauma,” Journal of Morimoto, and H. Harada, “Tissue pressure
Orthopaedic Trauma, vol. 18, no. 2, pp. 87–91, measurements as a determinant for the need of
2004. fasciotomy,” Clinical Orthopaedics and Related
Research, vol. 113, pp. 43–51, 1975.
[11] J. C. DeLee and J. B. Stiehl, “Open tibia
fracture with compartment syndrome,” Clinical [21] M. M. Heckman, T. E. Whitesides Jr., S. R.
Orthopaedics and Related Research, vol. 160, Grewe, and M. D. Rooks, “Compartment
pp. 175–184, 1981. pressure in association with closed tibial
fractures. The relationship between tissue
[12] T. Busch, H. Sˆırbu, D. Zenker, and H. pressure, compartment, and the distance from
Dalichau, “Vascular complications related to the site of the fracture,” Journal of Bone and
intraaortic balloon counterpulsation: an analysis Joint Surgery—Series A, vol. 76, no. 9, pp.
of ten years experience,” Thoracic and 1285–1292, 1994.
Cardiovascular Surgeon, vol. 45, no. 2, pp. 55–
59, 1997. [22] F. A. Matsen III, R. A. Winquist, and R. B.
Krugmire Jr., “Diagnosis and management of
[13] M. S. Simms and T. R. Terry, “Well leg compartmental syndromes,” Journal of Bone
compartment syndrome after pelvic and perineal and Joint Surgery—Series A, vol. 62, no. 2, pp.
surgery in the lithotomy position,” Postgraduate 286–291, 1980.
Medical Journal, vol. 81, no. 958, pp. 534–536,
2005. [23] S. J. Mubarak, C. A. Owen, A. R. Hargens,
L. P. Garetto, and W. H. Akeson, “Acute
[14] J. A. Cara, A. Narvaez, M. L. Bertrand, and compartment syndromes: diagnosis and
E. Guerado, “Acute ´ atraumatic compartment treatment with the aid of the wick catheter,”
syndrome in the leg,” International Journal of Bone and Joint Surgery—Series A,
Orthopaedics, vol. 23, no. 1, pp. 61–62, 1999. vol. 60, no. 8, pp. 1091–1095, 1978.

[15] S. L. Woolley and D. R. K. Smith, “Acute [24] M. M. McQueen and C. M. Court-Brown,


compartment syndrome secondary to diabetic “Compartment monitoring in tibial fractures:
muscle infarction: case report and literature the pressure threshold for decompression,”
review,” European Journal of Emergency Journal of Bone and Joint Surgery—Series B,
Medicine, vol. 13, no. 2, pp. 113–116, 2006. vol. 78, no. 1, pp. 99–104, 1996.

[16] H. Mahdi, S. Gough, K. K. Gill, and B. [25] R. H. Gelberman, S. R. Garfin, P. T.


Mahon, “Acute spontaneous compartment Hergenroeder, S. J. Mubarak, and J. Menon,
syndrome in recent onset type 1 diabetes,” “Compartment syndromes of the forearm:
Emergency Medicine Journal, vol. 24, no. 7, pp. diagnosis and treatment,” Clinical Orthopaedics
13

and Related Research, vol. 161, pp. 252–261, American Journal of Sports Medicine, vol. 12,
1981. no. 5, pp. 391–397, 1984.

[26] C. H. Rorabeck, “The treatment of


compartment syndromes of the leg,” Journal of [35] R. Maheshwari, L. A. Taitsman, and D. P.
Bone and Joint Surgery—Series B, vol. 66, no. Barei, “Single-incision fasciotomy for
1, pp. 93–97, 1984. compartmental syndrome of the leg in patients
with diaphyseal tibial fractures,” Journal of
[27] P. R. Williams, I. D. Russell, and W. J. Orthopaedic Trauma , vol. 22, no. 10, pp. 723–
Mintowt-Czyz, “Compartment pressure 730, 2008.
monitoring—current UK orthopaedic practice,”
Injury, vol. 29, no. 3, pp. 229–232, 1998. [36] B. S. Kalyani, B. E. Fisher, C. S. Roberts,
and P. V. Giannoudis, “Compartment syndrome
[28] M. M. McQueen, A. D. Duckworth, S. A. of the forearm: a systematic review,” The
Aitken, and C. M. Court-Brown, “The estimated Journal of Hand Surgery, vol. 36, no. 3, pp.
sensitivity and specificity of compartment 535–543, 2011.
pressure monitoring for acute compartment
syndrome,” The Journal of Bone & Joint [37] R. H. Gelberman, G. S. Zakaib, S. J.
Surgery A, vol. 95, no. 8, pp. 673–677, 2013. Mubarak, A. R. Hargens, and W. H. Akeson,
“Decompression of forearm compartment
[29] A. Whitney, R. V. O’Toole, E. Hui et al., syndromes,” Clinical Orthopaedics and Related
“Do one-time intracompartmental pressure Research, vol. 134, pp. 225–229, 1978.
measurements have a high false-positive rate in
diagnosing compartment syndrome?” Journal of [38] M. S. Myerson, “Experimental
Trauma and Acute Care Surgery, vol. 76, no. 2, decompression of the fascial compartments of
pp. 479–483, 2014. the foot—the basis for fasciotomy in acute
compartment syndromes,” Foot and Ankle, vol.
[30] J. M. Iaquinto, D. Pienkowski, R. 8, no. 6, pp. 308– 314, 1988.
Thornsberry, S. Grant, and D. B. Stevens,
“Increased neurologic complications associated [39] K. Bermudez, M. M. Knudson, D.
with postoperative epidural analgesia after tibial Morabito, and O. Kessel, “Fasciotomy, chronic
fracture fixation,” The American Journal of venous insufficiency, and the calf muscle
Orthopedics, vol. 26, no. 9, pp. 604–608, 1997. pump,” Archives of Surgery, vol. 133, no. 12,
pp. 1356–1361, 1998.
[31] M. F. Pearse, L. Harry, and J. Nanchahal,
“Acute compartment syndrome of the leg [40] M. J. Morykwas, L. C. Argenta, E. I.
Fasciotomies must be performed early,but good Shelton-Brown, and W. McGuirt, “Vacuum-
surgical technique is important,” British assisted closure: a new method for wound
Medical Journal, vol. 325, no. 7364, pp. 557– control and treatment: animal studies and basic
558, 2002. foundation,” Annals of Plastic Surgery, vol. 38,
no. 6, pp. 553–562, 1997.
[32] J. L. Garr, L. M. Gentilello, P. A. Cole, C.
N. Mock, and F. A. Matsen III, “Monitoring for [41] J. R. Fowler, M. T. Kleiner, R. Das, J. P.
compartmental syndrome using near-infrared Gaughan, and S. Rehman, “Assisted closure of
spectroscopy: a noninvasive, continuous, fasciotomy wounds: a descriptive series and
transcutaneous monitoring technique,” Journal caution in patients with vascular injury,” Bone
of Trauma— Injury, Infection and Critical Care, and Joint Research, vol. 1, no. 3, pp. 31–35,
vol. 46, no. 4, pp. 613–618, 1999. 2012.

[33] K. Elliot, “Intramuscular PH: diagnosing [42] J. Zannis, J. Angobaldo, M. Marks et al.,
acute compartment syndrome with confidence,” “Comparison of fasciotomy wound closures
in Proceedings of the 2014 London Efort using traditional dressing changes and the
Conference Trauma Session, 2014. vacuum-assisted closure device,” Annals of
Plastic Surgery, vol. 62, no. 4, pp. 407–409,
[34] J. R. Davey, C. H. Rorabeck, and P. J. 2009.
Fowler, “The tibialis posterior muscle
compartment. An unrecognized cause of [43] M. M. Asgari and H. M. Spinelli, “The
exertional compartment syndrome,” The vessel loop shoelace technique for closure of
14

fasciotomy wounds,” Annals of Plastic Surgery, syndrome of the lower extremity,” Canadian
vol. 44, no. 2, pp. 225–229, 2000. Journal of Surgery, vol. 53, no. 5, pp. 329–334,
2010.
[44] T. Bhattacharyya and M. S. Vrahas, “The
medical-legal aspects of compartment [46] M. M. Reverte, R. Dimitriou, N. K.
syndrome,” Journal of Bone and Joint Kanakaris, and P. V. Giannoudis, “What is the
Surgery— Series A, vol. 86, no. 4, pp. 864–868, effect of compartment syndrome and
2004. fasciotomies on fracture healing in tibial
fractures?” Injury, vol. 42, no. 12, pp. 1402–
[45] B. Shadgan, M. Menon, D. Sanders et al., 1407, 2011.
“Current thinking about acute compartment

Anda mungkin juga menyukai