DIREKTORAT JENDERAL
KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERAIN KESEHATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
A. Latar Belakang
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan
terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan
dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan
dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya
akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan
responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang
merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat
berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas
tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di tahun 2017.
Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan
dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi
Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya
maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan;
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hokum;
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim;
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera;
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya
pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar
meningkatnya status kesehatan masyarakat.
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-
nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif;
d. Efektif;
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yaitu:
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).
F. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Eksekutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issued) yang sedang dihadapi organisasi.
- BAB II
Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat tahun 2017.
- BAB III
Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran
kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan
realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang
terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab
keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi
yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis
program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian
pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.
- BAB IV
Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir PK : Pengukuran Kinerja
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan
dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja
tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang
mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian
penetapan kinerja tahun 2017 yang telah ditandatangani bersama oleh Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:
*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian
yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.
70.4 73.29
56.8
41.6
Sumber : Riskesdas 2007-2013 dan Data Evaluasi Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2014
102.2
81 82.79
81 82
78.4
77.3
77
75
Bila di lihat trend cakupan PF sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun
2015 cakupan PF sebesar 78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini
menunjukan kesan trend penurunan cakupan walaupun dari sisi target masih dalam
kategori baik (tercapai). Kesan penurunan ini disebabkan belum masuknya seluruh
data cakupan daerah saat LAKIP disusun. Terdapat 12 provinsi (kurang lebih 40%)
yang mengirimkan data hanya sampai bulan november 2016. Adapun di tahun 2017
cakupan Pf kembali meningkat menjadi 82.79%, melihat hal ini kecenderungan trend
indikator PF meningkat, dikarenakan sudah ada kesepahaman dan kemudahan baik
dari segi pencatatan dan pelaporan untuk persalinan di fasilitas kesehatan.
Bila dibandingkan dengan target Renstra untuk tahun 2017 sebesar 81%, maka
Direktorat Kesehatan Keluarga juga telah berhasil mencapai target. Dan harus
mengupayakan peningkatan sebesar 2,2 poin dari cakupan 2017 untuk mencapai
target 2019 sebesar 85%.
Dengan melihat trend yang terus meningkat (berdasarkan hasil Riskesdas, dan
cakupan diatas), maka dapat dikatakan cakupan Pf, “on the track”, dan diperkirakan
mampu mencapai target di akhir Renstra 2015-2019 sebesar 85%.
140.0
96.01
94.37
94.08
92.02
91.78
89.52
83.91
83.89
120.0
82.79
82.63
81.90
81.92
81.79
81.17
80.37
80.32
78.06
76.37
74.86
74.27
73.55
72.65
72.37
69.20
100.0
63.01
61.03
60.35
51.96
81
49.88
47.40
46.49
44.67
80.0
32.94
30.65
60.0
40.0
20.0
0.0
KALSEL
DIY
PAPBAR
SUMUT
MALUT
DKI JAKARTA
Bali
KALTIM
SUMBAR
SULTRA
MALUKU
JATENG
NTB
JABAR
SULSEL
JAMBI
Kep. BABEL
NTT
SULUT
NASIONAL
Banten
Kep. RIAU
BENGKULU
KALBAR
RIAU
KALTENG
SUMSEL
GORONTALO
SULBAR
ACEH
SULTENG
PAPUA
JATIM
KALTARA
LAMPUNG
Cakupan Target
Analisa Keberhasilan
Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang
akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca
persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam
ibu hamil.
Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis
serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan
bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh
Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan
yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk
persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat
membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud
kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan
minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini
diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau
kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan
memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang badan
dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus
uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan
bila perlu pemberian imunisasi Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),
test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap
Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling
termasuk P4K serta KB PP.
Melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan
perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan
ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
Alternatif solusi
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk pencapaian persalinan di
fasilitas kesehatan
1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan program
Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun
diupayakan bermitra dengan Bidan, sehingga tidak ada lagi persalinan oleh
dukun. Apabila dukun mendapat kasus ibu hamil yang akan bersalin, maka wajib
dirujuk ke bidan. Selain itu, untuk mempermudah akses terhadap fasilitas
kesehatan, pemerintah menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran yang dapat
dimanfaatkan oleh ibu hamil dan keluarga selama menunggu proses persalinan
berlangsung sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.
2) Penguatan pemanfaatan dana Jampersal di kab/ kota Pada tahun 2016 telah di
gelontorkan dana dari pusat melalui mekanisme DAK non fisik yaitu Jaminan
Persalinan (Jampersal) dengan ruang lingkup kegiatan tranportasi rujukan dan
sewa serta operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK). Pada tahun 2017,
Jampersal masih tetap diberikan dengan penambahan ruang lingkup pembiayaan
persalinan di fasilitas kesehatan bagi ibu bersalin miskin yang tidak mempunyai
jaminan persalinan (JKN/KIS, dll).
3) Meningkatkan pengetahuan, dukungan keluarga dan masyarakat melalui
kegiatan kelas ibu hamil, dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K).
4) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat dan peningkatan pemanfaatan
penggunaan buku KIA
5) Audit Maternal dan Perinatal dan Surveilans kematian Ibu
6) Kerjasama lintas sektor. Contoh Kerjasama dengan Kementerian Agama untuk
meningkatkan pengetahuan calon pengantin tentang kesehatan reproduksi untuk
mendorong calon pengantin memeriksakan kesehatannya ke fasilitas kesehatan.
7) Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan
24.2
25 22.7
21.2
19.7
20 18.2
15
16.2
14.8
13.3
10
0
2015 2016 2017 2018 2019
Target Realisasi
Sumber data: Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2015,2016 dan 2017
Analisis Keberhasilan
Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase
ibu hamil KEK dapat didukung melalui:
Grafik 6. Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013-2016
2,100.00
2,037.40
2,050.00
1,992.69
2,000.00
1,950.00
1,900.00 1,859.30
1,842.75
1,850.00
1,800.00
1,750.00
1,700.00
2013 2014 2015 2016
Kalori (Kal)
Grafik 7. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari Tahun 2013-2016
56.67
57
56
55.11
55
53.91
54
53.08
53
52
51
2013 2014 2015 2016
Protein (gr)
Analisis Kegagalan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010), batas ambang masalah
kesehatan masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara hasil
PSG 2017 menunjukkan angka 14,8% untuk prevalensi ibu hamil KEK. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat
kategori sedang (10-19%) untuk masalah ibu hamil dengan risiko KEK. Beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kondisi ini adalah:
1. Lebih dari setengah jumlah ibu hamil di Indonesia masih mengalami defisit konsumsi
energi. Hal ini tergambarkan dari hasil Survei Diet Total (SDT) tahun 2014, yang
menunjukkan sebanyak 52,2% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70%
angka yang dianjurkan. Data ini diperkuat dengan hasil PSG (2016), dimana sebanyak
53,9% ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi <70% angka yang dianjurkan.
2. Kegiatan pemberian makanan tambahan (MT) bagi ibu hamil KEK yang belum
mencapai target di tahun 2017, yaitu sebesar 67,4% dari target 95%. (Laporan rutin
Dit. Gizi Masyarakat per 23 Januari 2018)
Alternatif Solusi
Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, Ditjen Kesehatan Masyarakat pada
tahun 2018 akan melakukan:
1. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu.
2. Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK.
3. Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri,
dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu.
Cakupan Target
Akses Kualitas
Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2017 adalah 81%,
hasil cakupan diakhir tahun 2017 sebesar 89,82% yang berarti sebanyak 4.344.773
Bayi Baru lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama. Dengan cakupan
tersebut capaian kinerja direktorat adalah sebesar 110,89%.
92
89.82 90.2
90
88
86
84
82 81
80
78
76
Target Cakupan Capaian
Cakupan Renstra
89.82 90
85
81 81
78.1
78
75
Trend KN1 bila dilihat pada grafik diatas mengesankan terjadi penurunan pada
tahun 2016. Kesan penurunan ini disebabkan karena data yang belum masuk secara
keseluruhan, sebagaimana yang terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas
kesehatan. dan kemudian cakupan ini meningkat pada tahun 2017.
Bila disandingkan dengan target di akhir tahun 2019 sebesar 90% maka terdapat
gap sebesar 0,2 poin (satuan persen) yang harus dicapai. Terhadap target tahun
2018 sebesar 85%, maka dengan apa yang telah dilakukan pada tahun 2017
seharusnya dapat tercapai.
Hasil capaian nasional bila dilihat per provinsi maka masih terdapat disparitas
cakupan KN1. Disparitas terbesar (3 Provinsi dengan cakupan KN1 terkecil) antara
lain Maluku, Papua Barat dan Sulawesi Utara. Terdapat 20 Provinsi yang telah
mencapai target nasional sebesar 81%, dan 14 provinsi masih belum mencapai
target nasional. DKI Jakarta dan Bali mendapatkan cakupan lebih dari 100%
dikarenakan data sasaran BPS lebih rendah dibandingkan dengan data sasaran dan
atau hasil yang telah dilakukan oleh kedua provinsi tersebut.
118.38
140.0
102.24
101.51
100.95
99.11
98.63
97.91
96.52
96.49
120.0
94.61
94.41
93.24
89.82
89.80
87.91
87.83
87.52
87.09
85.85
85.67
81.77
80.78
80.37
79.33
79.29
75.65
75.63
100.0
72.55
68.66
67.31
62.85
81
56.81
80.0
54.25
53.36
48.89
60.0
40.0
20.0
0.0
Kep. BABEL
SUMBAR
DIY
SUMUT
MALUT
PAPBAR
DKI JAKARTA
JAMBI
Bali
JABAR
KALTIM
KALSEL
SULTRA
MALUKU
NTT
NTB
Banten
BENGKULU
SULSEL
JATENG
SULUT
NASIONAL
KALBAR
ACEH
RIAU
Kep. RIAU
SULBAR
KALTENG
GORONTALO
SULTENG
PAPUA
KALTARA
JATIM
SUMSEL
LAMPUNG
Dari 14 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 4 Provinsi yang perlu
mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Maluku Utara, Papua, Maluku, Papua Barat,
dan Sulawesi Utara karena capaian kinerja dibawah 70%.
Adapun DI Yogyakarta masih belum mencapai target disebabkan perbedaan
data sasaran provinsi dengan data sasaran yang dikeluarkan BPS-Pusdatin cukup
besar dimana data sasaran dari provinsi DIY jauh lebih rendah dibandingkan dengan
data sasaran BPS- Pusdatin yang berakibat teradap penurunan secara signifikan
pada cakupan DIY.
Analisa Keberhasilan
Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian
Kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.
Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap
bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Faktor pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 yaitu:
1) adanya pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan
kesehatan bayi baru lahir yang didalamnya termasuk adalah kunjungan neonatal.
Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan
anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat
2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh
melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan
pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.
3) Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini
dilakukan di pusat untuk kemudian diadvokasi ke daerah untuk menyelenggarakan
secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku
pelayanan neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai. Buku ini menjadi
pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap nakes didalam
melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.
4) Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan
menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas
Analisa Kegagalan
Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:
1) Belum optimalnya dukungan lintas sector terkait pemenuhan pendidikan dan
pengentasan kemiskinan
2) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan
secara optimal.
3) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum
merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan
Neonatal sesuai standar.
4) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.
5) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah
(bukan di faskes).
6) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum
harmonis.
7) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk
kesehatan bayinya.
8) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan
misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat
dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form
Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam
pencapaian KN.
Alternatif solusi
Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:
1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke
provinsi.
2. Perluasan sosialisasi indikator dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan
puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.
3. Pemantauan berkala pelaksanaan KN1 secara berjenjang.
4. Mengawal kebijakan sistem informasi kesehatan dan komunikasi data (komdat)
kemenkes sebagai mekanisme 1 pintu di tingkat pusat terkait pelaporan agar
memasukkan indikator baru.
5. Refresing petugas kesehatan terhadap pedoman KIA
6. Menguatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat agar ibu hamil memanfaatkan
buku KIA.
7. Dukungan Pemda dalam pencapaian SPM Bidang Kesehatan
PENAMBAHAN
PAGU 2017 PAGU 2017
NO KEGIATAN HLN
(AWAL) (MENJADI)
(PAMSIMAS)
1 DIREKTORAT 156.279.186.000 10.924.591.000 167.203.777.000
KESEHATAN
LINGKUNGAN
Untuk Satuan Kerja Direktorat Gizi Masyarakat terjadi pengurangan pagu di luar
efisiensi sebesar Rp. 100.000.000.000, semula diperuntukan untuk pengadaan PMT
AS namun proses revisi tidak disetujui oleh DJA dengan pertimbangan usulan
tersebut tidak sesuai dengan Trilateral Meeting 2017, dan perlu disinkronkan
dengan Inpres 4/2017 serta hasil RAPBN 2017. Sehingga dilakukan pergeseran
anggaran sebesar 100 M ke Lintas Sektor.
Revisi tersebut ditetapkan berdasarkan surat Direktur Anggaran bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan a.n. Direktur Jenderal Anggaran Nomor: S-
1626/AG/2017 tanggal 14 Agustus 2017 hal Pengesahan revisi APBN-P Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan TA. 2017.
PENAMBAHAN
NO SATUAN KERJA SEMULA MENJADI
HLN
1 DIREKTORAT
KESEHATAN 95.889.488.000 6.561.797.000 102.451.285.000
KELUARGA
2 DIREKTORAT
KESEHATAN 138.729.070.000 19.410.000 138.748.480.000
LINGKUNGAN
3 DIREKTORAT
KESEHATAN KERJA 26.847.743.000 - 26.847.743.000
DAN OLAH RAGA
4 DIREKTORAT GIZI
667.485.435.000 369.995.000 667.855.430.000
MASYARAKAT
5 DIREKTORAT
PROMOSI
KESEHATAN DAN 109.116.390.000 173.335.000 109.289.725.000
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
6 SEKRETARIAT
DITJEN KESEHATAN 99.839.878.000 15.566.604.000 115.406.482.000
MASYARAKAT
7 DINKES PROV. DKI
10.246.424.000 - 10.246.424.000
JAKARTA
8 DINKES PROV. JAWA
31.593.535.000 - 31.593.535.000
BARAT
9 DINKES PROV. JAWA
31.878.816.000 - 31.878.816.000
TENGAH
10 DINKES PROV. DI.
9.559.751.000 - 9.559.751.000
YOGYAKARTA
11 DINKES PROV. JAWA
26.379.914.000 - 26.379.914.000
TIMUR
12 DINKES PROV. ACEH 14.075.532.000 - 14.075.532.000
13 DINKES PROV.
25.631.539.000 - 25.631.539.000
SUMATERA UTARA
14 DINKES PROV.
10.913.815.000 - 10.913.815.000
SUMATERA BARAT
15 DINKES PROV. RIAU 10.175.854.000 - 10.175.854.000
16 DINKES PROV. JAMBI 13.792.470.000 - 13.792.470.000
17 DINKES PROV.
17.799.288.000 - 17.799.288.000
SUMATERA SELATAN
18 DINKES PROV.
19.815.355.000 - 19.815.355.000
LAMPUNG
19 DINKES PROV.
14.863.961.000 - 14.863.961.000
KALIMANTAN BARAT
DINKES PROV.
20 KALIMANTAN 12.715.402.000 - 12.715.402.000
TENGAH
DINKES PROV.
21 KALIMANTAN 10.682.812.000 - 10.682.812.000
SELATAN
DINKES PROV.
22 11.589.313.000 - 11.589.313.000
KALIMANTAN TIMUR
Setelah mengalami efisiensi, penambahan hibah, dan realokasi maka total alokasi
anggaran Ditjen Kesmas adalah Rp 1.683.826.592.000,-.
Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang
pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap
penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
upaya pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan
realisasi anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:
Kesimpulan
1. Indikator kinerja (IK) Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri atas
tiga indikator, yaitu:
1) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 82,79%
dari target 81%.
2) Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian
sebesar 14,8,% dari target 21,2%.
3) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dengan capaian sebesar
89,82% dari target 81%.
2. Ketiga indikator tersebut dilaksanakan di tingkat Puskesmas, di mana pusat
berperan untuk memastikan indikator tersebut berjalan sebagaimana mestinya
melalui dukungan dari tahap perencanaan (Juknis, Juklak, Pedoman),
pelaksanaan (sosialisasi, orientasi, refreshing) dan monitoring evluasi
sekaligus pembiayaan.
3. Analisa keberhasilan indikator terutama adalah ketersediaan data, format
laporan rutin, kejelasan mekanisme pelaporan dan tidak adanya perubahan
indikator.
4. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah
belum adanya sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi satu pintu dan
masih berjalan berdasarkan program masing-masing, selain itu adanya
perubahan perangkat organisasi dan tata kelola berakibat pengelola program
perlu belajar memahami kembali tiap indikator tersebut.
5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan
penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif
kepada seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian
target indikator program serta memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui
media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah
dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan
tepat waktu.
6. Pada tahun 2017, Ditjen Kesmas mengalami perubahan anggaran semula
Rp. 2.330.521.324.000 menjadi Rp 1.683.826.592.000,- disebabkan adanya
penambahan hibah luar negeri, pemotongan/penghematan dan realokasi
anggaran. Namun demikian, dalam realisasi anggaran telah mencapai diatas
90%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian indikator kinerja, dimana
telah mencapai target.